Anda di halaman 1dari 11

DEMAM TIFOID

1. DEFINISI

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. 4

Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut usus halus yang disebabkan infeksi Salmonella
typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses
atau urin dari orang yang terinfeksi salmonella. Tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever,
typhus dan para typhus abdominalis.9

2. ETIOLOGI

Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora. Mempunyai sekurang kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik,
terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida ), antigen H ( flagela ) dan antigen K ( selaput ). Dalam
serum penderita terdapat zat anti ( aglutinin ) terhadap ketiga macam antigen tersebut. 9

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram negatif, mempunyai flagela,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang
terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein, dan envelope antigen (K) yang
terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk
lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. S. typhi juga dapat memperoleh plasmid
faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.8

Identifikasi Salmonella dari tempat yang normalnya steril, seperti darah, cairan serebrospinal, dan
cairan sendi tidak memerlukan media khusus. Tinja mengandung banyak mikroorganisme lain
sehingga memerlukan media selektif seperti agar sulfat bismut atau agar deoksilat, yang
mengandung penghambat flora tinja normal. Spesimen tinja yang diletakkan dalam kaldu yang
diperkaya sebelum dilapiskan pada media agar akan meningkatkan jumlah organisme. 7
Gambar 1. Salmonella typhi

3. EPIDEMIOLOGI

Penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang beradaptasi pada manusia,
sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier manusia. Penyebab yang terdekat mungkin air (
jalur paling sering ) atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Karier menahun
umumnya berusia lebih dari 50 tahun, lebih sering pada perempuan, dan sering menderita batu
empedu. S. typhi berdiam dalam empedu bahkan di bagian dalam empedu, dan secara intermiten
mencapai lumen usus dan dieksresikan ke feses, sehingga mengkontaminasi air atau makanan. 5

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara sedang
berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Diperkirakan angka
kejadian dari 150/100.000/tahun di Amerika Serikat dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur penderita
yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91 % kasus.
Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Serikat. 8

Saat ini demam tifoid masih berstatus endemik di banyak wilayah di Asia, Afrika, dan Amerika
Selatan, di mana sanitasi air dan pengolahan limbah kotoran tidak memadai. Sementara, kasus tifoid
yang ditemukan di negara maju saat ini biasanya akibat terinfeksi saat melakukan perjalanan ke
negara-negara dengan endemik tifoid. Pada area-area endemik, kejadian demam tifoid paling tinggi
terjadi pada anak-anak usia 5 sampai 19 tahun, pada beberapa kondisi tifoid secara signifikan
menyebabkan kesakitan pada usia antara 1 hingga 5 tahun. Pada anak usia lebih muda dari setahun,
penyakit ini biasanya lebih parah dan berhubungan dengan komplikasi yang umumnya terjadi. Di
seluruh dunia diperkirakan antara 1616,6 juta kasus baru demam tifoid ditemukan dan 600.000
diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya. Suatu
laporan di Indonesia diperoleh sekitar 310 800 per 100.000 sehingga setiap tahun didapatkan
antara 620.000 1.600.000 kasus. Demam tifoid di Indonesia masih merupakan penyakit endemik,
mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan
konon anak perempuan lebih sering terserang. Peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah
5 tahun. 9

4. PATOGENESIS

Setelah tertelan, bakteri harus menembus beberapa mekanisme pertahanan tubuh pejamu sebelum
menimbulkan infeksi. Biasanya Salmonella mati pada lingkungan yang bersifat asam, oleh karena itu
terjadi pengurangan inokulum yang banyak setelah bersentuhan dengan isi lambung. Pengurangan
selanjutnya terjadi di usus halus melalui efek antibakteri langsung dari pertarungan organisme
dengan flora usus normal. Gangguan mekanisme pertahanan pejamu ini meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi.7

Ketika masuk ke dalam usus halus, bakteri melekat pada permukaan epitel, yang menimbulkan
kerusakan sel pada brush border. Invasi mukosa sesungguhnya oleh salah satu dari dua mekanisme
yang berbeda menimbulkan infeksi klinis. Proses pertama ialah masuknya segera bakteri secara
langsung ke epitel, kedua terjadi proliferasi intraluminal organisme menjadi inokulum yang cukup
menaklukkan pertahanan pejamu setempat. Kemudian salmonella memasuki sitoplasma epitel
melalui invaginasi membran sel dan tinggal di dalam vakuola ini sampai dihantarkan ke lamina
propria, tempat terjadinya reaksi peradangan yang hebat. Bercak Peyer di ileum distal adalah tempat
primer penetrasi bakteri. Sistem retikuloendotelial slanjutnya akan dikolonisasi melalui aliran limfe.
Limfe yang mengalir melalui duktus torasikus menghantarkan bakteri masuk ke aliran darah, dari sini
terjadi diseminasi ke organ yang jauh. Sel retikuloendotelial di sumsum tulang, hati dan limpa
memakan bakteri yang menyebar secara hematogen ini, yang kadang kadang menimbulkan fokus
infeksi. Organisme yang menyebar melalui darah mencapai kandung empedu, memperbanyak diri,
dan masuk empede serta usus halus secara sekunder.7

Salmonella dapat hidup di dalam sel untuk waktu lama. S. typhi dietemukan di dalam fagosit
mononuklear di jaringan limfe pejamu, ketidakmampuan monosit menghancurkan S. typhi secara
efektif setelah melakukan fagositosis mungkin berperan pada penyebaran luas organisme penyebab
selama demam tifoid. S. typhi virulen juga dapat menghalangi metabolisme oksidatif leukosit
polimorfonuklear, yang mencegah penghancuran bakteri yang difagosit pada stadium dini infeksi.
Selanjutnya, kemampuan menolak imunitas selular pejamu bisa berperan pada patofisiologi yang
menyebabkan demam tifoid. 7

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu :

1. Penempelan dan invasi sel sel M Peyers patch

2. Bakteri bertahan hidup dan bermultifikasi di makrofag Peyers patch, nodus limfatikus
mesenterikus, dan organ organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. 8

Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid

5. GEJALA KLINIS
Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan
perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor
galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit di rumahnya. 8

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita
dewasa. Masa tunas rata rata 10 20 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak besemangat. 4

Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam yang tidak
turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak
turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas adalah kenaikan tidak
langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga (stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot,
kehilangan selera makan (anoreksia), mual, muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan
sebaliknya dapat terjadi diare.3

a. Demam

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada era pemakaian
entibiotik belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai
istilah khusus yaitu step-ladder temperatur chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,
kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama.
8 Dalam minggu ke-2 penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ke-3 suhu
badan berangsur angsur turun 4 kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses
jaringan lunak maka demam akan menetap. 8

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah pecah(ragaden). Lidah
ditutupi selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meterorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan.4

c. Gangguan kesadaran

Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat,
seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati
sampai koma. 8

Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, seringkali
dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak
pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke-7-10 dan bertahan
selama 2-3 hari.

Status tifosa :

- Demam lebih dari tujuh hari

- Lidah kotor, ujung dan tepinya kemerahan


- Gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan, apati, somnolen, hingga
koma.8

Gambar 3. Lidah kotor, tepi hiperemis

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi. 3

Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. 3

Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. 3

LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat 3

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 3

b. Urinalis

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) 3

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. 3

c. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut. 3

d. Imunologi

Widal

Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap
antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat
popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di
Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan
dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.Hasil uji ini
dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu.
Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain
penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu
sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. 3

Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali nilai
batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O
meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada
penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka
kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontrak sebelumnya. 3

Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test)
hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila
lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah
terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. 3

e. Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid.
Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid.
Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan
negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku
dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam
minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.Kekurangan
uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman
(biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan
bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/
carrier digunakan urin dan tinja. 3

f. Biologi molekular.

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang
kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman
yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.
Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. 3

7. DIAGNOSA

Salmonella harus selalu dipikirkan sebagai penyebab potensial gastroenteritis. Demam, tanda
tanda disentri, defisiensi imun, baru imigrasi dari daerah endemik, atau kaitan dengan sumber
wabah yang umum harus meningkatkan kecurigaan.7

Tinja harus selalu dibiak. Bila tidak diperoleh tinja segar, dapat dibiak apusan rektum, walaupun
kemungkinan menemukan organisme lebih rendah. Kompetisi bakteri dan sedikitnya inokulum
mungkin memerlukan pembiakan lebih dari satu spesimen untuk menemukan Salmonella. 7
Gastroenteritis dengan demam, terutama pada anak berusia di bawah 2 tahun, biasanya merupakan
indikasi untuk melakukan biakan darah. Untuk demam enterik yang dicurigai, rangkaian biakan darah
harus dilakukan bila biakan pertama negatif karena adanya serangan intermitten bakteremia rendah
inokulum. Lebih dari 90 % pasien demam tifoid yang tidak diobati mempunyai biakan darah dan
sumsum tulang positif selama minggu pertama sakit. Hasilnya menurun seiring waktu dengan
peningkatan positif biakan tinja dan urin secara bersamaan. 7

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastroentestinal, dan
mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria ini maka seorang klinisi dapat
membuat diagnosis tersangka tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S. typhi dari darah.
Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinana mengisolasi S. typhi dari dalam darah pasien lebih
besar daripada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan
keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai
sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif,
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan
spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik. 5

Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen
somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di Indonesia,
pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji Widal slide aglutination
menunjukkan nilai ramal positif 96 %. Artinya apabila hasil tes positif, 96 % kasus benar sakit demam
tifoid, akan tetapi apabila negatif tidk menyingkirkan. Banyak senter berpendapat apabila titer O
aglutinin sekali diperiksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis
demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi
masa lampau. 8

Diagnosa demam tifoid ditegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinik dan laboratorium (jumlah
lekosit menurun dan titer widal yang meningkat) . Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya
bakteri pada salah satu biakan. Adapun beberapa kriteria diagnosis demam tifoid adalah sebagai
berikut :

Tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:

1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik secara bertahap lalu menetap
selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari.

2. Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,hilang nafsu makan dan
kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.

3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, kesadaran berkabut, bradikardia relatif.

8. PENATALAKSANAAN

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang
memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus
berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping
observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik
merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi S. typhi berhubungan
dengan keadaan bakterimia.

World Health Organization (WHO) merekomendasikan anak dengan demam tifoid diterapi dengan
fluoroquinolone ( Ciprofloxacin, Gatifloxacin, Ofloxacin, and Perfloxacin) sebagai pengobatan linea
pertama selama 7-10 har. Dosis ciprofloxacin oral adalah 2 X 15 mg/kgBB/hari. selama 710 hari. Jika
respon terhadap pengobatan menunjukkan hasil yang jelek, maka diberikan antibiotik line kedua,
seperti cephalosporin generasi ke-3 atau azithromycin. Dosis cetriaxone (IV) adalah 80 mg/kgB/hari
selama 5 7 hari, atau Azithromycin: 20 mg/kgBB/hari selama 57 hari. 1

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menggunakan kloramfenikol sebagai pilihan pertama
pada demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg / kgBB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian
selama 10 14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam turun, sedang pada kasus dengan
malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4 6 minggu untuk
osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.

Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan dengan
kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/ hari diabagi dalam 4 kali pemberian
secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian peroral
memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama.
Kombinasi trimethoprim sulfametokzasol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik dibanding
kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten terhadap
kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga.
Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone 100 mg / kg BB/ hari dibagi dalam 1 atau
2 dosis (maksimal 4 g/ hari) selama 5 7 hari atau cefotaxime 150 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam
3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Akhir akhir ini cefixime oral 10 15 mg / kg BB/ hari
selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit < 2000/l atau
dijumpai resistensi terhadap S. typhi . 8

9. KOMPLIKASI

Perforasi usus pada tempat inokulasi, biasanya pada ileum, terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan gastrointestinal beratterjadi pada 1- 10% anak dengan demam tifoid.

Ensefalopati toksik, trombosis serebral, ataksia serebelar akut, neuritis optik, afasia, ketulian,
serta kolesistitis akut dapat terjadi

Pneumonia biasa terjadi selama stadium kedua penyakit, tetapi disebabkan oleh superinfeksi. 2

10. PROGNOSIS
Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada
tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1 %.
Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10% biasanya karena keterlambatan diagnosis,
perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau
perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. 8

Prognosis juga menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti : 4

a. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinu

b. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium

c. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein)

11. PENCEGAHAN

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terkontaminasi S. typhi, maka setiap individu harus
memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi. S. typhi di dalam air akan mati
apabila dipanasi setinggi 57 C untuk beberapa menit atau dengan proses ionidasi/klorinasi. 8

Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup halhal berikut : 9

a. Penyediaan sumber air minum yang baik

b. Penyediaan jamban yang sehat

c. Sosialisasi budaya cuci tangan

d. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum

e. Pemberantasan lalat

f. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman

g. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui

h. Imunisasi

Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di AS (kecuali pada kelompok yang beresiko tinggi), imunisasi
pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia.
Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya
pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu orang tua harus membayar biaya imunisasi untuk anaknya. 9

Jenis vaksinasi yang tersedia adalah :

a. Vaksin parenteral utuh


Berasal dari sel S. typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman.
Dosis untuk anak usia 1-4 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis
diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang
pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi. 9

b. Vaksin oral Ty21a

Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada usia
minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral
Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun. 9

c. Vaksin parenteral polisakarida

Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin diberikan secara parenteral
dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuskular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan setiap 3
tahun. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relatif paling aman. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2012. Recommendations for management of common childhood conditions.


http://www.who.or.id

2. Behrman, Richard, 2007. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta

3. Diagnosis laboratorium demam tifoid by Dr.Luci Liana,SpPK.[cited] des 2010.


http://www.abclab.co.id .

4. Hassan, Rusepno, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

5. Isselbacher, Kurt, 2010. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 13. Volume 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
6. Rubenstein, David, 2006. Kedokteran Klinis. Edisi keenam. Erlangga : Jakarta

7. Rudolph, abraham, 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 2. Volume 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta

8. Soedarmo, Sumarmo, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Ikatan Dokter
Anak Indonesia

9. Widoyono, 2011. Penyakit Tropis. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Edisi kedua. Erlangga : JakartaS

Anda mungkin juga menyukai