Anda di halaman 1dari 4

Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai ACLS 2010

1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita harus
lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak itu aman. Jika
belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di dalam gedung terbakar),
maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke tempat yang aman dan
memungkinkan mendapatkan pertolongan.
2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja. Mengecek
kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau menggoyang
bahu pasien, misalnya Pak-pak bangun ! atau Bapak baik-baik saja? Jika masih belum sadar
atau bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan pangkal kuku jari. Jika pasien
sadar, tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika pasien sadar, terlihat kesakitan atau
terluka segera cari bantuan dan kemudian kembali sesegera mungkin untuk menilai kondisi
pasien. Pada Advance Cardiac Life Support 2010, langsung dicek juga pernapasan, apakah
bernapas normal atau gasping saja atau sama sekali tidak bernapas.
3. Jika tidak ada respon. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta tolong dibawakan
alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika berada di luar RS.
Misalnya Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, tolong panggil petugas emergensi atau
Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di ruang A. Jika di lapangan : Tolong
ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil ambulan atau 118 . Jika yang menemukan
korban tidak sadar lebih dari satu orang, maka satu orang mengaktifkan sistem emergensi
sedangkan lainnya menilai kondisi pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak sadar, kita
tidak mungkin bekerja sendiri jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta bantuan,
penolong harus menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi kejadian,
penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan.
4. Lakukan perabaan nadi segera dalam waktu 10 detik. bisa dilakukan mengecek nadi arteri
karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah
kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa.
Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10 detik. Jika nadi tidak teraba
segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan perbandingan kompresi dada (pijat
jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2 tiupan. Kecepatan kompresi dada sedikitnya 100
kali/menit. Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan telapak
tangan pada tulang sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari luar
sehingga aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh.
Usahakan mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP.
5.. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami cedera
kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher maka gunakan tehnik jaw thrust. Untuk
lebih jelas lihat kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan dengan menggunakan
tehnik LLF (Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas selama
10 detik. Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan nafas.
6.Jika masih tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan dengan
tetap menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau dengan
menggunakan sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai dada tampak
mengembang. Jika dada tidak mengembang kemungkinan pemberian nafas buatan tidak
adekuat atau jalan nafas tersumbat.
7. Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka kita
dapat menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada indikasi
melakukan defibrilasi.
8. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 8-10 kali/menit atau satu kali
pernafasan diberikan setiap 6-8 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan infus. Jika
perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan
denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil. Pasien dirawat di ruang Intensif Care
Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari dengan melakukan anamnesis pada keluarga
penderita dan pemeriksaan fisik
9. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia. Aritmia bisa
berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT), atrial flutter, atrial
fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok derajat II dan derajat III.
Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.

Cara melakukan RJP :


a.Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut di sisi
korban sejajar dengan dada penderita.
b.Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas tulang
sternum di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas prosesus
Xihoideus) dan letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak
tangan saling menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua
lengan tegak lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum.
c. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (sekurangnya 2 inci) kemudian biarkan dada kembali
normal (relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua
penolong, penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong kedua sambil
menunggu pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah
kompresi yang dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi efektif.
d. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1 siklus =
30 kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan
pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang.
e. Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan dengan
kecepatan sekurangnya 100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit.
Setiap 2 menit dilakukan pergantian posisi untuk mencegah kelelahan.
RJP pada anak
1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2. Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak tangan di
atas tulang dada, di tengah sternum.
3. Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun 3-4 cm (2 inches) dengan frekuensi
sekurangnya 100 kali/menit.
RJP pada bayi
1. Letakkan penderita pada posisi terlentang di atas alas yang keras
2.Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari tangan
kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan dada bayi. Bisa
juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari manis langsung menekan
dada. kedalaman pijatan (1,5 inches)
3. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterior-posterior rongga dada
bayi dengan frekuensi minimal 100 kali/menit.
RJP pada situasi khusus
1. Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Keberhasilan menolong
korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia.

Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat mungkin setelah
korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus barulah seorang penolong
mengaktifkan system emergensi. Manuver yang dilakukan untuk menghilangkan sumbatan
jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi
serta memperlambat RJP.
2. Hipotermi
Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan untuk
mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada tidaknya henti
jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi jantung dan pernafasan
sangat lambat tergantung derajat hipotermi.
Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera lakukan
kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk mencegah hilangnya
panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat jika mungkin beri oksigen
hangat.
3. Sumbatan jalan nafas oleh benda asing
Lihat di pengeloaan jalan nafas
Posisi sisi mantap (recovery position)
Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan sirkulasi
aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mengurangi risiko
sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan miring pada salah satu sisi tubuh
dengan tangan yang dibawah berada di depan badan

Anda mungkin juga menyukai