TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV DAN AIDS
2.1.1 Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menyerang / menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. AIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah
sekumpulan gejala penyakit yang mengenai seluruh organ tubuh sesudah
kekebalan dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan sistem kekebalan tubuh
penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit
tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu, penderita AIDS sering sekali
menderita keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limfoma yang menyerang
otak.1
2.1.2 Epidemiologi
Saat ini Infeksi HIV / AIDS masih merupakan tantangan terbesar dalam
kesehatan masyarakat global. Prevalensi dan kejadian HIV / AIDS sangat
bervariasi dari benua ke benua, dari satu negara ke negara, dari satu daerah ke
wilayah lainnya. Dari semua wilayah di dunia, sub-Sahara Afrika adalah yang
paling sering terjangkit HIV. Di Indonesia, Kasus HIV/AIDS pertama dilaporkan
pada tahin 1986 pada seorang warga belanda dan sejak saat itu HIV/AIDS terus
meningkat dan tersebar di 33 Provinsi. Mengingat kasus HIV/AIDS sudah
tersebar di seluruh propinsi di Indonesia, maka kalau dilihat prevalensi kasus
HIV/AIDS PER 100.000 penduduk berdasarkan propinsi secara kumulatif HIV
sebanyak 118792 kasus dan AIDS sebanyak 45650 kasus.1,3
WHO memperkirakan bahwa sekitar 5% dari infeksi HIV baru di negara
berkembang dan negara transisi mungkin bisa dihubungkan dengan perawatan
kesehatan yang tidak aman, termasuk darah yang terkontaminasi dan paparan
pekerjaan. Perkiraan secara global ini bervariasi sesuai dengan daerah, dengan
persentase yang lebih tinggi untuk Asia dibandingkan dengan belahan
dunialainnya. Hal ini penting untuk menunjukkan sejumlah alasan, ada
ketidakpastian substansial mengenai perkiraan ini dan lebih banyak data
penelitian yang diperlukan untuk memperoleh gambaran situasi yang dapat
diandalkan. Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa suntikan yang
terkontaminasi menyebabkan setiap tahunnya 21 juta infeksi HBV, dua juta
infeksi HCV dan 260.000 infeksi HIV. Infeksi ini, menyebabkan masing-masing
49.000, 24.000, dan 210.000 kematian. 40% dari beban global hepatitis B dan C
antara kesehatan pekerja disebabkan oleh pekerjaan. 7
Dalam sebuah studi (Bull WHO 1997; 75 (2): 133-40), risiko tahunan
penularan HIV diperkirakan 0,27% untuk pekerja kesehatan (Mwanza Tanzania).
Di antara ahli bedah, risikonya adalah 0,7% (yaitu dua kali lebih tinggi) jika tidak
ada langkah-langkah perlindungan khusus yang diambil. Penyedia layanan
kesehatan dapat terinfeksi HIV melalui bekas suntikan jarum dan luka selama
operasi. Kurangnya kepedulian dengan terinfeksi HIV pada Staf medis mungkin
juga membawa risiko infeksi bagi pasien. Dan ketika alat suntik dan peralatan
yang terkontaminasi lainnya disterilkan, pencegahan HIV dapat dilakukan dalam
pengaturan perawatan kesehatan dari pasian yang terinfeksi HIV dan untuk pasien
yang tidak terinfeksi.7
2.1.3 Etiopatogenesis
HIV adalah virus RNA yang merupakan retrovirus disebut
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Lymphotropic
Virus (retrovirus). HIV tergolong genus Lentivirus dalam family Retroviridae.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2, terbanyak adalah karena HIV-1. Partikel HIV
terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang dilindungi envelop lipid asal
sel hospes.1
2.1.4 Transmisi
HIV tidak bisa hidup lama di luar tubuh, tidak bisa menyebar melalui kontak
biasa, dan tidak mudah "ditangkap". Agar HIV dapat menular, tiga kondisi harus
terjadi yaitu ada sumber HIV, cukup dosis virus, dan harus ada akses ke aliran
darah orang lain. Penularan terjadi terutama melalui darah, air mani, cairan vagina
atau ASI yang terinfeksi. Keringat, air mata, air liur, air seni dan kotoran tidak
mampu menularkan HIV kecuali jika terkontaminasi dengan darah.2
Di tempat-tempat seperti ruang operasi rumah sakit, cairan lain, seperti cairan
serebrospinal, cairan sinovial, cairan pleura, cairan perikardial dan cairan ketuban
dapat dianggap menular jika sumbernya HIV-positif. Oleh karena itu cairan tubuh
yang paling umum dianggap berpotensi menular untuk HIV adalah darah, air
mani, cairan vagina dan ASI.2
HIV ditularkan melalui:2
Salah satu prediktor bagaimana penularan HIV adalah viral load yaitu seberapa
banyak HIV hadir dalam aliran darah mereka. Studi menunjukkan hubungan yang
jelas antara viral load yang lebih tinggi dan peningkatan penularan HIV. Studi
juga menemukan bahwa memiliki viral load yang rendah sangat mengurangi
risiko penularan HIV melalui kontak seksual; Namun, memiliki viral load rendah
tidak menjamin bahwa HIV tidak akan ditularkan. 2
Gejala klinis infeksi HIV/AIDS bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan, sampai berat. Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV, menurut
WHO 2013 dibagi sebagai berikut:1
I. Tingkat Klinis 1 ( Asimptomatik/limfadenopati generalisata persisten
(LGP)
1. Tanpa gejala sama sekali
2. LGP
Sebuah kasus dikonfirmasi HIV diklasifikasikan dalam salah satu dari lima
tahap infeksi HIV (0, 1, 2, 3, atau tidak diketahui).2
Tahap 0: Jika orang tersebut telah memiliki tes HIV negatif dalam 6 bulan dari
diagnosis infeksi HIV pertama. orang tersebut dianggap tetap dalam tahap 0
sampai 6 bulan setelah diagnosis
Tahap 2:2
Jika ciri diatas tidak nampak (misalnya, karena informasi dari hasil tes CD4
hilang), tahapannya pun tidak dapat diketahui.2
Gambar 4. Kewaspadaan Standar ( didaptasi dari WHO, Kantor Regional untuk Pasifik Barat,
Manila).6
Organisasi Kesehatan Dunia saat ini telah merekomendasi Kewaspadaan
Standar sebagai dasar pencegahan penularan infeksi yang minimal harus
digunakan di semua lini layanan kesehatan.6 Pedoman ini memperlakukan semua
cairan tubuh tertentu berpotensi sebagai sumber infeksi, sedangkan yang lain
tidak, kecuali bila terdapat darah di cairan tersebut.11 (Tabel 1).
celemek
sarung tangan non steril (penggunaan umum) dan sarung tangan steril
(untuk prosedur aseptik).
Gaun lengan panjang anti air.
Pelindung mata dan wajah dari darah / percikan cairan
Sarung Tangan
Sarung tangan dapat melindungi pasien dan petugas kesehatan dari paparan bahan
infeksius. Gunakan bila akan menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi,
membran mukosa, kulit yang tidak utuh. Ganti setiap kali selesai satu tindakan ke
tindakan berikutnya pada pasien yang sama setelah kontak dengan bahan-bahan
yang berpotensi infeksius. Lepaskan setelah penggunaan, sebelum menyentuh
benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, dan sebelum pindah ke pasien
lain. Lakukan tindakan membersihkan tangan segera setelah melepaskan sarung
tangan.10 Sarung tangan sekali pakai harus dibuang setelah melakukan prosedur
dan harus dibedakan antara prosedur kotor dan bersih pada pasien yang sama.
Sarung tangan digunakan dalam perawatan kesehatan harus sesuai dengan standar
BN saat ini (BS EN 455); ditandai dengan logo CE dan tidak bubuk atau plastik.12