PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Masum Zein Zudbah, UshulFiqh,Darul Hikmah, JawaTimur . 2008. hal. 52.
2
Artinya: Dirikanlah Shalat. (QS. Al baqarah: 43)2
Contoh lain:
Apabila lafadz yang khusus dalam nash syari datang dalam shighat amar
atau perintah, maka lafadz itu menunjukkan kewajiban. Artinya menuntut
perbuatan yang diperintah itu secara penetapan dan kepastian. Allah swt
berfirman:
Artinya: wahai wanita yang ditalak menahan diri (menunggu) ..
2
Chaerul Uman dan Achyar Aminudin, Ushul Fiqih II, Pustaka Setia,Bandung.2001.hal 35
3
Moh.Zuhri, dan Ahmad Qarib,Ilmu Ushul Fiqih,Toha Putra Group. Semarang.1994.hal.306.
3
Artinya: dan hendaklah ada segolongan umat. (QS. Ali Imran:
104)
e. Bentuk lainnya yang semakna, seperti lafal faradla, kutiba dan lain
sebagainya.
Artinya: sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami
wajibkan kepada mereka tentang istri istri mereka. (QS. Al Ahzab: 50).
Artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa. (QS. Al Baqarah: 183)
Artinya: sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk
menyampaikan amanah. (QS. An Nisa: 58)
4
Bentuk amar kadang-kadang keluar dari maknanya yang asli dan
digunakan untuk makna yang bermacam-macam yang dapat kita ketahui dari
susunan kalimatnya.4
Amr (perintah) memiliki kaidah yaitu ketentuan-ketentuan yang
dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hukum. Ulama ushul
merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :
Kaidah pertama; pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukan kepada
wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qarinah
(hubungan keterkaitan). Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa mengerjakan
sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib diperbuat.
Imam Ar Razi berkata di dalam kitabnya Al Mahsul, bahwa ahli Ushul
telah sepakat menetapkan bahwa bentuk fiil amar dipergunakan dalam 15
macam makna sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya, antara lain:
1. Ijab (Wajib)
Contoh:
Artinya: Dirikanlah Shalat. (QS. Al baqarah: 43)
2. Nadb (anjuran)
Artinya: dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta
Allah yang dikaruniakan Nya kepadamu. (QS. An Nur : 33)
3. Takdzib (mendustakan)
Artinya: tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang
yang benar. (QS. Al Baqarah 111).
4
Chaerul Uman dan Achyar Aminudin,.Op,Cit,.hal.109.
5
4. Irsyad (membimbing atau Menunjukkan)
Contoh firman Allah:
Artinya: dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang
laki-laki (diantaramu). (QS. Al Baqarah : 282)
5. Ibahah (kebolehan)
Artinya: makan dan minumlah hingga jelas bagimu beng putih
dan benang hitam bagimu. (QS. Al Baqarah : 187)
Artinya: dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka
bolehlah berburu. (QS. Al-Maidah:2)
6. Tahdid (Ancaman)
Artinya: kerjakanlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya
Dia maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Fusshilat : 40)
7. Inzhar (peringatan)
Artinya: Katakanlah, Bersuka rialah kamu, karena
sesungguhnya tempat kembalimu adalah neraka. (QS. Ibrahim : 30)
8. Ikram (memuliakan)
Artinya: (dikatakan kepada mereka): masuklah ke dalamnya
dengan sejahtera lagi aman. (QS. Al Hijr : 46)
9. Taskhir (penghinaan)
Artinya: Jadilah kamu sekalian kera yang hina. (QS. Al
Baqarah : 65)
6
10. Tajiz (melemahkan)
Artinya: datangkanlah satu surat (saja) yang seumpama (Al
Quran )itu. (QS. Al Baqarah : 23)
11. Taswiyah (mempersamakan)
Artinya: maka bersabar atau tidak. (QS. At Thur :16)
12. Tamanni (angan-angan)
Contoh Syiir Arab:
Artinya: wahai sang malam, memanjanglah wahai kantuk
menghilanglah. Wahai waktu subuh berhentilah dahulu, jangan segera
datang.
13. Doa
Artinya: Ya Allah ampunilah aku. (QS. Shad : 35)
14. Ihanah (meremehkan)
Artinya: Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa
lagi mulia. (QS. Ad Dukhan : 49)
15. Imtinan
Artinya: Makanlah apa yang direzekikan kapadamu. (QS. An
Nahl :114)5
5
Ibid,.hal.113.
7
Kaidah kedua: Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan.
Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula
dilarang, lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan perintah
wajib tetapi bersifat membolehkan. Seperti Firman Allah swt:
apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi,
carilah karunia allah{ QS.al-jumuah 62:10}.
Dengan demikian perintah bertebaran dimuka bumi, seperti kata ayat
diatas, hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan.
Kaidah ketiga: Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera
dilaksanakan. Misalnya tentang haji. Jumhur ulama sepakat bahwa perintah
mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak bleh di luar waktu. Bila
dilakukan diluar waktu, tanpa sebab yang dibenarkan oleh syara maka hukumnya
akan berdosa.
Kaidah Keempat: pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki
pengulangan (berkali-kali mengerjakan perintah). Misalnya dalam ibadah haji,
yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan,
maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan.
Allah berfirman:
dan Sempurnakan haji dan umrah karena Allah. (QS. Al Baqarah: 196).
Kewajiban haji dan umrah hanya sekali seumur hidup. Jadi bila dikerjakan sekali
saja sudah cukup.6
Kaidah Kelima: kaidah ini menjelaskan bahwa perbuatan yang
diperintahkan itu tidak bisa terwujud tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain
yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu. Misalnya, kewajiban
melaksanakan sholat, sholat ini tidak sah untuk dikerjakan tanpa suci (wudhu)
6
SyafiI Karim, Fiqih-Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung.2001.hal.224.
8
terlebih dahulu. Maka para ulama menetapkan bahwa Tiap-tiap perkara yang
kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka perkara itu wajb pula.
7
Chaerul Uman dan Achyar Aminudin,.Op,Cit,.hal.117.
9
4. Syarat yang harus ada pada kata Amar (perintah) adalah :
a. Harus berupa ucapan perintah (Amar) seperti kata uful (kerjakanlah).
b. Harus berbentuk kata permintaan.
c. Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu
bertatus tidak mewajibkan atau mengharuskan.
d. Datangnya permintaan itu harus dari atasan, sebab jika dari bawahan
namanya doa.8
Suatu kata perintah (fiil amar) dapat dipandang dari dua sisi yakni:
a) Cara menyatakan perintah dari bentuk kata. Hal ini menunjukkan tuntunan
perbuatan dalam waktu yang tertentu atau waktu mendatang.
b) Maksud yang dikandung dalam perintah itu atau perbuatan yang diminta
(maaddatul amri). Hal ini menunujukkan macamnya perbuatan yang diminta,
seperti berdiri, duduk. Apabila disatukan kedua sisi tersebut dalam amar, maka
maksudnya tidak lebih dari pada hanya menuntut perbuatan yang disebutnya, dan
tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan berulang-ulanya perbuatan itu.
Memenuhi tuntunan suruhan tersebut cukup dengan dikerjakan sekali saja, karena
menurut qaidah tidak ada kewajiban lebih dari pada tanggungan yang sebenarnya
(sesuai kemampuan seorang hamba).9
8
Muhammad MasumZein Zudbah,.Op,Cit,.hal. 52-53.
9
SyafiI Karim,Op,Cit,.hal.224.
10
disebut nuhyah (nahyu), karena dia dapat mencegah orang yang berakal itu untuk
tidak berbuat salah.
Menurut Abdul Hamid Hakim menyebutkan bahwa nahi adalah perintah
untuk meninggalkan sesuatu dari atasan kepada bawahan. Jadi Nahi adalah suatu
larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan, yakni
dari Allah SWT kepada hamba-Nya.10
Adapun maksud nahi yang sebenarnya adalah menunjukkan haram, seperti
dalam firman Allah:
Artinya: dan janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.
(QS. Ali Imran: 130)
Karena La takulu berbentuk nahi, sedangkan ketentuan nahi adalah haram,
maka makan harta riba hukumnya haram, karena tidak diridlai Allah swt. Inilah
hukum asli dari nahi.
Kecuali apabila ada qarinah yang memengaruhinya, maka nahi tersebut
tidak lagi menunjukkan hukum haram, tetapi menunjukkan hukum makruh,
mubah, dan sebagainya. Sesuai dengan qarinah yang memengaruhinya itu. Ada
ulama yang berpendapat bahwa nahi yang masih asli itu menunjukkan hukum
makruh. Namun, pendapat yang lebih kuat, bahwa nahi adalah haram.11
10
Muhammad Masum Zein Zudbah,.Op,Cit,.hal. 64.
11
Chaerul Uman dan Achyar Aminudin,Op,Cit,. hal.118.
11
Ungkapan yang menunjukkan kepada nahi (larangan) itu ada beberapa
bentuk diantaranya:
a. Untuk doa
hai Tuhan kami, janganlah engkau hukum kami, bila kami lupa atau salah.
b. Untuk pelajaran
janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu,
niscaya menyusahkan kamu.
c. Putus asa
janganlah kamu cari-cari alasan hari ini
12
d. Untuk menyenangkan (menghibur)
jangan bersedih kamu, bahwa sesungguhnya Allah bersama kita
Kaidah kedua: larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan
kebalikannya, seperti:
Artinya: janganlah kamu mempersekutukan Allah.
13
4. Nahi yang menunjukkan hal-hal di luar perbuatan yang tidak mesti
berhubungan dengan perbuatan tersebut. Misalnya, larangan dalam jual beli
sewaktu shalat jumat yang akibatnya akan meninggalkan shalat jumat.12
a. Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang searti
dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat An-Nahl
ayat 90 yang artinya:
Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Artinya: Katakanlah : "Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar
hak manusia tanpa alasan yang benar.
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa.
12
Ibid,.hal.120.
14
Artinya:Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
Dan tinggalkanlah dosa yang Nampak dan yang tersembunyi.
Artinya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta
yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa
kebakhilan itu baik bagi mereka.
Artinya: Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada
permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim13
13
Satria Efendi dan Mashum Zein, UshulFiqh, KencanPerdana Media Group, Jakarta, hal. 187-
190.
15
4. Syarat-syarat Nahi
1. Bentuk nahi hanya satu saja, yaitu fiil mudhari yang disertai la nahi.
Arti nahi yang pokok.
a. Menunjukkan haram
Artinya: larangan itu menunjukkan haram (haramnya perbuatan yang
dilarang).
Alasannya, apabila ada kata-kata larangan yang tidak disertai qarinah, akal
kita dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu, yang segera dapat
dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya. Demikian pula pemahaman
lama salaf.
Qarinah ialah kata-kata yang menyerupai larangan, yang menyebabkan
larangan itu tidak menyebabkan haram.
b. Menunjukan makruh
Artinya: Bermula larangan menunjukkan makruh. (makruhnya
perbuatan yang dilarang).
Alasannya, larangan itu hanya menunjukkan buruknya (tidak baiknya)
perbuatan yang dilarang. Keburukan ini tidak berarti haram atau larangan
menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang.14
14
SyafiI Karim,Op,Cit,. hal.234.
16
bahasanya, tidak pada syara, dan tidak pula dalam soal-soal ibadah dan
muamalah. Sementara Imam Syaukani berkata di dalam kitab shulnya Irsyadul
Fuhul bahwa tiap-tiap nahi yang tidak membedakan antara ibadah dan
muamalah menyebabkan perbuatan yang dilarang itu haram hukumnya, dan tidak
sahnya hukum menurut syara berarti batal (tidak sah).15
15
Chaerul Uman dan Achyar Aminudin,Op,Cit,.124.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19