Anda di halaman 1dari 4

Tugas Mata Kuliah : Hukum Lembaga Keuangan Syariah Bank & Non Bank

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Ma’ruf Abdullah, SH. MH.


Dr. H. Abdullah Jayadi Yasar,SH. MH.

MIDDLE TEST

Oleh:

AHMAD MUZAKKIR (1602540125)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ANTASARI

PASCASARJANA

BANJARMASIN

2017
MIDDLE TEST FILSAFAT ILMU
Nama : Ahmad Muzakkir
NIM : 1602540125

Pertanyaan :
1. Bagaimana pendapat David Hume tentang kausalitas dalam hubungannya
dengan empirisme ?
Jawab :
David Hume menegaskan bahwa pendapat mengenai hubungan itu tidak
benar dan didasarkan pada sebuah kebinggungan belaka. Segala peristiwa
yang kita amati memiliki hubungan tetap satu sama lain, tapi hubungan tidak
boleh disebut kausalitas. Hume menjelaskan bahwa pendapat tentang sebab-
akibat (kausalitas) itu merupakan suatu hubungan atar idea (relation of
ideas). Ide kausalitas juga tidak dapat diperoleh melalui persepsi. Hume
menegaskan bahwa ketika kita berpikir tentang relasi sebab dan akibat antara
dua hal atau lebih, maka biasanya kita memaksudkannya dengan arti bahwa
yang satu, secara langsung atau tidak langsung bersebelahan dengan yang
lain, dan bahwa yang satu, yang kita beri tanda sebagai sebab adalah dalam
beberapa hal, secara temporer mendahului yang lain. Bagaimanapun, kondisi-
kondisi ini tampak tidak mencukupi bagi munculnya sebuah relasi sebab dan
akibat. Karena dapat dipahami bahwa X dapat bersebelahan dengan dan
secara temporer sebelum Y tanpa menjadi sebab dari Y, maka diperlukan
sesuatu yang lebih. Hume beranggapan bahwa kita menambahkan sebuah ide
jika ada hubungan tetap antara X dan Y di dalam situasi di mana X dikatakan
sebab dari Y. Tanpa tambahan ide bahwa setiap peristiwa atau hal pasti
memiliki suatu sebab yang menghasilkannya secara pasti, maka pemahaman
biasa tentang relasi sebab dan akibat tidak akan muncul. Dengan demikian,
jika suatu gejala tertentu disusul oleh gejala lain, dengan sendirinya kita
cenderung kepada pikiran bahwa gejala yang satu disebabkan oleh gejala
yang sebelumnya. Misalnya batu yang disinari matahari selalu panas. Kita
menyimpulkan batu menjadi panas karena disinari matahari. Tetapi
kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya
memberikan urutan gejala-gejala, tetapi tidak memperlihatkan urutan sebab-
akibat. Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan
dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab-akibat. Sebab akibat
hanya hubungan yang saling berurutan saja dan secara konstan terjadi.
Dengan demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan
peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang terdahulu, oleh
karena itu Hume membuang segala bentuk kausalitas dalam etika filsafatnya.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan metode induksi. Beri contoh ! Kenapa
penerapan metode induksi dalam Ilmu Alam (natural sciences) tidak
menghasilkan pengetahuan yang pasti?
Jawab :
Metode Induksi ialah merupakan cara berpikir di mana ditarik kesimpulan
umum dari berbagai kasus yang bersifat individual, selain itu metode induksi
ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik
kesimpulan yang bersifat umum atau bersifat lebih umum berdasarkan atas
pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus.
Logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas
penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan
umum yang bersifat boleh jadi.
Selanjutnya, pada abad ke-17 Francis Bacon menemukan suatu metode
induksi baru yang memberikan tempat pada pendalaman inderawi dan
eksperimen. Inti metode induksi yang dirumuskan Bacon adalah pengumupan
data sebanyak mungkin terkait dengan fenomena yang diteliti, eksperimen,
dan penarikan kesimpulan berdasarkan eksperimen yang dilakukan dengan
berdasar pada data yang telah ada. Contoh, untuk mendapatkan kesimpulan
‘semua logam akan memuai jika dipanaskan’ berdasarkan metode induksi,
setiap logam dikumpulkan dan dilakukan eksperimen terahadap setiaplogam,
setelah semua logam diteliti maka baru ditarik kesimpulan berupa ‘semua
logam akan memuai jika dipanaskan’.
Metode induksi ini mendapat kritik bagi beberapa tokoh, karena metode
induksi dalam ilmu alam dinilai tidak menghasilkan pengetahuan yang pasti.
Sebab, teori yang dihasilkan melalui metode induksi sangat mudah
dipatahkan atau digugurkan. Misalnya, dari contoh diatas, kesimpulan
berdasarkan metode induksi ‘semua logam akan memuai jika dipanaskan’
maka, jika dapat dibuktikan salah satu dari semua logam tersebut tidak
memuai maka, kesimpulan tersebut runtuh. Dengan demikian, menurut Karl
Popper, science tidak lagi induktif tetapi deduktif saja.

3. Karl R. Popper membangun logika sendiri dalam studi ilmiah, yang terdiri dari
dua Prinsip utama, yaitu testability dan falsibility. Jelaskan maksud dari 2
prinsip tersebut ?
Jawab :
Terkait dua prinsip utama yang dibangun Karl R. Popper, atas penolakannya
terhadap metode induksi. Berdasarkan hal tersebut, Popper membangun
logika ilmiah baru yang mencakup dua prinsip utama yaitu, testability dan
falsifiability. Menurut logika ilmiah Popper, kriteria ilmiah dari suatu teori
dalam ilmu pengetahuan baru dapat disebut ilmiah jika, dapat diuji
kebenarannya (testability) dan terbuka dengan kesalahan (falsifiability).
Prinsip pertama, testability berbunyi bahwa ilmu pengetahuan baru dapat
dikatakan ilmiah apabila dapat diuji kebenarannya. Menurut Popper, dalam
menguji kebenaran ilmiah, suatu teori harus dapat difalsifikasi terlebih dahulu.
Falsifikasi adalah suatu paham yang berpendapat bahwa setiap teori ilmiah
tidak seluruhnya sesuai dengan hasil observasi dan percobaan. Jadi, ketika
suatu teori ilmiah difalsifikasi melalui obervasi dan percoban dan
menghasilkan kebenaran maka teori tersebut dikatakan benar.
Prinsip kedua, falsifiability kebalikan dari prinsip pertama. Jika prinsip
pertama (testability) menggunakan falsifikasi sebagai cara untuk menguji
kebenaran, sebaliknya pada prinsip falsifiability pengujian melalui falsifikasi
digunakan untuk melihat kemungkinan kesalahan dalam suatu teori ilmiah.

Anda mungkin juga menyukai