1. Pendahuluan
paru yang bersifat akut. Pada kondisi normal, saat bernapas alveoli dalam paru-paru
akan terisi oleh udara. Pada kondisi pneumonia, alveoli akan terisi oleh pus dan cairan,
Thoracic Sosiety ( ATS ), Infectious Disease Society of America ( IDSA ), dan National
1
Pada praktek, VAP dan HCAP sering disebut sebagai HAP. Istilah lain
makanan, minuman, atau air liur ke dalam paru yang dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan reflex menelan 2,3. Pneumonia juga dibagi berdasarkan predileksi
infeksi yaitu pneumonia lobaris sering terjadi akibat infeksi bakteri, melibatkan satu
lobus atau segmen paru dan jarang terjadi pada bayi serta orang tua;
dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan sering terjadi pada bayi serta
Menurut data WHO tahun 2016, sepanjang tahun 2015 pneumonia menduduki
posisi kedua sebagai penyebab kematian pada anak dibawah usia 5 tahun, setelah
kelahiran prematur sebagai penyebab kematian pertama dan asfiksia lahir, diare,
922.000 anak meninggal akibat pneumonia, data ini mencakup 15% seluruh kasus
kematian pada anak dibawah 5 tahun sepanjang tahun 2015 di seluruh dunia
dengan prevalensi tertinggi berada di Asia Tenggara dan sub- Sahara Afrika. Di
pada tahun 2007 menjadi 1,8% pada tahun 2013. Menurut profil kesehatan
Indonesia tahun 2013, provinsi sulawese selatan mempati posisi keempat dengan
jumlah prevalensi kasus pneumonia tertinggi setelah NTT, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Barat. Pada data RISKESDAS ( 2013 ) yang diukur berdasarkan kelompok
umur pada anak-anak, usia 1-4 tahun memiliki angka prevalensi pneumonia
2
tertinggi dengan angka kematian tertinggi akibat pneumonia ada kelompok usia
menjadi penyebab pneumonia pada bayi yang terinfeksi HIV. Bebrapa faktor resiko
defisiensi vir. A, defisiensi zink, paparan asap rokok dan factor lingkungan dapat
perinatal dan gangguan klirens mucus/sekresi ( fibrostik kistik, aspirasi benda asing,
3
Tabel 1. Penyebab utama pneumonia pada anak, ( Ostapchuk dkk, 2004 )8
Bakteri Bakteri
Eschricia coli Group B Streptococci
Group B streptococci Haemophillus influenza
0-20 hari Listeria monocytigenes Streptococcus pneumoniae
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplek virus
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
s. pneumonia h. influenza B and non-
typeable
3 minggu 3bulan Virus moraxella catarrhalis
Adenovirus staphylococcus aureus
Influenza virus u.urealyticum
Parainfluenzavirus 1,2,3
Respiratory syncitial virus Virus
Cytomegalovirus
Bakteri Bakteri
Chlamydia tracthomatis H.Inluenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae M. cattarrharils
S. penumoniaee Mycobacteriumm
tuberculosisi
Neisseria meningitis
4 bulan- 5 tahun Virus S.aureus
Adenovirus
Influenza virus Virus
Parainfluenza virus Vaicella zoster virus
Rhinovirus
Respirator Syncytial Virus
Bakteri Bakteri
C. Pneumoniae H.Influenza
M.Pneuminiae Legionella Species
S.Pneumonia M.Tuberculosisi
S.Areus
Virus
6-18 tahun
Adenovirus
Epstein-Barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial virus
Varicella zooster virus
4
2. PATOGENESIS BRONKOPNEUMONIA
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi atau penyebaran langsung kuman
dari saluran respiratorik atas. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme
diantaranya barrier anatomi dan mekanik ( filter partikel di hidung, pencegahan aspirasi
dengan reflex epiglottis, espulasi benda asing melalui reflex batuk, pembersihan kearah
kranial oleh lapisan mukosilier ), serta sistem pertahanan tubuh ( IgA, Leukosit,
Proses patogenesis pneumonia terkait tiga faktor, yaitu imun host, mikroorganisme yang
menyerang, dan lingkungan yang bereaksi. Proses radang yang terjadi pada pneumonia
di bagi menjadi 4 stadium. Stadium I ( 4-12 jam pertama/ kongesti ) disebut sebagai
hiperemia. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel-sel
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru yang
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Stadium II ( 48 jam
berikutnya ), disebut hepatisasi merah yang terjadi sewaktu alveoli terisi oleh sel darah
merah, eksudatt, dan fibrin yang dihasilkan sebagai bagian dari reaksi peradangan. Pada
stadium ini, udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak. Stadium III ( 3-8hari ) disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibran
terakumulasi diseluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada saat
eritrosit mulai diresorbsi dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Stadium IV (7-
5
11 hari ) disebut stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan
3. DIAGNOSISI BRONKOPNEUMONIA
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat
yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejala tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala
dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi ( non spesifik ),
gejala pulmonal, pleural, dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam,
gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. Gejala pada paru
biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung. Gejala gangguan
respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi dinding dada, takipneu, napas cuping
hidung, merintih, dan sianosis. Gejala pneumonia pada anak dengan malnutrisi berat
kurang spesifik dan dapat tumpang tindih dengan sepsis. Pneumonia bakteri harus
dipertimbangkan pada anak usia <3 tahun yang mengalami panas badan >38,5 0C disertai
pneumokokus biasanya diawali dengan demam dan napas cepat. Gejala lain yang umum
ditemukan adalah kesukaran bernapas, retraksi dinding dada, dan anak tampak sakit
berat. Pneumonia akibat stafilokokus mempunyai gejala yang sama dengan pneumonia
pneumokokus, sering ditemukan pada bayi, tetapi dapat juga ditemukan pada anak yang
pada anak usia sekolah yang menunjukkan gejala demam, nyeri sendi, sakit kepala,
6
batuk. Gejala gejala takipneu terbukti memilki sensitibitas dan spesifisitas yang tinggi
napas dihitung selama satu menit penuh saat anak dalam kondisi tenag 8,9.
Pada pemeriksaan fisik auskultasi dada dapat ditemukan ronki ( ditemukan pada 33-
90% kasus anak dengan pneumonia ) basah halus yang khas pada anak besar, mungkin
tidak ditemukan pada bayi. Iritasi pleura akan menyebabkan nyeri dada; bila berat
gerakan dada tertinggal waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki
fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Pemeriksaan saturasi oksigen
perlu dilakukan pada semua anak dengan pneumonia, hal ini dapat membantu
7
Tabel 3. Derajat Pneumonia pada anak menurut WHO & IMCI 12
utama pneumonia. Untuk negara berkembang, pemeriksaan ini secara rutin tidak
berat, dugaan komplikasi pneumonia, atau penderita yang tidak berespon terhadap
rutin foto Rontgen Toraks bagi anak pada kasus pneumonia, terutama pneumonia yang
bakteri, tetapi dapat juga terjadi pada pneumonia nonbakteri. Leukosit >30.0000/ L
8
melalui isolasi kuman mikroorganisme dari paru, cairan pleura, atau darah. Pengambilan
specimen dari paru sangat invasive dan tidak rutin diindikasikan atau dilakukan.
komplikasi dan dapat bermanfaat untuk melihat respon antibiotic. Adanya CPR yang
positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Kadar CPR yang lebih tinggi ditemukan
Pneumonia streptokokus juga akan menunujukkan hasil CPR yang lebih tinggi
menyatakan bahwa pemeriksaan CPR tidak rutin dilakukan pada kasus pneumonia anak.
harganya yang mahal dan tidak ada pengaruhnya terhadap proses pengobatan maka
4. TATALAKSANA BRONKOPNEUMONIA
Menurut penanggulangan Medis IDAI ( 2009 ) , indikasi rawat inap bagi pasien
Distress pernapasan
Grunting
9
Tatalaksana bagi pasien pneumonia 14.15.
- Berikut oksigen terutama pada pasien dengan saturasi 92% dan pasien
pemeriksaan saturasi oksigen, jika tidak ada maka berikan oksigen samapai
gejala hipoksia tidak ada. Bayi dan anak yang mengalami hipoksia mungkin
tidak tampak sianosis. Asgitasi dapat menjadi indikasi hipoksia pada anak.
Lepas oksigen saat saturasi oksigen baik minimal 15 menit tanpa oksigen.
- Hisap lendir dengan menggunakan suction terutama pada pasien yang tidak
- Terapi cairan terutama pada pasien dengan intrake per oral menurun.
harus dihindari pada anak yang sakit berat, terutama bayi dengan lubang
hidung kecil. Penderita yang muntah dan atau sakit berat memerlukan cairan
IV. Bila perlu cairan IV dapat diberikan 80% dari kebutuhan basal atau perlu
kepala, nyeri dada, nyeri sendi, nyeri perut, dan nyeri telinga yang biasanya
clearance
- Pemberia antibiotik
10
diberikan antibiotik empiris. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana
membedakan infeksi virus dan bakteri, disamping itu infeksi bakteri sekunder
bakteri batang gram negative. Pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh
11
pemberian amoksisilin 2 kali sehari memiliki konsentrasi dalam darah yang
mg/kgBB/dosis (IV/IM ) setiap 6 jam. Jika klinis berat atau bayi <2 bualan,
(IV/IM) satu kali sehari. Jika dalam 4. Pada keadaan meningitis ( malas
septicemia, maka obat pilihan pertama adalah sefotaksim atau seftriakson IV.
sefopodoksim )8.
12
Community acquired pneumonia pada anak dengan malnutrisi berat
13
Community acquired pneumonia pada anak
4 bulan 5 tahun 5 tahun remaja
Rawat jalan Tanpa Komplikasi Rawat Tanpa Komplikasi
komplikasi (sepsis, jalan komplikasi (sepsis,
infiltrate, efusi infiltrate,efu
pleura luas) si pleura
luas)
Amoksisilin 50 SefalosporinSefotaksim Azitromisi Sefuroksi SefotaksIm
mg/kgbb/hari G3 200 n 10 m 150 IV 200
dibagi tiap 8 jam Sefotaksim mg/kgbb/hari mg/kgBB mg/kgbb/ mg/kgbb/ha
selama 7-10 hari 50 mg/kgbb dosis terbagi (max 50 hari IV ri atau
tiap 8 jam + mg PO) tiap 8 jam Sefuroksim
Alternatif : co- Pertimbangk kloksasilin 25- pada hari + IV 150
amoxiclav,azitro an 50 mg/kgbb IV I, diikuti 5 Eritromisi mg/kgbb/ha
misin,eritromisi penambahan setiap 6 jam mg/kgbb/ n 40 ri tiap 8 jam.
n klidamisin IV selama 10-14 hari pada mg/kgbb/
bila tidak ada hari hari ke 2-5 hari IV Sefuroksim
Pertimbangkan perbaikan Atau atau oral 150
menambah klaritromis tiap 6 jam mg/kgbb/ha
azitromisin bila in 15 selama ri IV atau
gejala masih ada mg/kgbb/ 10-14 hari. oral dalam
hari PO Pneumoko dosis tiap 6
terbagi kus : jam selama
tiap 12 Amoksisisl 10-14 hari.
jam in saja 90
selama 7- mg/kgbb/
10 hari hari PO
Atau tiap 8 jam
eritromisi
n 40
mg/kgbb/
hari tiap 6
jam
selama 7-
10 hari
Jika ada
infeksi
pneumoko
kus :
Amoksisili
n saja 90
mg/kgbb/
hari PO
tiap 8 jam
Tabel 3. Tatalaksana CAP menurut usia (2012) 8
14
Pemantuan pada pasien pneumonia harus dilakukan secara adekuat. Pada kasu
pneumonia tanpa komplikasi perbaikan gejala akan terlihat dalam 2 hari setelah
terapi ( penurunan frekuensi napas, retraksi berkurang, demam turun, mulai dapat
makan dan minum, dan perbaikan saturasi oksigen ). Jika dalam 2 hari setelah
terapi tidak terlihat adanya perbaikan atau gejala seakan memburuk maka perlu
- Tuberkulosis. Anak dengan gejala batuk persisten disertai demam lebih dari 2
minggu dan adanya tanda pneumonia yang tidak membaik setelah terpai
- Infeksi HIV. Penyebab tersering pneumonia pada pasien dengan HIV adalah
Pneumocystis (PCP) biasanya pada usia 4-6 bulan. Terapi pasien sesuai
dengan terapi pneumonia berat, jika tidak ada perbaikan dalam 48 jam dapat
15
Menurunkan angka kematian akibat pneumonia melalui dua cara yaitu
pertusi ). Tiga vaksin yang secara signifikan menurunkan angka kematian akibat
vaccines ). Anak dengan kondisi gizi yang buruk akan meningkatkan angka
dari sistem pernapasan. Pemberia ASI ekslusif juga berperan dalam menurunkan
dan berkembang, terutama untuk memicu sistem pertahanan tubuh anak agar
dapat bekerja secara optimal. Anak usia kurang dari 6 bulan yang tidak diberikan
ASI ekslusif memilki resiko kematian akibat pneumonia 5 kali lebih besar di
banding anak dengan ASI ekslusif. Selain itu pemberian Zink juga membantu
pneumoni, serta kegagalan terapi pada kelompok yang diberikan suplemen zink
16
DAFTAR PUSTAKA
Available at http://WWW.Who.int/mediacentre/factssheets/fs331/en/
2. Tedja, R & Gorden, S.Hospital Acquired, Helath Care Assiciated, and Ventilator
Associated Pneumonia; Published November 2013. Avaible at
http://WWW.Clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectious-
disease/health-careassociated-pneumonia/
3. National Heart, Lung,and Blood Institute. Explore Pneumonia, Publisher March 2011.
Available at http://WWW.nhlbi.nih.gov/health-topics/pnu/types
4. Perhimpunan Dokter paru Indonesia. Pneumonia komuniti: Pedoman & Diagnosis di
Indonesia PDPI,2003.
5. World Health Organization. Children: Reducing mortality; Fact Sheet updated january
2016. Available. At http://WWW.Who.int//mediacentre/factsheets/ fsl 178/en/
6. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Kementrian
Kesehatan RI, Indonesia.
7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. RISKESDAS Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2013. KementriaN Kesehatan RI, Indonesia.
8. Kartasasmita CB, Suardi AU, Nataprawira HM, Sudarti S & Wulandari DA. 2009.
Respirologi Pneumonia : Pedoman diagnosis dan terapi Ilmu Kesehatan.Departemen
Ilmu Kesehatan Anak RSHS, Bandung.
9. Asih R, Landia S & Makmuri MS. 2006. Naskah lengkap Continuing Education Ilmu
Kesehatan anak XXXVI,Kapita Selkta Ilmu Keshatan Anak vi : Kuliah Pneumonia.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSU Dr. Soetomo Surabaya.
10. Patophysiology of Altered Helath States II. Case Study : Community- acquired
pneumonia. Available at
http://nucleus.con.ohiostate.edu/it/pneumoniacasestudy/pneumonia print.html
11. Banaszak, Irene B & Breborowicz, Anna.2013. pneumonia in children. Departement of
pulpomonology, pediatric Allergy and Clinical Immunology. Karol Marcikowski
University of Medical Science, Poland.
12. Gray D * Zar HJ.2010. Childhoob Pneumonia in Low and Middle Income Countries:
Burden, Prevention and Management. The Open Infectious Diseases Journal,
2010,4:74-84.
13. Harris M,Clark J, Coote N, Fletcher P, Harnden A, McKean M, & Thomson A. 2011.
Guidelines for the Management of Community Acquired Pneumonia in Children :
Update 2011. Journal of the British Thoracic Society. London.
14. Suyoko EMD, et al. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. IDAI:
2009.58-62,250-6.
17
15. World Health Organization. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children: Guidelines
for the Management of Common Childhood Illnesses, 2nd edt. Avaible at.
http://apps.Who.int/iris/bitsream/10665/81170/1/9789241548373 eng.pdf
16. Kuman V, Mehta R, Mohan O, Patwari A, Saxena S & Patel A. 2010. Rational USE OF
Antibiotic for Pneumonia. India Clinical Epidemiology Network (IndiaCLEN). New
Delhi,India.
17. Wardlaw, T, Johansson EW & Hodge M. 2006. Pneumonia: The Forgotten Killer of
Children. World Health Organization-UNICEF.
18. WORLD Health Organization. Background document : The diagnosis, Treatment and
Prevention of Thyphoid Fever. 2003. http://WWW.Who.int/rpc/TFGuideWHO.pdf
19. Darmawandoyo W. Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Keshatan Anak, Infeksi dan
Penyakit Tropis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2003 ; 367 375.
20. Brusch JL. Corales R, Schmitt SK & Garvery T. 2016. Thypoid Fever. Available at
http://emerdicine.medscape.com/article/231135-overview#a5
21. Neopane S & Panta S. 2012.Validation of thr Proposed Clinicall Diagnostik Criteria of
Enteric Fever. Departemen of Medicine Katmandu Medical College. Kathmandu
University Medical Journal, Vol. 10; 4; 8-11.
22. Huang,DB & Dupant HL. Problem Phatogens : Extra-intestinal Complications of
Salmonella Enterica serotype Typhi Infection. The Lancet Infectious Disease 2005;
5:341-48.
23. World Health Organization. Guidelines for the Mangement of Typhoid Fever. 2011.
http://apps.who.nt/medicinedocs/documents/s20994en/s/20994en.pdf.
18