Anda di halaman 1dari 29

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fungsional Otak


Otak adalah struktur pusat mengatur dan mengkoordinir sebagian besar, gerakan,
perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah,
keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi
seperti pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk
pembelajaran (Zuyina, 2014). Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak
berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala
pembesaran: otak awal,yang di sebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang
(Pearce Evelyn,2015).
Otak menyusun sekitar seperlimapuluh berat badan dan terletak di rongga kranial.
Otak orang dewasa mempunyai rata rata 1400 gram, merupakan kurang lebih 2%
dari berat badan total (Handojo, 2000)

1. Struktur Otak
Otak atau encephalon terdiri atas tiga divisi yaitu (1) Prosencephalon, (2)
Mesencephalon, (3) Rhombencephalon (Wahyuni, 2011).
a. Prosencephalon
Divisi ini terdiri dari telencephalon dan diencephalon
1) Telencephalon
Telencephalon atau cerebrum disebut juga otak besar terdiri dari 2 hemisphere
cerebri. Cerebrum kiri dan kanan dipisahkan oleh fissure longitudinalis superior.
Diantara kedua hemisphere terdapat falx cerebri yang merupakan selaput durameter
yang terletak diantara kedua hemisphere cerebri tersebut (Wahyuni, 2011).
Telencephalon atau cerebrum memiliki fungsi secara umum yaitu : (1) mengingat
pengalaman yang lalu, (2) pusat persarafan yang menangani aktivitas mental, akal,
4

intelegensi, keinginan dan memori, (3) pusat menangis, buang air besar dan buang air
kecil (Wahyuni, 2011).
Setiap belahan cerebrum dibagi menjadi enam lobus yang saling berhubungan
yaitu (1) lobus frontalis, (2) lobus parientalis, (3) lobus occipitalis, (4) lobus
temporalis, (5) Lobus Insular, (6) Lobus Limbik (Michael Schunke, dkk, 2013).

Gambar 1. Lobus Cerebrum

a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis merupakan bagian yang menonjol ke depan yang menempati fosa
serebri anterior meluas ke dorsal sampai sulkus sentralis Rolandi. Lobus frontalis
memiliki fungsi yaitu : (1) menetapkan aspek kepribadian, (2) memainkan peran
dalam norma social, (3) mengendalikan emosi, (4) mengendalikan bahasa ekspresi,
(5) memori habitat, (6) Menstimuli pergerakan otot untuk aktivitas motorik (Mardiati,
2010).
5

b) Lobus Parietalis
Lobus parietalis meluas dari sulkus sentralis sampai fisura parieto- oksipitalis dan
ke arah lateral sampai setinggi fisura lateralis. Lobus ini merupakan area sensoris dari
otak yang menerima sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima perubahan
temperatur selain itu juga, fungsi lobus parietalis adalah : (1) untuk perhatian visual
dan persepsi sentuhan, (2) gerakan yang dikehendaki, (3) manipulasi obyek, (4)
integrasi bermacam- macam sensasi yang memungkinkan orang memahami konsep
tunggal (Mardiati, 2010).
c) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis merupakan bagian otak besar yang berbentuk seperti pyramid
dan terletak di belakang fisura parieto- oksipitalis. Lobus occipitallis mengandung
area visual yang menerima sensasi dari mata (Mardiati, 2010).
d) Lobus Temporalis
Lobus temporalis merupakan bagian otak yang membentuk personality,
pengalaman emosional subyektif. Lobus temporalis mengandung area auditori yang
menerima sensasi dari telinga (Mardiati, 2010).
e) Lobus Insular / Insula reilii
Insula reilii merupakan daerah cortex yang mengalami invaginasi terletak pada
bagian dalam sulcus lateralis. Insula reilii kadang dianggap sebagai lobus kelima.
(Michael Schunke, dkk, 2013)
Terletak di dasar celah Sylvian ditutupi oleh operculum lobus frontalis, operculum
lobus parientalis, dan operculum lobus temporalis. Insula dapat dilihat saat lobus
temporal ditarik dari korteks. Insula dipisahkan dari operculum oleh sulcus circularis.
Lobus ini dikenal juga sebagai area triangularis cortical dan tertutupi oleh gyrus
longus dan gyrus brevis yang berjalan paralel dengan sulcus lateralis. Insula reilii
merupakan pusat gustatoria yang berkaitkan dengan pengolahan dan integrasi
berbagai jenis informasi, termasuk sensasi rasa, sensasi viseral, sensasi rasa sakit, dan
fungsi vestibular. (Kenhub, 2017)
6

Gambar 2. Insula Reilii

f) Lobus Limbik
Berdasarkan filogenetis, system limbik disebut sebagai lobus ke enam otak
(Michael Schunke, dkk, 2013). Lobus limbik adalah cincin korteks yang berlokasi di
permukaan medial masing- masing hemisfer dan mengelilingi kutub serebrum.
(Anonim, 2017)
Lobus limbik berbatasan dengan korpus callosum dalam aspek medial masing-
masing belahan otak. Struktur di wilayah ini memainkan peran berpengaruh dalam
modulasi emosi, fungsi viseral, fungsi otonom, fungsi hormonal, pembelajaran dan
ingatan (Kenhub, 2017). Lobus ini tersusun oleh struktur struktur girus cinguli,
isthmus, parahipokampus, dan unkus (Satyanegara, 2010)

2) Diencephalon
Dienscephalon disebut juga otak depan berada diantara thelencephalon dan
mesensephalon, memiliki fungsi sebagai berikut : (1) vasokonstriktor, mengecilkan
pembulu darah, (2) respiratori, membantu proses pernafasan, (3) mengontrol kegiatan
reflex, (4) membantu kerja jantung. (Setiadi, 2007). Diencephalon terbagi tiga bagian
yaitu:
7

a) Thalamus
Terdiri dari dua massa oval (lebar 11/4 cm dan panjang33/4 cm) substansi abu-
abu yang sebagian tertutup substansi putih. Masing- masing massa menonjol ke luar
untuk membentuk sisi dinding ventrikel (Wahyuni, 2011).
Thalamus merupakan pusat pengatur atau penerima rangsang sensoris, terletak
pada bagian tengah otak. Fungsi thalamus antara lain : (1) menyebabkan adanya rasa
sadar terhadap sensasi sakit, panas dan raba, (2) berperan terhadap terjadinya
mekanisme emosi, (3) berperan terhadap sikap siaga kita (Koes Irianto, 2014)
b) Hypothalamus
Hipotalamus ialah bagian bawah diensefalon yang terletak dibawah thalamus di
antara lamina terminalis dan korpus mamilare. Selain pusat system saraf parasimpatis
yang terletak di depan dan pusat system saraf ortosimpatis yang terletak di depan dan
pusat system saraf ortosimpatis yang terletak di belakang, terdapat pula kumpulan
kumpulan neuron dengan fungsinya sendiri sendiri. (Wahyuni, 2011).
Hipotalamus merupakan bagian dari system limbik, yang berfungsi untuk
mengatur fungsi vital yaitu : (1) suhu tubuh, (2) kecukupan air dan makanan, (3) pola
prilaku seksual, (4) ketakutan dan kemarahan, (5) penghargaan dan hukuman, (6)
siklus bangun tidur, (7) pengatur hormon (Mardiati, 2010).

c) Ganglia Basalis
Ganglia basalis adalah massa substansia grisea yang terletak di dalam setiap
hemispherium cerebri. Massa- massa tersebut adalah corpus striatum, nucleus
amygdala dan claustrum. Nucleus caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus
interna membentuk corpus striatum yang merupakan unsur penting dalam system
extrapryramidal. Fungsi dari ganglia basalis adalah sebagai pusat koordinasi dan
keseimbangan yang berhubungan dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis
misalnya ayunan lengan saat berjalan, dan gerakan yang membutuhkan keterampilan.
Ganglia basalis diduga mempunyai peran dalam perencanaan gerakan dan sinergi
gerakan (Wahyuni, 2011).
8

b. Mesencephalon
Mesencephalon adalah bagian otak yang disebut juga otak tengah, yang berfungsi
sebagai stasiun relai untuk informasi pendengaran dan penglihatan. Mesencephalon
yang terletak di caudal dari dienchepalon dan di superior dari pons, terdiri dari 2
pasang colliculi superior dan inferior yang disebut corpora quadrigemia yang
berfungsi pada proses pendengaran dan penglihatan (Wahyuni, 2011).

c. Rhombencephalon
Rhombencephalon terdiri dari cerebellum, pons dan medulla oblongata.
a) Cerebelum
Merupakan masa otak yang besar, terletak di bagian belakang pons dan medulla
oblongata, di bawah lobus oksipital, dan di bawah tentorium cerebelli pada fossa
cranii posterior. Cerebellum terdiri dari dua belahan lateral yang permukaanya
berlekuk- lekuk, dengan bagian tengah yang sempit, yaitu vermis (Wahyuni, 2011).
Berfungsi sebagai pusat koordinasi yang mempertahankan keseimbangan dan
mengatur tonus otot sehingga terjadi gerakan yang terkoordinasi dan tepat dengan
adanya integrase impuls sensorik dan motoric (Mardirdiati, 2010).
Serebelum mengkoordinasi pergerakan dan postur dan terlibat dalam mengatur
pergerakan sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna (Koes Irianto, 2014).
b) Pons
Pons adalah bagian dari batang otak yang terletak diantara mesencephalon dan
medulla oblongata, disisi anterior dari fossa cranialis posterior. Dilalui saraf cranial V,
VI, VII dan VIII. Fungsi pons adalah : (1) sebagai jalur transfer sinyak antara otak
besar dan medulla spinalis, (2) mengatur sendasi dan gerakan pada wajah, (3)
mengatur gerakan mata, (4) mengatur ekspresi wajah, (5) membantu menjaga
keseimbangan serta koordinasi tubuh, (6) mengatur system reticular (Wahyuni, 2011).

c) Medulla oblongata
Medulla oblongata adalah bagian paling caudal dari batang otak yang
melanjutkan menjadi medulla spinalis. Terletak di fossa cranialis posterior. Dilalui
9

oleh saraf cranialis IX, X dan XII fungsi medulla oblongata adalah untuk mengatur
kerja saraf otonom pada organ visceral (Wahyuni, 2011).

Gambar 3. Rhombencephalon

2. Cortex Cerebri
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan otak, permukaan otak membentuk
lekukan lekukan ke dalam yang disebut gyri dan dipisahkan oleh sulci atau fissurae.
Keadaan ini menyebabkan hanya sepertiga cortex cerebri yang tampak di permukaan
luar, dua pertiga bagian lagi tersembunyi di sulci. Cortex cerebri merupakan pusat
saraf karena memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengaturan semua aktivitas
tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori),
kesadaran dan pertimbangan (Wahyuni, 2011).
Cortex cerebri, terdapat pada lapisan teratas cerebrum, terdiri atas enam lapis sel
neuron dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Sel sel pada cortex cerebri
menerima informasi sensorik kemudian mengintegrasikan dengan respons motoric.
(Wahyuni, 2011).

a. Area Brodman
Area Brodman adalah pembagian daerah pada bagian korteks otak besar yang
dibedakan atas dasar sel-sel saraf penyusun jaringannya (sitoarsitekur).
10

Gambar 4. Area Brodman

Di dalam lobus frontalis terdapat area- area sebagai berikut (1) area 4 area
motorik primer (area motorik piramidalis) yang merupakan pusat gerak sadar, halus,
dan terampil, (2) area 6 area premotor (area traktus ekstra piramidalis) yang
merupakan pusat kesadaran gerak trampil, (3) area 8 frontal eye field yaitu area yang
mengatur bola mata dan Pupil), (4) pusat gerak sadar bola mata, (5) area 12 korteks
pra frontal yaitu pusat koordinasi mental, (6) area 44 yaitu pusat bicara (Soemarmo
Markam, 2009).
Dalam lobus parientalis terdapat area- area sebagai berikut (1) area 3,2,1 korteks
sensori primer merupakan pusat sensoris umum, (2) area 5,7 korteks sensoris
sekunder merupakan pusat asosiasi sensorik (Soemarmo Markam, 2009).
Dalam lobus oksipitalis terdapat area- area sebagai berikut : (1) area 17
korteks striata merupakan pengatur visual, (2) area 18, 1 merupakan asosiasi visual
(Soemarmo Markam, 2009).
Dalam lobus temporalis terdapat area- area sebagai berikut : (1) area 41
merupakan area auditori primer, (3) area 42 merupakan area auditori Sekunder, (4)
11

area 38,40,20,21,22 merupakan area asosiasi, area 39,40,41,42 pusat ingatan


(Soemarmo Markam, 2009).

Gambar 5. Area Brodman


Keterangan :
1, 2, dan 3 - Korteks Somatosensorik (sering disebut area 3, 1, 2).
4 - Korteks Motorik Primer
5 - Korteks Asosiasi Somatosensorik
6 - Korteks Pra-motorik dan Motorik Suplementaris
7 - Korteks Asosiasi Somatosensorik
8 - Daerah Mata Frontal
9 - Korteks Prafrontal Dorsolateralis
10 - Area Frontopolar
11 - Area Orbitofrontal
12 - Area Orbitofrontal (sering disebut area 11A)
13 - Korteks Insularis
17 - Korteks Visual Primer
18 - Korteks Asosiasi Visual
19 - Korteks Asosiasi Visual
20 - Gyrus Temporalis Inferior
21 - Gyrus Temporalis Media
22 - Gyrus Temporalis Superior
12

23 - Korteks Cinguli Posterior Ventral


24 - Korteks Cunguli Anterior Ventral
25 - Korteks Subgenualis
26 - Area Ektosplenialis
28 - Korteks Entorhinalis Posterior
29 - Koreks Cinguli Retrosplenialis
30 - Bagian dari korteks cinguli
31 - Korteks Cinguli Posterior Dorsal
32 - Korteks Cinguli Anterior Dorsal
34 - Korteks Entorhinalis Anterior
35 - Korteks Perirhinalis
36 - Korteks Parahippocampalis (di gyrus parahippocampal)
37 - Gyrus Fusiformis
38 - Area Temporopolar
39 - Gyrus Angularis (bagian dari Area Wernicke)
40 - Gyrus Supramarginalis (bagian dari Area Wernicke)
41, 42 - Korteks Asosiasi Primer dan Auditorius
43 - Area subcentral
44 - Pars Triangularis dari Area Broca
45 - Pars Opercularis dari Area Broca
46 - Korteks Prefrontalis Dorsolateral
47 - Gyrus Prefrontalis Inferior
48 - Area Retrosubicularis
52 - Area Parainsularis
3. Sistem Kendali Motorik
Semua aktivitas tubuh diatur oleh system saraf pusat, dimulai dari menerima
rangsangan, mengola, mengintegrasi informasi yang akhirnya menentukan ekspresi
dalam kontraksi otot, sebagai respon dari stimulus yang diterima. Pengaturan system
kendali motoric terutama dipengaruhi oleh pusat motoric batang otak. Pusat ini juga
13

mengatur reflex postural dan posisi atau tegak badan. Terdapat dua traktur yang
berfungsi sebagai jalur masuknya stimulus dari saraf perifer ke otak dan sebaliknya
yang akan menghasilkan gerakan motoric (Handojo, 2000).
a. Traktus Piramidalis
Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida medulla oblongata.
Traktus piramidalis dibentuk oleh serabut serabut frontospinalis dan serabut-
serabut sentrospinalis. Fungsi system piramidalis adalah sebagai pengatur control
gerak yang berhubungan dengan gerakan terampil dan motoric halus (Wahyuni,
2011).

Gambar 6. Humonkulus Motorik

b. Traktus Ekstrapiramidalis
Traktus ekstrapiramidalis dapat dianggap sebagai suatu system fungsional dengan
tiga lapisan integrasi yaitu cortical, striatal (basal ganglia), dan tegmental
(mesencephalon). Daerah inhibisi dan fasilitasi bulboreticularis menerima serabut
serabut dari daerah cortex cerebri, stratium dan cerebellum anterior. Fungsi utama
14

dari system ekstrapiramidal berhubungan dengan gerakan yang berkaitan, pengaturan


sikap tubuh, dan integrasi otonom. Lesi pada setiap tingkat dalam system
ekstrapiramidal dapat mengaburkan atau menghilangkan gerakan di bawah sadar dan
menggantikannya dengan gerakan di luar sadar (Wahyuni, 2011)

4. Meninges
Susunan saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak dan canalis vertebralis, juga
dibungkus oleh membrane jaringan ikat yang disebut meninges. Dimulai dari lapisan
paling luar, berturut turut terdapat dura mater, arachnoidmater dan piamater
(Wahyuni, 2011)

Gambar 7. Lapisan meningen otak


a. Dura mater
Adalah selaput terluar yang terdiri atas jaringan ikat padat yang berhubungan
langsung dengan periosteum tengkorak. Duramater yang membungkus otak dan
medulla spinalis dipisahkan dari periosteum oleh ruang epidural yang mengandung
vena. Lapisan dura bagian luar merupakan periosteum tulang sedangkan lapisan
dalam adalah dura yang sesungguhnya. Kedua lapisan duramater, membentuk sinus
sagitalis superior dan inferior. Falx cerebri yang dibentuk oleh suatu lekukan ganda
lapisan duramater akan berlanjut menjadi tentorium cerebelli yang membatasi
hemisphere cerebri dengan cerebellum (Wahyuni, 2011).
b. Arachnoid mater
Adalah selaput tengah yang tipis dan membentuk trabekula seperti sarang laba
laba. Di sini didapatkan banyak pembuluh darah yang mengurus cortex cerebri.
15

Dibawah arachnoidea terdapat ruang subarachnoidea yang berisi cairan otak / cairan
cerebrospinalis yang berfungsi sebagai penahan goncangan otak apabila terjadi
trauma (Wahyuni, 2011).
c. Pia mater
Adalah selaput pelindung terdalam yang melekat sangat erat pada permukaan
otak. Berisi pembuluh darah kecil yang mengurus jaringan otak dan batang otak
(Wahyuni, 2011).

5. Sistem Peredaran Darah Otak


Beberapa jenis pembuluh darah yang memperdarahi otak yaitu arteri karotis
interna dan arteri vertebralis.
a. Arteri Karotis Interna
Arteri karotis interna berjalan ke atas tanpa memberi cabang satu pun di dalam
leher, berjalan melalui kanalis karotis dalam tulang temporalis masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang menjadi arteri oftalmika, arteri serebai anterior dan arteri
serebai media. Arteri karotis eksterna bercabang menjadi tiga cabang utama guna
melayani sisi luar kranium dan wajah. Arteri fasialis berjalan menyeberangi
mandibula dekat sudutnya, bercabang di sudut mulut menjadi cabang labial dan naik
untuk melayani hidung dan pipi, akhirnya berakhir pada ujung medial mata. Arteri
oksipitalis berjalan ke sebelah belakang kepala dan bercabang cabang untuk
melayani kegiatan ini. Arteri maksilaris berjalan dalam ke arah leher mandibula,
masuk pipi dan melayani otot pengunyah. Arteri ini juga memberi cabang penting
yaitu arteri meningia media yang berjalan ke atas melalui dasar tengkorak masuk ke
dalam rongga tengkorak. Adakalahnya arteri ini menjadi tempat perdarahan
ekstradular akibat fraktur pada tengkorak karna melalui sebuah gili gili dalam
tengkorak ( Pearce Evelyn C, 2015 ).
b. Arteri Vertebralis
Arteri vertebralis di percabangkan oleh arteri sub klavia. Arteri ini berjalan ke
cranial melalui foramen transverses vertebrae cervicalis ke enam sampai pertama,
kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transverses magnum
menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medulla oblongata
16

dorsal dan olivus, caudal dari tepi caudal pons varoli. Arteri vertebralis kanan dan
kiri akan selalu bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan ke frontal
untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu, arteri cerebri posterior kanan dan kiri.
Daerah yang di perdarahi oleh arteri cerebri posterior ini ialah fasies konveksa lobus
temporalis korteks cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulkus temporalis
media fasies konveksa lobus oksipitalis korteks serebri mulai dari tepi bawah sampai
fisura parietoksipitalis, fasies medialis lobus oksiptalis koreteks serebri dan lobus
temporalis korteks serebri ( Koes Irianto, 2014 ).

1 2 3

Gambar 7. Sistem Peredaran Darah Otak


Pembuluh darah otak (Dimaz setiadi,2016 )
1. Arteri Carotis Interna 4. Arteri Communicans Posterior
2. Arteri Communican anterior 5. Arteri Basilaris
3. Arteri Cerebri anterior 6. Arteri Cerebri Posterior

6. Sistem Saraf
Ada tiga jenis batang-batang saraf yang dibentuk saraf cerebrospinal : 1) Saraf
motorik atau saraf eferen yang menghantarkan implus dari otak dan sumsum tulang
belakang ke saraf periferi atau tepi, 2) Saraf sensorik atau saraf aferen yang
membawa impuls dari periferi menuju otak, 3) Batang saraf campuran yang
mengandung baik sebarut motorik maupun serabut sensorik, sehingga dapat
17

menghantar impuls dalam dua jurusan. Saraf-saraf pada umumnya adalah dari jenis
yang terakhir ini ( Pearce Evelyn C, 2015 ).

7. Cairan Cerebrospinalis
Cairan cerebrospinalis (CCS) yang terdapat di otak dan medulla spinalis
diprosuksi oleh plexus choroideus dan sel ependymal ventriculus. Cairan cerebro
spinalis merupakan cairan tidak berwarna, jernih dan steril yang mengisi ventriculus,
ruang subarachnoid, dan ruang perivasikular. Pada keadaan normal kecepatan
pembentukan cairan ini sekitar 500 ml/hari dengan volume total 90 140 ml di
ventriculus dan sisanya di ruangan subarachnoid (Wahyuni, 2011)
Ventrikel adalah rongga dimana plexus choroideus membentuk cairan otak atau
cairan cerebrospinalis. Terdapat empat bangunan ventriculus yaitu ventriculus
lateralis kanan dan kiri, ventrikulus 3, dan ventrikulus 4. Plexus choroideus
merupakan struktur vesicular yang terdapat pada atap keempat bangunan ventriculus
(Wahyuni, 2011)
Ventrikel lateralis, ventrikel 3 dan ventrikel 4 dengan saluran penghubungnya
yaitu foramen Monroe, aquadustus sylvii, foramen magendi dan foramen lushca.
(Wahyuni, 2011).

Gambar 8. Ventikel pada otak


Sirkulasi cairan cerebro spinalis, dimulai dari ventriculus lateralis ke ventriculus
III melalui foramen Monroe. Dari ventriculus III melalui aquaductus Sylvii masuk ke
18

ventruculus IV yang kemudian melalui foramina Luschka dan Magendie, cairan


tersebut meninggalkan ventriculus kearah rostral sepanjang hemisphere cerebri dan
kearah caudal menuju ruang subarachnoid spinal dan canalis centralis (Wahyuni,
2011)
Fungsi cairan cerebrospinalis adalah : (1) merupakan alat pelindung, yaitu
sebagai bantalan cairan dalam ruang subarachnoid sehingga mengurangi efek
benturan terhadap otak dan medulla spinalis, (2) menjaga stabilitas gerakan ion pada
system saraf pusat dalam keadaan normal, (3) penting untuk metabolism pada
susunan saraf pusat (Wahyuni, 2011).

B. Tumbuh Kembang
1. Konsep Dasar Tumbuh Kembang
Tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologik.
Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil interaksi antar
faktor genetik, biologis, fisik dan psikososial. Proses yang unik ini dan hasil akhir
yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap anak (Ambarwati &
Nasution, 2015).

2. Definisi tumbuh kembang


Pertumbuhan dan perkembangan adalah mencakup dua aspek yang berbeda
tetapi saling berkaitan dan sulit di pisahkan (Ambarwati & Nasution, 2015).
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Ambarwati & Nasution, 2015).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diperhitungkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Ambarwati & Nasution,
2015).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak


19

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal


yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa, keluarga,
umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal, diantaranya
faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, kelainan
imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan, faktor pasca
persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis dan kimia,
psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, dan obat-
obatan) (Ambarwati & Nasution, 2015).

4. Tahap Tumbuh Kembang Anak


Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan
atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapat
perhatian. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi
antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak
akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada
berbagai tahap perkembangannya, bahkan sejak bayi masih didalam kandungan.
Sedangkan lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak
(Soetjinigsih, 2000).
Frankendburg dkk (1981) melalui DDST (Denver Developmental Screening Test)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai
perkembangan anak balita (Soetjinigsih, 2000). Yaitu :
a. Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh saja dan dilakukan otot-
20

otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk
mengambar, memegang sesuatu benda.
c. Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
d. Gross motor (perkembangan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

C. Delay Development
1. Definisi
Delay Development adalah penurunan yang signifikan dari fisik, mental,
dan/atau sensori ditemukan dalam berbagai kombinasi dari sebuah visual- perceptual
-motor, bahasa atau perilaku sehari-hari yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-
hari. Keadaan ini biasanya disebabkan karena adanya disfungsi central nervous
system atau tekanan dari faktor biologis yang terjadi selama kehamilan, tenaga kerja
atau setelah kelahiran (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2013).
Delay Development atau Keterlambatan Perkembangan adalah keterlambatan
yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan anak, diantaranya:
motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas hidup
sehari-hari (The Royal Childrens Hospital, 2009)
Delay Development adalah bagian dari ketidakmampuan mencapai
perkembangan sesuai usia, dan didefinisikan sebagai keterlambatan dalam dua bidang
atau lebih perkembangan motor kasar atau motor halus, bicara/berbahasa, kognisi,
personal/sosial dan aktifitas sehari-hari. Istilah ini digunakan bagi anak yang berusia
kurang dari lima tahun (Dewanti, dkk, 2012).
Menurut Depkes (2006) keterlambatan tumbuh kembang adalah gangguan atau
kelainan pada anak yang meliputi kelainan tumbuh dan kembang maupun keduanya.
Setiap penyimpangan atau hambatan terhadap proses pertumbuhan dan
perkembangan dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang dan cacat.
21

2. Etiologi
Dari hasil penelitian didapat 36% kasus Delay Development terjadi tanpa
diketahui penyebabnya, 16% disebabkan karena hypoxic ischemic enchelopaty, 9%
disebabkan oleh kernictrus, 6% disebabkan oleh meningoencephalitis, 8% disebabkan
oleh premature, 6% disebabkan oleh TORCH infection, 6% disebabkan oleh IC He,
6% disebabkan oleh convulsion, dan 7% disebabkan oleh maternal causes
(Soetjinigsih, 2000).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya delay development yaitu: (1)
faktor internal meliputi faktor keturunan dan faktor kondisi pasien, (2) faktor
eksternal meliputi pengetahuan ibu, kelahiran, gizi, toksin, status sosial ekonomi,
stimulasi dan psikologis (Soetjinigsih, 2000).
Pengaruh dari luar atau lingkungan yang dapat menyebabkan masalah tumbuh
kembang, yaitu: (1) trauma lahir atau distress, (2) berat badan bayi lahir renda, (3)
kelahiran premature, (4) terapi obat untuk kanker dan leukemia pada anak, (5) cedera
di dalam rahim atau setelah kelahiran, (6) nutrisi yang buruk (Soetjinigsih, 2000).
Kelainan neurologi yang dapat menyebabkan masalah tumbuh kembang, yaitu:
(1) infeksi system saraf pusat, (2) masalah kesehatan kronis seperti asma dan
seizures, (3) penyimpangan neurobiologis dalam struktur otak atau fungsinya, (4)
gangguan pendengaran neurologis atau gangguan pemrosesan pendengaran, (5) lahir
premature (Soetjinigsih, 2000).
Faktor lain yang dapat menyebabkan kelainan tumbuh kembang, yaitu : (1)
Cerebral palsy (gangguan otak dan fungsi system saraf), (2) autism, (3) gangguan
degenerative seperti rett sindrom, (4) down syndrome atau fragile X syndrome
(penyebab genetik keterbelakangan mental), (5) muscular dystrophy, (6) traumatic
brain injury (Soetjinigsih, 2000).

3. Tanda & Gejala Klinis


Seorang anak delay development pada umumya akan mengalami tanda dan
gejala diantaranya: (1) keterlambatan perkembangan sesuai tahap perkembangan pada
usianya misalnya anak terlambat untuk bisa duduk, berdiri, dan berjalan, (2)
22

keterlambatan kemampuan motorik halus/ kasar, (3) rendahnya kemampuan sosial,


(4) perilaku agresif (Waspada, 2010).

4. Patologi
Development delay disebabkan karena kurangnya suatu rangsangan. Padahal
rangsangan harus diberikan sedini mungkin dan sesering mungkin untuk
meningkatkan perkembangan agar lebih cepat berkembang dan lebih terarah
(Soetjinigsih, 2000).
Keterlambatan perkembangan juga bisa disebabkan karena hipotonus otot tubuh
yang terlibat dan gangguan kontrol kepala. Dengan terganggunya kontrol kepala
maka akan berakibat pada gangguan yang selanjutnya, seperti kontrol gerak,
gangguan kontrol postur (Khan & Underhill, 2006).
Keterlambatan perkembangan motorik anak diartikan sebagai keterlambatan
perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh, dan
perkembangan tersebut erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik anak
(Khan & Underhill, 2006).
Perkembangan pengendalian gerakan tubuh meliputi kegitan yang terkoordinir
antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Keterlambatan perkembangan
gerakan motorik anak dapat dibagi menjadi dua yaitu motoric kasar dan motorik
halus. Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh dan biasanya memerlukan tenaga, karena dilakukan oleh otot-otot tubuh yang
besar. Contohnya menegakkan kepala, tengkurap, merangkak, berjalan, berlari dan
sebagainya (Khan & Underhill, 2006).
Sedangkan motorik halus adalah gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot- otot kecil, tetapi diperlukan koordinasi yang cermat,
contohnya memegang benda kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari, memasukan
benda kedalam botol, menggambar (Khan & Underhill, 2006).
23

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada anak dengan Dilay Development adalah
retardasi mental namun tidak selalu anak dengan Dilay Development akan mengalami
retardasi mental di kemudian hari (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2013)
Retardasi mental merupakan keterbelakangan mental secara global dengan daya
penyesuaian diri yang kurang (Ambarwati & Nasution, 2015). Klasifikasi retardasi
mental menurut DSM- IV TR yaitu :
a. Retardasi mental berat sekali
IQ dibawah 20 atau 25, prevalensinya sekitar 1% sampai 2% dari orang yang
terkena retardasi mental. Sudah tampak sejak lahir, biasanya tidak dapat belajar
berjalan, berbicara atau memahami (Ambarwati & Nasution, 2015).
b. Retardasi mental berat
IQ sekitar 20 25 sampai 35 40. Sebanyak 4% dari orang yang terkena retardasi
mental. Sudah tampak sejak anak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim (Ambarwati & Nasution, 2015).
c. Retardasi mental sedang
IQ sekitar 35 40 sampai 50 55. Sekitar 10% dari orang yang terkena retardasi
mental. Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan misalnya perkembangan bicara atau perkembangan fisik lainnya. Pada
umunya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasar (Ambarwati & Nasution,
2015).
d. Retardasi mental ringan
IQ sekitar 50 55 sampai 70. Sekitar 85% dari orang yang terkena retardasi
mental. Pada umumnya pada anak tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak
tingkat pertama atau kedua sekolah. Mulai tampak gejala pada usia sekolah dasar
misalnya sering tidak naik kelas, biasanya tidak memiliki kelainan fisik tetapi
memiliki epilepsy sulit menyesuaikan diri. (Ambarwati & Nasution, 2015).

6. Prognosis
24

Meliputi Quo ad vitam berkaitan dengan hidup atau mati, Quo ad sanam
berkaitan dengan sembuh atau tidak, Quo ad fungsionam berkaitan dengan
kemampuan fungsional, dan Quo ad cosmeticam berkaitan dengan penampilan fisik.

D. Assesment Fisioterapi
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab antara
terapis dengan sumber data, dimana dengan dilakukannya tanya jawab diharapkan
akan memperoleh informasi tentang penyakit dan keluhan yang dirasakan oleh
sumber data. Anamnesis dapat dibagi menjadi dua yaitu autoanamnesi dan
heteroanamnesis. Autoanamnesis merupakan suatu proses tanya jawab yang
dilakukan secara langsung dengan sumber data atau pasien, sedangkan
heteroanamnesis merupakan suatu proses tanya jawab yang dilakukan dengan
oranglain (Matondang, dkk, 2003).
Dalam kasus ini, hal hal yang akan di anamnesis yaitu (1) anamnesis umum
tentang identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama) dan (2) anamnesis
khusus tentang keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit penderita, riwayat penyakit penyerta, riwayat penyakit pribadi dan
keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan tahap awal yang dilakukan terhadap
pasien (Matondang, dkk, 2003). Dalam hal ini pemeriksaan yang dilakukan pada
pasien Dilay Development, antara lain :
a. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Hal hal yang
akan diamati adalah (1) postur tubuh, (2) kemampuan gross motor, (3) penggunaan
alat bantu (Matondang, dkk, 2003).
b. Palpasi
Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan, dan memegang
organ/ bagian tubuh pasien/ klien. Pada kasus ini hal yang akan di palpasi yaitu : (1)
tonus otot, (2) oedem, (3) suhu tubuh local (Matondang, dkk, 2003).
25

3. Pemeriksaan Gerak Dasar


Pemeriksaan atau tes gerakan adalah suatu cara pemeriksaan dengan jalan
melakukan gerakan (Matondang, dkk, 2003). Pemeriksaan ini meliputi :
a. Pemeriksaan Gerak Aktiv
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien menggerakan angggota gerak yang
diperiksa secara aktiv. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui : (1) rasa nyeri,
(2) lingkup gerak sendi, (3) kekuatan otot, (4) koordinasi gerakan (Matondang, dkk,
2003).
b. Pemeriksaan Gerak Pasif
Pemeriksaan ini adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh
terapis pada pasien sementara pasien dalam keadaan pasif, relaks. Pada kasus ini
dilakukan untuk mengetahui : (1) Lingkup Gerak Sendi, (2) Kelenturan Otot
(Matondang, dkk, 2003).
c. Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan
Pemeriksaan ini adalah suatu cara pemeriksaan gerakan yang dilakukan oleh
penderita secara aktif sementara terapis memberiksan tahanan yang berlawanan arah
dari gerakan yang dilakukan oleh penderita. Pemeriksaan ini digunakan untuk
provokasi nyeri pada muskulotendinogen dan kekuatan otot (Matondang, dkk, 2003).

4. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas


Tes kemampuan fungsional & lingkungan aktivitas adalah suatu proses
pemeriksaan untuk mengetahui kemampuan klien/pasien melakukan aktifitas spesifik
dalam hubungannya dengan rutinitas kehidupan sehari-hari yang terintegrasi dengan
lingkungan aktivitasnya, baik lingkungan fisik maupun sosialnya (Matondang, dkk,
2003).

5. Pemeriksaan Spesifik
Pemeriksaan spesifik yang akan dilakukan untuk memeriksa hal hal yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan problematik,
tujuan dan tindakan fisioterapi antara lain :
a. Kekuatan Otot (Childrens Memorial Hospital)
26

Tujuan pemeriksaan kekuatan otot adalah untuk mengetahui tingkat kekuatan otot
anak apakah ada penurunan kekuatan otot atau tidak (Matondang, dkk, 2003).
b. Antropometri (Midline)
Antropometri adalah suatu ilmu dalam pengukuran komposisi tubuh manusia dan
bagian-bagiannya. Tujuan pemeriksaan antropometri adalah untuk menganalisa
gangguan yang ada pada pasien, sebagai data yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi hasil dari intervensi terapi yang diberikan. Pada kasus ini yang di ukur
adalah : (1) panjang lengan, (2) panjang tungkai, (3) lingkar lengan, (4) lingkar
tungkai (Matondang, dkk, 2003).
c. Lingkup Gerak Sendi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai luas lingkup gerak sendi yang
dapat dilakukan oleh suatu sendi. Tujuanya adalah : (1) Untuk mengetahui besarnya
LGS yang ada pada suatu sendi dan membandingkan dengan LGS pd sendi normal yg
sama (2) membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi, (3) untuk evaluasi
terhadap pasien setelah terapi & membandingkannya dgn hasil pemeriksaan
sebelumnya (Matondang, dkk, 2003). Untuk mengukur LGS digunakan Goniometer.
d. Fine Motor
Tujuan pemeriksaan fine motor adalah untuk mengetahui kemampuan anak untuk
melihat dan menggunakan tangannya untuk mengambil objek serta aktivitas lengan
untuk bermain (Matondang, dkk, 2003).
e. Kemampuan bicara dan Bahasa
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kemampuan anak dalam
berbicara apakah anak bisa berbicara dengan jerni, jelas, lengkap atau tidak
(Matondang, dkk, 2003).
f. Oral motor dan feeding
Tujuan pemeriksaan oral motor dan feeding adalah untuk mengetahui
kemampuan anak untuk makan dan minum apakah dapat dilakukan sendiri atau
memerlukan bantuan dari orang lain (Matondang, dkk, 2003).
g. Visual
Untuk mengetahui kemampuan melihat anak dan perhatian serta penjejakan
terhadap sesuatu yang diperlihatkan dari berbagai arah (Matondang, dkk, 2003).
h. Pendengaran
27

Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui apakah anak memiliki ketidak


mampuan dalam mendengar atau dapat mendengar dengan baik (Matondang, dkk,
2003).
i. Pemeriksaan Postur
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan sikap/ postur
anak dalam berbagai posisi (Matondang, dkk, 2003).
j. Denver Developmental Screening Test ( DDST)
Pemeriksaan pada anak yang dilakukan untuk deteksi dini adanya developmental
problem pada anak usia 4 bulan hingga 6 tahun. Pemeriksaan ini meliputi : (1)
personal Social, yaitu kemampuan anak untuk bergaul dengan orang lain dan
mengurus dirinya sendiri, (2) fine motor adaptive, yaitu kemampuan anak untuk
melihat dan menggunakan tangannya untuk mengambil objek serta menggambar, (3)
language, yaitu kemampuan anak untuk mendengar dan menjalankan perintah serta
berbicara, (4) gross motor, yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas
berbaring, berguling, duduk, berjalan dan melompat (Soetjinigsih, 2000).

E. Diagnosis Fisioterapi
a. Gangguan Postur
Gangguan postur merupakan perubahan aligment tubuh khususnya tulang
vertebra yang dapat diakibatkan karena postur tubuh yang buruk dalam waktu yang
lama yang dapat menyebabkan perubahan pada kurva tulang vertebra. Perubahan ini
dapat berupa scoliosis yaitu keadaan tulang belakang yang tidak lurus tetapi bengkok
ke kiri dan kanan, ini merupakan suatu kelainan yang menyebabkan lekukan yg
abnormal dari tulang belakang. Kofosis merupakan angulasi vertebra kearah posterior
atau posisi tubuh membungkuk (Matondang, dkk, 2003).
Pada anak pemeriksaan postur dilakukan dengan melihat postur tubuh serta posisi
anak pada waktu berjalan, berdiri serta duduk. Pemeriksaan dilakukan dari depan,
belakang dan samping tubuh pasien (Matondang, dkk, 2003).

b. Gangguan keseimbangan
28

Keseimbangan adalah keadaan badan stabil, tidak jatuh ketika melakukan suatu
gerakan atau tindakan. Keseimbangan merupakan fungsi system vestibularis.
Keseimbangan badan dilaksanakan oleh otot otot yang kerjanya dikoordinasi oleh
otak kecil. Serat serat saraf system vestibularis dan serebrlum berhubungan pula
dengan system proprioseptif rasa dalam yang disalurkan melalui thalamus ke lobus
parietalis di tingkat formasio retikularis dan thalamus. Rasa dalam berperan pada rasa
visuospasial. Karena adanya hubungan ini, system vestibularis juga berperan penting
dalam fungsi fungsi kognitif (Soemarmo Markam, 2009).
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur
oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem
regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh
mempertahankan keseimbangan adalah : menyanggah tubuh melawan gravitasi dan
faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang
dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain
bergerak. Komponen-komponen pengontrol keseimbangan meliputi (1) visual,
vestibular, (2) somatosensoris (Soemarmo Markam, 2009).
Untuk menilai keseimbangan pada anak, maka dinilai kemampuan anak dalam
mempertahankan keseimbangan baik statis maupun dinamis.

c. Gangguan gross motor


Gerakan dapat dibagi ke dalam 2 jenis yaitu gerakan yang berada dibawah
pengaruh kehendak dan yang tidak. Sebagaimana fungsi lainnya, kemampuan
bergerak dibagi menjadi (1) Ada yang timbul berdasarkan perkembangan otak.
Gerakan ini akan timbul dengan sendirinya, diajarkan ataupun tidak, seperti
berguling, duduk, berdiri, dan berjalan. Gerakan ini dapat disebut gerakan primer atau
gerakan dasar, (2) Ada gerakan yang harus dipelajari terlebih dulu, seperti berpakaian,
menalikan tali sepatu, naik sepeda, dan menari yang disebut praksis (Soemarmo
Markam, 2009).
29

Meskipun dalam aspek yang lebih luas perkembangan motorik mengikuti pola
yang serupa untuk semua orang, dalam rincian pola tersebut terjadi perbedaan
individu. Hal ini mempengarhui umur pada waktu perbedaan individu tersebut
mencapai tahap yang berbeda (Soemarmo Markam, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik: faktor terpenting
yang mempengaruhi perkembangan motorik pada tahap ini jika anak fisik, kesehatan
umum, dan kapasitas mental, di samping kondisi psikologis, serta faktor-faktor
lingkungan hidup dalam kemiskinan dan kekayaan, dan faktor-faktor sosialisasi
(Soemarmo Markam, 2009).

F. Teknologi Intervensi Fisioterapis


Intervensi dan peran fisioterapi pada anak dengan gangguan tumbuh kembang
secara umum adalah untuk memperbaiki postur, mobilitas postural, control gerak dan
menanamkan pola gerak yang benar dengan cara mengurangi abnormalitas tonus
postural, memperbaiki pola jalan dan mengajarkan kepada anak gerakan-gerakan
yang fungsional sehingga anak dapat mandiri untuk melaksanakan aktivitas sehari-
hari.
Beberapa pendekatan terapi latihan pada kasus ini yaitu dengan Neuro
Development Treatment (NDT) yaitu suatu metode yang berdasarkan pada neurologi
dan refleks-refleks primitive dan fasilitasi dari keseimbangan yang lebih tinggi dan
refleks righting yang dipersiapkan untuk keterampilan (skill) di kemudian hari
(Waspada, 2010)

1. Neuro Developmental Treatmen


a. Definisi
Neuro Developmental Treatmen atau NDT adalah tehnik yang dikembangkan oleh
Karel Bobath dan istrinya Bertha Bobath pada tahun 1966. Metode ini khususnya
ditujukan untuk menangani gangguan system saraf pusat pada bayi dan anak anak
(Butler & Darrah, 2002).

b. Prinsip
30

Dikemukakan prinsip-prinsip yaitu (1) Stimulasi yaitu upaya peningkatan tonus


dan pengaturan fungsi otot-otot dengan batas-batas tertentu sehingga memudahkan
pasien melakukan aktifitasnya (2) fasilitasi sikap normal untuk memelihara tonus
normal yang lebih normal. Adapun tehnik yang digunakan adalah (1) inhibisi dari
postural abnormal dan tonus otot yang dinamis dengan menggunakan posisi tertentu,
(2) stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami hipotonik untuk meningkatkan tonus
postural dan tonus dinamis, (3) fasilitasi pola gerak menggunakan tehnik tertentu
Soekarno (2000).

c. Teknik
1) Inhibisi
Inhibisi adalah suatu upaya untuk menghambat dan menurunkan tonus otot.
Tekniknya disebut Refleks Inhibitory Pattern. Dengan menghambat pola gerak
abnormal menjadi sikap tubuh yang normal. Tujuan inhibisi yaitu penurunan reflex
sikap abnormal untuk memperoleh tonus otot yang lebih normal (Soekarno, 2000)

2) Stimulasi
Stimulasi yaitu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui
proprioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara
posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatic
(Soekarno, 2000)
3) Fasilitasi
Fasilitasi adalah upaya untuk mempermudah reaksi reaksi automatic dan gerak
morotik yang sempurna pada tonus otot normal yang bertujuan untuk : (1)
memperbaiki tonus postural yang normal, (2) untuk memelihara dan mengembalikan
kualitas tonus normal, (3) untuk memudahkan gerakan gerakan yang disengaja,
diperluhkan dalam aktifitas sehari hari (Soekarno, 2000).
4) Dosis
Dosis terapi latihan dengan metode Neuro Developmental Treatment yang
diberikan kepada anak kondisi Dilay Development adalah : (1) frekuensi latihan 4 kali
dalam seminggu, (2) waktu 20 30 menit.
31

2. Wall Bar
Wall Bar adalah Alat untuk para Tunadaksa atau Tunagrahita yang anggota
tubuhnya (kaki) tidak berfungsi secara normal. Wall bar diperuntukkan bagi anak
yang mengalami kelemahan pada bagian otot tungkai, lengan, tulang belakang dan
otot perut.
Wall Bar ini memiliki fungsi untuk : (1) menguatkan otot dan tulang tungkai,
legan, tulang belakang dan otot perut (2) malatih otot tangan (3) memperbaiki postur
tubuh (tulang belakang yang bengkok), (4) melatih koordinasi mata, tangan, dan kaki,
(5) mengenal tinggi rendah (orientasi ruang) (Gunawan, 2017).

Anda mungkin juga menyukai