Anda di halaman 1dari 33

20

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini sumber daya manusia memiliki posisi dan kedudukan yang penting
dalam suatu organisasi, sumber daya disini kaitannya dengan karyawan, karyawan adalah
sumber daya yang paling berharga dan terpenting yang dimiliki oleh suatu perusahaan
ataupun instansi pemerintahan. Karyawan atau pegawai memiliki peranan penting dalam
kemajuan ataupun kemunduran suatu organisasi, di dalam suatu organisasi karyawan
selalu dituntut untuk memiliki kinerja dan mobilitas yang tinggi, karena prestasi dan
keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan dan tergantung oleh kemampuan dan
kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya, yaitu para karyawan ataupun
pegawai itu sendiri. Oleh karena itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa antara
karyawan dan perusahaan memiliki hubungan yang sangat erat kaitannya, karena kedua
aspek tersebut sama-sama saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Namun
dalam perjalanannya suatu organisasi pastilah mengalami hambatan-hambatan dan
rintangan yang timbul baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Karyawan atau
pegawai merupakan bagian penting dari suatu organisasi, namun dilain pihak ada
beberapa faktor yang dapat menghambat atau bahkan menurunkan kinerja karyawan itu
sendiri.
Menurut Helms (2006;445), menyatakan bahwa "Leadership can be defined as a
process by which one individual influences others toward the attainment of group or
organizational goals". Yang berarti bahwa kepemimpinan diartikan sebagai sebuah
proses dimana seseorang mempengaruhi yang lainnya untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam perusahaan, pemimpin dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja,
keamanan, kualitas kehidupan kerja, dan terutama tingkat prestisi suatu organisasi. Selain
itu pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok, organisasi,
atau masyarakat untuk mencapai tujuan. Bagaimanapun juga kemampuan dan
keterampilan kepemimpinan dalam memberikan pengarahan adalah faktor yang penting
dari efektivitas manajer (Pawikan, 2011).
21

Dalam arti yang luas, kepemimpinan dapat digunakan setiap orang dan tidak hanya
terbatas berlaku dalam suatu orgasnisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan adalah
kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku
manusia baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh
aturan-aturan atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu
organisasi tertentu, melainkan kepemimpinan bisa tejadi dimana saja asalkan seseorang
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan
tertentu (Pawikan, 2011). Kepemimpinan merupakan seni untuk meminta seseorang
melakukan sesuatu yang anda yakini sebaiknya dikerjakan (Kouzes dan posner dalam
potter, 2005). Kepemimpinan dalam bahasa inggris adalah leadership yang berasal
dari kata lead yang berarti pergi- suatu arah dimana seseorang dipengaruhi untuk
mengikuti. Pemimpin merupakan orang yang memperlihatkan cara dan telah
mendapatkan gambaran jelas tentang sesuatu. ( Potter and Perry, 2005).
Organisasi yang sukses membutuhkan kepemimpinan dan manajemen. Seorang
penulis telah membuat konsep tentang kedua fungsi dengan menyatakan bahwa
manajemen mendorong ketepatan dan menaiki tangga kesuksesan; kepemimpinan
menetukan apakah tangga yang di naiki bersandar pada dinding yang kokoh (covey
dalam potter, 2005). Dalam menyukseskan kepemimpinan dalam organisasi, pemimpin
perlu memikirkan dan memperlihatkan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan kepada
pegawainya. Gaya kepemimpinan atasan dapat mempengaruhi kesuksesan pegawai
dalam berprsetasi, dan akan berujung pada keberhasilan organisasi dalam mencapai
tujuannya (Suranta, 2002). Pemimpin perlu memikirkan gaya kepemimpinan yang paling
tepat, dimana gaya kepemimpinan yang paling tepat yaitu gaya kepemimpinan yang
dapat memaksimumkan kinerja, dan mudah dalam menyesuaikan dengan segala situasi
dalam organisasi.
Gaya kepemimpinan menjadi faktor pertama dalam meningkatkan kinerja secara
berkelanjutan. Pada proses ini pemimpin mempunyai peran yangbesar dalam menentukan
pelaksanaan organisasi suatu perusahaan. Seorang pemimpin dituntut untuk memberikan
arahan yang jelas terhadap visi dan misiorganisasi tersebut, dan mampu menjalankan
organisasi dengan baik agar hasil yang didapatkan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh perusahaan (Dibyo,2016).
22

Ada beberapa gaya kepemimpinan menurut berbagai teori kepemimpinan. Sebagian


besar teori kepemimpinan seperti teori model fledler, teori jalur tujuan, dan model
pemimpin partisipasi menyangkut gaya pemimpin transaksional. Disamping itu ada tipe
pemimpin lain yang mempengaruhi pengikut-pengikut untuk mengatasi kepentingan diri
karyawan demi kebaikan organisasi dan mampu menimbulkan efek yang mendalam
tehadap pengikut-pengikutnya. Robert House mengemukakan dalam Path Goal Theory
bahwa gaya kepemimpinan participative merupakan pola dimana seorang leader
mengkonusltasikan dengan pegawai, mengijinkan mereka untuk ikut serta dalam
pembuatan keputusan. Pemimpin tidak hanya meminta dan menggunakan saran-saran
anggota, tapi juga membuat keputusan dalam rangka pemecahan persoalan yang ada
dalam kelompok. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan
bersama (Robbins dalam Soeyitno, 2013).
Menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam
pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan
untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan
berdampak pada anggota tim (Dessler dalam Dibyo, 2016).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bastian (2017) pada Pengaruh


Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Serta Dampaknya Terhadap
Kinerja Karyawan PD. BPR Kapetakan Cirebon menemukan bahwa kepemimpinan
berpengaruh signifikan terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Besarnya pengaruh
langsung kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar 0.337, sedangkan pengaruh
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi sebesar 0,645.
Kepemimpinan dan Budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi karyawan sebesar
0,805 atau 80.5%, sedangkan sisnya sebesar 19.5% merupakan pengaruh yang berasal
dari faktor lain selain kepemimpinan dan budaya organisasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurwati, Nimram U., dan Surachman M.S
(2012) pada Pengaruh Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi, Komitmen Kerja
Perilaku Kerja dan Kinerja Pegawai (Studi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Sulawesi Tenggara) menemukan bahwa selain kepemimpinan, faktor yang penting untuk
diperhatikan dan menjadi pertimbangan adalah budaya organisasi, komitmen kerja dan
perilaku kerja.
23

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Yennie S. (2013) pada Peran


Kepemimpinan dan Sistem Pengendalian Manajemen dalam Mengatasi Masalah
Pengendalian menemukan bahwa gaya kepemimpinan akan mempengaruhi desain dan
penggunaan dari sistem pengendalian manajemen. Sistem pengendalian manajemen dan
kepemimpinan dapat membantu dalam menanamkan nilai-nilai badan usaha dan dan
dapat memudahkan dalam mengarahkan mereka kepada tujuan yang ingin dicapai oleh
badan usaha.

Berdasarkan argumen yang telah dikemukakan di atas, penulis berpendapat bahwa


tidak mudah mempersatukan orang-orang dari berbagai latar belakang yang berbeda ke
dalam satu tujuan bersama yang ingin dicapai. Dalam hal inilah seorang pemimpin
diperlukan untuk menjadi kompas atau tonggak kendali yang dapat membuat keputusan
dalam rangka pemecahan persoalan yang ada dalam kelompok. Dalam menjadi seorang
pemimpin, pemimpin juga harus dapat memilah gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya serta lingkungan dimana ia berada agar terjalin kerjasama
yang baik yang menimbulkan hubungan yang harmonis, sinergis dan berkesinambungan
antara pemimpin dan mereka yang dipimpin.
24

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada
perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak (Purba, 2012).
Kepemimpinan merupakan seni untuk meminta seseorang melakukan sesuatu yang anda
yakini sebaiknya dikerjakan (Kouzes dan Posner dalam Potter, 2005). Menurut
(Armstrong dalam Sudarmanto, 2014), menyatakan bahwa Kepemimpinan adalah proses
memberi inspirasi kepada semua karyawan agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai
hasil yang diharapkan.
Kartini Kartono (1983) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan
dan kelebihan khususnya kecakapan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi
orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan. Soerjono Soekanto (2001: 318) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin atau leader untuk mempengaruhi orang
yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya. Sehingga orang lain tersebut bertingkah laku
sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara
kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial.
Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan
kewajibankewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu
proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau
suatu badan yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahawa kepemimpinan merupakan
suatu tindakan dimana dalam mengambil suatu keputusan pemimpin melibatkan
bawahannya dalam memecahkan masalah sehingga dapat terbentuk keputusan bersama
sesuai dengan aspek-aspek kepemimpinan, yaitu konsultasi, pengambilan keputusan
bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi, dan serta manajemen.

2.2 Gaya Kepemimpinan


E. Mulyasa (2009) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara yang
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi
25

anak buah, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak
dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinan. Wahyudi
(2009) mengemukakan bahwa perilaku kepemimpinan yang ditampilkan dalam proses
manajerial secara konsisten disebut sebagai gaya (style) kepemimpinan. Gaya
kepemimpinan dimaksudkan sebagai cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin
terhadap para anggota kelompok. Dengan demikian, gaya kepemimpinan adalah cara
pemimpin berperilaku secara konsisten terhadap bawahan sebagai anggota kelompok.
Miftah Thoha (2010) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu pola
perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan diketahui oleh pihak lain ketika kita
berusaha memengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan
adalah suatu pola perilaku yang secara konsisten diketahui oleh pihak lain ketika
mempengaruhi orang lain.
Terdapat lima gaya kepemimpinan menurut Siagian (2002), yaitu:
1) Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik adalah Seorang pemimpin yang menganggap
organisasi adalah milik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi; Menganggap bahwa sebagai alat mata mata; Tidak mau menerima
kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya; Dan
dalam tindak penggeraknya sering menggunakan approach yang menggunakan
unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum).
2) Tipe pemimpin yang militeristik
Seorang pemimpin militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern.
Seorang pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang
memiliki sifat sifat sebagai berikut:
a) Dalam menggerakkan bawahannya sistem perintah yang sering
dipergunakan.
b) Dalam menggerakkan bawahannya senang bergantung pada pangkat
dan jabatan.
c) Senang kepada formalitas yang berlebih lebihan.
d) Menurut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya.
26

3) Tipe pemimpin yang paternalistik


a) Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa.
b) Bersikap selalu melindungi.
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan dan inisiatif.
d)Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan daya kreasi dan fantasi.
e) Sering bersikap mau tahu.
4) Tipe pemimpin yang kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian
sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang
positif.
5) Tipe pemimpin yang demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin
yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
a) Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan
b) Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha
mencapai tujuan.
c) Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya.
d) Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
Menurut Robbins (2008) terdapat empat macam gaya kepemimpinan yaitu
sebagai berikut:
1) Gaya kepemimpianan Kharismatik.
Adalah gaya kepemimpinan yang memicu para pengikutnya dengan
memperlihatkan kemampuan heroik atau luar biasa ketika mereka
mengamati perilaku tertentu pemimpin mereka.
2) Gaya kepemimpinan Transaksional.
Yaitu gaya kepemimpinan yang memandu atau memotivasi para
pengikutnya menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas
persyaratan peran dan tugas.
27

3) Gaya kepemimpinan Transformasional.


Ialah gaya kepemimpinan yang menginspirasi para pengikut untuk
melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa
dampak yang mendalam dan luar biasa pada pribadi para pengikutnya.
4) Gaya kepemimpinan visioner.
Merupakan gaya kepemimpinan yang mampu menciptakan dan
mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai
masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan
membaik.
Sing-Sengupta (1997) dalam Masud (2004), mengatakan gaya kepemimpinan
terdiri dari empat indikator yaitu:
1. Cenderung Otoriter
yaitu gaya kepemimpinan yang tidak membutuhkan pokok-pokok pikiran dari
bawahan dan mengutamakan kekuasaan serta prestise sehingga seorang pemimpin
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam pengambilan keputusan.
2. Cenderung Pengasuh
yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin memperhatikan bawahan dalam
peningkatan karier, memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan bersikap baik
serta menghargai bawahan yang bekerja dengan tepat waktu.
3. Cenderung Berorientasi pada tugas,
yaitu gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin menuntut bawahan untuk
disiplin dalam hal pekerjaan atau tugas.
4. Cenderung Partisipatif,
yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin mengharapkan saran-saran dan ide-
ide dari bawahan sebelum mengambil suatu keputusan.
2.3 Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan merupakan penjelasan mengenai beberapa aspek
kepemimpinan dan teori yang memiliki nilai praktis karena digunakan untuk memahami,
memprediksi dan mengendalikan sukses kepemimpinan secara lebih baik. Minimal ada
empat klasifikasi teori kepemimpinan atau pendekatan penelitian untuk menjelaskan
28

kepemimpinan. Klasifikasi teori kepemimpinan yang dalam tulisan ini disebut gaya
kepemimpinan mencakup pembawaan, keperilakuan, kontingensi dan integratif.
Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa paradigma kepemimpinan merupakan
bagian dari pola pikir yang mewakili cara berpikir, mempersepsikan, mempelajari,
meneliti dan memahami kepemimpinan secara fundamental. Keempat klasifikasi teori
kepemimpinan utama tersebut juga mewakili perubahan paradigma kepemimpinan
(Lussier dan Achua, 2001: 14-19).
2.3.1 Teori Kepemimpinan Berdasarkan Pembawaan
Kajian kepemimpinan pada mulanya didasarkan pada asumsi bahwa pemimpin
dilahirkan, tidak dibuat. Peneliti kemudian mengidentifikasi serangkaian pembawaan
pemimpin yang membedakan dengan pengikutnya, serta pemimpin efektif dengan
pemimpin tidak efektif. Teori pembawaan kepemimpinan mencoba menjelaskan
karakteristik khusus kepemimpinan yang efektif. Peneliti menganalisis pembawaan fisik
dan psikologis serta kualitas, seperti level kemampuan yang tinggi, keagresifan,
kepercayaan pada diri sendiri, daya persuasif yang dimiliki dan kekuasaannya dalam
mengidentifikasi serangkaian pembawaan yang dimiliki oleh pemimpin yang sukses.
Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa, keberhasilan seorang pemimpin ditentukan
oleh sifat dan perangai pemimpin tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat berupa sifat fisik,
sosial dan psikologis (Introducing Leadership Studies, 2001: 18; Leadership, 2001: 1;
Sadler, 2001: 11).
Atas dasar pemikiran di atas ada anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin
yang berhasil sangat ditentukan kemampuan pribadi pemimpin. Karena itu, timbul usaha
dari para ahli untuk meneliti dan merinci kualitas seorang pemimpin yang berhasil
melaksanakan tugas kepemimpinannya, kemudian hasilnya diformulasikan ke dalam
sifat-sifat umum seorang pemimpin. Usaha tersebut berkembang menjadi teori
kepemimpinan yang disebut teori sifat kepemimpinan (Robbins, at.al., 1994: 469).

Teori Sifat atau Pembawaan


(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership,
2001,
29

The McGraw-Hill Company, Inc.)

Bakat-bakat kepemimpinan: merepresentasikan


karakteristik personal yang membedakan para pemimpin dari
bawahannya.
Temuan historis menunjukkan bahwa pemimpin dan
bawahan dibedakan berdasarkan:
- intelijensi,
- dominasi
- kepercayaan diri
- tingkat energi dan aktivitas
- pengetahuan yang relevan dengan tugas
Temuan kontemporer menunjukkan bahwa:
- orang cenderung mempersepsikan seseorang selaku
pemimpin ketika menunjukkan bakat yang berhubungan dengan
intelijensi, maskulinitas dan dominasi
- orang mengharapkan pemimpin tersebut menjadi kredibel
- pemimpin yang kredibel adalah pemimpin yang jujur,
berpandangan jauh ke depan dan cakap.

Daftar pembawaan digunakan sebagai prasyarat untuk mengusulkan calon untuk


menduduki posisi kepemimpinan. Calon yang bisa diberi kesempatan menduduki posisi
kepemimpinan adalah yang memiliki semua pembawaan yang diidentifikasi. Namun,
tidak satu pun yang menjadi daftar pembawaan universal yang dimiliki oleh pemimpin
sukses atau pembawaan yang menjamin keberhasilan kepemimpinan. Pertanyaannya,
perangai bagaimana yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin. Ternyata hasil usaha yang
dilakukan oleh para pakar sangat heterogen sehingga timbul keraguan terhadap hasil
tersebut. Sisi positifnya ialah meskipun tidak ada daftar yang menjamin keberhasilan
kepemimpinan, namun pembawaan yang terkait dengan keberhasilan kepemimpinan
dapat teridentifikasi.
2.3.2 Teori Kepemimpinan Berdasrkan Pengaruh
30

Menyatakan bahwa, Seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai charisma


(pengaruh) yang sangat besar. Kharisma diperoleh dari kekuatan yang luar biasa.
Pemimpin yang bertipe kharismatik biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan
pengaruh yang sangat besar. Pengaruh yang luar biasa ini dapat dilihat dari pengorbanan
yang diberikan oleh para pengikut untuk pribadi sang pemimpin, sampai sampai
mereka rela untuk menebus nyawanya untuk sang pemimpin. Konsep kepemimpinan
yang kharismatik ini banyak bersumber dari ajaran agama dan sejara Yunani Kuno.
Namun secara konseptual kepemimpinan kharismatik ini dalam pandangan ilmiah
dipelopori oleh Robert House, yang meneliti pemimpin politik dan religius di dunia
(Sutikno, 2014:29).
Menurut Bass (1985) bahwa kharisma adalah bagian penting dari kepemimpinan
transformasional, namun kharisma itu sendiri tidak cukup untuk proses transformasional.
Pemimpin kharismatik lebih dari sekedar percaya diri pada keyakinannya, melainkan
pula melihat dirinya sendiri seperti mempunyai suatu tujuan dan takdir supranatural.
Sementara itu, pengikutnya bukan saja mempercayai dan menghormati pemimpin yang
kharismatik, melainkan pula memuja dan menyembah pemimpinnya sebagai seorang
pahlawan yang melebihi manusia atau tokoh spiritual. Pemimpin kharismatik dipandang
memiliki kebesaran, sekaligus menjadi katalisator mekanisme psikodinamik pengikutnya.

2.3.3 Teori Kepemimpinan Berdasarkan Situasi


Pada mulanya, teori kepemimpinan yang dibangun oleh Fiedler ini menekankan
pada dua sasaran, yakni melakukan idenfikasi faktor-faktor penting dalam situasi tertentu
dan memperkirakan gaya atau perilaku kepemimpinan yang paling efektif dalam situasi
tertentu. Hasil penelitian Fiedler menunjukkan bahwa, dalam situasi kerja selalu ada tiga
elemen yang menentukan gaya kepemimpinan yang efektif, yakni: hubungan pemimpin
dengan bawahan, struktur tugas dan ketangguhan posisi pemimpin.
Teori kepemimpinan kontingensi menjelaskan gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan pemimpin, pengikut dan situasinya. Paradigma teori ini menekankan pentingnya
faktor situasional, termasuk sifat pekerjaan yang dilakukan, lingkungan eksternal dan
karakteristik pengikut. Selain itu, dikenal pula teori kepemimpinan situasional (Robbins,
at.al., 1994: 483) yang dikembangkan dari teori kepemimpinan model kontingensi Fiedler
31

ini. Berdasarkan teori ini, gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah gaya
kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingakat kedewasaan bawahan. Namun, Hersey
dan Blanchard tidak merinci dan memberikan definisi kedewasaan sebagai suatu tingkat
kemantapan emosional.

Pengen Pengendalian Pengendalian Pengend


dalian Situasi Tinggi Situasi Moderat alian Situasi
Situasional Rendah

Hubun Baik Baik Buruk


gan Baik Baik Buruk Buruk Buruk
Pemimpin-
Anggota
Tinggi Rendah Rendah
Struktu Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
r Tugas
Kuat Lemah Kuat
Kekuat Lemah Kuat Kuat Kuat Lemah
an posisi
Situasi I II IV V VII
III VI VIII

2.4 Pendekatan Baru Terhadap Kepemimpinan


Dewasa ini, sejumlah peneliti kepemimpinan kembali menggunakan teori sifat
kepemimpinan, meskipun dengan perspektif yang berbeda (Robbins, at.al., 1994: 497).
Lima teori kepemimpinan menurut pendekatan baru ini ialah teori atribusi, teori
kepemimpinan kharismatik dan teori kepemimpinan transaksional versus
transformasional. Selain itu, teori kepemimpinan pengembangan (Gilley dan Maycunich,
2000) dan teori kepemimpinan super (Manz dan Sims, 2001) juga merupakan gaya atau
tipe kepemimpinan yang tergolong dalam perspektif ini.
Tinjauan tiga teori kepemimpinan yang pertama atribusi, kharismatik dan
transaksional versus transformasional dapat diringkaskan dari beberapa sumber (Politis,
32

2001: 358-359; Politis, 2002: 188-190; Lussier dan Achua, 2001: 374-384 Bass dan
Burns dalam Haryono, 2002: 7-10) sebagai berikut.

Teori Atribusi Kepemimpinan


Teori atribusi kepemimpinan menjelaskan perbedaan hubungan sebab-akibat yang
mempengaruhi orang. Bila terjadi suatu peristiwa, pemimpin mencoba
menghubungkannya dengan suatu penyebab yang sifatnya internal dan eksternal. Dalam
konteks kepemimpinan, teori atribusi menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan
astribusi yang dibuat orang mengenai individu lain. Dengan menggunakan kerangka
atribusi ini, peneliti menemukan bahwa orang mencirikan pemimpin sebagai menyandang
ciri seperti kecerdasan, kepribadian, keramah-tamahan, keterampilan verbal yang kuat,
keagresifan, pemahaman dan kerajinan. Salah satu tema yang lebih menarik dalam
literatur teori atribusi kepemimpinan adalah persepsi bahwa pemimpin yang efektif
umumnya konsisten atau tidak bergeming dalam keputusan yang dibuat (Robbins, et.al.,
1994: 167, 497-498).

Teori Kepemimpinan Kharismatik


Teori kepemimpinan kharismatik merupakan suatu perluasan dari teori atribusi.
Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi dari kemampuan
kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mengamati perilaku-perilaku tertentu.
Beberapa penulis telah mengidentifikasi karakteristik pribadi pemimpin kharismatik ini.
Robert House yang terkenal dengan gagasannya mengenai teori jalur-tujuan
mengidentifikasi tiga karakteristik pemimpin kharismatik, yakni: kepercayaan diri yang
luar biasa tinggi, kekuasaan dan keteguhan pada keyakinan yang dianut (Robbins, et.al.,
1994: 499-500).

Teori Jalur-Tujuan dari House


(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
33

Karakteristik Pengikut
- Lokus pengendalian
- Kemampuan tugas
- Kebutuhan berprestasi
- Pengalaman
- Tuntutan kejelasan

Gaya Kepemimpinan Sikap dan Perilaku Pengikut


- Direktif - Kepuasan pekerjaan
- Supportif - Penerimaan pemimpin
- Partisipatif - Motivasi
- Berorientasi pada prestasi

Faktor-faktor Lingkungan
- Tugas-tugas pekerja
- Sistem kewenangan
- Kelompok kerja

Setelah Warren Bennis mempelajari 90 pemimpin yang paling efektif dan sukses di
Amerika serikat disimpulkan bahwa pemimpin kharismatik mempunyai empat
kompetensi yang sama yakni: mempunyai visi atau pemahaman tujuan; dapat
mengkomunikasikan visinya dalam kata-kata yang jelas sehingga para pengikutnya dapat
dengan mudah memihak; dapat menunjukkan konsistensi dan fokus dalam memburu visi
kepemimpinannya; dan tahu kekuatannya sendiri dan memanfaatkannya. Selain itu,
analisis yang paling menyeluruh telah dirampungkan oleh Congger dan Kanungo dari
Universitas McGill. Sebagian kesimpulan yang dibuat menyatakan bahwa pemimpin
kharismatik memiliki tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki komitmen pribadi yang
kuat pada tujuan, tidak konvensional, tegas dan percaya diri, serta sebagai agen
perubahan radikal, bukan manajer dari status quo.
34

Model Kepemimpinan Kharismatik


(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

Budaya Perilaku Pemimpin Efek terhadap Luaran


Organisasi pengikut dan
kelompok kerja

Adaptif Pemimpin membangum Meningkatkan Komitmen personal


visi motivasi intrinsik, terhadap pemimpin
Pemimpin membangun orientasi prestasi dan dan visi
harapan kinerja yang pencapaian tujuan Perilaku diri sendiri
tinggi dan menunjukkan Meningkatkan yang disakralkan
kepercayaan pada diri dan identifikasi terhadap Komitmen
kepada orang lain, serta pemimpin dan organisasi
kemampuan kolektif kepentingan kolektif Kebermaknaan dan
untuk merealisasikan visi anggota organisasi kepuasan tugas
Model pemimpin yang Meningkatkan kohesi Meningkatkan
mengharapkan agar nilai- di antara anggota kinerja individu,
nilai, bakat, keyakinan kelompok kelompok,
dan perilaku diperlukan Meningkatkan prestise organisasi dan
untuk merealisasikan visi diri, kemanjura diri, masyarakat
dan perhatian intrinsik
terhadap pencapaian
tujuan
Meningkatkan
pemodelan peran
kepemimpinan
kharismatik

Menurut Bass (1985) bahwa kharisma adalah bagian penting dari kepemimpinan
transformasional, namun kharisma itu sendiri tidak cukup untuk proses transformasional.
Pemimpin kharismatik lebih dari sekedar percaya diri pada keyakinannya, melainkan
pula melihat dirinya sendiri seperti mempunyai suatu tujuan dan takdir supranatural.
Sementara itu, pengikutnya bukan saja mempercayai dan menghormati pemimpin yang
kharismatik, melainkan pula memuja dan menyembah pemimpinnya sebagai seorang
pahlawan yang melebihi manusia atau tokoh spiritual. Pemimpin kharismatik dipandang
memiliki kebesaran, sekaligus menjadi katalisator mekanisme psikodinamik pengikutnya.
Seorang pemimpin kharismatik lebih besar kemungkinannya akan lahir manakala
para pengikut membagi sama norma-norma, keyakinan dan fantasi yang dapat dijadikan
sebagai basis bagi seruan emosional dan rasional oleh pemimpin tersebut. Namun, Bass
juga menyatakan bahwa tanggapan seseorang terhadap pemimpin kharismatik
kemungkinannya akan sangat terpolarisasi, karena pemimpin kharismatik dicintai oleh
35

beberapa orang namun dibenci oleh yang lainnya. Tanggapan yang terpolarisasi ini
membantu menjelaskan mengapa demikian banyak pemimpin politik yang kharismatik
menjadi sasaran pembunuhan.
Kata akhir yang perlu dipahami dalam hal ini ialah kepemimpinan kharismatik
mungkin tidak selalu diperlukan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi.
Namun, pemimpin kharismatik mungkin paling tepat jika tugas pengikut memiliki suatu
komponen ideologis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pemimpin kharismatik lebih
dimungkinan muncul dalam konteks politik, agama, waktu perang atau apabila suatu
perusahaan bisnis memperkenalkan suatu produk yang benar-benar baru (baca: produk
kreatif dan inovatif) atau menghadapi suatu krisis yang mengancam kehidupannya.

Kepemimpinan Transaksional versus Transformasional


Hasil studi terakhir yang menarik mengenai dua gaya kepemimpinan ini adalah
perhatian yang diberikan pada perbedaan pemimpin transformasional dari pemimpin
transaksional. Padahal, pemimpin transformasional juga kharismatik. Karena itu,
seringkali terjadi tumpang-tindih topik ini dengan pembahasan kepemimpinan
kharismatik.
Burns membedakan kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan
transaksional. Kepemimpinan transaksional memotivasi pengikutnya dengan menunjuk
pada kepentingan diri sendiri. Burns juga membedakan kepemimpinan transaksional dan
kepemimpinan yang mentransformasi pengaruh yang ditunjukkan berdasarkan pada
kekuasaan birokratis. Organisasi birokratis lebih menekankan pada kekuatan legitimasi
dan lebih menghormati peraturan serta trandisi, dari pada pengaruh yang didasarkan atas
pertukaran atau inspirasi. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses, bukan sejumlah tindakan yang mempunyai ciri-ciri sendiri.
Burns menjelaskan kepemimpinan sebagai sebuah arus antar hubungan yang
berkembang, di mana pemimpin secara terus-menerus membangkitkan tanggapan
motivasi dari pada pengikut dan memodifikasi perilaku pengikutnya pada saat
menghadapi tanggapan atau perlawanan, dalam sebuah proses dan arus balik yang tidak
pernah berhenti.
36

Bass (1985) memperkenalkan teori kepemimpinan transformasional yang dibangun


berdasarkan gagasan awal dari Burns (1978). Pengikut pemimpin transformasional
merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan adanya rasa hormat terhadap
pemimpinnya dan bawahan tersebut termotivasi untuk melakukan lebih dari pada apa
yang diharapkan darinya. Pemimpin mentransformasi dan memotivasi pengikutnya
dengan cara: (1) membuat pengikutnya lebih sadar mengenai arti penting hasil suatu
pekerjaan yang dilakukan; (2) mendorong pengikutnya untuk lebih mementingkan tim
atau organisasi dari pada kepentingan dirinya sendiri; dan (3) mengaktifkan kebutuhan
pengikutnya pada level yang lebih tinggi.
Formulasi teori Bass (1985) mencakup tiga unsur kepemimpinan transformasional,
yakni: kharisma, stimulasi intelektual dan perhatian yang diindividualisasi. Kharisma
didefisinikan sebagai sebuah proses yang padanya seorang pemimpin mempengaruhi para
pengikutnya dengan menimbulkan emosi-emosi yang kuat dan identifikasi dengan
pemimpin tersebut. Stimulasi intelektual ialah suatu proses yang di dalamnya pemimpin
meningkatkan kesadaran pengikut terhadap berbagai masalah dan mempengaruhi para
pengikutnya untuk memandang berbagai masalah dari perspektif yang berbeda. Perhatian
yang diindividualisasi termasuk di dalamnya memberi dukungan, membesarkan hati dan
memberi pengalaman tentang perkembangan kepada para pengikutnya. Sementara itu,
kepemimpinan transaksional diartikan sebagai sebuah pertukaran imbalan untuk
mendapatkan kepatuhan.
Berdasarkan pengertian di atas, jelas bahwa Bass mendefinisikan kepemimpinan
transaksional dalam arti yang lebih luas dari pada Burns. Salah satu komponen perilaku
transaksional yang disebut perilaku contingent rewards mencakup kejelasan mengenai
pekerjaan yang diharapkan memperoleh imbalan dan menggunakan insentif dan
contingent rewards untuk mempengaruhi motivasi. Komponen kedua yang disebut active
management by exception, mencakup pemantauan para bawahan dan tindakan
memperbaiki untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara
efektif. Komponen ketiga yang disebut passive management by exception ditambahkan
oleh Bass dan rekannya. Termasuk ke dalam komponen ini adalah penggunaan
contingent punishment dan tindakan perbaikan sebagai tanggapan atas penyimpangan
dari standar kinerja. Bass memahami kepemimpinan transformasional dan transaksional
37

sebagai proses yang berbeda namun tidak saling menafikan. Selain itu, Bass mengakui
bahwa pemimpin yang sama dapat menggunakan kedua jenis kepemimpinan tersebut
pada waktu dan situasi yang berbeda.

Kepemimpinan Transaksional versus Kepemimpinan


Kharismatik
(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

Kepemimpinan Transaksional: terfokus pada interaksi


interpersonal antara pemimpin dan para pengikut
Pemimpin Transaksional
- Menggunakan ganjaran kontingen untuk memotivasi
pengikutnya
- Tindakan koreksi hanya dilakukan manakala pengikutnya gagal
mencapai tujuan kinerja yang diharapkan
Kepemimpinan Kharismatik: menekankan perilaku pemimpin
simbolik yang mentransformasi para pengikut untuk memprioritaskan
tujuan bersama lebih dari kepentingan pribadi.
Pemimpin Kharismatik
- Menggunakan pesan-pesan visioner dan inspirasional
- Berdasar pada komunikasi non-verbal
- Menyerukan nilai-nilai ideologis
- Berupaya menstimulasi pengikutnya secara intelektual
- Menunjukkan kepercayaan diri dan para pengikutnya
- Menetapkan harapan kinerja yang tinggi

Kebanyakan teori kepemimpinan yang disajikan sebelumnya misalnya studi


Ohio, model Fiedler, teori jalur tujuan dan model partisipasi pemimpin memperkuat
38

konsep kepemimpinan transaksional. Pemimpin jenis ini memandu dan motivasi


pengikutnya ke arah tujuan yang ditetapkan. Kepemimpinan transformasional dibangun
di atas fondasi kepemimpinan transaksional, sehingga menghasilkan tingkat upaya dan
kinerja bawahan yang melampaui apa yang terjadi dengan pendekatan transaksional
semata. Lebih dari itu, kepemimpinan transformasional lebih dari pada pemimpin
kharismatik. Pemimpin yang semata-mata kharismatik dapat menghrapkan pengikutnya
mengadopsi perspektif pemimpin kharismatik dan tidak beranjak lebih jauh. Sementara
itu, pemimpin transformasional berupaya menanamkan dalam diri pengikutnya
kemampuan untuk mempertanyakan tidak hanya pandangan yang mapan, melainkan pula
pandangan yang ditetapkan oleh pemimpin.

Perbandingan Tipe Kepemimpinan

Perbandingan tipe kepemimpinan yang dibahas berikut ini diwakili oleh tipe The
Strong Man, The Transactor, Visionary Hero dan Superleader (Manz and Sims, 2001:
39). Pertama, the Strongman menggunakan kewenangan dalam posisinya untuk
mempengaruhi orang lain agar tunduk kepadanya karena rasa takut. Perilaku the
strongman yang paling umum adalah menginstruksikan, memerintah dan mengintimidasi.

Kedua, the Transactor, dikategorikan ke dalam tipe hubungan pertukaran


pemimpin dengan bawahan (orang lain). Pemimpin menanamkan pengaruh melalui
dispensasi imbalan dalam pertukaran sehingga pengikut mentaati apa yang diinginkan
oleh pemimpin. Perilaku yang paling banyak digunakan oleh pemimpin ini ialah ganjaran
personal dan material sebagai balikan dari upaya, kinerja dan loyalitas orang terhadap
kepemimpinannya (bandingkan dengan Model Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota).

Model Pertukaran Pemimpin-Anggota


(Sumber: diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)

Model ini didasarkan pada gagasan bahwa satu dari dua tipe
39

khusus mengembangkan hubungan pertukaran timbal balik pemimpin-


anggota, dan pertukaran itu berhubungan dengan luaran pekerjan
penting.
- pertukaran dalam kelompok: kemitraan yang dicirikan dengan
rasa saling percaya, respek dan menyukai
- pertukaran di luar kelompok: kemitraan yang ditandai dengan
kurangnya rasa saling percaya, respek dan menyukai.
Hasil penelitian mendukung model ini.

Ketiga, the Visionary Hero dicirikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh
pemimpin untuk menciptakan motivasi yang tinggi dan menyerap visi masa depan.
Pemimpin ini memiliki kapasitas untuk memberi kekuatan kepada orang lain untuk
merealisasikan visi yang ditetapkan. Jenis kepemimpinan ini terutama menyangkut proses
pengaruh atas-bawah. Pemimpin merupakan sumber kebijakan dan arahan, serta
cenderung menempati posisi sentral, sementara peran pengikut memudar dalam bayang-
bayang pemimpin. Kewenangan pemimpin didasarkan pada kapabilitas yang dimiliki
dalam membangkitkan komitmen pengikutnya terhadap visi pemimpin.

Keempat, the Superleadership, yaitu pemimpin yang mengarahkan orang lain agar
dapat mengarahkan dirinya sendiri. Pemimpin super dikenal pula sebagai pemimpin
pemberdaya. Tipe pemimpin ini terutama terfokus pada bawahan. Pemimpin menjadi
super memiliki kekuatan dan kebijaksanaan sejumlah orang karena membantu
melejitkan kemampuan para pengikut yang mengelilinginya (Manz dan Sims, 2001: 45).

Kepelayanan dan Kepemimpinan Super


(Sumber: Manz dan Sims, 2001; Chapter Seventeen, Leadership,
2001,
The McGraw-Hill Company, Inc.)
40

Merepresentasikan filosofi kepemimpinan mengenai pemimpin


yang lebih terfokus pada peningkatan pelayanan terhadap orang lain
(orang banyak) dari pada untuk orang tertentu.
Pemimpin super adalah orang yang mengarahkan orang lain
untuk mengarahkan dirinya sendiri melalui pengembangan keahlian
manajemen para pekerja
Pemimpin super berusaha meningkatkan perasaan pengendalian
diri dan motivasi intrinsik pekerja

Tugas pemimpin super adalah membantu pengikut mengembangkan keahlian


kepemimpinannya secara mandiri agar memberikan sumbangan yang lebih besar kepada
organisasi. Pemimpin super mendorong inisiatif pengikutnya, mendorong rasa tanggung
jawab individu, rasa percaya diri, penetapan tujuan diri sendiri, pemikiran peluang positif
dan pemecahan masalah sendiri. Dengan kata lain, pemimpin super memberdayakan
bawahannya sehingga gaya kepemimpinan ini bisa dianggap sebagai tipe pemimpin
pemberdaya. Luaran perilaku yang dihasilkan oleh tipe kepemimpinan super ialah kinerja
jangka panjang tinggi, kepercayaan diri para pengikut tinggi, pengembangan pengikut
tinggi, fleksibiltas sangat tinggi, inovasi tinggi, mampu bekerja tanpa pemimpin dan
mengandalkan kerjasama tim. Berdasarkan uraian di atas, dibuat contour perkembangan
konsep dan gaya kepemimpinan dari masa ke masa seperti terlihat pada visualisasi
berikut.

Peta Perkembangan Konsep Kepemimpinan


(Diadaptasi dan dikembangkan dari Rachmany, 2003: 38)

Konsep Kepemimpinan
(1930 2003)

Teori Sifat atau Pembawaan Tradisi Keperilakuan Teori Kepemimpinan


- Ordway Tead (1963) - Robert Tannembaum and arren H. Kontingensi
- George R. Terry (1964) Schmid (1958) - Fred Fiedler (1967)
- William J. Reddin (1969) - Martin Evans and Robert
- Robert R. Blake and Jane S. House (1974)
Mouton (1964) - Paul Hersey and Kenneth
Blanchard (1962)
41

Teori Kepemimpinan
Integratif Teori Kepemimpinan Kharismatik
Teori Kepemimpinan Atribusi
- Robert House (1977)
- H. H. Kelley (1972, 1973)
- B. M. Bass (1985, 1990, 1992)
- J. C. McElroy (1982)
- T. R. Michell, et.al. (1981)
Teori Kepemimpinan
Transformational versus
Teori Kepemimpinann Transaksional
Super
(Studi- Manz and Sims (2001)
- B. M. bass (1985, 1990, 1992)
- Burns (1985)

Teori Kepemimpinan
Pengembangan
- Gilley and Maycunich
(1999, 2000)

Beberapa pendekatan dalam teori kepemimpinan, sebagai berikut:


1. Teori Psikoanalisis, yaitu seorang pemimpin harusnya dapat tampil
sebagai seorang ayah sebagai sumber kasih sayang dan ketakutan, sebagai simbol dari
super ego, sebagai tempat pelampiasan kekecewaan, frustasi dan agresivitas para
pengikut, tetapi juga sebagai seorang yang memberi kasih sayang kepada pengikutnya.
Oleh sebab itu aspek kognitif, efektif, konotatif, perilaku, perasaan, watak, integritas,
pribadi dan potensi unggulan lamanya menjadi tuntutan kapabilitas kepemimpinan.
2. Teori antisipasi - interaksi (interaction expectation theory) ada Beberapa
pendekatan yang paling menentukan karakteristik kepemimpinan.
a. Leader role theory
Dalam teori leader role theory, dijelaskan variabel utama dari seorang pemimpin
adalah action, interaction dan sentiments. Apabila frekuensi interaksi dan peran serta
dalam aktivitas bersama itu meningkat, maka perasaan saling memiliki akan timbul dan
norma-norma kelompok akan makin jelas. Semakin tinggi jabatan seseorang, maka akan
semakin tinggi pula daya adaptasi seorang pemimpin pada ciri dan karakteristik
42

kelompok dan semakin lebar pula kadar interaksinya dan semakin melibatkan banyak
orang.
b. Two Stage Model
Sedangkan dalam teori two stage model, disebutkan bila seorang pemimpin
mampu meningkatkan keterampilan pegawainya, maka secara bersamaan sebenarnya
sang pemimpin sedang memberikan motivasi kepada pegawainya.
3. Teori humanistic (humanistic theory), menekankan pada hubungan yang
kohesif dan efektif dalam dinamika kelompok. Manusia dalam pandangan teori ini adalah
sesuatu organism yang bisa diberikan motivasi setinggi mungkin. Sedangkan organisasi
sebagai kelengkapan yang bisa dimanipulasi dan dikendalikan.
Sementara itu menurut kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau proses untuk
mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau berusaha untuk mencapai
tujuan yang hendak dicapai kelompok (Kadarman et.al, 1992:110). Di lain sisi
kepemimpinan didefinisikan sebagai kesanggupan mempengaruhi prilaku orang lain
dalam suatu arah tertentu (Kossen, 1986:181). Kepemimpinan juga diartikan suatu usaha
mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan (Gibson, Ivancevich, and Donnely, 1987:263).
Menurut Wahjosumidjo (1999: 79) bahwa seorang pemimpin memiliki kecerdasan,
pertanggung jawaban, sehat dan memiliki sifat sifat antara lain Dewasa, keleluasaan
hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan prestasi serta sikap hubungan kerja
kemanusiaan. Sebaliknya dalam realitas sosial modern, juga dikenal pemimpin
karismatik, terutama dalam lingkungan sosial dan politik. Kemudian menurut Edwin B
(2000: 101) bahwa pemimpin kharismatik mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab dan
dukungan dari pengikutnya. Fungsi pemimpin lebih banyak memberikan konsultasi,
bimbingan, motivasi dan memberikan nasehat dalam rangka mencapai tujuan.
Kemudian menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 120) banyak faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja pegawai antara lain pendidikan dan pelatihan, disiplin kerja,
kompensasi, iklim organisasi, sistem jenjang karier, motivasi, kepemimpinan. Dalam
penelitian ini mengambil salah satu faktor yang dapat meningkatkan team work. Hal ini
disebabkan bahwa manusia merupakan mahluk yang keinginannya tidak terbatas,
sehingga mendorong untuk melakukan aktivitasnya guna memenuhi kebutuhan dan
43

kepuasan yang diinginkannya. Berdasarkan rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan


bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain
untuk tercapainya suatu tujuan tertentu.
Kekuasaan
Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan,
kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya pasti
mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi secara
unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi
antara position power (kekuasaan karena kedudukan) dan personal power (kekuasaan
pribadi). Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang
melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh
atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari hubungan pemimpin pengikut. Termasuk
dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan
imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis.
Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan,
kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175).
Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan
bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari
a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan
terhadap pengikutnya;
c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan
berkomunikasi.
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan
kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok. Ada dua teori yang dapat
menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam
organisasi. Teori tersebut adalah
a. Social Exchange Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan
hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa waktu
44

antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert power dan
kewenangan.
b. Strategic Contingencies Theory, menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu
subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah penting,
sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari subunit tersebut.
Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu
tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan
kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat
organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang mempunyai position power
yang cukup, sering tergoda untuk membuat banyak orang tergantung padanya daripada
mengembangkan dan menggunakan expert power dan referent power. Sejarah telah
menunjukkan bahwa pemimpin yang mempunyai position power yang terlalu kuat
cenderung menggunakannya untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikut.
Sebaliknya, seorang pemimpin yang tidak mempunyai position power yang cukup akan
mengalami kesukaran dalam mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam
organisasi. Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk
mempunyai position power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal
akan bervariasi tergantung situasi.
Sedangkan dalam personal power, seorang pemimpin yang mempunyai expert
power atau daya tarik karismatik sering tergoda untuk bertindak dengan cara-cara yang
pada akhirnya akan mengakibatkan kegagalan.
Pengaruh
Sebagai esensi dari kepemimpinan, pengaruh diperlukan untuk menyampaikan
gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau rencana dan untuk memotivasi
orang lain agar mendukung dan melaksanakan berbagai keputusan. Jika kekuasaan
merupakan kapasitas untuk menjalankan pengaruh, maka cara kekuasaan itu dilaksanakan
berkaitan dengan perilaku mempengaruhi. Oleh karena itu, cara kekuasaan itu dijalankan
dalam berbagai bentuk perilaku mempengaruhi dan proses-proses mempengaruhi yang
timbal balik antara pemimpin dan pengikut, juga akan menentukan efektivitas
kepemimpinan.
45

Jenis-jenis spesifik perilaku yang digunakan untuk mempengaruhi dapat dijadikan


jembatan bagi pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku mengenai kepemimpinan.
Jenis-jenis Kekuasaan (Power) dalam Organisasi
Untuk lebih memahami Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin ataupun manajer,
sebaiknya kita mengetahui jenis-jenis Kekuasaan tersebut. Berikut ini adalah 5 Jenis
Kekuasaan dalam suatu Organisasi.
1. Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power)
Seperti namanya, Kekuasaan jenis ini adalah kekuasaan yang menggunakan Balas
Jasa atau Reward untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu
sesuai keinginannya. Balas jasa atau Reward dapat berupa Gaji, Upah, Bonus, Promosi,
Pujian, Pengakuan ataupun penempatan tugas yang lebih menarik. Namun melalui
Kekuasaan Balas jasa ini, seorang pemimpin/manajer juga dapat menunda pemberian
Reward (balas jasa) tersebut sebagai hukumannya jika bawahannya tidak melakukan apa
yang telah diperintahkan. Kekuasaan Balas Jasa (reward) ini timbul karena Posisi atau
Jabatan seseorang yang memungkinkan dirinya memberikan penghargaan atau imbalan
terhadap pekerjaan ataupun tugas yang dilakukan oleh orang lain. Contohnya seorang
Manajer yang memiliki kekuasaan untuk melakukan penilaian kinerja sehingga dapat
menentukan besaran kenaikan gaji terhadap bawahannya.
2. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan Paksaan atau Coercive Power ini lebih cenderung ke penggunaan
ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu
sesuai dengna keinginannya. Kekuasaan Paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif
dari Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power). Contoh ancaman atau hukuman yang
diberlakukan jika tidak mengikuti perintah yang diinstruksikan antara lain seperti
pemberian surat peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan
pemberhentian kerja atau PHK.
3. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Kekuasaan Rujukan atau Referent Power ini merupakan kekuasaan yang diperoleh
atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian dari seorang pemimpin.
Contohnya Gandhi yang memimpin jutaan orang karena kepribadian dan Karismatiknya.
4. Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
46

Kekuasaan Sah atau Legitimate Power ini berasal dari posisi resmi yang dijabat
oleh seseorang, baik itu dalam suatu organisasi, birokrasi ataupun pemerintahan.
Kekuasaan Sah adalah Kekuasaan yang diperoleh dari konsekuensi hirarki dalam
organisasi. Seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam organisasi memiliki hak dan
wewenang untuk memberikan perintah dan instruksi dan mereka sebagai bawahan
ataupun anggota tim berkewajiban untuk mengikuti instruksi atau perintah tersebut.
5. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan Keahlian atau Expert Power ini muncul karena adanya keahlian ataupun
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Seringkali seseorang yang memiliki
pengalaman dan keahlian tertentu memiliki kekuasaan ahli dalam suatu organisasi
meskipun orang tersebut bukanlah Manajer ataupun Pemimpin. Individu-individu yang
memiliki keterampilan/keahlian tersebut biasanya dipercayai oleh Manajernya untuk
membimbing karyawan lainnya dengan benar.

Komunikasi Organisasi
Goldhaber (1986) dalam Muhammad (2004) memberikan definisi
komunikasi organisasi sebagai proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam
suatu jaringan hubungan yang saling tergantung yang tidak pasti atau yang selalu
berubah-ubah. Definisi ini mengandung tujuh konsep kunci yanitu proses, pesam,
jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian.
Lebih lanjut Zelko dan Darce dalam Muhammad (2004) menjelaskan bahwa
komunikasi organisasi adalah suatu system yang saling tergantung yang mencakup
komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi
yang terjadi di dalam organisasi itu sendiri. Komunikasi eksternal adalah komunikasi
yang dilakukan organisasi dengan lingkungan luarnya. Cara melihat komunikasi yang
terjadi dalam suatu organisasi dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan makro,
pendekatan mikro, pendektan individu (Muhammad, 2004). Masing-masing dari
pendekatan ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendekatan Makro
Pendekatan makro organisasi dipandang sebagai suatu struktur global yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi organisasi melakukan aktivitas
47

tertentu seperti memproses informasi dari lingkungan, mengadakan identifikasi,


melakukan integrasi, dan menentukan tujuan organisasi.
2. Pendekatan Mikro
Pendekatan ini memfokuskan pada komunikasi dalam unit dan submit pada suatu
organisasi. Komunikasi yang dibutuhkan pada tingkat ini adalah komunikasi antar
anggota kelompok, komunikasi untuk pemberian orientasi dan latihan, komunikasi untuk
melibatkan anggota kelompok dalam tugas kelompok, komunikasi untuk menjaga iklim
organisasi, komunikasi dalam mensurpervisi dan mengarahkan pekerjaan serta
komunikasi untuk mengetahui rasa kepuasan kerja dalam organisasi.
3. Pendekatan Individual
Pendekatan individual berpusat pada tingkah laku komunikasi individu dalam
organisasi. Komunikasi individu ada beberapa bentuknya diantaranya:
a. Berbicara dengan kelompok kerja
b. Menghadiri dan berinteraksi dalam rapat-rapat
c. Menulis
d. Berdebat untuk suatu usulan.
Efektivitas Komunikasi Organisasi
Efektivitas komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat
digunakan sebagai salah satu indicator untuk melihat tercapai tidaknya tujuan organisasi.
Hal ini disebabkan karena adanya keterkaitan antara komunikasi dalam organisasi dengan
efektivitas organisasi (Agung, 2001). Masita (2005) juga menyebutkan bahwa efektivitas
komunikasi organisasi mampu mempengaruhi kinerja dari organisasi.
Secara sederhana, komunikasi dikatakan efektif bila orang menyampaikan apa yang
dimaksudnya. Secara umum komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan
dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang
ditangkap dan dipahami oleh penerima. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud
komunikator dapat direspon oleh komunikan, maka semakin efektif pula komunikasi
yang dilaksakan. Efektifitas komunikasi erat hubungannya dengan tujuannya dan
biasanya dalam komunikasi yang efektif menghasilkan pemahaman, kesenangan,
mempengaruhi sikap, memperbaiki hubungan, dan tindakan (Mulyana, 1996).
48

Effendy (1998) mengemukakan bahwa efektivitas komunikasi atau kondisi sukses


komunikasi ditentukan oleh:
1) Komunikator yang mampu mengenal komunikan
2) Ketetapan pesan yang disampaikan, yaitu pesan harus dirancang agar
menarik perhatian sasaran.
3) Pemilihan media bergantung pada tujuan yang disampaikan dan teknik
yang akan digunakan.
Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif paling
tidak menimbulkan lima hal, yaitu:
1) Pengertian, yaitu penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan
komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan oleh komunikan.
2) Kesenangan, yaitu suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat,
akrab, dan menyenangkan.
3) Mempengaruhi sikap, yaitu kemampuan persuasif komunikator dalam
penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan.
4) Hubungan sosial yang baik, yaitu tumbuhnya perasaan ingin bergabung
dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, serta ingin mecintai dan
dicintai.
5) Tindakan, yaitu tindakan nyata yang dilakukan komunikasi setelah terjadi
pengertian, pembentukan dan perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan yang baik.

Menurut Penulis, Peta konsep dan gaya kepemimpinan yang dikemukakan di atas
memberi pemahaman tentang keberagaman perspektif setiap pakar dalam memahami
karakteristik manusia yang akan memimpin atau dipimpin. Keberagaman gaya
kepemimpinan ini juga meneguhkan arti penting dan peranan kepemimpinan dilihat dari
dimensi ruang di rumah, di sekolah dan di masyarakat atau di kelompok mana saja
dan dimensi waktu dulu, saat ini, dan di masa datang, termasuk di hari kiamat, karena
orang beragama meyakini bahwa setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Karena itu, artikulasi teori dan gaya kepemimpinan pada tataran
ilmiah akan membawa implikasi multi-dimensional terhadap basis teoritis dan
representasi perilaku aktor yang memerankan gaya kepemimpinan tertentu. Tipe
49

pemimpin penentang yang menganut teori reward and punishment cenderung akan
menampilkan perilaku yang suka mengintimidasi dan mencercah atau sebaliknya
memberikan penguatan
50

BAB 3
RANGKUMAN

Besarnya pengaruh langsung kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar


0.337, sedangkan pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan melalui motivasi
sebesar 0,645. Kepemimpinan dan Budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi
karyawan sebesar 0,805 atau 80.5%, sedangkan sisnya sebesar 19.5% merupakan
pengaruh yang berasal dari faktor lain selain kepemimpinan dan budaya organisasi.
Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku
seorang pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buah, apa yang dipilih oleh
pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota
kelompok membentuk gaya kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penjelasan
mengenai beberapa aspek kepemimpinan dan teori yang memiliki nilai praktis karena
digunakan untuk memahami, memprediksi dan mengendalikan sukses kepemimpinan
secara lebih baik. Karena itu, artikulasi teori dan gaya kepemimpinan pada tataran ilmiah
akan membawa implikasi multi-dimensional terhadap basis teoritis dan representasi
perilaku aktor yang memerankan gaya kepemimpinan tertentu. Tipe pemimpin penentang
yang menganut teori reward and punishment cenderung akan menampilkan perilaku yang
suka mengintimidasi dan mencercah atau sebaliknya memberikan penguatan.
Soal :
1. Jelaskan secara singkat perbedaan masing-masing teori kepemimpinan !
2. Apakah perbedaan dari masing-masing teori kepemimpinan memberikan pengaruh
yang besar terhadap kinerja suatu kepemimpinan di dalam suatu organisasi ?
3. sebutkan dan jelaskan secara singkat 3 pendekatan dalam komunikasi ?
51

Daftar Pustaka
Bass, B.M. (1985). Leadership and Performance Beyond the Expectations. New York;
Pree Press.
Bass B.M. dan Avolio, B.J. (1993). Transformational Leadership dan Organizational
Culture. Public Administration Querterly. 17(1): 112-17.
Bastian, Dian Razak. (2017). Pengaruh Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi
Terhadap Motivasi dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan PD. Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Kapetakan Cirebon. Bandung: Program Magister
Manajemen Fakultas Pascasarjana Universitas Pasundan.
Bycio et al., (1995). Conceptualization of Transactional and Transformational
Leadership., Journal of Aplied Psychology, 80(4):468-78
French, Wendell L., et.al. (ed.) (2000). Organization Development and Transformation:
Managing Effective Change. Singapore: Irwin McGrall-Hill Gilley,
Jerry W. and Ann Maycunich. (2000). Beyond the Learning Organization. Cambridge:
Perseus Books.
Lussier, Robert N. and Christopher F. Achua. (2001). Leadership: Theory, Application,
Skill Development. United States: South-Western College Publishing,
Manz, Charles C and Henry P. Sims Jr. (2001). The New Super Leadership: Leading
Others to Lead Themselves, Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Nurwati, Umar Nirman & Margono S.S. (2012). Pengaruh Kepemimpinan Terhadap
Budaya Organisasi, Komitmen Kerja, Perilaku Kerja, dan Kinerja Pegawai.
Kendari: Fakultas Ekonomi Huluoleo.
Pawikan, Ari Sapta N. (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif Kepala
Sekolah Terhadap Kinerja Guru Sekola Menengah Pertama Sekecamatan
Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Podungge, Robiyati dan Moh. Agussalim Monoarfa. (2014). Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Partisipatif Terhadap Pengambilan Keputusan Di Desa Longalo
Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bulango. Gorontalo : Universitas
Negeri Gorontalo.
52

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta: EGC.

Prakoso, Sabdo Teguh. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Disiplin


Kerjaterhadap Kinerja Pegawai Perum Perhutani KPH Kedu Utara. Yogyakarta:
Program Studi Manajemen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta.
Purba, Juli Rostandi dan Achmad Fathi. 2012. Gaya Kepemimpinan Dan Manajemen
Konflik Kepala Ruangan Di Instalasi Rindu A Rsup H. Adam Malik Medan.
Vol. 1 (2).

Siauw Y. (2012). Peranan Kepemimpinan dan Sistem Pengendalian Manajemen Dalam


Mengatasi Masalah Pengendalian. Surabaya: Jurusan Ukuntasi, Fakultas Bisnis dan
Ekonomika, Universitas Surabaya.
Soeyitno, Adisty Herwidaningtyas. 2013. Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap
Gaya Kepemimpinan Partisipatif Atasan dengan Kinerja Karyawan Di RS Muji
Rahayu Surabaya. Surabaya: Fakultas Psikologis Universitas Airlangga Surabaya.
Tambunan, Daniel dan Elfrida Nainggolan. 2013. Gaya Kepemimpinan Kepala
Ruangan Dan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap Rs
Hkbp Balige. Jurnal Keperawatan HKBP Balige, Vol.1 No.1. ISSN 2338-
3690. Sumatera Utara: Akademi Keperawatan HKBP Balige.

Anda mungkin juga menyukai