Aksiologi 1
Aksiologi 1
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala
limpahan rahma, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu..
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini tidak mungkin
terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak.
Akhirnya kata saya meminta maaf atas kesalahan serta kekhilafan yang penulis perbuat baik
sengaja maupun tidak sengaja. Saya berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk serta rahmat-Nya kepada kita semua.
Penulis
PENDAHULUAN
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu axios
yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai
dalam berbagai bentuk.
Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
menimbulkan bencana.
Dalam perkembangan sejarar etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang
menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan
setiap kegiatan manusia mengejar tujuan, tujuan manusia adalah mendapatkan kebahagiaan.
DAFTAR ISI
I.PENGERTIAN AKSIOLOGI
V. JUSTIFIKASI MORALITAS
Etika Egoisme
Egoisme Psikologis
VII. TEORI TEORI ANALITIK ATAU MATAETIK
Relativisme Sosiologis.
Relativisme Etik.
Relativisme Metaetik.
BAB II . PEMBAHASAN
I.PENGERTIAN AKSIOLOGI
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu axios
yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai
dalam berbagai bentuk.
Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.
1. Moral Conduct yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social
politik.
Menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa
pengetahuan adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai
kebahagiaan hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk
melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. .
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk
suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem
politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak
bila masalah masalah itu dapat diselesaikan
Permula adanya teori umum dari terjadinya perdebatan antara Alexius Meinong dengan
Christian von Ehrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber nilai. Alexius Meinong
berpendapat sumber nilai adalah perasaan (feeling) atau perkiraan adanya kesenangan
terhadap suatu objek. Christian von Ehrenfels berpendapat sumber nilai adalah hasrat atau
keinginan (desire). Menurut pendapat keduanya nilai adalah milik objek itu sendiri .
Pendukung dari objektivisme aksiologi mencangkup Plato, Aristoteles , St. Thomas Aquinas,
Maritain, Rotce, Alexander , dan lain- lainnya.
1. Bosanquet ( idealisme )
Nilai adalah kualitas tertentu dari suatu objek, kejujujuran apa adanya, tetapi
manifestasinya diilhamkan kedalam sikap pikiran manusia.
1. Scheler (fenomenologi)
Nilai adalah esensi yaitu entitas yang ada dengan sendirinya yang diintuisikan secara
emosional.
Penetapan nilai tunduk pada standar yang sama pada pengetahuan dan validitas seperti halnya
penilaian empiris kognitif lainnya.
1. G. E. moore ( Intuisime)
Nilai adalah suatu yang tidak dapat diterangkan , yakni tidak dapat dianalisis, tidak dapat
direduksi dari terma itu sendiri,meskipun nilai adalah suatu tindakan.
Subjektivisme Aksiologi
Penentuan nilai mereduksi penentuan nilai ke dalam statemen yang berkaitan dengan sikap
mental terhadap suatu objek atau situasi dan penentuan sejalan dengan pernyataan benar atau
salah. Subjektivisme aksiologi cenderung mengabsahkan teori etika yang disebut hedonism,
sebuah teori yang mengatakan kebahagian sebagai criteria nilai dan naturalism yang meyakini
bahwa suatu nilai dapat direduksi ke dalam psikologis.
Pendukung subjektivisme aksiologi adalah Hume , Perry, Prall, Parker, Santayana, dan lainnya.
1. Hume ( skeptisime )
1. Sarte (eksistensialisme)
Nilai adalah kualitas empiris yang tidak dapat dijelaskan menyatu dengan kebahagian perasaan
daripada berpikir bagaimana kita ingin merasakannya.
1. D. H. Parker (humanisme)
1. Perry (naturalisme)
Semua objek dari kepentingan sebagai suatu hubungan yang saling terkait antara kepentingan
dengan objek.
Pandangan ini mengatakan bahwa penentuan nilai adalah ekspresi emosi atau usaha untuk
membujuk yang semua itu tidak faktual.
Emotivisme : Nilai adalah suatu nilai yang tidak dapat dijelaskan dan bersifat emotif walaupun
memiliki makna secara faktual.
Asal mula emotivisme yaitu dengan adanya G. E. Moore mengajarkan tentang kebahagian yang
tidak dapat dijelaskan tetapi kebaikan secara factual dletakkan pada suatu tindakan atau objek,
dengan I.A.Richard membedakan antara makna factual dan makna emotif.
Nilai adalah sebuah ekspresi perasaan dan kebiasaan daripada sebuah pernyataan terhadap
suatu fakta.
Nilai adalah fungis ekspresif , member cela bagi perasaan , dan statemen yang bersifat emotif
atau nonkognitif.
Nilai adalah fungsi persuasive dan tidak memiliki objek kesalahan seperti benar dan salah,
maka persuasi diperlukan dapat diterima.
Dalam teori etika yang normative dan metaetik harus dibedakan dan dapat dilakukan :
1. Etika normative yaitu mengidentifikasikan satu atau lebih dari prinsip moral secara luas
yang setiap orang menggunakannya sebagai petunjuk, kode moralitas yang bersifat
ideal atau benar.
2. Etika Metaetik yaitu menganalisis satu atau lebih cara untuk penentuan moral yang
diterapkan secara actual.
Etika normatif dibedakan menjadi teleological atau deontologikal atau varian dari kombinasi
keduannya (masalah yang berkaitan dengan nilai). Sedangkan metaetika dibagi menjadi
kognitifis atau nonkognitifis.
Fakta fakta yang harus dipertimbangkan dalam pembedaan teori etika yang bersifat teleologis
dengan deontologis yaitu:
Menurut Bentham teleologis adalah kebaikan konsekuensi dan nilai moral adalah hasilnya.
Deontologis adalah member jawaban yang berbeda berdasarkan cabang keduanya yaitu formal
atau intuisionistik.
Teori etika berkaitan dengan hasil akhir atau kebaikan ketimbang sebagai kewajiban moral.
Teori teleologis lebih cenderung mengembangkan satu kebaikan intrinsic a priorir sebagai
sebuah moral standar seperti kebahagian.
1. Penentuan etis dapat direduksi atau dianalisis ke dalam nonetis atau istilah deskriptif.
2. Penentuan etis dalam arti hasil akhir yang bersifat duniawi sebagai kebalikan dari
spiritual atau kebaikan yang lain.
Baik adalah kesenangan sebagai sesuatu yang baik atau pemenuhan tujuan seseorang.
Baik adalah objek dari semua kepentingan sebagai sebuah sikap rasional.
v. Paley ( utilitarianisme )
Baik adalah apa yang dikehendaki oleh Tuhan untuk kebahagian manusia.
Etika deontologis menekankan sifat pembuktian dari yang benar menjadi sesuatu yang lahir
sari penalaran, intuisi, dan rasa moral. Tindakan deontologis merupakan salah satu bentuk dari
etika kontekstual.
V. JUSTIFIKASI MORALITAS
Etika Egoisme
Setiap orang harus melakukan kepentingan pribadinya dan mengabaikan kepentingan orang
lain kecuali jika ada kaitannya dengan kepentingan pribadi.
Kepentingan sesorang seharusnya memaksimalkan kesenangan sendiri dan secara umum. Dan
penganut etika egoisme lainnya adalah protogoras dan filosoft yunani.
Egoisme Psikologis
Egoisme psikologi adalah sebuah teori etika tidak memiliki makna , karena tidak seorang pun
dapat melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinannya.
Mataetik adalah sebuah kajian tentang moral atau penilaian moral sebagai kebaikan dari etika
normative deskriptif dan analisis daripasa preskriptif dan substantive.
Teori teori Kognitivis dan Nonkongnitif..
Teori kognitivis yaitu menyatakan term atau pernyataan etis itu bersifat informatif.
Teori nonkronganitif yaitu menolak term atau pernyataan etis itu bersifat informatif.
Fallasi Naturalistik.
Fallasi naturalistic adalah nama dari sebuah usaha dalam teori metaetika yang mendefinisikan
etis (nonnatural) ke dalam istilah nonetis (natural) mendefinisikan baik sebagai kesenangan.
Dalam teori etika relativisme menolak keberadaan standar moral secara luas.
Relativisme Sosiologis.
Relativisme sosialogis menyatakan bahwa fakta merupakan keyakinan moral yaitu berbeda
antara budaya satu dengan lainnya.
Relativisme Etik.
Relativisme Metaetik.
PENUTUP
KESIMPULAN
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu axios
yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai
dalam berbagai bentuk
1.Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk
suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem
politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak
bila masalah masalah itu dapat diselesaikan
Dan aksiologi terdiri dari berbagai macam sub seperti teori teori tentang nilai , teori etika,
justifikasi , teori-teori analitik atau mataetik dan etika relativisme.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2124658-dimensi-aksiologi-dalam
filsafat-pendidikan/
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
Dari latar belakang diatas dapat kia ambil tujuan dari penulisan makalah ini. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini yaitu kami akan menjelaskan tentang dimensi aksiologis di
dalam kajian filsafat ilmu serta teori-teori yang membahas mengenai dimensi aksiologis
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos
artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika[1]. Dalam
Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan dengan value
and valuation
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit
seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup
sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian[2].
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau
nilai dia[3].
Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau
dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian
filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama.
sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material. (Koento,
2003: 13). Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi
aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang di peroleh[4].
b. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu[5].
c. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer
mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi
lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara
moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan
estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku
orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang
karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai
yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan[6].
Menurut Bramel dalam Amsal (2009), Aksiologi terbagi tiga bagian[7] :
1) Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2) Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan.
3) Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social
politik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut: Menurut
bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau
ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai
untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi, Azra. . Integrasi Keilmuan. Jakarta : PPJM dan UIN Jakarta Press.
Bakhtiar, Amsal. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Bidin, Masri Elmasyar, dkk. . Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum.
Jakarta : UIN Jakarta Press.
Kattsoff, Louis O. 2004. Unsur-Unsur Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Salam Burhanuddin. 1997. Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Reneka
Cipta.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangan di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Wihadi, Admojo, et.al. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Filsafat dalam bahasa arab berarti falsafah, dan dalam bahasa yunani philosopia yang
mempunyai arti philos adalah cinta dan sopia adalah pengetahuan atau dalam artian
philosopia adalah cinta kepada kebijaksanaan / kebenaran.
Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan, dalam filsafat juga ada yang
mempelajari tentang Aksiologi yang sangat berguna untuk berfilsafat. Keingintahuan adalah
salah satu pemicu kita untuk berfilsafat, dan begitu juga dengan keragu-raguan, filsafat
merupakan pemikiran secara rasional.
Jika mempelajari Aksiologi maka kita telah mempelajari sebagian cara berfilsafat,
dimana berfilsafat itu sangat penting dan jika kita tidak berfilsafat kita tidak akan maju, itu
dalam artian berfilsafat adalah berfikir secara abstrak.
2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
3. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
Moore (dalam Kattsoff, 2004: 325) mengatakan bahwa baik merupakan pengertian
yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu.[2]
Kata baik dipakai dalam arti yang berbeda-beda dalam masing-masing pernyataan,
sepertiini pisau baik, sudah pasti yang saya maksudkan berbeda apabila saya mengatakan
pisau merupakan sesuatu yang baik. Contoh lain pembelian yang baik, berarti pembelian
yang didalamnya Nilai uang yang dibayarkan lebih rendah dibandingkan dengan Nilai
barang yang dibelinya,[3]dengan kata lain penulis dapat menyimpulkan bahwa Yang-Baik
itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang bermanfaat bagi seseorang.
Kata Nilai merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan
sejumlah hal yang lain.[4]
Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang
muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam
segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya
dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif
akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang.[5]
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit
seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas
mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau
nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti
nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau
dinilai.
Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan
moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.[9]
Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk
(good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and
and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.[10]
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.[11]
Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat
dijawab dengan tiga macam cara yaitu[12]:
Situasi nilai meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan suatu
subyek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu obyek yang diberi
nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai ditambah perbuatan penilaian.[13]
Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan
logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal, teori, axiologi
artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,kriteria dan status metafisik dari nilai.[14]
Problem utama aksiologi ujar runes berkaitan empat faktor [15]:
1. Kodrat nilai berupa problem mengenai apakah nilai itu berasl dari keinginan,
kesenangan, kepentingan, keinginan rasio murni.
2. Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan antara nilai intrinsik, ukuran untuk
kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental (baik barang-barang ekonomi
atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsik.
3. Kriteria nilai (ukuran nilai yang di butuhkan).
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum, sebagai
landasan ilmu, aksiologi membicarakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan?.[16]
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat Nilai, pada umumnya
ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.[17]
1. Suatu subyek yang memberi Nilai yang sebaiknya kita namakan segi pragmatis.
2. Suatu obyek yang diberi Nilai-yang kita sebut segi semantis.
3. Suatu perbuatan peNilaian.
4. Suatu Nilaiditambah perbuatan peniaian.
Makna Nilai[21]:
1. Mengandung Nilai
2. Merupakan Nilai
3. Mempunyai Nilai
4. Memberi Nilai
Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata lain,
kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang barang
tersebut dan dapat membantu melukiskanya. [22]Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat
diketahui melalui pengalaman.[23]
Kualitas merupakan sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek atau suatu segi
dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang tersebut dan dapat membantu
melukiskannya.[24]Adapun kualitas empiris didefinisikan sebagai kualitas yang diketahui
atau dapat diketahui melalui pengalaman.[25]
Jika Nilai merupakan suatu kualitas obyek atau perbuatan tertentu, maka obyek dan
perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas Nilai-Nilai, tetapi tidak mungkin
sebaliknya. Contoh pisang itu kuning tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa kuning itu
pisang, karna kuning bermacam-macam.[26]
Kenyataan bahwa Nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti Nilai tidak dapat
dipahami. Nilai bersifat subyektif, contoh si A mengatakan bahwa si gadis itu cantik, tapi si
B mengatakan bahwa si gadis itu jelek[27]
Pandangan orang Amerika dalam bukunya bahwa jika saya mengatakan x berNilai
maka dalam arti yang sama saya dapat mengatakan saya mempunyaikepentingan pada x.
Sikap setuju atau menentang tersebut oleh Perry ditunjuk dengan istilah kepentingan.[28]
Dewey (dalam Kattsoff, 2004: 332) menyatakan bahwa nilai bukanlah sesuatu yang
dicari untuk ditemukan. Nilai bukanlah suatu kata benda atau kata sifat. Masalah nilai
berpusat pada perbuatan memberi nilai. Dalam Theory of Valuation, Dewey mengatakan
bahwa pemberian nilai menyangkut perasaan dan keinginan. Pemberian nilai juga
menyangkut tindakan akal untuk menghubungkan sarana dan tujuan.[29]
Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal
tersebut mempunyai Nilai,[30] jadipenulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah
kepentingan.
Sejumlah hal yang telah saya perbincangkan yang bersifat penolakan terhadap teori
Nilai yang didasarkan atas kepentingan kiranya menyebabkan tampilnya teori lain, yaitu
Teori Pragmatis. Pragmatisme mendasarkan diri atas akibat-akibat, dan begitu pula halnya
dengan teori pragmatisme mengenai Nilai.[31]Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Teori
Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.
Esensi tidak dapat di tangkap secara inderawi. Ini berarti bahwa nilai tidak dapat di
lakukan sebagaimana kita memahami warna.
2. AKSIOLOGI SAIN
Apa guna atau nilai dari Sain ? secara umum teori berarti pendapat yang beralasan,
sekurang-kurangnya kegunaan teori Sain ada tiga yakni[36]:
Menurut teori Sain anak-anak yang orang tuanya cerai, pada umumnya akan
berkembang menjadi anak nakal, penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak mendapat
pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya.
Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah mengatahui juga faktor penyebab
terjadinya gejala itu, dengan mengutak-atik faktor penyebab itu, ilmuwan dapat membuat
ramalan. Dalam bahasa ilmuwan ramalan itu di sebut prediksi.
Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi anak-anak mereka akan nakal. Adakah upaya
agar anak-anak nakal ? Ada, upaya itulah yang di sebut kontrol.
a. Mengidentifikasi masalah
3) Netralitas Sain
Artinya sain tidak memihak pada kebaikan dan juga tidak memihak pada
kejahatan.[38]
3. AKSIOLOGI FILSAFAT
4. AKSIOLOGI MISTIK
Pengetahuaan mistik tidak menyelesaikan masalah dengan proses inderawi dan tidak
juga melalui proses rasio. Mistik ialah kegiatan spiritual tanpa penggunaan rasio, sedangkan
mistik-magis adalah kegiatan mistik yang mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh
sesuatu yang diingini penggunanya.[42]
Mistik magis dibagi menjadi dua yaitu mistik magis putih yaitu mistik magis yang
kebanyakan digunakan untuk mengobati.[43] Pemilik mistik magis putih ini menyadari
bahwa kekuatan tuhan baik yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firmanya dapat di
gunakan oleh manusia, dan mistik magis hitam yaitu mistik yang digunakan untuk
meningkatkan harga diri dan dikatakan hitam karena penggunanya untuk kejahatan.[44]
BAB
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Moore (dalam Kattsoff, 2004: 325) mengatakan bahwa baik merupakan pengertian
yang bersahaja, namun tidak dapat diterangkan apakah baik itu
Kata Nilai merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan
sejumlah hal yang lain.
Bahwa Yang-Baik itu merupakan sesuatu yang didalamnya terdapat unsur yang
bermanfaat bagi seseorang.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata lain,
kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang barang
tersebut dan dapat membantu melukiskanya.Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat
diketahui melalui pengalaman.
Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal
tersebut mempunyai Nilai, jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Nilai ialah kepentingan.
Teori Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap
bernilai.
Nilai sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu
tersebut.
a. Mengidentifikasi masalah
Pengetahuaan mistik tidak menyelesaikan masalah dengan proses inderawi dan tidak
juga melalui proses rasio. Mistik ialah kegiatan spiritual tanpa penggunaan rasio, sedangkan
mistik-magis adalah kegiatan mistik yang mengandung tujuan-tujuan untuk memperoleh
sesuatu yang diingini penggunanya.
2. SARAN
Sebelumnya kami penyusun makalah ini mohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan kata-kata, dan makalah kami pun di sini masih belum sempurna, untuk itu
sekiranya apabila masih di rasa pembaca masih belum cukup bahasan-bahasan di dalam
makalah ini di sarankan untuk mencari sumber referensi dari buku-buku atau sumber-sumber
yang semacamnya.
[1] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 325
[2]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[3]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 326
[4]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 327
[5] http://suksespend.blogspot.com/2009/06/makalah-landasan-ontologi-epistemologi.html
[6] http://yudiarputra05.blogspot.com/2011/08/makalah-aksiologi.html
[7]http://yaniskusmardanaspd.blogspot.com/2011/10/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html
[8]http://yaniskusmardanaspd.blogspot.com/2011/10/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html
[9] http://yaniskusmardanaspd.blogspot.com/2011/10/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html
[10]http://yaniskusmardanaspd.blogspot.com/2011/10/makalah-aksiologi-filsafat-ilmu.html
[11]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[12]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[13]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[14]Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2001
Hal 26
[15]Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta : 2001
Hal 27
[17]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 327
[18]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 328
[19]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 329
[20]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 331
[21]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 332
[22]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 333
[23]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 333
[24]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[25]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[26]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 334
[27]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 335
[28]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 337
[29]http://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
[30]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 338
[31]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 339
[32]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 344
[33]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 345
[35]Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Tiara Wacana Yogya.
Yogyakarta: 1986. Hal 345
[36] Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 37
[37]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 43-44
[40]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 104
[41]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 123
[42]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 125
[43]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 123
[44]Ahmad Tafsir. Filsafat Ilmu. Remaja Rosdakarya. Bandung: 2004 Hal 124
Dalam mengkaji ilmu pengetahuan, terdapat sudut pandang yang dikategorikan ke dalam tiga
dimensi, yaitu dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis. Sebelum membahas spesifik mengenai
Aksiologi. Terlebih dahulu akan dibahas mengenai ketiga dimensi sudut pandang ilmu pengetahuan;
Menurut Ihsan (2010, hal 223) Pembedaan sudut pandang tersebut hanya merupakan
pengkategorian semata. Dalam praktiknya ketiga sudut pandang ini tidak terpisahkan.
1. Ontologis
Mengutip dari Angeles (Ihsan; 2010, hal 223) Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani yang
berarti yang sungguh-sungguh ada, kenyataan yang sesungguhnya, sedangkan logos memiliki arti
studi tentang, sehingga Menurut Ihsan (2010, hal 223) Ontologi merupakan studi yang membahas
mengenasi sesuatu yang ada.Adapun yang dimaksud ontologi, mengutip Kastoff (Ihsan; 2010, hal
223) ontologi diartikan sebagai metafisika umum yaitu cabang filsafat yang mempelajari sifat dasar
dari kenyataan yang terdalam, ontologi membahas asas-asas rasional dari kenyataan. Definisi lainnya
dari Sarwa (Jalaluddin; 2013, 157) ontologi adalah kajian yang memusatkan diri pada pemecahan
esensi sesuatu, atau wujud, tentang asas-asas dan realitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
2. Epistimologis
Sudut pandang yang kedua adalah Epistimologis, dimana epistimologi berasal dari bahasa
Yunani episteme yang berarti Pengetahuan, pengetahuan yang benar,pengetahuan ilmiah, dan
logos yang berarti teori (Jalaluddin; 2013, 160). Epistimologi sering disebut Theory of knowledge.
Menurut Ihsan (2010, 225), epistimologi dapat didefinisikan sebagai dimensi filsafat yang
mempelajari asal mula, sumber, manfaat, dan sahihnya pengetahuan. Menurut Suriasumantri
(Jalaluddin; 2013: 160) Epistimologi sebagai teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap
proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Epistimologi menjadi dasar
pijakan dalam memberikan legitimasi bagi suatu ilmu pengetahuan untuk diakui sebagai disiplin
ilmu, Aspek epistimologi yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah metode
Epistimologi merupakan aspek yang membahas mengenai asal, sumber, proses suatu pengetahuan
3. Aksiologis
Dimensi aksiologis berasal dari kata aksios yang berarti nilai dan logos berarti ilmu atau
teori.(Ihsan, 2010: 207) Aksiologi membahas mengenai hakikat nilai, sehingga biasa disebut Filsafat
tentang nilai (value). Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai
sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian,
serta penerapan ilmu. Dan definisi aksiologi menurut Bramel (dalam Amsal, 2009:163) aksiologi
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan.
3. Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social politik.
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori
atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi bisa juga disebut sebagai the theory of
value atau teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut Suriasumantri
(1987:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di
peroleh. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono aksiologi
adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian
Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk
(good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and).
Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Menurut Bramel
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation:
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik
dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering
dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah
1.3. Fakta
Menurut Vardiansyah (2008:3) pengertian fakta (bahasa Latin: factus) ialah segala sesuatu
yang tertangkap oleh indra manusia. Catatan atas pengumpulan fakta disebut data.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1990) memberikan penjelasan tentang fakta objektif dan fakta
ilmiah. Fakta objektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan
atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakanrefleksi terhadap fakta obyektif
dalam kesadaran manuasia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsifakta obyektif dalam bahasa
tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bagunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis
itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan oleh bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan
Fakta sering kali digunakan oleh para ilmuwan untuk merujuk pada data-data eksperimen
ataupun pengamatan objektif yang dapat diverifikasi. "Fakta" juga dapat digunakan secara lebih luas
untuk merujuk pada hipotesis apapun yang memiliki bukti-bukti yang sangat banyak dan kuat.
Fakta seringkali diyakini oleh orang banyak (umum) sebagai hal yang sebenarnya, baik karena
mereka telah mengalami kenyataan-kenyataan dari dekat maupun karena mereka dianggap telah
Para ilmuwan sering kali menggunakan kata "fakta" untuk menjelaskan sebuah pengamatan.
Tetapi, para ilmuwan juga dapat menggunakan fakta untuk memaksudkan sesuatu yang telah diuji
ataupun terpantau berkali-kali sedemikiannya tidak terdapat lagi alasan yang kuat untuk terus-
Dalam istilah keilmuan fakta adalah suatu hasil observasi yang obyektif dan dapat dilakukan
verifikasi oleh siapapun. Diluar lingkup keilmuan fakta sering pula dihubungkan dengan:
Suatu hasil pengamatan jujur yang diakui oleh pengamat yang diakui secara luas
- Galat biasa terjadi pada proses interpretasi makna dari suatu observasi.
- Kekuasaan kadang digunakan untuk memaksakan interpretasi politis yang benar dari suatu
pengamatan.
Suatu kebiasaan yang diamati secara berulang; satu pengamatan terhadap fenomena apapun tidak
menjadikan itu sebagai suatu fakta. Hasil pengamatan yang berulang biasanya dibutuhkan dengan
1.4 Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan
hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah.
mengenai suatu sektor tertentu dari suatu disiplin ilmu, dan dianggap benar. Teori adalah
pengetahuan ilmiah yang memberi penjelasan mengapa suatu gejala terjadi. Teori memerlukan
tingkat keumuman yang tinggi, yaitu bersifat universal supaya lebih berfungsi sebagai teori ilmiah.
b. Elemen teori memberikan gambaran sistematis mengenai fenomena melalui penentuan hubungan
antar variabel;
c. Tujuan teori adalah untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena alamiah.
- Teori Formal, yaitu mencoba menghasilkan suatu skema konsep dan pernyataan dalam masyarakat
atau interaksi keseluruhan manusia yang dapat dijelaskan. Berusaha menciptakan agenda
keseluruhan untuk praktik teoritis masa depan terhadap klaim paradigma yang berlawanan, atau juga
berusaha mempunyai karakter yang fundasional, yaitu mencoba untuk mengidentifikasi seperangkat
prinsip tunggal yang merupakan landasan puncak untuk kehidupan dan bagaimana semuanya dapat
diterangkan.
- Teori Substantif, yaitu mencoba untuk tidak menjelaskan secara keseluruhan tetapi lebih kepada
menjelaskan hal-hal khusus, misalnya hak pekerja, dominasi politik, perilaku menyimpang.
- Teori Positivistik, yaitu mencoba untuk menjelaskan hubungan empiris antara variabel dengan
menunjukkan bahwa variabel-variabel itu dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan teoritis yang
lebih abstrak.
- Menjelaskan
Teori hukum dilaksanakan dengan cara menafsirkan sesuatu arti/pengertian, sesuatu syarat atau
unsur sahnya suatu peristiwa hukum, dan hirarkhi kekuatan peraturan hukum.
- Menilai
- Memprediksi
Teori hukum digunakan untuk membuat perkiraan tentang sesuatu yang akan terjadi.
1.5 Hukum
Hukum merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih
dalam suatu kaitan sebab akibat sehingga memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi
sebagai akibat suatu kejadian. Misalnya, apa yang akan terjadi bila harga suatu barang naik
Menurut Rahardjo (2009) pengertian hukum tersebut dibahas dari perspektif filsafati dan
bersifat normatif yang dilahirkan dari kehendak manusia atau masyarakat untuk menciptakan
keadilan.
Menurut E. Utrecht, Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan
jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu. E. Utrecht
mengartikan keberadaan hukum ini yaitu, hukum sebagai alat daripada penguasa yang dapat
memberi atau memaksakan sanksi terhadap pelanggar hukum karena dalam penegakan hukum jika
Sedangkan menurut Van Kan, Hukum sebagai seluruh peraturan hidup manusia yang bersifat
memaksa demi melindungi kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat, tujuan hukum yakni
menjaga ketertiban dan perdamaian. Didirikannya Peraturan hukum membuat orang akan dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidup manusia dengan cara yang tertib. sehingga tercapai
hukum, merupakan sebuah sistem yang dibuat manusia untuk membatasi perilaku manusia agar
tingkah laku manusia ini dapat terkontrol dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum adalah aspek
paling penting dalam pelaksanaan sebuah rangkaian kekuasaan kelembagaan seperti kehidupan
bernegara.
Hukum secara tugas akan menjamin adanya kepastian peraturan dalam masyarakat. Maka
dari itu, di setiap masyarakat akan memiliki hak untuk mendapat pembelaan di mata hukum.
Sehingga hukum dapat diartikan sebagai peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis dan tidak
tertulis yang bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi yang
melakukan pelanggaran. Hal ini mungkin berbeda dengan hukum karma yang mungkin tidak memiliki
efek secara langsung. Namun hukum buatan manusia tentu harus kita patuhi, jika tidak akan langsung
1.6 Teknologi
Menurut Sukardi (2003:35) secara epimologis, akar kata teknologi adalah "techne" yang berarti
serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu objek, atau
kecakapan tertentu, atau pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau metode dan seni. Pendapat
lainnya dikemukakan oleh David L. Goetch (2000 : 50) : People tools, resources, to solve problems or
to extend their capabilities, Arnold Pacey The application on scientific and other knowledge to
practical task by ordered systems, that involve people and organizations, living things and machines
dan Jujun S. Suriasumantri (2007:12) teknologi adalah penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan
masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak
(software).
1971:125)
2. Teknologi merupakan pengetahuan sistematis tentang seni industrial atau sebutan singkatnya sebagai
teknologi biologis, teknologi sosial dan teknologi pikir. (The Liang Gie, 1982:84)
4. Feibleman memandang teknologi sebagai pertengahan antara ilmu murni dan ilmu terapan, atau
merujuk pada makna teknologi sebagai keahlian atau skil. (The Liang Gie, 1982:84)
6. Karl Mark menggunakan istilah teknologi dalam tiga makna yang berbeda, yakni sebagai alat kerja,
pengajaran praktis dari sekolah industrial, dan ilmu tentang teknik. (The Liang Gie, 1982:84)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua
keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan mudah. Dan merupakan
kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu.
Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan,
kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga
manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia
dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat
manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk
memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat
negatif yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di
Bali dan Jakarta baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada
nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka
yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan
pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan
dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan
membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung
jawab seorang ilmuwan haruslah dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung
jawab akademis, dan tanggung jawab moral.
Pernyataan diatas berkaitan dengan wewenang penjelajahan sains, kaitan ilmu dengan
moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan telah
menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting. Karena itu, salah satu aspek
pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu Aksiologi
2. Sebagai pengetahuan mengenai teori nilai kegunaan ilmu.
C. Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Metode Pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori
atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam
Encyclopedia of Philosophy(dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan dengan value
and valuation :
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik,
menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai.
Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat
mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material (Koento,
2003: 13).
Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri (1990:234) aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157) memberikan definisi tentang
aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu
teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu
teori mengenai tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan
estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku
orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang
karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff (2004: 319) mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki
hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
f. Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163). Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan.
3. Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social politik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai
nilai khususnya etika. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat.
Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga
bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus
diperhatikan sebaik baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi
aksiologi keilmuan.Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar produk keilmuwan
sampai dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
2. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika dimana makna
etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan perbuatan,
tingkah laku, atau yang lainnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud aksiologi?
1.3.Tujuan
1. Untuk memahami arti dan maksud dari aksiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
Aksiologi merupakan bagian ketiga dari kajian filsafat setelah ontologi dan epistomologi. Jika
dalam kajian entologi mempertanyakan tentang objek apa yang akan ditelaah dan pada kajian
epistomologi berkaitan dengan bagaimana asal, sifat dan jenis pengetahuan, sedangkan aksiologi
merupakan cabang filsafat yang memepertanyakan bagaimana manusia menggunakan dan
memanfaatkan ilmunya.
Kata aksiologi berasal dari bahasa yunani, dari kata axsios yang artinya nilai dan logos artinya
ilmu atau teori. Aksiologi juga sering disebut dengan teori of value. Aksiologi adalah teori yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam kajian aksiologi ini pertanyaan
yang sering digunakan untuk membedakan antara aksiologi dan kajian filsafat yang lainnya yaitu: 1)
untuk apa pengetahuan itu digunakan?, 2) Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan
kaidah-kaidah moral?, 3) Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral.
Menurut kamus besar bahasa indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang
disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala
tertentu dibidang pengetahuan ilmu. Ilmu bukan sekedar pengetahuan tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu.
Sedangkan kata moral berasal dari bahasa latin yaitu, mos yang berarti kebiasaan. Moral
berasal dari bahasa latin yaitu, moralitas adalah istilah manusia menyebut manusia atau orangl lainnya
dalam tindakan yang memepunyai nilai positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku,
tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan
pengalaman. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral.
Yang tidak memiliki nilai positif dimata manusia lainnya sehingga moral adalah mutlak yang harus
dimiliki manusia.
Asal usul yang melatar belakangi filsafat moral adalah istilah etika yang dipakai aristoteles.
Etika bersal dari bahasa yunani kuno etika yaitu etos sedangkan jamaknya taeta. Etos mempunyai
banyak arti yaitu tempat tinggal yang biasa, kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berfikir. Sedangkan arti dari taeta yaitu adat kebiasaan.
Ilmu merupakan unsur dari pengetahuan manusia karena dengan ilmu manusia dapat
memenuhi kebutuhannya secara praktis sehingga ilmu merupakan alat atau sarana untuk menulong
hidup manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan
teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai
penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan masalah praktis baik yang berupa perangkat keras
maupun perangkat lunak. Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala alam untuk tujuan
pengertian atau pemahaman namun lebih jauh lagi memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam
gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Disinilah masalah moral
muncul kembali namun dal;am kaitannya dengan faktor lain, kalau dalam kontempolasi moral
berkaitan dengan metafisika maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara
penggunaan ilmu pengetahuan atau secara filsafati dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah
moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Ilmu pengetahuan merupakan lanjutan konsepsional dari
ciri ingin tahu sebagai kodrat manusiawi. Tetapi ilmu pengetahuan itu menuntut persyaratan-
persyaratan khusus dalam pengaturannya (Bakker, 1990)
Teori tentang nilai dalam filsafat membahas tentang etika dan estetika dimana makna etika
mempunyai dua rati yaitu merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk emmebedakan perbuatan tingkah laku atau
yang lainnya. Nilai atau value dapat bersifat objektif kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tersebut tidak bergantung pada sabjek atau kesadaran yang menilai. Salah satu
nilai kegunaan ilmu yaitu dapat bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Tugas filsafat ilmu
pengetahuan adalah membuka pikiran kita untuk mempelajari dengan serius proses logis dan
imajinatif dalam kerja ilmu pengetahuan (Keraf, 2011).
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada
masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan
masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak
(software). Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala alam untuk tujuan pengertian dan
pemahaman, namun lebih jauh lagi memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut
untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Di sinilah masalah moral muncul kembali
namun dalam kaitannya dengan faktor lain. Kalau dalam tahap kontempolasi moral berkaitan dengan
metafisika maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan ilmu
pengetahuan. Atau secara filsafati dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau
dari segi aksiologi keilmuwan (Endrotomo, 2004).
Menurut Bakhtiar (2010) bahwa Berdasarkan sejarah tradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada
arahyang tak terkendai, tetapi ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk
mengendalikannya. Kekuasaan anusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh,
eksistensi ilmu pengetahuan bukan melulu untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah
yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri
kepada sang pencipta.
1. Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang
dinilai.
2. Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi
(perasaan).
Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran obyectivis sedangkan teori nilai alamiah dan
teori nilai emotif beraliran subyektivis.
Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan
suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang absolute itu eksis
dalam tatanan yang bersifat obyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tatanan moral yang
bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam
hubungan antar obyek, dan validitas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi atau perilaku manusia.
Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban
untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan preskripsi moralnya.
Bagi mereka janganlah percaya padanilai yang bersifat obyektif dan murni independent dari
manusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang
melakukan suatu yang benar ketika ia tahu degan nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa
hanyaorang jahat atu yang lalai ynag melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu
tuhan. Jadi dengan nalar atau peran tuhan nilai ultimo, obyektif, absolut yang seharusnya
mengarahkan perilakunya.
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini
memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan factual tetapi hanya merupakan
ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverivikasi, sekalipun
diakui bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia(Poedjawijatna, 2004).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem atau berhubungan menurut metode-metode tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Dalam aksiologi, hal yang paling
dipermasalahkan ialah nilai. Disini nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Selanjutnya, aksiologi dijelaskan sebagai
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Teori tentang nilai dalam filsafat dibagi menjadi
permasalahan etika dan estetika. Menurut (Rahmat , 2011) bahwa ilmu pengetahuan diperoleh secara
sahih dan andal dengan suatu penyelidikan ilmiah, yaitu penelitian, maka ia merupakan sebuah
proposisi yang timbul sebagai hasil dari kesimpulan suatu proses pencarian pengetahuan yang
sistematis dan terkontrol.
Etika dimaknai sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan manusia. Etika menilai perbuatan manusia yang berkaitan erat dengan norma-norma
kesusilaan manusia atau diartikan untuk mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan
tidak baik didalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Dalam filsafat estetika dapat dilihat pada sudut
indah dan jeleknya.
Nilai subjektif dapat bersifat subjektif dan objektif. Nilai dapat bersifat subjektif jika selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan,
intelektualitas. Hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang. Misalnya, seorang melihat matahari yang sedang terbenam disore hari. Akibat yang
dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa indahnya matahari
terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang dengan orang lain memiliki kualitas
yang berbeda. Sedangkan Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang
objektivisme. Objektivisme ini didasarkan suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki
kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak tergantung pada pendapat individu,
melainkan pada objektivitas fakta.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Jika seseorang
hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau
hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka
sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima
kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita menghadapi banyak
masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu
masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak
cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang
digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian
yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan
manusia.
Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung
dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Dibidang etika
tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun memberi contoh.
Seorang ilmuwan juga harus bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang lain,
kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Seorang ilmuwan secara moral tidak
akan membiarkan hasil penelitian atau penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain
meskipun yang mempergunakan bangsanya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Seorang ilmuwan mempunyai tanggungjawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Dalam menggunakan ilmu kita harus menggunakannya
untuk kepentingan bersama karena ilmu merupakan alat untuk meningkatkan taraf hidup dan
bermanfaat bagi setiap orang apabila ilmu yang kita dapat digunakan berdasarkan nilai atau etika,
kodrat dan martabat manusia. Maka dari itu kegunaan dan manfaat dari ilmu itu sendiri dikaji dalam
aksiologi. Dimana, Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Ilmu
menghasilkan teknologi yang diterapkan dan dikembangkan pada masyarakat. Teknologi dalam
perkembangannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga dapat menjadi
bencana bagi manusia.
3.2. Saran
Dewasa ini teknologi dan ilmu pengetahuan telah berkembang pesat. Manusia telah
menerapkan keduanya delam kehidupannya sehari hari. Namun, manusia juga masih banyak
menggunakan teknologi dan pengetahuan secara menyimpang maka hal ini yang menyebabkan
bencana pada manusia itu sendiri.
Dengan didukung oleh teknologi yang modern dan perkembangan ilmu pengetahuan yang
pesat seharusnya manusia memanfaatkan hal tersebut sebaik mungkin. Manusia dapat berpikir kreatif
agar memperoleh sesuatu yang diharapkan.
BAB 10
AKSIOLOGI
ILMU PENGETAHUAN
DAN MANFAATNYA BAGI MANUSIA
A. HAKIKAT AKSIOLOGI
Aksiologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai
landasan ilmu aksiologi mempertanyakan untuk pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan?
Bagaimana kaitan ntara cara penggunaan itu dan kaidah moral? Bagaimana penentuan jek yang
ditelaah berdasarkan pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang
merupakan operasionaliaasi metode ilmiah dan norma-norma moral atau profesional?
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S. Suriasumantri (2010)
mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan penggunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Menurut Francia Bacon dalam Jujun bahwa "pengetahuan adalah kekuasaan"
apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang
kalaupun terjadi malapetaka yang diaebabkan oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu
merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunaannya.
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, layak, pantas, patut
dan Logos yang berarti teori, pemikiran. Jadi Aksiologi adalah "teori tentang nilai". Aksiologi
merupakan teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan
moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu
ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan (seni/estetika). Ketiga, sosio political
life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosiopolitik. Jadi, aksiologi
yaitu teori tentang nilai-nilai ketiga aspek ini, yakni moral, keindahan, dan sosial politik.
Lebih lanjut, menurut John Sinclair dalam Jujun S. Suriasumantri (2010), dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial,
dan agama. Adapun nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap
insan. Aksilogi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Jadi, Aksiologi merupakan ilmu yang mempelaiari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfadtkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik
pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus diaesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat
dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.
Aksiologi bisa juga diaebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Menurut
Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh. Aksiologi merupakan kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,
kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Jadi, Aksiologi yaitu bagian dari filsafat yang
menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong),
serta tentang cara dan tujuan (means and objective). Aksiologi mencoba merumuskan suatu
teori yang konsiaten untuk perilaku etis.
Dewasa ini perkembangan ilmu sudah melenceng jauh dari hakikatnya, dimana ilmu
bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, melainkan
bahkan kemungkinan menciptitakan tujuan hidup itu sendiri. Di sinilah moral sangat berperan
sebagai landasan normatif dalam penggunaan ilmu, serta dituntut tanggung jawab sosial
ilmuwan dengan kapasitas keilmuannya dalam menuntun pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga tujuan hakiki dalam kehidupan manusia bisa tercapai.
Nilai suatu ilmu berkaitan dengan kegunaan. Guna suatu ilmu bagi kehidupan manusia
akan mengantarkan hidup semakin tahu tentang kehidupan. Kehidupan itu ada dan berproses
yang membutuhkan tata aturan. Aksiologi memberikan jawaban untuk apa ilmu itu digunakan.
Ilmu tidak akan menjadi sia-sia jika kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula.