Anda di halaman 1dari 20

PENETAPAN KADAR VITAMIN C SEBAGAI ASAM

ASKORBAT DALAM TABLET ESTER C


DENGAN MENGGUNAKAN METODE TITRASI IODIMETRI

I. TUJUAN

Mengetahui kadar vitamin C sebagai asam askorbat dari tablet Ester C


dengan menggunakan metode titrasi iodimetri.

II. PRINSIP

Berdasarkan reaksi reduksi oksidasi antara asam askorbat dengan iodium


dimana iodium tereduksi menjadi ion iodida dan asam askorbat teroksidasi
menjadi asam L-dehidroaskorbat yang secara reversibel menjadi asam L-
diketogulonat dengan menggunakan indikator amilum menghasilkan senyawa
kompleks berwarna biru.
III. REAKSI

3.1 Reaksi Standarisasi Larutan Iodium oleh Larutan Asam Askorbat


Reduksi : I2 + 2e 2I-

(Iodium) (Ion iodida)

Oksidasi :

O O O

C C C OH

HO C O C O C
O O
HO C - 2H+ - 2e O C OH- O C
+ 2H+ + 2e
H C H C H C OH

HO C H HO C H HO C H

H C OH H C OH H C OH

H H H

(Asam L-askorbat) (Asam L-dehidroaskorbat) (Asam L-diketogulonat)


3.2 Reduksi Oksidasi antara Iodium dan Asam Askorbat

Reduksi : I2 + 2e 2I-

(Iodium) (Ion iodida)

Oksidasi :

O O O

C C C OH

HO C O C O C
O O
HO C - 2H+ - 2e O C OH- O C
+ 2H+ + 2e
H C H C H C OH

HO C H HO C H HO C H

H C OH H C OH H C OH

H H H

(Asam L-askorbat) (Asam L-dehidroaskorbat) (Asam L-diketogulonat)


IV. TEORI

4.1 Teori Umum

Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama disebut


prakoenzim (procoenzyme), dan bersifat larut dalam air, tidak disimpan oleh
tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine. Yang termasuk golongan ini adalah
tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat,
vitamin B12 (disebut golongan vitamin B) dan vitamin C. Golongan kedua yang
larut dalam lemak disebutnya alosterin, dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila
vitamin ini terlalu banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh, dan memberikan
gejala penyakit tertentu (hipervitaminosis), yang juga membahayakan.
Kekurangan vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit difisiensi, tetapi biasanya
gejala penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut sudah
terpenuhi (Poedjiadi, 1994).
Vitamin merupakan satu dari berbagai jenis senyawa yang dapat
menghambat reaksi perusakan tubuh oleh senyawa radikal bebas terkait dengan
aktivitas antioksidannya. Asupan vitamin antioksidan yang cukup akan membantu
tubuh mengurangi efek penuaan oleh radikal bebas, terutama oleh oksigen bebas
yang reaktif. Selain itu, vitamin juga berkontribusi dalam menyokong sistem imun
yang baik sehingga risiko terkena berbagai penyakit degeneratif dan penyakit
lainnya dapat ditekan, terutama pada manula (Yazid, 2006).
Vitamin merupakan suatu senyawa yang telah lama dikenal oleh
peradaban manusia. Sudah sejak ribuan tahun lalu, manusia telah mengenal
vitamin sebagai salah satu senyawa yang dapat memberikan efek kesehatan bagi
tubuh. Seiring dengan berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, berbagai hal
dan penelusuran lebih mendalam mengenai vitamin pun turut diperbaharui
(Girindra, 1986).
Secara garis besar, vitamin dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok
besar, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak.
Hanya terdapat 2 vitamin yang larut dalam air, yaitu B dan C, sedangkan vitamin
lainnya, yaitu vitamin A, D, E, dan K bersifat larut dalam lemak. Vitamin yang
larut dalam lemak akan disimpan di dalam jaringan adiposa (lemak) dan di dalam
hati. Vitamin ini kemudian akan dikeluarkan dan diedarkan ke seluruh tubuh saat
dibutuhkan. Beberapa jenis vitamin hanya dapat disimpan beberapa hari saja di
dalam tubuh, sedangkan jenis vitamin lain dapat bertahan hingga 6 bulan lamanya
di dalam tubuh (Lehninger, 1998).
Vitamin yang larut dalam lemak memiliki sifat-sifat, yaitu larut dalam
lemak dan pelarut lemak, dapat disimpan dalam tubuh, dieksresikan dalam sedikit
ke dalam asam empedu, gejala defisiensi lambat munculnya, tidak harus disuplai
tiap hari dalam makanan, mempunyai prekursor atau provitamin. Hanya
mengandung elemen C, H, dan O, diserap oleh usus dan diteruskan ke dalam
sistem limfatik, beracun dalam dosis relatif rendah. Sedangkan vitamin yang dapat
larut dalam memiliki sifat, di antaranya adalah larut dalam air, disimpan dalam
jumlah yang sedikit, dieksresikan ke dalam urin, gelaja defisiensi cepat terlihat,
harus disuplai setiap hari dalam makanan, umumnya tidak mempunyai prekursor,
mengandung elemen C, H, O, dan N (Co dan S), diserap oleh usus dan diteruskan
ke dalam sistem aliran darah, dan beracun apabila berada dalam dosis tinggi
(Muchtadi, 2009).

Analisa vitamin secara kimiawi, atau fisiko kimia didasarkan pada sifat
vitamin baik sifat fisis maupun kimiawi. Cara ini lebih cepat dan murah
dibandingkan cara biologis. Analisa cara biologis mempunyai kelebihan yaitu
dapat langsung diketahui peranan vitamin tersebut dalam zat hidup, serta secara
kuantitatif dapat diketahui jumlahnya. Sedang cara kimiawi hanya sekedar
menentukan jumlah (kuantitas) saja. Oleh karenanya sering kedua cara ini
dilakukan secara bersama agar diperoleh data yang lebih lengkap.

Analisa vitamin cara mikrobiologis menggunakan bakteri atau yeast


ataupun jamur. Cara mikrobiologis biayanya lebih murah dan lebih cepat
dibandingkan cara bioassay. Akan tetapi harus diketemukan jenis mikrobia yang
spesifik untuk pengujian satu jenis bahan makanan tertentu. Bahan makanan yang
danalisa harus dimurnikan dahulu dari bahan yang lain yang besar
kemungkinannya mempengaruhi aktivitas biologis ( Sudarmadji dkk., 1996).
4.2 Teori Khusus

Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh


untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak
dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus
diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi.sebagai pengecualian adalah
vitamin D, yang dibuat dalam kulit asalkan kulit mendapat kesempatan untuk
terkena sinar matahari. Dalam bahan pangan hanya terdapat vitamin dalam jumlah
yang relatif kecil, dan terdapat dalam bentuk yang berbeda-beda (Winarno, 1991).

Asam askorbat (Vitamin C) adalah suatu heksosa dan diklasifikasikan


sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C mudah
diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus
lalu masuk keperedaran darah melalui vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90%
untuk konsumsi diantara 20 dan 120 mg sehari. Tubuh dapat menyimpan hingga
1500 mg vitamin C, bila konsumsi mencapai 100 mg sehari.
Vitamin C telah dikenal sebagai antioksidan potensial yang mampu
menangkap radikal b ebas dalam tubuh serta mencegah hiperpigm entasi. Radikal
bebas dalam tubuh sendiri dapat meningkat pada kondisi tubuh yang telah tua
maupun karena paparan sinar matahari yang berlebihan (Widyatmoko dkk., 2016).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh. Pertama, fungsi


vitamin C adalah sebagai sintesis kolagen. Karena vitamin C mempunyai kaitan
yang sangat penting dalam pembentukan kolagen. Karena vitamin C diperlukan
untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin yang merupakan bahan
penting dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan senyawa protein yang
mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat, seperti pada tulang
rawan, matriks tulang, gigi, membrane kapiler, kulit dan tendon. Dengan
demikian maka fungsi vitamin C dalam kehidupan sehari-hari berperan dalam
penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit dan perdarahan gusi.
Asam askorbat penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase, yang
menunjang tahap hidroksilasi dalam pembentukan hidroksipolin, suatu unsure
integral kolagen (Muchtadi, 2009).
Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim
atau kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan
bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi. Beberapa turunan
vitamin C (seperti asam eritrobik dan askorbik palmitat) digunakan sebagai
antioksidan di dalam industry pangan untuk mencegah proses menjadi tengik,
perubahan warna (browning) pada buah-buahan dan untuk mengawetkan daging.
Banyak proses metabolism dipengaruhi oleh asam askorbat, namun
mekanismenya masih belum diketahui dengan pasti (Almatsier, 2013)

Dasar dari metode iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C. Vitamin


C (asam askorbat) merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara sederhana dapat
dititrasi dengan larutan baku iodium. Metode iodimetri (titrasi langsung dengan
larutan baku iodium 0,1 N) dapat digunakan pada asam askorbat murni atau
larutannya, sehingga kadar vitamin C dalam buah dapat ditetapkan dengan metode
iodimetri. Metode Iodimetri yang digunakan dalam penetapan kadar vitamin C
dalam buah ini merupakan suatu metode yang memiliki ketepatan yang baik
karena dihasilkan jumlah titran yang hampir sama banyak pada setiap seri
pengukuranya (Halipah, 2001).

Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi.
Kedua proses ini selalu terjadi secara bersamaan. Untuk mengetahui kadar
vitamin C metode titrasi redoks yang digunakan adalah titrasi langsung yang
menggunakan iodium. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung berdasarkan
reaksi redoks yang menggunakan larutan baku I2 untuk mengoksidasi
analitnya. Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Iod merupakan oksidator
yang tidak terlalu kuat. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil
daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan menggunakan
indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik
akhir suatu titrasi (Gandjar&Rohman, 2007).
V. ALAT DAN BAHAN

6.1 Alat yang digunakan

Alat sentrifugasi
Batang pengaduk
Blender
Botol semprot
Bulb pipet
Buret
Corong gelas
Gelas kimia
Gelas ukur
Kaca arloji
Kertas timbang
Klem
Labu Erlenmeyer
Labu ukur
Neraca analitis
Neraca teknis
Pipet tetes
Pipet volume
Pisau
Plastik wrap
Plat pemanas
Saringan
Spatula
Statif
Tabung sentrifugasi
Tisu
6.2 Bahan yang digunakan

Akuades
Padatan askorbat
Padatan iodium
Padatan kalium iodida
Padatan pati
Sampel obat ester C
VI. PROSEDUR
6.1 Preparasi sampel
Tablet ester C digerus menggunakan mortir dan stamper hingga halus.

6.2 Pembuatan Larutan Amilum 1 % dalam 50 mL Akuades


Padatan amilum ditimbang sebanyak 0,5 gram dengan menggunakan
neraca analitis pada kaca arloji. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia yang
telah berisi sedikit akuades dan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga
homogen. Setelah itu, ke dalam gelas kimia tersebut ditambahkan akuades panas
hingga volumenya mencapai 50 mL dan diaduk. Kemudian larutan tersebut
dipanaskan lagi hingga didapat larutan jernih dan homogen.

6.3 Pembuatan Larutan Baku Primer Asam Askorbat 0,1000 N dalam 100 mL
Akuades
Padatan asam askorbat ditimbang sebanyak 1,7613 gram dengan
menggunakan neraca analitis pada kaca arloji. Setelah itu, padatan yang telah
ditimbang dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong gelas,
lalu ditambahkan akuades hingga setengah bagian dan dikocok hingga larut.
Kemudian ditambahkan kembali akuades ke dalam labu ukur hingga tanda batas
dan dihomogenkan.

6.4 Pembuatan Larutan Baku Sekunder Iodium 0,1000 N dalam 200 mL


Akuades
Padatan kalium iodida ditimbang sebanyak 4,00 gram dengan
menggunakan neraca teknis pada kaca arloji. Kemudian dimasukkan ke dalam
gelas kimia, ditambahkan dengan 10 mL akuades dan diaduk hingga homogen.
Kemudian ditimbang padatan iodium sebanyak 2,54 gram dengan menggunakan
neraca teknis pada kaca arloji. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia yang
telah berisi larutan kalium iodida yang telah dibuat. Lalu ditambahkan dengan
sedikit akuades, dan diaduk hingga larut. Setelah larut, ditambahkan kembali
akuades hingga volume larutan 200 mL, dihomogenkan, dan ditutup dengan
plastik wrap.

6.5 Pengenceran Larutan Asam Klorida 37% menjadi 2,0000 N dalam 200 mL
Larutan asam klorida 37% dipipet sebanyak 33,16 mL, dimasukkan ke
dalam gelas kimia yang telah berisi sedikit akuades, dan diaduk hingga homogen.
Setelah itu ditambahkan kembali akuades ke dalam gelas kimia hingga volume
larutan 200 mL dan diaduk hingga homogen.

6.6 Standarisasi Larutan Baku Sekunder Iodium dengan Larutan Baku Primer
Asam Askorbat
Larutan asam askorbat 0,1000 N dipipet sebanyak 5 mL dengan
menggunakan pipet volume, lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 50 mL akuades. Setelah itu, ditambahkan indikator
amilum 1% sebanyak 3 mL dan dititrasi dengan larutan iodium 0,1000 N hingga
terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi biru tetap.

6.7 Penentuan Kadar Vitamin C dalam Tablet Ester C


Padatan tablet ester C yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,4000
gram dengan menggunakan neraca analitis pada kaca arloji dan dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer. Kemudian ditambahkan dengan 100 mL akuades dan
dikocok hingga larut. Setelah itu, ditambahkan 25 mL larutan asam sulfat 2 N ke
dalam labu erlenmeyer, dikocok hingga homogen, lalu ditambahkan indikator
amilum 1% sebanyak 3 mL dan dititrasi dengan larutan iodium 0,1000 N hingga
terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi biru tetap.
VII. DATA PENGAMATAN

7.1 Standarisasi Larutan Iodium oleh Larutan Asam Askorbat 0,1000 N

Iodium Asam Askorbat

V (mL) N (N) V (mL) N (N)

7.2 Penentuan Kadar Vitamin C dalam Tablet Ester C

Iodium Sampel

V (mL) N (N) V (mL) N (N)


VIII. PERHITUNGAN
8.1 Pembuatan Larutan Asam Askorbat 0,1000 N dalam 100 mL

massa 1000
N= x x eq
Mr V

8.2 Pembuatan Larutan Iodium 0,1000 N dalam 200 mL

massa 1000
N= x x eq
Mr V

8.3 Pengenceran Larutan Asam Klorida 37% menjadi 2,0000 N dalam 200 mL

. % . 10
N= x eq
Mr
V1 . N1 = V2 . N2

8.4 Standarisasi Larutan Iodium oleh Larutan Asam Askorbat 0,1000 N

V1 . N1 = V2 .. N2

1 +2 +3
=
3

8.5 Penentuan Kadar Vitamin C dalam Tablet Vitalong C Sebenarnya


1
= 100%
1


= 100%

= %

8.6 Penentuan Kadar Vitamin C dalam Tablet Vitalong C yang Didapat

1 0,1 = 8,81

= 8,81

1. = 8,81

=
2. = 8,81

3. = 8,81


= 100%


1. = 100%

= %


2. = 100%

= %


3. = 100%

= %

1 + 2 + 3
=
3

%+ %+ %
= 3

= %

8.7 Akurasi

% %
= | | 100%
%
% %
= | | 100%
%

= %

= 100%

= 100% %

= %
X. PEMBAHASAN
X. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kadar


vitamin C sebesar sedangkan kadar vitamin C yang sebenarnya dalam sampel
obat vitamin C generik sebesar
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.
Gandjar, I.G. & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Girindra A. 1986. Biokimia I. Gramedia. Jakarta.
Halipah. 2001. Penetapan kadar vitamin C Dalam Berbagai Jenis Buah.
UAD-Press. Yogyakarta.
Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia. Diterjemahkan oleh M.
Thenawijaya. Erlangga. Jakarta.
Muchtadi, D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta. Bandung.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B. & Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Widyatmoko, A., Dwi, H., Ari, S & Endang, L. 2016. VITAMIN C, VITAMIN A
AND ALPHA HYDROXY ACID IN BENGKOANG (Pachyrhizus Erosus).
Traditional Medicine Journal. 21(1), 48-54.
Winarno. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yazid. 2006. Pengantar Biokimia. Bayumedia. Malang.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai