Anda di halaman 1dari 16

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Metode Koagulan
Perlakuan Susu kedelai Kasein
+pH 4 Terjadi gumpalan Tidak terjadi gumpalan
+pH 8 Tidak terjadi gumpalan Tidak terjadi gumpalan
+pH 6,5 Tidak terjadi gumpalan Tidak terjadi gumpalan
pada suhu ruang Tidak terjadi gumpalan Tidak terjadi gumpalan
Dipanaskan Tidak terjadi gumpalan Tidak terjadi gumpalan

4.1.2 Metode Biuret


No Massa sampel Sampel A Sampel B Absorbansi
(gram)
1. 5 Membentuk 2 fasa Membentuk 2 fasa 0,049
Atas : biru bening Atas : biru bening
Bawah : endapan berlebih
ungu Bawah : endapan
ungu berlebih
2. 10 Membentuk 2 fasa Membentuk 2 fasa 0,082
Atas : biru bening Atas : biru bening
Bawah : endapan berlebih
ungu Bawah : endapan
ungu berlebih

4.1.3 Metode Kjehldal


No. Sampel Volume HCl mL Kadar nitrogen (%) Kadar protein (%)
1. Tahu 1,18 10,18 64,93
2. Tempe 2,18 19,15 110,11
4.2 Pembahasan
Percobaan pertama dalam analisa protein yaitu uji koagulan pada beberapa sampel.
Koagulan merupakan hasil dari putusnya ikatan peptida pada protein dan membentuk asam
amino tunggal akibat proses koagulasi. Koagulasi dapat juga diartikan sebagai denaturasi protein
akibat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Denaturasi protein sendiri merupakan proses
mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalennya. Denaturasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, pH, galam, dan pengaruh permukaan. Secara
umum, denaturasi dan koagulasi protein terjadi pada pada rentang suhu diatas 50-80 C. Hal ini
disebabkan oleh sifat protein yang hanya larut pada suhu 0-40 C. Selain pengaruh suhu,
denaturasi dan koagulasi dapat dipengaruhi oleh pH. Larutan yang bersifat asam akan
mendonorkan proton (H+) sedangkan pada larutan yang bersifat basa akan mendonorkan ion OH -.
Larutan asam atau basa apabila ditambahkan pada larutan berprotein, maka larutan asam basa
tersebut akan mengganggu struktur tersier protein akibat ikatan elektrostatik. Ikatan elektrostatik
yang terganggu, menyebabkan protein dapat terdenaturasi. Protein yang terdenaturasi ditandai
dengan terbentuknya gumpalan/endapan (koagulan). Koagulan merupakan hasil dari putusnya
ikatan peptida pada protein dan membentuk asam amino tunggal.
Sampel yang digunakan dalam uji koagulan adalah susu kedelai dan kasein. Uji koagulan
ini dilakukan dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama yaitu uji koagulan dengan menambahkan
larutan buffer yang memiliki pH 4; 6,5; dan 8. Pemakaian buffer 4; 6,5; dan 8 dikarenakan hanya
tiga larutan buffer tersebut yang tersedia dalam laboratotium. Selain itu penggunaan buffer pH 4
dimaksudkan sudah mewakili pH asam, laruta bauffer pH 6,5 mewakili pH netral dan larutan
buffer yang memiliki pH 8 mewakili pH basa. Perlakuan kedua yaitu uji koagulan berdasarkan
pengaruh perbedaan suhu. Suhu yang digunakan dalam uji ini yaitu suhu kamar dan suhu
pemanasan.
Hasil uji koagulan pada susu kedelai menggunakan larutan buffer pH 4; 6,5; dan 8 yaitu
hanya susu kedelai yang ditambah buffer ber-pH 4 yang dapat mengendap atau menggumpal,
sedangkan yang lain tidak menggumpal. Hal ini dikarenakan konsentrasi ion H+ yang dihasilkan
pada larutan buffer pH 4 lebih banyak sehingga ikatan-ikatan ionik yang diputuskan lebih banyak
pula. Putusnya ikatan-ikatan ionik inilah yang menyebabkan terjadinya koagulan atau
mengendapnya susu kedelai. Sedangkan hasil uji koagulan berdasarkan perbedaan suhu pada
susu kedelai yaitu tidak terjadi penggumpalan baik pada suhu kamar maupun dengan pemanasan
susu kedelai. Berdasarkan literatur susu kedelai ini seharusnya akan mudah menggumpal karena
susu kedelai merupakan protein nabati dimana protein nabati akan lebih mudah menggumpal
daripada protein hewani. Kesalahan ini mungkin disebabkan oleh suhu yang tidak konstan, selain
itu kurang lama dan kurang panasnya suhu yang diberikan.
Hasil uji koagulan untuk kasein setelah ditambah dengan larutan buffer pH 4; 6,5; dan 8
maupun uji koagulan berdasarkan perbedaan suhu pada kasein yakni kasein tidak ada yang
menggumpal. Hal ini disebabkan karena kasein akan mengalami denaturasi pada buffer berupa
asam kuat atau basa kuat. Jika asam atau basa yang diberikan tidak kuat, maka koagulasi tidak
dapat terjadi. Koagulasi dapat terjadi jika asam amino pada protein terletak pada bagian titik
isoelektriknya. Sedangkan pada saat pemanasan kasein tidak menggumpal mungkin disebabkan
oleh oleh suhu yang tidak konstan, selain itu kurangnya panas yang diberikan sehingga koagulasi
pada kasein yang dipanaskan tidak dapat terjadi.
Berdasarkan literatur penggumpalan ini dapat terjadi karena pemanasan yang dilakukan,
dengan proses pemanasan struktur protein akan menjadi rusak yang ditandai dengan adanya
gumpalan. Pada pemanasan 50 derajat protein sudah mengalami koagulasi. Koagulan ini
merupakan hasil dari putusnya ikatan peptida pada protein dan membentuk asam amino tunggal.
Adanya gugus amino bebas pada gugus karboksil bebas yang berada di ujung-ujung rantai
molekul protein, menyebabkan protein bersifat amfoter atau dapat bereaksi dengan asam maupun
basa. Pada pH tertentu, muatan gugus amino dan karboksilat saling menetralkan sehingga
molekul protein tidak bermuatan. Pada titik isoelektrik, terdapat kesetimbangan antara bentuk
bentuk asam amino sebagai ion amfoter, anion, dan kation. Pada setiap pH di atas titik
isoelektrik, asam amino mempunyai muatan negatif, sedangkan pada pH di bawah titik
isoelektrik, asam amino mempunyai muatan positif. Protein mempunyai muatan positif dan
negatif sama jika pH larutan berkisar 4 - 4,5, sehingga saling menetralkan dan menyebabkan
kelarutan protein sangat menurun atau mengendap. Larutan asam (pH rendah), gugus amino
bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH
tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik
muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan
nol (Winarno, 2002).

Percobaan kedua yaitu menentukan kadar nitrogen dalam dalam bahan pangan berupa
sampel padat menggunakan metode kjedahl. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar
protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya. Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen
organik dalam sampel didestruksi dengan asam sulfat menggunakan katalis CuSO4 : Na2SO4.
Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat
ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk dititrasi dengan
menggunakan larutan HCl.
Perlakuan pertama yang harus dilakukan yaitu proses destruksi. Pada praktikum ini,
sampel padat yang digunakan yaitu tahu dan tempe masing-masing sebanyak 0,3 gram. Kedua
sampel terlebih dahulu di tumbuk atau di gerus untuk memperluas permukaan sampel sehingga
reaksi destruksi dapat berjalan maksimal. Kedua sampel di destruksi dengan memanaskan
sampel dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya
yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan
kandungan protein dalam suatu bahan. Hasil destruksi adalah ion NH 4+ yang menunjukkan
keberadaan protein. Ion ammonium bereaksi dengan ion sulfat dari asam sulfat membentuk
ammonium sulfat. Reaksi tersebut di katalisis dengan adanya garam kjeldahl.
Garam kjeldahl berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik
didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat, serta mempercepat kenaikan suhu
asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat dan lebih sempurna. Garam kjeldahl tersebut
terdiri dari campuran Na2SO4 anhidrad dan CuSO4. Ion logam Cu akan menaikkan titik didih
H2SO4 sedangkan Na2SO4 anhidrad akan menarik air yang terdapat pada sampel. Peningkatan
titik didih akan mengefektifkan reaksi antara asam sulfat dengan sampel. Karena hal ini, kontak
asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih efektif.
Hal tersebut disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan oleh asam sulfat untuk menguap
(semakin tinggi titik didih, maka waktu yang dibutuhkan asam sulfat untuk menguap akan
semakin lama). Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi
unsur-unsurnya.
Langkah selanjutnya kedua sampel yang sudah digerus dimasukkan kedalam labu
kjeldahl yang sudah ditandai untuk kemudian masing-masing labu ditambahkan 2 gram
campuran CuSO4 : Na2SO4. Proses destruksi akan menghasilkan karbondioksida (CO 2), air (H2O)
dan ammonium sulfat (( NH4)2SO4). Selama proses destruksi, terjadi reaksi berikut:
Cu2SO4 + 2H2SO4 2CuSO4 + 2 H2O + SO2
protein / (CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Proses destruksi di tandai dengan perubahan warna larutan menjadi warna biru cerah. Sampel
yang sudah didestruksi, kemudian didinginkan terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan
dengan proses destilasi. Sebelumnya, sampel ditambahkan dengan 20 mL aquades agar endapan
dapat larut. Destilasi merupakan suatu proses memisahkan cairan maupun larutan yang
berdasarkan pada perbedaan titik didih. Tujuan dari proses destilasi adalah memisahkan zat yang
akan dianalisa dengan cara memecah ammonium sulfat menjadi ammonia (NH3). Pemecahan
tersebut melibatkan peran NaOH 40% yang ditambahkan kedalam sampel setetes demi tetes
sampai terbentuk larutan coklat. Penambahan NaOH bertujuan untuk mempercepat pelepasan
ammonia dengan cara menciptakan suasana basa (reaksi tidak dapat berlangsung dalam kondisi
asam).
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat destilasi melalui
steam. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquades menghasilkan panas, meski
energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilasi, ikut memberikan
masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat destilasi juga berasal dari
reaksi antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga
energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan
asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam borat
yang ditambahkan kedalam destilat sebanyak 15 mL yang kemudian dilanjutkan dengan
penambahan 2 tetes indikator metal merah biru.
Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 dan sebagai destilat berupa gas
yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung
alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah
protein sesuai dengan kadar protein bahan. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam
borat akan berubah warna menjadi hijau kebiruan, hal ini karena larutan menangkap adanya
ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna menjadi biru.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
(NH4)2SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH
2NH4OH 2NH3 + 2H2O
4NH3 + 2H3BO3 2(NH4)2BO3 +H2
Reaksi destilasi akan berakhir bila terjadi perubahan warna larutan dalam erlenmeyer
menjadi hijau toska akibat reaksi indikator pada suasana basa karena menangkap ammonia. Hal
ini menunjukkan larutan telah bersifat basa dan distilasi dihentikan. Setelah destilasi selesai
larutan sampel berwarna keruh dan larutan asam dalam erlenmeyer berwarna hijau toska karena
dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia yang terbentuk selama destilasi dapat
ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di bagian
belakang alat destilasi dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.
Langkah terakhir dalam proses analisis protein menggunakan metode kjedahl adalah
titrasi. Titrasi asam-basa digunakan untuk menentukan kadar protein dalam sampel. Hal ini
dikarenakan NH3 yang terbentuk adalah asam lemah, maka dalam proses titrasi ini digunakan
HCl baku 0,1N yang telah distandarisasi untuk menitrasi asam borat yang sudah menangkap
ammonia hasil destilasi, titik akhir di tandai dengan perubahan warna menjadi biru toska karena
adanya indikator metil merah dan biru. Reaksi yang terjadi
(NH4)2BO3 + 2 HCl 2 NH4Cl + H2BO3
Reaksi diatas merupakan reaksi penetralan pada titrasi asam-basa. Dari reaksi di diatas, bahwa 1
mol HCl akan bereaksi dengan 1 mol ammonia (dalam bentuk NH 4Cl). Sehingga banyaknya
protein dalam sampel dapat dihitung dari konversi HCl yang digunakan dikali dengan faktor
konversi nitrogen protein. Setelah melakukan titrasi, dapat diketahui kadar proteinnya yang
tertuang dalam bentuk persen kadar nitrogen. Berikut adalah rumus kadar nitrogen :
mL HCl (sampel - blanko) x B
%N
berat sampel (g) x 1000

dimana B = normalitas HCl x 14,008 x 100%


Kadar nitrogen yang dihasilkan dari tahu dan tempe berturut-turut yakni 0,9992 % dan 0,5323 %.
Selanjutnya, dari persen kadar nitrogen dapat diketahui kadar proteinnya dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
% Kadar Protein = % N x Faktor konversi N
Berdasarkan metoda yang dilakukan untuk menentukan kadar protein dari suatu bahan pangan
tahu dan tempe, maka didapatkan kadar protein tahu sebesar 3,06 % dan kadar protein tempe
sebesar 5,74 %.
Percobaan yang terakhir yaitu menetukan kadar protein dalam bentuk asam amino
dengan menggunakan metode biuret. Metode biuret merupakan uji kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu senyawa sehingga uji biuret
dapat dipakai untuk menunjukan adanya senyawa protein. Dari uji biuret ini maka dapat
diperoleh kadar protein dalam suatu sampel.
Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua
molekul urea. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah tempe. Tempe dihaluskan
sehingga menghasilkan dua sampel tempe dengan massa 5 gram dan 10 gram. Kemudian dari
keduanya ditetesi biuret dan menghasilkan dua fasa. Bagian atas berwarna biru bening dan
bagian bawah membentuk endapan ungu. Setelah itu sampel didiamkan. pengukuran serapan
cahaya oleh ikatan kompleks berwarna ungu yang terjadi bila protein bereaksi dengan ion Cu2+
dalam suasana basa. Reagen biuret terdiri dari CuSO4 dalam aquadest, KI dalam aquadest, Na-
sitrat, Na2CO3 dan NaOH. CuSO4 sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk
kompleks dengan protein. KI berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada Cu2+ sehingga
tidak mengendap. Na-sitrat dan Na2CO3 berfungsi sebagai buffer dan NaOH berfungsi sebagai
penyedia suasana basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan
menjadi Cu2+ dan 2OH-. Hal ini membantu untuk membentuk kompleks dengan nitrogen dari
karbon dari ikatan peptida dalam larutan basa. Perubahan pada warna sampel uji akan
memberikan hasil yang positif atau negatif. Terjadinya warna ungu terbentuk dari ikatan antara
Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa.
Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin
pekat. Reagent Biuret adalah larutan berwarna biru muda, yang berubah menjadi ungu bila
bercampur dengan larutan yang mengandung protein. Sebuah kompleks berwarna ungu terbentuk
ketika ion tembaga dari reagent Biuret bereaksi dengan ikatan peptida pada rantai polipeptida.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CuSO4.5H2O + 2NaOH Cu(OH)2 + Na2SO4 + 5H2O
Cu(OH)2 Cu2+ + 2OH-
Setelah didiamkan maka dilakukan pengukuran absorbansi. Sampel tempe dengan massa
5 gram menghasilkan nilai absorbansi 0,049 dan sampel dengan massa 10 gram menghasilkan
absorbansi 0,082.
Gambar 6 Reaksi Uji Biuret
Setelah itu maka dibuat larutan BSA. Larutan BSA (Bovine Serum Albumine) adalah larutan
standar yang mengandung protein. Larutan BSA divariasikan konsentrasinya yaitu menjadi 0,02
M; 0,04 M; 0,06 M; 0,08 M dan 0,10 M. Kemudian dari masing masing konsentrasi tersebut
maka diukur absorbansinya dengan masing-masing konsentrasi adalah 0,075 ; 0,077; 0,078;
0,079 dan 0,084. Data yang diperoleh kemudian diplotkan dalam bentuk kurva standar. Adapun
kurva standar yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Kurva standar antara BSA dengan absorbansi

Dari data ini maka sampel yang termasuk dalam range absorbansi larutan standar BSA adalah
sampel dengan massa 10 gram yaitu 0,082. Berdasarkan Kurva kalibrasi diatas menghasilkan
persamaan regresi sebagai berikut:
y = 0,1x + 0,0726
sesuai persamaan lambert-beer yaitu
A = abc
dengan A = y, b = slope, x = c sehingga dengan menentukan nilai x kita dapat menentukan nilai
konsentrasi sampel. Nilai konsentrasi protein pada tempe dalam percobaan ini adalah 0,13 M.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoeh dari percobaan analisa protein adalah sebagai berikut:
- Koagulan merupakan hasil putusnya ikatan peptida membentuk asam amino tunggal yang
ditandai dengan penggumpalan. Protein dapat menggumpal pada range pH tertentu serta
dapat menggumpal pada temperatur tertentu.
- Jumlah kadar nitrogen yang dihasilkan dari tahu dan tempe menggunakan metode
Kjedahl berturut-turut yakni 0,9992 % dan 0,5323 %
- Kadar protein dari suatu bahan pangan menggunakan metode Kjedahl untuk tahu sebesar
3,06 % dan kadar protein tempe sebesar 5,74 %.
- Nilai konsentrasi protein tempe yang diperoleh dengan metode biuret adalah 0,13 M.

5.2 Saran
Saran untuk percobaan analisa protein adalah sebagai berikut:
- Kurangnya koordinasi mengenai prosedur kerja antara pratikan dengan asisten
- Seharusnya praktikan membuat laporan tentang bahan sesuai dengan yang digunakan
- Seharusnya lebih maksimal lagi dalam penggunaan waktu pada saat praktikum sehingga
praktikan tidak banyak yang menganggur.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga
Jones and pevziener. 2004. Handbook for Kjeldahl Digestion. Denmark: FOSS
Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol
Reagent. New York: Kluwer Academic Publishers.
Oktavia. Devi. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat. Jurnal
Standarisasi Vol 9 No.1.
Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science Third
Edition. New York : Springer Science + Business Media.
Winarno F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Lampiran 1

1. Perhitungan %N Metoda Kjeldahl


- Kadar Nitrogren Tahu

%N =

=0,5323 % dalam 0,3 gram

dalam 1 gram sampel kadar nitrogennya yaitu

%N =

= 1,77 %
= 1,77% x 5,75
=10,177 %

- Kadar Nitrogren Tempe

%N =

=
=

= 0,9992 % dalam 0,3 gram

Dalam 1 gram sampel kadar nitrogennya yaitu

%N =

= 3,33%
= 3,33% x 5,75
=19,15 %

2. Perhitungan % Protein Metoda Kjeldahl


- Kadar Protein Tahu
%Protein = %N x Fk
Fk = Faktor Konveksi = 5,75
%Protein = 0,5323 % x 5,75
= 3,06 %
- Kadar Protein Tempe
%Protein = %N x Fk
Fk = Faktor Konveksi = 5,75
%Protein = 0,9992 % x 5,75
= 5,74 %

3. Menentukan Kadar Protein dengan Metode Biuret


- Pengenceran 0,02 mg/ml
M1 x V1 = M2 X V2
1mg/ml x V1= 0,02 mg/ml x 4ml
V1 = 0,08 ml

- Pengenceran konsentrasi 0,04 mg/ml


M1 x V1 = M2 X V2
1mg/ml x V1= 0,04 mg/ml x 4ml
V1 = 0,16 ml

- Pengenceran konsentrasi 0,06 mg/ml


M1 x V1 = M2 X V2
1mg/ml x V1= 0,06 mg/ml x 4ml
V1 = 0,24 ml

- Pengenceran konsentrasi 0,08 mg/ml


M1 x V1 = M2 X V2
1mg/ml x V1= 0,08 mg/ml x 4ml
V1 = 0,32 ml

- Pengenceran konsentrasi 0,1 mg/ml


M1 x V1 = M2 X V2
1mg/ml x V1= 0,1 mg/ml x 4ml
V1 = 0,4 ml

Komposisi sampel konsentrasi 0,02 M


Larutan BSA 0,08 ml + akuades 3,92 ml + larutan biuret 6 ml = 10 ml sampel
Komposisi sampel konsentrasi 0,04 M
Larutan BSA 0,16 ml + akuades 3,84 ml + larutan biuret 6 ml = 10 ml sampel
Komposisi sampel konsentrasi 0,06 M
Larutan BSA 0,24 ml + akuades 3,76 ml + larutan biuret 6 ml = 10 ml sampel
Komposisi sampel konsentrasi 0,08 M
Larutan BSA 0, 32ml + akuades 3,68 ml + larutan biuret 6 ml = 10 ml sampel
Komposisi sampel konsentrasi 0,1 M
Larutan BSA 0,4 ml + akuades 3,60 ml + larutan biuret 6 ml = 10 ml sampel

y = 0,1x + 0,0726
y = 0,082 , maka nilai x adalah
y-c
x
m
0,082 - 0,0726
x
0,1
0,0094
x
0,1
x 0,094

Kadar nitrogen = 0,094 x faktor pengenceran


= 0,094 x 13
= 1,222
Lampiran 2

1. Uji Koagulan
- Uji Susu Kedelai

- Uji Kasein

2. Metode Biuret
3. Metode Kjedahl

Anda mungkin juga menyukai