REKRISTALISASI
Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.
Pendahuluan
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dari campuran
padatannya. Zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali
dengan cara menguapkan pelarutnya. Prinsipnya proses ini mengacu pada perbedaan
kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Larutan zat
yang diinginkan dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali dengan cara
menjenuhkannya. Pelarut yang cocok untuk digunakan dapat dipilih pelarut yang titik
didihnya rendah agar dapat mempermudah proses pengeringan kristal yang terbentuk.
Sedangkan titik didih pelarut hendaknya lebih rendah daripada titik leleh zat padat yang
dilarutkan supaya zat yang akan diuraikan tidak terdisosiasi dan yang paling penting pelarut
tidak bereaksi dengam zat yang akan dilarutkan (biner) dan sebaiknya pelarut yang
digunakan ekonomis dan mudah didapat (Oxtoby, 2001 ).
Norit
Norit merupakan ssenyawa dengan rumus kimia C. Norit merupakan senyawa berbentuk
padata yang berwarna hitam dan tidak berbau. Norit memiliki titik leleh sebesar 3500 C dan
berat molekulnya sebesar 12.01 g/mol. Norit tidak larut dalam air dingin dan air panas. Norit
berbahaya jika tertelan. Norit yang terhirup dapat dapat ditangani dengan membawa korban
ke udara segar (Anonim, 2016).
Prinsip Kerja
Percobaan ini memperhatikan perbedaan kelarutan pada setiap sampel dalam masing-masing
pelarut. Pelarut yang baik tidak dapat melarutkan sampel dalam suhu ruang. Tetapi, apabila
dilakukan pemanasan pelarut yang baik dapat melarutkan sampel dengan sempurna. Pelarut
dan sampel yang melarut apabila suhunya didinginkan akan membentuk kristal yang bagus
dan merata dalam larutan. Proses rekristalisasi sampel menggunakan pelarut baik yang telah
dipilih sebelumnya agar diperoleh recovery yang banyak. Sampel yang ditambahkan dengan
pelarut akan tidak melarut pada suhu kamar dan dapat melarut pada proses pemanasan, tetapi
apabila tetap tidak dapat larut dapat ditambahkan sedikit pelarut lagi. Penambahan pelarut
dapat memperbesar kelarutan sampel. Kristalisasi dilakukan dengan mendinginkan suhu
karena pelarut yang baik dapat mengkristalkan sampel. Pemisahan endapan sampel
menggunakan corong buchner dengan menyiram menggunakan air es. Air es digunakan untuk
membersihkan kristal dari kotoran yang menempel pada tabung reaksi agar tersaring
seutuhnya. Endapan yang diperoleh dalam kertas saring dikeringkan untuk menghilangkan
kandungan air sehingga diketahui jumlah recovery sampelnya.
Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet Pasteur,
corong Buchner, timbangan, alat pennetu titik leleh.
Bahan
Asam salisilat, asam benzoat, asetanilida, etanol 95%, etil asetat, aseton, n-heksana,
Hasil
A; Pemilihan Pelarut
1; Sampel A
Kelarutan
No. Pelarut Sebelum dipanaskan Sesudah dipanaskan Setelah dingin
- -
- -
4. Aseton Larut - -
Gambar
- -
5. Toluen Tidak larut Larut Larut
Gambar
2; Sampel B
No. Pelarut Kelarutan Setelah dingin
Sebelum dipanaskan Sesudah dipanaskan
1. Akuades Tidak larut Larut Terdapata endapan
kristal
Gambar
- -
3. Etil asetat Larut - -
Gambar
- -
4. Aseton Larut - -
Gambar
- -
- -
- -
4. Aseton Larut - -
Gambar
- -
5. Toluen Tidak larut Larut Larut
Gambar
Pembahasan Hasil
Percobaan ke empat ini mengenai pemurnian senyawa organik menggunakan metode
rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan metode pemurnian suatu senyawa organik di mana
senyawa tersebut berbentuk padat dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai dan kemudian
dikristalkan kembali sehingga didapatkan kristal yang lebih murni yang pada prinsipnya
didasarkan pada perbedaan daya larut antara bahan yang akan dimurnikan dengan
pengotornya serta perbedaan titik didih antara pelarut dengan bahan yang akan dikristalkan.
Terdapat dua percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini yaitu pemilihan pelarut
yang cocok untuk setiap sampel dan proses rekristalisasi.
Pemilihan pelarut yang cocok untuk sampel menggunakan enam macam pelarut
diantaranya yaitu akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena dan n-heksana. Sampel yang
digunakan ada tiga macam yaitu sampel A, sampel B, dan sampel C. Sampel A merupakan
sampel asam salisilat dan sampel C merupakan sampel asam benzoat. Berdasarkan teori,
syarat-syarat pelarut yang baik digunakan dalam proses rekristalisasi diantaranya yaitu
pelarut yang hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas dan
sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut, pelarut yang memiliki titik didih
rendah untuk mempermudah proses pengkristalan serta titik didih pelarut harus lebih rendah
daripada titik leleh zat yang akan dilarutkan supaya zat yang akan diuraikan tidak terdisosiasi.
Selain itu, pelarut yang baik untuk proses rekristalisasi adalah pelarut yang mempunyai daya
pelarut yang tinggi pada suhu tinggi, dan daya pelarut semakin turun seiring dengan
menurunnya suhu. Ciri-ciri pelarut yang baik digunkaan yaitu pada suhu ruang tidak larut
dengan sampel, saat dipanaskan akan melarut, dan saat didinginkan akan membentuk kristal.
Berdasarkan percobaan, ketika sampel A ditambahkan dengan ke enam pelarut
menghasilkan hasil yang berbeda-beda. Pada suhu ruang sampel A dapat larut pada pelarut
etanol, etil asetat, dan aseton. Tetapi, tidak dapat larut pada pelarut n-heksana, toluene dan
akuades. Sampel yang tidak larut dengan pelarut akuades, toluene dan n-heksana kemudian
dipanaskan pada penangas. Fungsi pemanasan adalah untuk mempercepat proses pelarutan
karena adanya kenaikan suhu. Setelah dipanaskan, sampel A pada pelarut akuades dan n-
heksana dapat larut sempurna. Pelarut n-heksana mudah menguap sehingga saat pemansan
diperlukan waktu yang sangat sedikit agar pelarut tidak menguap semuanya karena titik didih
n-heksana yang rendah yaitu 69 0C
Penurunan suhu yang terjadi pada pelarut akuades dan pelarut n-heksana membentuk
kristal seperti jarum yang sangat halus. Bentuk kristal yang diperoleh antara pelarut akuades
dan pelarut n-heksana berbeda. Kristal yang terbentuk pada pelarut akuades lebih besar dan
lebih rapat dibandingkan dengan pelarut n-heksana. Berdasarkan hasil percobaan dapat
diketahui pelarut yang baik untuk sampel A (asam salisilat) yaitu pelarut akuades dan n-
heksana. Tetapi, jika dilihat dari hasil kristal yang didapat, pelarut akuades lebih cocok untuk
sampel A dibandingkan dengan pelarut n-heksana. Berdasarkan teori yang ada, pembentukan
kristal yang baik adalah kristal yang ukurannya besar dan hasilnya banyak, sehingga akuades
adalah pelarut yang paling baik digunakan sebagai pelarut sampel A. Akuades baik digunakan
sebagai pelarut sampel A karena pada suhu ruang akuades tidak melarutkan sampel A, saat
pemanasan dengan penambahan suhu dapat larut sempurna dan saat didinginkan membentuk
sebuah kristal. Hasil percobaan telah sesuai dengan teori, akuades merupakan pelarut yang
baik untuk sampel A (asam salisilat) karena memiliki titik didih sebesar 100 0C yang berada
di bawah titik didih asam salisilat 211 0C sehingga mempermudah proses pengkristalan.
Selain itu, titik didih akuades lebih rendah daripada titik leleh asam salisilat yaitu sebesar 159
0
C sehingga asam salisilat tidak mudah terdisosiasi.
Sampel kedua (B) yang digunakan adalah asam benzoat dan sampel ketiga yang
digunakan untuk pemilihan pelarut yaitu sampel C yang berupa asetanida Asam benzoate dan
asetanida dilarutkan dalam enam pelarut yang digunakan yaitu etanol, etil asetat, aseton,
toluena, n-heksana, dan akuades. Hasil percobaan, ketika sampel B dan C dengan jumlah
yang sama sebanyak ujung spatula ditambahkan dengan ke enam pelarut sebanyak kurang
lebih 3 mL pada masing-masing tabung reaksi didapatkan hasil yang berbeda-beda. Sampel B
dan C larut dalam pelarut etanol, aseton, dan etil asetat. Pelarut n-heksana dan toluen hanya
larut sebagian dan pada pelarut akuades tidak dapat larut. Hal tersebut dikarenakan, asam
benzoat dan asetanida dapat larut pada air yang panas dan mudah larut pada senyawa organik
seperti etanol dan sejenisnya. Sampel yang tidak larut dengan pelarut akuades, toluen dan n-
heksana dipanaskan dalam bunsen untuk mempercepat proses pelarutan dengan kenaikan
suhu. Sampel yang berada pada pelarut n-heksana hanya dipanaskan sebentar agar tidak
menguap semuanya karena titik didih n-heksana yang rendah sekitar 69 0C. Pemanasan pada
pelarut akuades harus digoyang-goyang hingga sampel B dan C larut sempurna dengan
akuades. Akuades yang telah melarutkan sampel secara sempurna, sampel pada keenam
tabung reaksi yang telah larut dalam pelarut didinginkan sehingga diperoleh hasil yang
berbeda. Sampel pada pelarut akuades dan n-heksana dapat membentuk kristal halus seperti
jarum kecil-kecil. Namun, pada pelarut toluena yang melarutkan sampel pada suhu ruang
tidak terbentuk kristal. Hal tersebut mungkin karena adanya efek pengotor yang berada dalam
sampel. Kristal yang terbentu kantara pelarut akuades dan n- heksana juga berbeda. Kristal
pada pelarut akuades lebih banyak dan lebih besar daripada kristal yang terbentuk pada
pelarut n-heksana. Menurut hasil percobaan, akuades merupakan pelarut yang baik untuk
sampel B dan C. Tetapi, jika ditinjau dari pembentukan kristal saat suhu didinginkan n-
heksana juga dapat menjadi pelarut untuk sampel B dan C. Pelarut akuades dan n-heksana
dapat digunakan sebagai pelarut untuk sampel B dan C karena pada suhu ruang tidak dapat
melarutkan sampel, dan pada kenaikan suhu dengan pemanasan dapat melarutkan sampel
secara sempurna, serta pada saat suhu diturunkan terbentuk kristal pada pelarut akuades dan
n-heksena. Hasil percobaan untuk penentuan pelarut pada sampel B sesuai dengan teori yaitu
akuades merupakan pelarut yang baik untuk sampel B karena memiliki titik didih sebesar 100
0
C yang berada di bawah titik didih asam benzoat 249 0C sehingga mempermudah proses
pengkristalan dan juga titik didih akuades lebih rendah daripada titik leleh asam benzoate
yaitu sebesar 122,40C sehingga asam benzoat tidak mudah terdisosiasi saat menggunakan
pelarut akauades. Kristal yang terbentuk sesuai dengan pembentukan kristal yang baik yaitu
banyak dan juga besar sehingga akuades merupakan pelarut yang baik untuk sampel B asam
benzoat.
Berdasarkan percobaan penentuan pelarut pada sampel A (asam salisilat), sampel B
(asam benzoat), dan sampel C (asetanida) diperoleh pelarut yang baik untuk ketiga sampel
tersebut yaitu pelarut akuades. Pelarut akuades memiliki kriteria sebagai pelarut yang baik
diantaranya yaitu pelarut akuades hanya dapat melarutkan sampel dalam keadaan panas dan
sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut, pelarut akuades memiliki titik
didih rendah untuk mempermudah proses pengkristalan dan memiliki titik didih yang lebih
rendah daripada titik leleh sampel agar sampel tidak mudah terdisosiasi. Selain itu, pelarut
akuades mempunyai daya pelarut yang tinggi pada suhu tinggi dan daya pelarut semakin
turun seiring dengan menurunnya suhu.
Percobaan selanjutnya yaitu mengenai proses rekristalisasi. Proses rekristalisasi
dilakukan setelah pemilihan pelarut yang baik untuk sampel yang digunakan pada
rekristalisasi. Sampel yang digunakan yaitu sampel asam salisilat yang telah diketahui pelarut
yang cocok untuk asam salisilat sehingga pelarut yang digunakan yaitu pelarut akuades
karena telah ditentukan pada percobaan pemilihan pelarut. Sampel asam salisilat yang
digunakan sebanyak 0,05 g dan ditambahkan dengan pelarut akuades sebanyak 2 ml. Sampel
asam salisilat tidak dapat larut sempurna dengan pelarut akuades pada suhu ruang, sehingga
dilakukan pemanasan dengan bunsen agar sampel asam salisilat cepat larut sempurna dengan
akuades. Hal ini disebabkan energi kinetik pada partikel-partikelnya menjadi besar, sehingga
tumbukan antar partikel lebih sering terjadi dan akibatnya reaksi menjad semakin cepat.
Setelah proses pemanasan maka dilanjutkan dengan proses kristalisasi. Sampel yang telah
larut dengan akuades kemudian didinginkan sehingga terbentuk kristal pada sampel bodrex
tersebut. Penggunaan es batu ini dimaksudkan agar proses pengkristalan lebih cepat. Apabila
telah terbentuk endapan sedikit masukkan tabung reaksi yang berisi sampel pada freezer agar
sampel yang terlarut dalam akuades cepat mengendap atau mengkristal. Penurunan suhu yang
terjadi sangat berpengaruh terhadap proses terbentuknya kristal. Hasil percobaan
pembentukan kristal kecil-kecil dan halus. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
penurunan suhu yang dilakukan berjalan cepat sehingga kecepatan tumbuh inti kristal lebih
cepat daripada kecepatan pertumbuhan krtistal sehingga menyebabkan kristal yang diperoleh
kecil.
Proses berikutnya yaitu pemisahan dan pengeringan kristal yang telah terbentuk.
Penyaringan dilakukan dengan corong Buchner dengan menggunakan bantuan air. Air
bertujuan untuk membersihkan kristal dari kotoran yang menempel pada tabung reaksi agar
tersaring seutuhnya. Setelah kristal tersaring pada kertas saring yang telah ditimbang,
kemudian kertas saring berisi kristal dan mengandung air dikeringkan menggunakan oven
agar kristal atau endapan terpisah dengan kandungan air. Setelah di oven kertas saring dan
kristal yang diperoleh ditimbang dan diperoleh massa rendemen sebesar 0,03 gram dengan
presentase 60% dari massa sampel sebelumnya 0,05 gram. Rendemen yang dihasilkan sedikit
yang berarti massa kristal yang diperoleh kembali cukup sedikit. Hal tersebut mungkin
dikarenakan pemanasan yang kurang lama sehingga sampel belum larut sempurna dengan
pelarut dan terbentuk kristal yang sedikit.
Proses selanjutnya menentukan titik leleh sampel asam salisilat. Penentuan titik leleh
menggunakan sampel asam salisilat yang sedikit sehingga susah diambil menggunakan pipa
kapiler. Sampel dimasukkan dalam sebuah pipa kapiler dan dimasukkan pada alat penangas
yang dilengkapi dengan termometer. Titik leleh sampel dapat ditentukan saat sampel yang
berada pada pipa kapiler mulai mencair sedikit. Termometer menunjukkan angka 155 0 C saat
sampel pertama kali meleleh. Sampel asam salisilat pada literatur mempunyai titik leleh
sebesar 1590 C.
Kesimpulan
Percobaan mengenai rekristalisasi menurut hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa:
1; Rekristalisasi adalah suatu teknik pemisahan zat padat dari pencemarnya yang
dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam
pelarut yang sesuai. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah pelarut hanya dapat
melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya.
2; Pelarut yang baik untuk sampel A, sampel B, dan sampel C adalah akuades karena
memenuhi syarat pelarut yang baik seperti memiliki titik didih dibawah titik didih dan
titik leleh sampel.
3; Pelarut terbaik yang dapat digunakan untuk rekristalisasi sampel asam salisilat adalah
akuades.
4; Sampel asam salisilat dengan pelarut akuades memiliki nilai rendemen sebesar 60%
dan titik lelehnya pada suhu 155o C.
Referensi
Arsyad, M. N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia.
Austin, G. 1986. Farmasi Fisika. Jakarta: Erlangga.
Svehla. 1979. Buku Teks Anailisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.
Alih Bahasa : A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organic Experiments. USA : Houghton
Mifflin Company.
Oxtoby, D.W. 2001. Prinsip Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Saran
Sebaiknya praktikan memahami prosedur kerja yang akan dilakukan pada percobaan
reksristalisasi ini sehingga diperoleh data yang akurat. Selain itu, sebaiknya sebelum
praktikum disiapkan bahan-bahan percobaan yang akan digunakan oleh praktikan agar tidak
kehabisan bahan untuk melakukan percobaan rekristalisasi.
Nama Praktikan
Ageliya Dwi Pratiwi (151810301009)