Anda di halaman 1dari 4

Prinsip

1. Pemberian cairan, eletrolit, antipiretik, analgesik, dan terapi penunjang lain yang penting untuk pasien
penderita meningitis akut
2. Terapi antibiotika empirik harus diberikan sesegera mungkin untuk menghilangkan mikroba penyebab.
Terapi antibiotik harus paling tidak selama 48-72 jam atau sampai diagnosa ditegakkan
3. Meningitis yang disebabkan oleh S pneumonia, N meningitidis, H influenza dapat sukses diterapi
dengan antibiotik selama 7-14 hari. Pemberian lbih lama, 14-21 hari direkomendasikan untuk pasien
yang terinfeksi L monocytgees, Group B streptococci dan basil G enterik. Terapi seharusnya secara
idividu dan beberapa pasien mungkin memerlukan terapi antibiotik lebih lama.

F. TERAPI

Pentalaksaaannya adalah menghilangkan infeksi dengan menurunkan tanda-tanda dan gejala serta mencegah
kerusakan neurologik seperti kejang, tuli, koma dan kematian.

Terapi Farmakologi

1. Peningkatan inflamasi selaput otak akan meningkatkan penetrasi antibiotik. Masalah penetrasi AB
dapat diatasi dengan pemberian AB langsung secara intratekal, intrasisternal, atau intraventrikuler.
2. Faktor2 yang memperkuat penetrasi ke CSS adalah BM yang rendah, molekul yang tidak terion,
kearutan dalam lemak, dan ikatan protein yang kecil.
3. Deksametason sebagai terapi adjuvan, juga sering digunakan pada kasus meningitis anak, karena dapat
menyebabkan perbaikan yang nyata pada konsentrasi glukosa dan laktat CSS serta juga mnurunkan
dengan nyata kejadian gangguan neurologi yang umum berkaitan dengan meningitis
4. The american academy of pediatric menyarankan penggunaan deksa untuk bayi dan anak berusia 2
bulan atau lebih tua yang menderita meningitis pneumokokus dan meningitis H influenza. Dosis umum
deksa Iv adalah 0,15 mg/kg setiap 6jam selama 4 hari. Atau deksa 0,15 mg/kg setiap 6jam untuk 2 hari
atau 0,4 mg/kg setiap 12 jam untuk 2 hari, efektifitasnya sebandig dan kurang menimbulkan toksisitas
potensial.
5. Deksa harus diberikan sebelum dosis pertama AB dan Hb dan tinja guaiak (pucat) harus dimonitor
untuk mengethui pendarahan saluran cerna.
Pada jam-jam pertama, penderita harus diamati secara intensif karena shock dapat terjadi setelah penderita
mendapat antibiotika. Perlu diingat bahwa mengikuti perkembangan (monitor) tekanan darah sistolik pada
penderita anak-anak tidaklah memadai untuk dapat mengawasi terjadinya shock. Indikator yang lebih baik
adalah: tekanan darah diastolik yang rendah, pengisian kapiler yang terlambat, ekstrimitas yang dingin, dan
takikardia. Terapi antibiotika harus dimulai sedini mungkin. Keprihatinan bahwa pemberian antibiotika yang
dini menyebabkan bertambah buruknya keadaan klinik penderita karena antibiotika (terutama dari golongan -
lactam) menginduksi pelepasan endotoksin belum pernah terbukti secara klinis. Sebaliknya, penundaan terapi
antibiotika dapat berakibat meningkatnya proses-proses bakteriologis dan menyebabkan response peradangan
yang berakibat buruk. Bilamana pemberian antibiotika dilakukan pada waktu penyakit telah berjalan lanjut
misalnya pada saat lesi iskemik telah berjalan, lebih banyak kuman yang dapat lolos dari efek antibiotika.

Penanganan shock perlu dilakukan sebaik-baiknya dan secepatnya. Oleh karena disamping terjadi kebocoran
kapiler secara ekstensif, stadium awal FMS juga diikuti oleh depresi kardiac yang berat sehingga dapat timbul
kongesti pulmonal, maka jumlah pemberian cairan perlu diperhatikan. Secara umum, suport inotropik dan
vasopresif dibutuhkan sejak awal penyakit. Hipoglikemia mungkin ditemukan pada bayi, dan ini perlu segera
dikoreksi. Penggunaan glukokortikoid pada pengobatan FMS masih bersifat kontroversial. Sampai awal tahun
1980-an, pemakaian glukokortikoid secara luas diterima sebagai terapi baku yang dapat menurunkan angka
kematian pada infeksi meningokok .

Pada keadaan di mana tidak ada ancaman untuk terjadinya hernia serebral atau shock, pengobatan meningitis
meningokok secara relatif lebih sederhana dan hanya membutuhkan antibiotik parenteral serta pengawasan
yang intensif dari penderita.

Penanganan penderita meningitis bakterial akut harus segera diberikan begitu diagnosa ditegakkan.
Penatalaksanaan meningitis bakterial akut terbagi dua yakni penatalaksanaan konservatif/ medikal dan
operatif.

1. Terapi Konservatif/Medikal

a. Antibiotika

Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan Lumbal Punksi guna
pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur :

Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika yang dapat
menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan
respons gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14
hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif.

Beberapa dosis obat antibiotika berdasarkan identifikasi kuman.

b. Kortikosteroid

Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi tekanan intrakranial, akan
tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat
pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid
sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam
dan menimbulkan defisit neurologik fokal.

Lebel et al (1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bacterial karena H.
influenzae dan mendapat terapi deksamethason 0,15 mg/kgBB/x tiap 6 jam selama 4 hari, 20 menit sebelum
pemberian antibiotika. Ternyata pada pemeriksaan 24 jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari penelitian ini
bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah
lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995) menganjurkan pemberian deksamethason hanya
pada penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak
atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan deksamethason yang cukup
banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal, penurunan fungsi imun seluler sehingga menjadi peka
terhadap patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.

2. Terapi Operatif

Penanganan fokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan mastoidektomi harus dapat
menjamin eradikasi seluruh jaringan patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal.
Tujuan operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh
invasi bakteri. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan thrombectomi, jugular vein ligation, perisinual dan
cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema
otak yang tentunya akan memberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis
media.
Daftar pustaka

Israr, Yayan A. 2008. Meningitis. Pekanbaru

Ritarwan, Kiking. 2006. Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis Otogenik.

Anda mungkin juga menyukai