Anda di halaman 1dari 17

WRAP UP SKENARIO

NYERI PANGGUL

Disusun oleh:

B-6

Ketua : Pricyllia Widad Prama Putri (1102016166)

Sekertaris : Viera Dzakiyyah Muthohharoh (1102016220)

Anggota : Meylita Diaz Stovana (1102016119)


Muhammad Habibie (1102016120)
Muhammad Hafids Shulthon (1102016133)
Nusicha Siti Andriana (1102015173)
Suci Paramitha (1102016209)
Winona Rindy Ballinan (1102016226)
Zila Meifanza Hanifah (1102016235)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2016/2017
SKENARIO
NYERI PANGGUL

Seorang perempuan berusia 60 tahun datng ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri pinggul kanannya setelah terbentur lantai kamar mandi karena jatuh. Sejak
terjatuh yang dirasakan tidak mampu berdiri karna rasa nyeri yang sangat pada
pinggul kanannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit
berat,merintih kesakitan, compos mentis. Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi
104x/menit, frekuensi napas 24x/menit. Terdapat hematom pada Art. Coxae dextra,
posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan eksorotasi. Ditemukan krepitasi
tulang dan nyeri tekan juga pemendekan ekstermitas. Gerakan terbatas karena nyeri.
Neurovascular distal baik. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur femoris
tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.

KATA SULIT

1. Hematom: suatu penggumpalan darah yang teralokasi, umumnya menggumpal


pada organ, rangka, jaringan, akibat pembuluh darah pecah
2. Komposmentis: keadaan normal, sadar sepenuhnya dapat menjawab pertanyaan
tentang keadaan sekarang
3. Krepitasi: suatu suara yang dihasilkan dari pergerakan tulang dengan tulang.
4. Fraktur tertutup: jenis fraktur yang tidak disertai luka pada permukaan kulit.
5. Neurovascular: saraf atau pembuluh darah yang mengendalikan diameter lubang
saluran darah
6. Eksorotasi: gerakan berputar dari medial ke anterior dan lateral

PERTANYAAN

1. Apa saja penanganan pertama pada fraktur femoris?


2. Mengapa pada hasil perbandingan pemeriksaan fisik terjadi pemendekan
ekstremitas dan adanya krepitasi?
3. Mengapa bisa terjadi hematom?
4. Apa ada kaitannya usia dengan fraktur?
5. Apa saja gejala fraktur?
6. Bagaimana cara mendiagnosis fraktur?
7. Mengapa tungkai kanan sedikit fleksi, abduksi dan eksorotasi?
8. Apa saja faktor penyebab fraktur?
9. Apa saja klasifikasi fraktur?
10. Bagaimana cara mencegah fraktur?
11. Mengapa pada pemeriksaan tanda vital meningkat?
JAWABAN

1. Pasien diposisikan pada posisi anatomi lalu dilakukan pembidaian


2. Karena patah, jadi bertumpuk dengan tulang lain. Terjadi dislokasi fragmen tulang
lalu otot menarik tulang ke lokasi fraktur
3. Karena robek dan pecahnya pembuluh darah
4. Ada hubungannya, karena semakin tua kepadatan tulang semakin menurun dan
salah satu faktor terjadinya fraktur yaitu usia.
5. Krepitasi tulang, nyeri tekan, gerakan terbatas, vital sign meningkat
6. Anamnesis, pemeriksaan look, feel, movement, pemeriksaan radiologi
7. Karena terjadinya deformitas ( perubahan bentuk tulang menjadi memendek)
8. Berat badan, jenis kelamin (terutama pada perempuan yang sudah menopause),
intensitas aktifitas, trauma, kekuatan tulang, dan penyakit.
9. - Proses penyakit
Fraktur fisiologis: usia muda
Fraktur patologis: usia tua
- Klinis
Fraktur terbuka: Adanya luka pada fraktur(perdarahan aktif
Fraktur tertutup: Tidak adanya luka pada fraktur
- Radiologi:
Fraktur Transversal
Fraktur Oblique
Fraktur Spiral
Fraktur Kominutif
10. Asupan kalsium yang cukup, menjaga berat badan, olahraga
11. Karena ada aktivitas darah ke daerah fraktur, tekanan darah meningkat karena
nyeri yang sangat berat
HIPOTESIS

SASARAN BELAJAR
1. Mempelajari dan memahami anatomi makroskopis dan mikroskopis Os.
Femur dan Art. Coxae

MAKROSKOPIS

Tulang : antara caput femoris dan acetabulum


Jenis sendi : enathrosis spheroidea
Penguat sendi :
1. tulang rawan pada facies lunata
2. kelenjar havers pada acetabulum
3. lig. Caput femoris berfungsi untuk menghubungkan acetabulum dan fovea
capitis femoris, terdapat pembuluh darah dari A. obturatoria yang
memperdarahi caput femoris
4. lig iliofemorale berfungsi untuk mempertahankan articulation coxae tetap
ekstensi, hambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar ke
belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi
otot untuk mempertahankan posisi tegak. Ligamentum iliofemorale
terletak di anterior terhadap sendi coxae dan berbentuk segitiga. Apexnya
melekat pada ilium di antara SIAI dan tepi acetabulum dan basisnya
melekat di sepanjang linea intertrochanterica ossis femoris. Bagian-bagian
ligamentum yang melekat di atas dan di bawah linea intertrochanterica
lebih tebal dari pada yang melekat pada bagian tengah linea
intertrochanterica. Hasilnya ligamentum iliofemorale memiliki bentuk
seperti huruf Y.
5. lig. Ischiofemorale berfungsi untuk mencegah rotasi interna
6. lig. Pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi dan rotasi
eksterna
7. lig. Transversum acetabula
8. lig. Capitis femoris
gerak sendi :
1. fleksi : M.iliopsoas, M. pectineus, M.rectus femoris, M.adductor longus,
M.adductor brevis, M.adductor magnus pars anterior, M.tensor faciae latae
2. ekstensi : M. gluteus maximus, M. semitendinosis, M. semimembranosus,
M.biceps femoris caput longum, M.adductor magnus pars posterior
3. abduksi : M.gluteus medius, M.gluteus minimus, M.piriformis,
M.sartorius, M.tensor fasciae latae
4. adduksi : M. adductor magnus, Madductor longus, M.adductor brevis,
M.pectineus, M.obturatur externus, M. quadratus femoris.

MIKROSKOPIS
Tulang panjang memiliki 2 struktur, yaitu tulang kompakta dan tulang spongiosa.
Tulang kompakta merupakan tulang padat, yang terdiri atas serat kolagen yang
tersimpan dalam lapisan lapisan tipis yang disebut lamel. Sedangkan untuk tulang
spongiosa terdiri atas daerah yang saling berhubungan seperti anyaman dan tidak
padat. Celah-celah diantaranya diisi oleh sumsum tulang. Ruang diantara trabekula
berisi sumsum tulang merah. Pada trabekula yang tebal dapat terlihat osteon.

Tulang terdiri atas dua bagian yakni, diaphysis dan epiphysis. Diaphysis lebih
banyak disusun oleh tulang kompakta, sedangkan bagian epiphysis lebih banyak
disusun oleh tulang spongiosa karena dapat melakukan pemanjangan (pertumbuhan).
Tulang Kompakta
Tulang kompakta memiliki lamellae yang tersusun dalam tiga gambaran umum yakni:
1. Lamelae sirkumfleksia sejajar terjadap permukan bebas periosteum dan
endosteum.
2. System Havers (osteon) sejajar terhadap sumbuh sejajar tulang kompakta. Lapisan
lamellar 4-20 tersusun secara konsentris disekitar ruang vascular.
3. System intersisial adalah susunan tidak teratur dari lamel lamel, secara garis
besar membentuk segitiga dan segiempat.
Pada tulang kompakta juga terdapat saluran Havers, saluran Volkman, lacuna dan
kanalikuli.

Sel-sel pada tulang spongiosa adalah :


a. Osteoblast
Osteoblast berperan dalam kalsifikasi, mensintesis dan menjadi perantara
mineralisasi osteoid. Osteoblast dapat mensekresi matriks organk tulang dengan
bantuan vit.C. Osteoblast ditemukan dalam satu lapisan pada permukaan jaringan
tulang sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling berhubungan
melalui tonjolan-tonjolan pendek. Gambaran mikroskopisnya adalah sitoplasma biru,
banyak apparatus golgi, alkali phosphate ,dll.

b. Osteosit
Osteosit merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Mempunyai
peranan penting dalam pembentukan matriks tulang dengan cara membantu
pemberian nutrisi pada tulang yang disalurkan melalui kanalikuli. Osteosit berada di
dalam lacuna dan dapat berhubungan dengan osteosit lain dengan gap junction.

c. Osteoclast
Osteoclast adalah sel fagosit yang mempunyai kemampuan mengikis tulang dan
merupakan bagian yang penting. Osteoclast mampu memperbaiki tulang bersama
osteoblast. Osteoclast ini berasal dari deretan sel monosit makrofag. Aktifitas
osteoclast akan meningkat dengan adanya hormone parathyroid dan dapat dihambar
oleh calcitonin.

d. Sel osteoprogenitor
Osteoprogenitor merupakan sel induk tulang. Osteoprogenitor berperan sebagai
bone repair dan pembentukan callus. Osteoprogenitor mempunyai sifat multipoten
yaitu bisa berdiferensiasi menjadi osteoblast, fibroblast, chondroblast, dan sel lemak.
2. Mempelajari dan memahami fraktur
2.1 Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis yang bersifat total maupun parsial.

2.2 Etiologi
Penyebab fraktur adalah taruma.Trauma langsung berarti benturan pada tulang
dan mengakibatkan fraktur ditempat itu. Trauma tidak langsung bila mana titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Misalnya seorang anak yg jatuh dan berusaha menahan dengan telapak tangan
membentur lantai. Gaya benturan akan diteruskan ke proksimal dan dapat
mengakibatkan :
1. fraktur distal radius
2. fraktur antebrachi
3. fraktur kaput radius
4. fraktur kondilus lateralis
5. fraktur suprakondilair humerus
6. fraktur klavikula
Taruma rotasi pada kaki dapat mengakibatkan fraktur spiral tibia. Sesorang
yang melompat dari ketinggian dan mendarat pada kakinya dapat menderita
fraktur kompresi tulang belakang yang jaraknya amat berjauhan. Frkatur yang
diakibatkan taruma yang minimal atau tanpa trauma adalah fraktur patologis
yaitu fraktur dari tulang yang patologik akibat suatu proses misalnya : pada
osteogenesis imperfecta, osteoporosis, penyakit metabolik atau atau penyakit-
penyakit lain seperti infeksi tulang dan tumor tulang.

Fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:


1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, dan


kontraksi otot yang ekstrim. Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang
mengenai tulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur
A. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi, kecepatan dan durasi trauma yang
mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang
B. Faktor intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma,
kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Sebagian besar patah tulaang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecepatan mobil, olahraga, atau karena jatuh..Jenis dan beratnya patah tulang
dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang,
usia penderita, dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis
dapat mengalami patah tulang
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), merupakan fraktur dengan luka pada
kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus
kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka
digradasi menjadi:
Grade I : luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak Ekstensif.

Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.


1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma.

1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan


merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah garis patah.


1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.

Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi :
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

Berdasarkan posisi frakur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal

Fraktur femur.
a. Klasifikasi menurut Garden
Tingkat I : fraktur impaksi yang tidak total
Tingkat II : fraktur total tetapi tidak bergeser
Tingakt III : fraktur total isertai dengan sedikit pergesekan
Tingkat IV : fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat

b. Klasifikasi menurut Pauwel


Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur
Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30 derajat
Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50 derajat
Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70 derajat
2.4 Patofisiologi dan pathogenesis
Patofisiologi
Secara etiologi fraktur dibagi menjadi tiga yaitu fraktur traumatic yang
terjadi karena trauma tiba-tiba, fraktur patologi disebebkan karena adanya
kelainan atau penyakit yang menyebabkan tulang menjadi lemah, dan
fraktur stress karena adanya tekanan berulang.
Menurut warden (2006) patofisiologi terjadinya fraktur tidak diketahui
dan jenisnya tergantung dengan teori. Dalam peran penyediaan kebutuhan
internal, otot akan menyebabkan beban mekanisme yang mengakibatkan
ketegangan tulang. Ketegangan akan menyebabkan perubahan dari tulang.
Walau bernilai kecil, namun yang paling kecil ini sering berubah menjadi
mikrostrain. Saat diambang ketegangan tulang akan berusaha untuk
berdegenerasi dari kerusakan. Kerusakan yang jenis konsekuensi kecil
masih memungkinkan tulang untuk melakukan self-repair pada target
yang ingin di remodeling. Namun dalam beberapa kondisi ketidakstabilan
dapat menyebabkan antara generasi kerusakan dan menghilang.
Kelanjutan dari akumulasi kerusakan ini dipercaya adalah awal dari
patologi yang menjadi hasil klinik dalam reaksi stress, fraktur stress, dan
fraktur tulang komplit.

Patogenesis

1. fase hematoma
apabila fraktur pada patahan tulang panjang, maka pembuluh darah
kecil yang melewati kanalikuli dalam system havers akan robek pada
daerah fraktur sehingga terjadi hematom diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma besar diliputi periosteum sehingga periosteum terdorong
dan robek karena tekanan hematom sehingga ekstravasasi darah
kedalam jaringan lunak
2. fase proliferasi subperiosteal dan endosteal
sel osteogenik akan berprolifesai dari periosteum membentuk kalus
eksterna dan interna
3. fase pembentukan kalus
setelah bentuk jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
osteoblast dan kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat
osteoblast dtempati matriks intrasel kolagen dan perlekatan
polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk tulang matur yang
disebut woven bone
4. fase konsolidasi
woven bone akan membentuk kalus primer dan menjadi tulang matang
akibat aktivitas osteoblast dan kelebihan kalus direabsorbsi secara
perlahan
5. fase remodeling
saat union lengkap tulang barubentuk menyerupai bulbus yang
meliputi tulang tanpa kanalis medulari. Bulbus terbentuk dari
reabsorbsi osteoklas, proses osteoblast di tulang, kalus eksterna
perlahan-lahan hilang, kalus intermedia akan berubah menjadi tulang
kompak berisi system haver dan kalus interna akan menjadi rongga
bentuk sum-sum tulang.

2.5 Manifestasi klinis


Gambaran klinis fraktur adalah
a. Riwayat trauma
b. Rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah
c. Defeormitas (angulusi, rotasi, diskrepansi)
d. Gangguan muskuluskeletal akibat nyeri
e. Putusnya kontinuitas tulang
f. Gangguan neurovascular
Menurut Smellzer dan Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah:
a. Nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,
pembengkakan lokal dan perubahan warna
b. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan dibawah fraktur
c. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat
d. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan pendarahan yang diikuti dengan fraktur. Tanda ini
terjadi setelah beberapa jam/hari setelah cedera.

2.6 Diagnosis dan diagnosis banding


Diagnosis
1. Anamnesa (Ada tidaknya trauma)
Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya
cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur
sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat
alergi, riwayat osteoporosis. serta riwayat penyakit lainnya. Bila tidak ada
riwayat trauma berarti fraktur yang terjadi adalah fraktur patologis. Jika
terjadi trauma, harus diperinci jenis, berat-ringannya trauma, arah trauma,
dan posisi penderita atau ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme
trauma).Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan
berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan
sudah dapat menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat
berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul.
Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga
adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera Terdapat tiga situasi
dimana fraktur leher femur dapat terlewatkan;
Fraktur-tekanan : Pasien manula dengan nyeri pinggul yang tak
diketahui mungkin mengalami fraktur-tekanan; pemeriksaan sinar X
hasilnya normal tetapi scan tulang akan memperlihatkan lesi panas.
Fraktur yang terimpaksi : Garis awal fraktur tak terlihat, tetapi bentuk
kaput femoris dan leher berubah; selalu bandingkan kedua sisi.
Fraktur yang tidak nyeri : Pasien yang berada di tempat tidur dapat
mengalami fraktur diam.
2. Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya : shock pada fraktur
multiple, fraktur pelvis, serta tanda-tanda fraktur terbuka terinfeksi.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal
sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat.
Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan
pasienakan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di
inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan. Inspeksi (look), Palpasi (feel),
Gerakan (moving)

A. Inspeksi / look Pada pemeriksaan fisik


mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat adanya asimetris pada
kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan warna local. Pasien
merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah,
terdapat pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar,
pemendekan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Adanya luka
kulit, laserasi atau abrasi, dan perubahan warna di bagian distal luka
meningkatkan kecurigaan adanya fraktur terbuka. Pasien diinstruksikan
untuk menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi yang
sehat.

B. Palpasi / feel
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat
juga secara objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang
sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu menekan atau
menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah searah dengan
sumbunya. Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang
tepat sama. Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur
tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang
mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi yang perlu
diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri,
warna kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test),
sensibilitas. Palpasi harus dilakukan di sekitar lesi untuk melihat
apakah ada nyeri tekan, gerakan abnormal, kontinuitas tulang, dan
krepitasi. Juga untuk mengetahui status vaskuler di bagian distal lesi.
Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan memeriksa warna kulit
dan suhu di distal fraktur. Pada tes gerakan, yang digerakkan adalah
sendinya. Jika ada keluhan, mungkin sudah terjadi perluasan fraktur.
C. Gerakan / moving
Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena
menimbulkan nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan
gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin
fraktur. Gerakan sendi terbatas karena nyeri, akibat fungsi terganggu
(Loss of function)

Diagnosis Banding Fraktur Collum Femur


a. Osteitis
Pubis Peradangan dari simfisis pubis - sendi dari dua tulang panggul besar di
bagian depan panggul.
b. Slipped Capital Femoral Epiphysis
Patah tulang yang melewati fisis (plat tembat tumbuh pada tulang), yang
menyebabkan selipan terjadi diatas epifisis.
c. Snapping Hip Syndrome
Kondisi medis yang ditandai oleh sensasi gertakan terasa saat pinggul yang
tertekuk dan diperpanjang. Hal ini dapat disertai oleh gertakan terdengar atau
muncul kebisingan dan rasa sakit atau ketidaknyamanan.Dinamakan demikian
karena suara retak yang berbeda yang berasal dari seluruh daerah pinggul
ketika sendi melewati dari yang tertekuk untuk menjadi diperpanjang. Secara
medis dikenal sebagai iliopsoas tendinitis, mereka sering terkena adalah atlet,
seperti angkat besi, pesenam, pelari dan penari balet, yang secara rutin
menerapkan kekuatan yang berlebihan atau melakukan gerakan sulit yang
melibatkan sendi panggul.

2.7 Tatalaksana
Untuk patah tulangnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu
selama masa penyembuhan tulang (imobilisasi).

Cara pertama untuk penanganan patah tulang dengan dislokasi fragmen


patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan
cacat di kemudian hari, cukup dengan proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi.
Contoh cara ini adalah patah tulang rusuk, patah tulang klavikula pada anak,
dan patah vertebra dengan kompresi minimal.
Cara kedua ialah imobilisasi dengan fiksasi atau imobilisasi luar tanpa
reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi
fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang tungkai bawah
tanpa dislokasi yang penting.
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi dikuti dengan imobilisasi.
Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti
pada patah tulang radius distal.
Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa
tertentu, misalnya beberapa minggu, dan kemudian diikuti dengan imobilisasi.
Ini dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi secara manipulasi akan
terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan pada patah tulang otot
yang kuat, misalnya pada patah tulang femur.
Cara kelima berupa reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan
pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern.
Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksasi dalam pada tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang
kolum femur.
Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan
tulang dengan pemasangan fiksasi interna. Ini dilakukan misalnya, pada patah
tulang femur, tibia, humerus, lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa
berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga berupa plat dengan
sekrup di permuka an tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah bisa
dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh,
sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan
mobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini mengundang risiko
infeksi tulang.
Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya
dengan prostesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum temur. Kaput femur
dibuang secara operatif dan diganti dengan prostesis. Ini dilakukan pada orang
tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat menyambung kembali.

Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan


pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi
dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur.
1. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
3. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
b. Immobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal.
1. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin
dan teknik gips atau fiksator eksternal.
2. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai
bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neurologi.
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometrik dan setting otot
6. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
7. Kembali keaktivitas secara bertahap.

Tindakan Debridement
1. Penderita diberi toksoid atau ATS
2. Antibiotic untuk bakteri gram positif dan negative
3. Kultur dan resistensi kuman dari dasar luka terbuka
4. Tourniquet disiapkan tetapi tidak perlu ditiup
5. Setelah dalam narkose seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur
6. Luka diirigasi dengan cairan fisiologis atau air matang 5-10 liter, luka
derajat 3 disemprot hingga bebas kontaminasi (jet lavage)
7. Tindakan desinfeksi dan pemasangan duk (draping)
8. Eksisi luka lapis demi lapis, fragmen tulang besar untuk stabilitas
dipertahankan
9. Bila letak luka tidak menguntungkan, dibuat insisi baru yang biasa
digunakan
10. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup
setelah 1 minggu atau edema hilang. Luka untuk reposisi primer dijahit
primer
11. Fiksasi eksterna yang paling baik, bagi yang pengalaman, dibolehkan
fiksasi interna. Antibiotik diteruskan 3 hari kedepan

Operatif
Dipasang intermedullary nail, ada 3 macam:
1. Kuntsher mail (paling terkenal)
2. Sneider nail
3. Ao nail
Pemasangan intermedullary nail dapat dilakukan secara:
Terbuka
Menyayat kulit fascia sampai tulang yang patah. Pen dipasang secara
retrograde
Tertutup
Tanpa sayatan di daerah patah. Pen dimasukkan melalui ujung trochanter
major dengan bantuan image intersifier(C.arm). Tulang dapat direposisi dan
pen dapat masuk kef ragmen bagian distal

Indikasi operatif, apabila:


- Cara non operatif gagal
- Multiple fraktur
- Rupture A. femoralis
- Patologik fraktur
- Usia lanjut
Farmakologi

Obat-obatan seperti biphosphonates dapat meningkatkan densitas tulang


sehingga mengurangi resiko re-fracture. Kebanyakan obat-obatan ini diminum.

Efek samping : Nausea, nyeri abdominal, dan inflamasi pada esofagus.

Farmakokinetik : Oral, jika intoleran dapat digunakan IV tubing.

2.8 Prognosis
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung
pada lokasi fraktur juga umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur:
Lokasi Fraktur Masa Lokasi Fraktur Masa
Penyembuhan Penyembuhan
1.Pergelangan 3-4 minggu 7. Kaki 3-4 minggu
tangan
2. Fibula 4-6 minggu 8. Metatarsal 5-6 minggu
3. Tibia 4-6 minggu 9. Metakarpal 3-4 minggu
4. Pergelangan kaki 5-8 minggu 10. Hairline 2-4 minggu
5. Tulang rusuk 4-5 minggu 11. Jari tangan 2-3 minggu
6. Jones fracture 3-5 minggu 12. Jari kaki 2-4 minggu
Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-6
minggu), lansia (> 8 minggu)

DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI.
Jakarta: Binarupa Aksara

Stuart J. Warden, David B. Burr, and Peter D. Brukner. 2006. Stress fractures :
pathophysiology, Epidemiolog, and risk factors. Current Science Inc. USA.

Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor).2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta: EGC

Eroschenko, V. P. (2010). Atlas Histologi diFiore: dengan Korelasi Fungsional, Ed.


11. Jakarta: EGC.

Rasjad, Chairudin. 2012. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang: Bintang Lamupate

Reksoprodjo, Soelarto. dkk. 2014. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:


BINARUPA AKSARA Publisher
Drake, R.L., Vogl, A.W., Mitchell, A.W.M., 2012. Gray Dasar-Dasar Anatomi.
Elsevier Churchill Livingstone, Singapore.

Anda mungkin juga menyukai