PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga
tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
G. Inervasi Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
H. Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume
darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan
15
waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar 15
mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml),
cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu
berhubungan dengan keadaan keseimbangan Hipotesa Monro Kellie
menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada
volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
I. Ventrikel otak
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah
ventrikel lateral, ventrikel III dan
ventrikel IV. Ventrikel lateral terdapat
di bagian dalam serebrum, masingmasing ventrikel terdiri dari 5 bagian
yaitu kornu anterior, kornu posterior,
kornu inferior, badan dan atrium.
Ventrikel III adalah suatu rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong
unilokuler, letaknya di tengah kepala, ditengah korpus kalosum dan bagian korpus
unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica, kelenjar hipofisa dan otak tengah
dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding hipothalanus. Disebelah
anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus sylvii.
Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah
ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata.
Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial,
cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang
dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari
lumbal pungsi yaitu 4 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak
dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada
penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
16
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan
darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan
meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep
ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran
darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per
100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung
pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera
pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari
berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal
sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan
perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan
untuk meningkatkan ADO.
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu gangguan
pembentukan, aliran, atau penyerapan cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah ke
peningkatan volume cairan di dalam SSP. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai
gangguan hidrodinamik dari CSF. Akut hidrosefalus terjadi selama beberapa hari,
hidrosefalus subakut terjadi selama beberapa minggu, dan hidrosefalus kronis terjadi
selama bulan atau tahun. Kondisi seperti atrofi otak dan lesi destruktif fokus juga
mengakibatkan peningkatan abnormal CSF dalam SSP. (4)
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi.
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat,
dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma
eksternal.Di antara kuliat dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membrane dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek,
pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.8
Duramater adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam
(meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak
umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di
antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat
di antara bagian-bagian otak. 8,9
Arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah
dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium
subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan. 8,9
B. Etiologi
Trauma adalah penyebab khas EDH. Trauma pada kepala menyebabkan
gangguan struktur duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur
tulang tengkorak. Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau
fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk ke dalam ataupun fraktur
yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada EDH ketika
pembuluh darah otak pecah, biasanya arteri yang kemudian mengalir ke dalam ruang
antara duramater dan tengkorak.4,8
Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tulang tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural,
subdural, atau intraserebral. Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional
saja. 4,8
Benturan yang terjadi akan menyebabkan gelombang kejut yang disebarkan ke semua
arah dan mengubah tekanan jaringan. Bila tekanan yang terjadi cukup besar maka
akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat benturan, disebut coup, atau
berlawanan arah dengan datangnya benturan, countracoup.4,8
C. Patofisiologi
Arteri meningea media masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
berjalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan
yang terjadi menimbulkan hematom pada daerah epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.8
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus
temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial
lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium.8
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.8
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul
tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi
dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.8
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar
hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur penderita
pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua
penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut
lucid interval. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
EDH.
EDH akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan lamina
interna tulang pelipis.9
D. Gejala Klinis
Gejala yang sangat menonjol pada EDH adalah penurunan kesadaran secara
progresif. Banyak gejala yang timbul akibat dari cedera otak. Gejala yang sering
tampak penurunan kesadaran bisa sampai koma, bingung, penglihatan kabur, susah
bicara, nyeri kepala yang hebat, keluar cairan dari hidung dan telinga, mual, pusing
dan berkeringat.
Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal dan temporal.9
2. Computed Tomography (CT-Scan)
CT-Scan merupakan metode pemeriksaan radiologi terpilih untuk mengevaluasi
pasien cedera otak.8 Pemeriksaan CT-Scan dapat mengkonfirmasi diagnosis EDH
secara cepat dan akurat.5 Pada pemeriksaan CT-Scan EDH akut tampak sebagai lesi
ekstra serebri dengan densitas yang tinggi. Tepi lateralnya mengikuti gambaran
permukaan dalam tabula interna sedang tepi medialnya konveks karena adanya
perlekatan yang kuat antara duramater dan tabula interna yang membatasi perluasan
hematoma. Akan tampak pula pergeseran garis tengah (midline shift) ke arah
kontralateral dan fraktur tulang kranium bila ada. Densitas EDH pada CT-Scan
kadang-kadang tidak terlalu tinggi, bahkan dapat sama (isodens) atau lebih rendah
(hipodens) dibanding jaringan otak. Keadaan ini didapatkan pada penderita dengan
hematokrit yang rendah atau anemia berat. 9,10
E. Diagnosis Banding
1. Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan
arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan EDH yang
berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang
menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak
arteri kortikalis. Biasanya disertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-
Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens
berbentuk bulan sabit.4
2. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di
dalamnya.9
Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam menunjukkan
hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garis tengah ke
kanan.12
F. Penatalaksanaan2
Penatalaksanaan cedera kranioserebral dapat dibagi berdasarkan kondisi
kesadaran pasien:
2. Pemeriksaan fisik
Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran,
tensi, nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya), defi
sit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil pemeriksaan dicatat dan dilakukan
pemantauan ketat pada hari-hari pertama. Bila terdapat perburukan salah satu
komponen, penyebabnya dicari dan segera diatasi.
3. Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servikal, collar yang telah
terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas indikasi.
CT scan otak dikerjakan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis
diduga ada hematoma intrakranial.
4. Pemeriksaan laboratorium
Hb, leukosit, diferensiasi. Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis
dapat dipakai sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan
komosio (CKR). Leukosit>17.000 merujuk pada CT-scan otak abnormal, sedangkan
angka leukositosis>14.000 menunjukkan kontusio meskipun secara klinis lama
penurunan kesadaran<10 menit dan nilai GCS 13-15 adalah acuan klinis yang
mendukung ke arah komosio. Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di
daerah tanpa fasilitas CT-scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu acuan prediktor
yang sederhana.
Gula darah sewaktu (GDS), hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko
bermakna untuk kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/ dL dan OR
39,82 untuk GDS >220 mg/ dL.
Ureum dan kreatinin, pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan
zat hiperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal. Pada fungsi
ginjal yang buruk, mannitol tidak boleh diberikan.
Analisis gas darah, dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran
menurun. pCO tinggi dan pO rendah akan memberikan luaran yang kurang baik. pO
dijaga tetap >90mm Hg, SaO>95%, dan pCO 30-35 mmHg.
Elektrolit (Na, K, dan Cl), kadar elektrolit rendah dapat menyebabkan penurunan
esadaran. Albumin serum (hari 1) pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin
rendah (2,7-3,4g/dL) mempunyai risiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan
dengan kadar albumin normal.
Trombosit, PT, aPTT, fi brinogen, pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada
kelainan hematologis. Risiko late hematomas Perlu diantisipai. Diagnosis kelainan
hematologis ditegakkan bila trombosit <40.000/mm, kadar fibrinogen <40mg/mL,
PT>16detik, dan aPTT >50 detik.
6. Nutrisi
Pada cedera kranioserebral berat, terjadi hipermetabolisme sebesar 2-2,5 kali normal
dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Kebutuhan energi rata-rata pada cedera
kranioserebral berat meningkat rata-rata 40%. Total kalori yang dibutuhkan 25-30
kkal/kgBB/ hari. Kebutuhan protein1,5-2g/kgBB/hari, minimum karbohidrat sekitar
7,2 g/kgBB/ hari, lipid 10-40% dari kebutuhan kalori/hari, dan rekomendasi
tambahan mineral: zinc 1030 mg/hari, cuprum 1-3 mg, selenium 50-80 mikrogram,
kromium 50-150 mikrogram, dan mangan 25-50mg. Beberapa vitamin juga
direkomendasikan, antara lain vitamin A, E, C, riboflavin, dan vitamin K yang
diberikan berdasarkan indikasi. Pada pasien dengan kesadaran menurun, pipa
nasogastrik dipasang setelah terdengar bising usus. Mula-mula isi perut dihisap
keluar untuk mencegah regurgitasi sekaligus untuk melihat apakah ada perdarahan
lambung. Bila pemberian nutrisi peroral sudah baik dan cukup, infus dapat dilepas
untuk mengurangi risiko flebitis.
Tindakan
1. Terapi non-operatif
Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk:
a) Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan
terjadinya tekanan tinggi intrakranial
b) Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)
c) Minimalisasi kerusakan sekunder
d) Mengobati simptom akibat trauma otak
e) Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi
(antikonvulsan dan antibiotik)
2. Terapi operatif
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:
a) Cedera kranioserebral tertutup
Fraktur impresi (depressed fracture; Perdarahan epidural (hematoma
epidural/EDH) dengan volume perdarahan lebih dari 30mL/44mL dan/atau
pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan kondisi pasien;
Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis
tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/ obliterasi sisterna basalis; Perdarahan
intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologic atau
herniasi.
b) Pada cedera kranioserebral terbuka
Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel,
dura yang robek disertai laserasi otak; Liquorrhea yang tidak berhenti lebih
dari 14 hari; Pneumoencephali; Corpus alienum; Luka tembak.
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
functional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume > 25 cc desak
ruang supra tentorial, > 10 cc desak ruang infratentorial, > 5 cc desak ruang
thalamus. Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek massa yang
signifikan: Penurunan klinis, efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift
> 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif, Tebal EDH > 1 cm dengan midline
shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.
Pasien perdarahan epidural yang telah menunjukkan tanda-tanda herniasi otak atau
gangguan batang otak memiliki kesudahan yang buruk.
G. Komplikasi9
EDH dapat memberikan komplikasi:
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis di mana keadaan
ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak
(brain shift) dan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Kompresi batang otak.
H. Prognosis13
Prognosis EDH tergantung pada lokasinya, besarnya dan kesadaran saat masuk
kamar operasi. Jika ditangani dengan cepat, prognosis EDH biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-
15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang
mengalami koma sebelum operasi.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : IKP
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 50.04.89
Umur : 11 tahun
Alamat : Mobukat Dusun 1 Kec Dumoga
Pekerjaan : Siswa
Agama : Hindu
MRS : 05 Mei 2017
B. Primary survey
Airway : Clear
C. Secondary survey
Penurunan kesadaran akibat tertimpa buah kelapa dialami penderita sejak 4
hari SMRS. Awalnya penderita sedang mengumpulkan buah kelapa dibawah pohon
kelapa, tiba-tiba kelapa jatuh dan mengenai kepala penderita dari ketinggian 4 m.
Penderita terbentur pada kepala sebelah kanan. Setelah terbentur penderita pingsan
kemudian dibawa ke klinik kesehatan terdekat, penderita kemudian sadar 30 menit.
Lalu pasien muntah >3x dan menyemprot sehingga dirujuk ke RSU Monompia
Kotamobagu dan dirawat selama 4 hari. Penderita kemudian dirujuk ke RSUP Prof
Dr. R. D. Kandou dengan infus terpasang.
Riwayat penyakit dahulu disangkal.
Allergy : -
Medication : - IVFD RL
Past illness : -
Last meal : -
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Sakit Sedang
2. Kesadaran : GCS E3 V5 M6
3. Vital Sign
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 102 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 36,5oC
4. Kepala : Conj.anemis (-/-), pupil bulat anisokor kanan 4 mm
kiri 3 mm
St.lokalis
R. Temporal dexra : hematom uk 4 cm
5. Leher : jejas (-), nyeri tekan (-)
6. Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, gerakan pernapasan kiri = kanan, jejas (-)
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan,
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler kiri = kanan
suara napas tambahan: ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan di ICS IV linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri di ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-)
7. Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
8. Ekstremitas : jejas (-), akral hangat, CRT <2
E. Pemeriksaan Radiologis
1. Rontgen toraks : Jantung ukuran Normal. Tidak tampak area hiperlusen tanpa
corakan bronkovaskuler di kedua paru. Sudut kostofrenikus kanan kiri lancip.
Tidak tampak fraktur kosta kanan dan kiri. Kesan : Tidak ada kelainan pada cor
dan pulmo.
2. CT Scan Kepala
Kesan: Tampak lesi hiperdens regio temporal dextra
EDH temporoparietal dextra vol. 56cc
F. Diagnosis
CKR (GCS 14)
Hematom Temporal Dextra
EDH regio temporoparietal dextra
Fraktur linear os temporal dextra
G. Penanganan
- O2 6 L/menit via NRM
- Elevasi Head of Bed 30o
- IVFD Ringer fundin 8 gtt/m
- IVFD NaCl 0,9 % + analgetik + neurotropik
- Injeksi Antibiotik
- Injeksi H2 blocker
- Neuroprotektor
- Pro trepanasi cito
H. Laporan Operasi
Tanggal Operasi : 05 Mei 2017
Laporan operasi :
Foto Operasi
a. Follow Up
06 Mei 2017 (Hari Perawatan I) di PICU
S : Kontak (+)
Nyeri luka operasi (+)
O : T : 93/54 mmHg N : 82 kali/menit
R : 14 kali/menit S : 36,8 o C
GCS : E3 V5 M6
normal
Anemia
Kepala: pupil bulat anisokor kanan 4 mm kiri 3 mm, refleks cahaya (+)
normal
Anemia
P : - Aff drain
Kepala : pupil bulat anisokor kanan 4 mm kiri 3 mm, refleks cahaya (+)
normal
Anemia
Kepala : pupil bulat anisokor kanan 4 mm kiri 3 mm, refleks cahaya (+)
normal
Anemia
P : - Rawat luka
- Aff Infus
- Rawat Jalan (11-05-2017)
- Paracetamol 3x2 cth
- Cefixime syr 2x1 cth
- As.Folat 1x1
- Sulfasferosus 2x1
- Cek DL
PEMBAHASAN
Epidural hematom (EDH) terjadi akibat benturan hebat yang dapat merobek
pembuluh darah meningen dan mengakibatkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi
biasanya berasal dari arteri sehingga keadaan neurologi dapat memburuk dengan
2,1
cepat. Cedera pada kepala terbanyak terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Sekitar
60 % penderita EDH berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang
dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Pada kasus ini penderita berusia 18 tahun dan
mengalami cedera otak akibat kecelakaan lalu lintas saat sedang mengendarai motor.
BAB V
PENUTUP
Epidural hematom (EDH) merupakan salah satu kedaruratan bedah saraf yang
sangat penting dan harus dikelola dengan cepat. Evakuasi dan kontrol perdarahan
dengan segera sangat penting untuk keselamatan pasien dan menghindari cedera
neurologis yang permanen dan kematian.