Anda di halaman 1dari 17

EPIDEMIOLOGI

Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping
merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang
mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan
dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan
pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI). Secara
umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi
mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya
disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat
gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.

B. DEFINISI
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau
dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud
bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini
biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang
umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar
organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi
kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah
gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
C. ETIOLOGI
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua
penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena
alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan
secara baik.

Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:


1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita,
yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan
diare.

D. KLASIFIKASI GIZI BURUK


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.
Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe
yang berbeda-beda.
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya
muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang
di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan
(sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak
menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada
marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal
tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada
kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit
kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada
rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor
dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C
dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa
membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari
vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut
akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang
disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan
atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif
terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik
akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,
hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena
penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-
jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh
kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka
terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena
pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium.
Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein
yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan
dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara
garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,
deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus,
cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang
akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan
menimbulkan marasmus
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,
meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak
mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
an dan kekurangan energy

kekebalan tubuh yang rendah


ering dan bersisik
udah berdarah
tuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
adan kurang
buhan yang lambat
han otot
mbung
mudah patah
t masalah pada fungsi organ tubuh

G. KOMPLIKASI
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya
fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP
bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu
adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan
hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena
kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak
tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal
yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon
pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-
hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering
mengakibatkan kematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada
KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar,
adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme
pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi
komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).
1. Perubahan Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap
kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan
merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain
tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator
terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitif
terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan
timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu.
Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk :
a) Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis, tumbuh
kembang dan kesehatan
b) Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
c) Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2. Penilaian status gizi secara Antropometri
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak
langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi,
maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa
indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U),
tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan
normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi
terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak). Massa
tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang
infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U
lebih menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan
indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat
kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan
tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray
untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa penyakit atau
kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

I. PENATALAKSANAAN
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi
dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok
untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus
maupun marasmik-kwarshiorkor.
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu
menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat
berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang
dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula
yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara
berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika
berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di
atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak
dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3,
2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi
ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila
konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde)
(RSCM, 2003).
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-
2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan
sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa
yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan
kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan
mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia.
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI
secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000
SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam
folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

J. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gizi buruk:
a. Riwayat persalinan sebelumnya
b. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
c. Kenaikan berat badan selama hamil
d. Aktivitas
e. Penyakit yang diderita selama hamil
f. Obat-obatan yang diminum selama hamil
g. Pemberian nutrisi pada bayi
h. Kenaikan berat badan bayi dan tinggi badan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda anatomis
1) Berat badan kurang dari 2500 gram
2) Panjang badan kurang dari 45 cm
3) Lingkar kepala kurang dari 33 cm
4) Lingkar dada kurang dari 30 cm
5) Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak jaringan sedikit
(tipis)
b. Tanda fisiologis
1) Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih
banyak tidur dan lebih malas.
2) Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.

Penyebabnya adalah :
1) Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
2) Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
3) Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
3. Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
4. Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
5. Cemas pada keluarga berhubungan dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
6. Resiko infeksi b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
L. RENCANA KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWA

DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN DAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX
KOLABORASI
1 Bersihan jalan nafas tidak NOC : NIC :
Respiratory status : Ventilation Airway suction
efektif b/d Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota Respiratory status : Airway Auskultasi suara nafas sebelum dan
keluarga yang mengalami patency sesudah suctioning.
gangguan kesehatan Aspiration Control Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Kriteria Hasil : Minta klien nafas dalam sebelum suction
Mendemonstrasikan batuk dilakukan.
efektif dan suara nafas yang Berikan O2 dengan menggunakan nasal
bersih, tidak ada sianosis dan untuk memfasilitasi suksion
dyspneu (mampu nasotrakeal
mengeluarkan sputum, Gunakan alat yang steril sitiap
mampu bernafas dengan melakukan tindakan
mudah, tidak ada pursed lips) Anjurkan pasien untuk istirahat dan
Menunjukkan jalan nafas yang napas dalam setelah kateter
paten (klien tidak merasa dikeluarkan dari nasotrakeal
tercekik, irama nafas, Monitor status oksigen pasien
frekuensi pernafasan dalam Ajarkan keluarga bagaimana cara
rentang normal, tidak ada melakukan suksion
suara nafas abnormal) Hentikan suksion dan berikan oksigen
Mampu mengidentifikasikan apabila pasien menunjukkan
dan mencegah factor yang bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dapat menghambat jalan nafas dll.
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Kolaborasikan pemberian
bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


Nutritional Status :
kurang dari kebutuhan tubuh Nutrition Ma
b/d Ketidakmampuan Nutritional Status : food and Fluid Intake Kaji adanya aler
keluarga merawat anggota Nutritional Status : nutrient Intake Kolaborasi den
keluarga yang mengalami Weight control dibutuhkan pa
gangguan kesehatan Kriteria Hasil : Anjurkan pasien
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan Anjurkan pasien
tujuan Berikan substan
Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan Yakinkan diet ya
Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi Berikan makana
Tidk ada tanda tanda malnutrisi Ajarkan pasien b
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan Monitor jumlah
dari menelan Berikan informa
Tidak terjadi penurunan berat badan yang Kaji kemampuan
berarti
Nutrition Mo
BB pasien dalam
Monitor adanya
Monitor tipe dan
Monitor interaks
Monitor lingkun
Jadwalkan peng
Monitor kulit ke
Monitor turgor k
Monitor kekerin
Monitor mual da
Monitor kadar a
Monitor makana
Monitor pertumb
Monitor pucat, k
Monitor kalori d
Catat adanya ede
Catat jika lidah b
3 Tidak efektifnya NOC : NIC :
termoregulasi Hydration
b.d Temperature
Ketidaktahuan Adherence Behavior
keluarga Monitor suhu m
mengenal masalah kesehatan Immune Status Rencanakan mo
Infection status Monitor TD, na
Risk control Monitor warna
Risk detection Monitor tanda-t
Tingkatkan inta
Selimuti pasien
Ajarkan pada p
Diskusikan ten
kedinginan
Beritahukan te
diperlukan
Ajarkan indikas
Berikan anti pir

4 Resiko gangguan integritas NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressur
kulit b.d Ketidaktahuan Membranes Anjurkan pasien
keluarga mengenal masalah Kriteria Hasil : Hindari kerutan
kesehatan Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Jaga kebersihan
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, Mobilisasi pasie
pigmentasi) Monitor kulit ak
Tidak ada luka/lesi pada kulit Oleskan lotion a
Perfusi jaringan baik Monitor aktivita
Menunjukkan pemahaman dalam proses Monitor status n
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Memandikan pa
sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami

5 Cemas pada keluarga Setelah dilakukan tindakan keperawatan Anxiety Redu


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, cemas pasien berkurang Gunakan pende
Ketidaktahuan keluarga dengan kriteria hasil: Nyatakan deng
mengenal masalah kesehatan Anxiety Control Jelaskan semua
Coping Temani pasien
Vital Sign Status Berikan inform
Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas Dorong keluarg
teknik nafas dalam Lakukan back /
Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah Dengarkan den
tidak tegang Identifikasi ting
Mengungkapkan cemas berkurang Bantu pasien m
TTV dbn Dorong pasien
TD = 110-130/ 70-80 mmHg Instruksikan pa
RR = 14 24 x/ menit Barikan obat un
N = 60 -100 x/ menit
S = 365 375 0C

6 Resiko infeksi b/d NOC : NIC :


Ketidakmampuan keluarga Immune Status Infection Con
Knowledge : Infection control
mengenal masalah kesehatan Bersihkan ling
Risk control Pertahankan t
Kriteria Hasil : Batasi pengun
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Instruksikan
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah berkunjung me
timbulnya infeksi Gunakan sabu
Jumlah leukosit dalam batas normal Cuci tangan s
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Gunakan baju
Pertahankan l
Ganti letak IV
Gunakan kate
Tingktkan inta
Berikan terap

Infection Prot
Monitor tanda
Monitor hitun
Monitor keren
Batasi pengun
Saring pengun
Partahankan t
Pertahankan t
Berikan peraw
Inspeksi kulit
Ispeksi kondis
Dorong masu
Dorong masu
Dorong istirah
Instruksikan p
Ajarkan pasie
Ajarkan cara
Laporkan kec
Laporkan kult
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November 2005:
Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2. Jakarta: Rineka
Cipta
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai