Anda di halaman 1dari 6

Optimalisasi Sertifikasi Halal MUI Terhadap Tantangan

Pasar Industri

Indonesia merupakan negara yang paling sering dihormati dan


dipandang oleh banyak masyarakat dari negara lain, hal ini dikarenakan
Indonesia menerapkan segala hukum Syariat Islam dalam segala bidang.
Berkembangnya Industri kreatif diIndonesia mebuat banyak bermunculan
berbagai UKM diIndonesia, rata-rata UKM ini dimiliki oleh anak-anak muda.
Perkembangan dalam perdagangan makanan juga tidak kalah dengan Industri
lainnya yang mana makanan merupakan kebutuhan pokok yang sering diminati
dengan munculnya beragam variasi bentuk maupun rasa. Akhir-akhir ini, seiring
berkembangnya potensi bisnis makanan di Indonesia, banyak produsen atau
penjual melakukan berbagai kecurangan dalam pembuatan produk sehingga
membuat para konsumen menjadi ragu untuk membeli kebutuhan pokok yang
dibutuhkan. Kemunculan Halal Life Style yang kian menjadi perbincangan
banyak kalangan, membuat masyarakat mulai melirik Industri halal sebagai
solusi dari kemanan sebuah produk melalui sertifikasi halal yang dikeluarkan
oleh MUI (Majlis Ulama Indoensia).

Islam sebagai agama yang symilah, kaffah, tidak hanya mengatur


hubungan manusia dengan Tuhannya, akan tetapi dalam Islam juga mengatur
pola hubungan antar sesama manusia . Dari kedua aspek ini, agama Islam sangat
memperhatikan kesejahteraan manusia disunia maupun diakhirat kelak. Dalam
etika berbisnis pun, Filosofi sistem bisnis Islam berpusat pada al-Quran dan
Sunnah sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Para ulama Islam membagi

kandungan dalam Al-Quran kedalam 3 bagian, diantaranya; Akhlak,


Aqidah, dan Syariah. Aqidah berkaitan dengan dasar-dasar keimanan, Akhlak
yang berkaitan dengan etika, dan Syariah berkaitan dengan berbagai
aspek hukum yang muncul dari aqwal (perkataan), dan afal (perbuatan).
Dalam sistematika hukum Islam, Syariah terbagi 2 yakni, Ibadah (habl min
Allah), Muamalah (habl min Al-nas).1

Dalam Al-quran tidak menjelaskan secara terperinci berbagai


aturan tentang ibadah dan muamalah, melainkan hanya mengandung
dasar-dasar atau prinsip-prinsip bagi berbagai masalah hukum dalam
Islam. Selain itu untuk menjawab berbagai penjelasan dari al-quran yang
bersifat umum, Nabi Muhammad SAW menjelaskan melalui Haditsnya.
Melalui dua asas ini lah yang kemudian dijadikan pijakan para ulama
dalam mengembangkan hukum Islam, terutama dalam bidang muamalah
yang dapat kita pelajari dalam Konsep Maqasid Al-Syariah yang bertujuan
untuk kemaslahatan kehidupan manusia didunia maupun diakhirat.
Kemaslahatan dalam Maqasid Syariah, diartikan sebagai segala
sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pelengkap kebutuhan
kehidupan manusia, dan perolehan apa-apa yang di tuntut oleh kualitas-
kualitas emosional dan intelektualitasnya, dalam pengertian yang mutlak,
yang pada intinya maqasid Al-Syariah bertujuan melindungi kemaslahatan
menusia dan mengambil tindakan untuk melenyapkan unsur apapun
yang secara aktual potensial merusak Mashalih serta mencapai Falah .
Untuk mencapai Falah dalam bisnis, maka harus dibuat dengan
tujuan untuk memelihara lima hal yang dapat kita temui pada Maqasid
Syariah Dharuri yaitu agama, nyawa, akal, keturunan, dan harta yang
berbasis metode menolak kerusakan adalah lebih utama dari pada
mengambil kebaikan. Lima unsur tersebut merupakan unsur terpenting
dalam kemaslahatan, jika unsur ini tidak terjaga maka akan
mengakibatkan pada kerugian dan kerusakan baik dimuka bumi maupun
di akhirat kelak. Pemeliharaan terhadap lima unsur pokok ini dapat

1 Abdul wahab Khallaf, ilm Ushul Fiqh, (Kairo : Dar Al-Khuwaltiyah, 1968), hlm 62
dilakukan dengan menjaga eksistensinya dalam kehidupan manusia dan
melindunginya dari berbagai macam hal yang dapat merusak.2
Etika bisnis dalam Islam, haruslah memastikan terpeliharanya lima
hal dasar kemashlahatan ini, jika terjadi kemudharatan dalam salah satu
lima hal ini, bisnis tersebut seharusnya ditinggalkan untuk menghindari
kerusakan (mafasid). Bisnis dalam Islam adalah suatu ibadah dan harus
dilakukan dengan niat yang ikhlas serta sesuai dengan kehendak atas
dasar syariat Islam.

Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai


banyak keinginan akan tetapi sumber daya alam yang terbatas. Setiap tahun,
peningkatan permintaan pada setiap produk semakin menigkat diikuti dengan
keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan zaman yang
sedang berkembang. Meningkatnya permintaan pada sabuah barang juga akan
menigkatkan produsen untuk meningkatkan penawarannya dan mendapatkan
keuntungan dari apa yang diusahakannya.

Untuk meraih keuntungan yang besar, biasanya produsen tidak hanya


mengandalkan penciptaan produk yang banyak akan tetapi banyak produsen
yang memilih jalan pintas dengan konsep pengeluaran yang sedikit dengan
keuntungan yang relatif besar sebagai dasar dalam perdagangan. Hal ini
biasanya juga didukung dengan berbagai kecurangan yang dimulai dari
penggunaan borak, minyak babi, farmalin, dan lain sebagainya yang merupakan
bahan-bahan perusak tubuh dan segala bahan yang berasal dari babi yang
diharamkan dalam agama Islam.

Masalah sertifikasi halal, sempat menjadi perdebatan, dimana


kebijakan untuk melakukan sertifikasi halal ditolak oleh sebagian
pengusaha. Penolakan terhadap sertifikasi halal ini sebenarnya
merupakan suatu kemunduran jika dilihat dari perkembangan

2
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat Fi Ushul al-Syariah, (Kairo : Musthafa Muhammad, t.th),
jilid I, hlm 150
permintaan produk-produk halal dunia. Dalam kurun waktu sepuluh
tahun terakhir ini, permintaan akan produk-produk halal meningkat pesat,
bahkan peningkatannya mencapai hampir 100 persen. Meningkatnya
permintaan akan produk-produk halal ini telah menjadi insentif bagi
sejumlah negara untuk mendirikan lembaga sertifikasi halal. Upaya
melakukan sertifikasi halal tidak hanya di negara-negara mayoritas
muslim, namun juga di negara-negara dengan jumlah muslim minoritas,
seperti New Zealand, Philippina, Thailand dan sebagian negara Eropa.
Bahkan beberapa negara berniat menjadikan negaranya menjadi pusat
produksi produk halal dunia seperti Jepang yang dikabarkan menjalin
kerjasama dengan Indonesia dalam sertifikasi halal produknya untuk
menjamin kemanan bagi wisatawan Islam maupun non-Islam.

Makanan dengan Label Halal mulai dilirik oleh seluruh orang baik
muslim maupun non muslim. Industri makanan halal di Indonesia
menunjukkan potensi yang besar dari segi peningkatan keuntungan
melalui peluang bisnis yang dapat ditelusuri dalam pasar produk halal ini.
Selain itu, permintaan terhadap pasar makanan halal yang diperkirakan
meningkat yang diakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang
semakin besar mencapai 255 juta jiwa pada tahun 2015, dengan komposisi
85% penduduk muslim atau sekitar 216 juta penduduk muslim.

Pada prinsipnya sertifikat halal merupakan dokumen hukum yang


bersifat kedinasan. Untuk memperoleh dokumen tersebut ada beberapa
prosedur yang harus dilalui, di antaranya: Setiap produsen yang
menginginkan sertifikat halal untuk produknya harus terlebih dahulu
mengisi formulir pendaftaran yang telah tersedia dengan menyertakan
hal-hal seperti; Spesifikasi dan sertifikasi halal bahan baku, bahan
tambahan, dan bahan penolong serta bagian alir proses; Sertifikasi halal
atau surat keterangan halal dari MUI daerah (produk lokal) atau
sertifikasi halal dari lembaga Islam yang telah diakui oleh MUI (produk
impor) untuk bahan yang berasal dari hewan dan turunannya; Sistem
jaminan halal yang dipaparkan dalam panduan halal beserta prosedur
baku pelaksanaannya.
Tim auditor LP POM MUI akan melakukan audit ke lokasi
produsen. Hal itu dilakukan setelah formulir telah dikembalikan ke LP
POM dan diperiksa kelengkapannya. Hasil audit dan laboratorium
dievaluasi dalam rapat tenaga ahli LP POM MUI. Jika memenuhi
persyaratan maka dibuat laporan hasil audit untuk diajukan kepada
sidang komisi fatwa MUI dengan tujuan untuk diputuskan status
kehalalannya.
Sidang komisi fatwa MUI dapat menolak laporan hasil audit.
Penolakan tersebut dikarenakan persyaratan yang telah ditentukan belum
terpenuhi. Sertifikat halal dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia
setelah ditetapkan status kehalalannya oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia.Perusahaan yang produknya telah mendapat sertifikat halal
harus mengangkat auditor halal internal sebagai bagian dari sistem
jaminan halal. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan bahan
baku, bahan tambahan, atau bahan penolong pada proses produksinya
maka pihak auditor halal internal diwajibkan segera melapor untuk
mendapatkan ketitiberatan penggunaannya
Sertifikat halal hanya berlaku selama dua tahun. Untuk daging
ekspor, surat keterangan halal diberikan untuk setiap pengapalan.Tiga
bulan sebelum berakhir masa berlakunya sertifikat, LP POM Majelis
Ulama Indonesia akan mengirim surat pemberitahuan kepada produsen
yang bersangkutan.Dua bulan sebelum berakhir masa berlakunya
sertifikat, produsen harus mendaftarkan produknya kembali utuk
sertifikat halal yang baru. Produsen yang tidak memperbaharui sertifikat
halalnya, tidak diizinkan lagi menggunakan sertifikat halal tersebut.
Kemudian sertifikat halal itu dihapus dari daftar yang terdapat dalam
majalah resmi LP POM Majelis Ulama Indonesia. Jika sertifikat halal
hilang, pemegang harus melaporkannya ke LP POM Majelis Ulama
Indonesia.Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama adalah
milik MUI,. Oleh karena itu, jika sesuatu hal diminta kembali oleh MUI
maka pemegang sertifikat halal wajib menyerahkannya. Keputusan
Mejelis Ulama Indonesia yang didasarkan atas fatwa MUI tidak dapat
diganggu gugat.
Adanya sertifikasi halal yang berlaku diindonesia membuat
masyarakat merasa aman dalam mengkonsumsi makanan yang
dibutuhkan, akan tetapi untuk menjaga esistensinya, masih diperlukan
pengawasan terhadap produk yang dipasarkan, karena ditakutkan
adanya kecurangan dalam bahan-bahan pembuatan yang melenceng dari
syariat Islam dan sebagainya. Menigkatnya minat dan daya saing
makanan halal di Indonesia maupun dinegara lain membuat produsen
berlomba-lomba untuk melengkapi persyaratan kehalalan produknya,
karena hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menigkatkan nilai
jual dan pemasaran suatu produk.
Berkembangnya ilmu pengetahuan masyarakat dalam pengetahuan
dan pendekatan agama Islam, membuat masyarakat semakin peduli
dengan pemberlakuan syariat yang harus diterapkan di segala bidang,
terutama dalam makanan. Makanan meruapakan suatu kebutuhan pokok
hidup manusia yang akan berpengaruh pada pola kehidupan manusia.
Al-Quran dan Hadits sebagai landasan utama dalam syariat Islam yang
melarang segala makanan yang haram seperti makanan yang terbuat dari
babi, makanan yang haram dari proses mendapatkannya, dan lain
sebagainya. Sertifikasi halal merupakan perkembangan sekaligus
jawaban dari permasalahan ini yang mana memberi kemudahan bagi
konsumen dalam mencari makanan yang halal dan sehat bagi tubuh
mereka.

Anda mungkin juga menyukai