Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan Pendekatan

Kedokteran Keluarga
Bara kerinduan
102012278
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta 11510
Email: barakerinduan@yahoo.com

Pendahuluan
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan
oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit infeksi
akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat
menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, wheezing) bahkan sampai
gejala yang berat (sianosis, pernapasan cuping hidung). ISPA yang berat jika mengenai
jaringan paru-paru dapat menyebabkan tejadinya pneumonia (Puskesdas,2013). Pneumonia
merupakan penyakit infeksi penyebab kematian nomor satu pada balita. ISPA merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60%
kunjungan pasien berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan pasien berobat di bagian
rawat jalan dan rawat inap rumah sakit karena menderita penyakit ISPA (Dirjend PP dan PL,
2012). Saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Berdasarkan WHO (2007)
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular didunia. Hampir 4
juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%- nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut
usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah. Dimana
ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas
pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.1

Epidemiologi
ISPA merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka
kejadian ISPA terutama pada balita. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 adalah
25,0% tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi
ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8% dan <1 tahun
sebesar 22,0%.
1
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Penyakit
ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring
hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan
oleh bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pnuemococcus, Hemofilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA antara
lain golongan Mexovirus, Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mikoplama, Herpervirus,
dan lain-lain. Sedangkan paparan zat kimia bersifat iritan, yaitu mengiritasi saluran
pernafasan, sehingga dapat mempermudah virus dan bakteri menyerang saluran pernafasan. 1
ISPA dapat menular melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pernapasan. Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol. Penyebaran infeksi
melalui aerosol dapat terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin.2 Masuknya virus sebagai
antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA
yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya
infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.3 Penyakit ini
sebenarnya self limited disease, yang sembuh sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi
invasi kuman lain. Tetapi ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
baik dapat menimbulkan komplikasi seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi,
empiema, meningitis dan bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian karena adanya
sepsis.4
2
ISPA diklasifikasikan menjadi infeksi saluran pernapasan atas dan bawah.
a. Infeksi saluran pernapasan atas
1) Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang
sering mengenai bayi dan anak. Penyakit ini cenderung berlangsung lebih berat kerena
infeksi mencakup daerah sinus paranasal, telinga tengah, dan nasofaring disertai demam
yang tinggi. Faktor predisposisinya antara lain kelelahan, gizi buruk, anemia dan
kedinginan. Pada umumnya penyakit terjadi pada waktu pergantian musim4
2) Sinusitis adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat berupa
sinusitis maksilaris atau sinusitis frontalis. Biasanya paling sering terjadi adalah sinusitis
maksilaris, disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas, dibantu oleh
adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal, namun dapat
juga disebabkan oleh campuran kuman seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus
influenzae, dan klebsiella pneumoniae. Jamur dapat juga menyebabkan sinusitis.4
3) Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptokokus atau staphilokokus.
Infeksi terjadi pada hidung menyebar melalui sistem limpa ke tonsil. Hiperthropi yang
disebabkan infeksi, bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat
keluar masuknya udara. Manifestasi klinis yang ditimbulkan meliputi pembengkakan tonsil
yang mengalami edema dan berwarna merah, sakit tenggorokan, sakit ketika menelan,
demam tinggi dan eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil, selain itu juga muncul abses
pada tonsil.5
4) Faringitis adalah proses peradangan pada tenggorokan. Penyakit ini juga
sering dilihat sebagai inflamasi virus. Namun juga bisa disebabkan oleh bakteri, seperti
hemolytic stretococcy, staphylococci, atau bakteri lainnya. 4 Tanda dan gejala faringitis antara
lain membran mukosa dan tonsil merah, demam, malaise, sakit tenggorokan, anoreksia,
serak dan batuk
5) Laringingitis adalah proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk laring.5 Penyebab laringitis umumnya adalah streptococcus hemolyticus,
streptococcus viridans, pneumokokus, staphylococcus hemolyticus dan haemophilus
influenzae. Tanda dan gejalanya antara lain demam, batuk, pilek, nyeri menelan dan pada
waktu bicara, suara serak, sesak napas, stridor. Bila penyakit berlanjut terus akan terdapat
tanda obstruksi pernapasan berupa gelisah, napas tersengal-sengal, sesak dan napas
bertambah berat.4
3
b. Infeksi saluran pernapasan bawah
1) Bronkitis merupakan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bagian bawah,
terjadi peradangan di daerah laring, trakhea dan bronkus. Disebabkan oleh virus, yaitu:
rhinovirus, respiratori sincytial virus (RSV), virus influenzae, virus para influenzae, dan
coxsackie virus. Dengan faktor predisposisi berupa alergi, perubahan cuaca, dan polusi
udara. Dengan tanda dan gejala batuk kering, suhu badan rendah atau tidak ada demam,
kejang, kehilangan nafsu makan, stridor, napas berbunyi, dan sakit di tengah depan dada.4
2) Bronkiolitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang lazim, akibat
dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Disebabkan oleh virus sinsisium respiratorik
(VSR), virus para influenzae, mikroplasma, dan adenovirus. Penyakit ini terjadi selama
umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak sekitar umur 6 bulan yang didahului oleh
infeksi saluran bagian atas disertai dengan batuk pilek beberapa hari, tanpa disertai kenaikan
suhu, sesak napas, pernapasan dangkal dan cepat, batuk dan gelisah. 4
3) Pneumonia adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian bawah yang
mengenai parenkhim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yaitu streptococcus
pneumonia dan haemophillus influenza. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus
aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat dan sangat progresif dengan mortalitas
tinggi. Gejala pneumonia bervariasi, tergantung umur penderita dan penyebab infeksinya.
Gejala-gejala yang sering didapatkan pada anak adalah napas cepat dan sulit bernapas,
mengi, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, dan nafsu makan hilang
4) Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterium bovis. Penyakit tuberkulosis pada bayi dan
anak disebut tuberkulosis primer merupakan suatu penyakit sistemik, dan berlangsung
secara perlahan-lahan. Ditandai dengan gejala batuk, demam, berkeringat malam, penurunan
aktifitas, kehilangan berat badan, dan sukar bernapas. 4
Secara umum terdapat 3 faktor resiko ISPA yaitu:
1) Faktor lingkungan rumah
a. Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi
tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya
ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak
di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal

4
ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-
sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.6
b. Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik
secara alami maupun secara mekanis. Berdasarkan indicator penghawaan rumah, luas
vantilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah lebih dari sama dengan 10% dari luas
lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari
10% dari luas lantai rumah. Ventilasi rumah dapat memberikan kontribusi terciptanya
kelembaban dan temperature yang memungkinkan bibir penyakit akan mati atau
berkembang biak.
c. Lantai, dinding, dan atap
Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai di rumah yang
tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau
virus penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak
lembab. Bahan dasar lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai perlu diplester
dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan. Dinding
rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah di daerah tropis khususnya di
pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu, dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat
pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu,
dan bamboo dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkenajutan seperti ISPA,
karena dapat menyebabkan penumpukan banyak debu, sehingga akan dijadikan sebagai
media yang baik bagi berkembangbiakan kuman.7Akumulasi penempelan debu pada saluran
pernafasan menyebabkan elastisitas paru menurun. Salah satu fungsi atap rumah yang
melindungai masuknya debu dalam rumah. Atap rumah yang baik agar tidak menggangu
saluran pernafasan adalah menggunakan genting dan diberi plafon atau langit-langit agar
debu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Partikel debu dapat menjadi pemicu yang
menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, saluran nafas yang teriritasi akan mudah
terinfeksi mikroorganisme penyebab ISPA. Atap berfungsi sebagai jalan masuknya cahaya
almiah menggunakan genteng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secara sederhana, yaitu
dengan melubangi genteng biasanya dilakukan pada waktu pembuatannya, kemudian lubang
genteng ditutup dengan pecahan kaca. 7
d. Pencahayaan Alami
Cahaya matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri pathogen di dalam
rumah, misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan TBC. Rumah yang sehat harus
5
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 15% - 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah.8

e. Kepadatan hunian rumah


Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal
menempati luas rumah 8 m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan
faktor polusi dalam rumah yang telah ada. 6 Luas rumah yang sempit dengan jumlah anggota
keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tudak seimbang
yang dapat memungkinkan bakteri atau virus menular melalui pernafasan.
f. Kelembaban rumah
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang
dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Kelembaban juga dapat menungkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban itu dianggap
baik jika memenuhi 40-70 % dan buruk jika kurang dari 40 % atau lebih dari 70 %.
Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi, karena ventilasi yang tidak baik akan
mempengaruhi suhu udara di dalam rumah.7 Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara
yang tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa, dan jamur yang semuanya memiliki peran
besar dalam pathogenesis penyakit pernafasan.

2) Faktor Umur Individu


Faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab ISPA atau etiologinya :
- Grup B Streptococcus dan gram negatif bakteri enterik merupakan penyebab yang paling
umum pada neonatal (bayi berumur 1-28 hari) dan merupakan transmisi vertikal dari ibu
sewaktu persalinan.
- Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri,
biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae.
- Balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupakan penyebab tersering dari pneumonia,
yaitu respiratory syncytial virus.
- Pada usia 5 tahun sampai dewasa pada umumnya penyebab dari pneumonia adalah bakteri.
Pada penelitian lain Streptococcus pneumoniae merupakan patogen paling banyak sebagai
penyebab pneumonia pada semua pihak kelompok umur.

6
3. Faktor perilaku
Banyaknya jumlah perokok di dalam rumah akan memperbesar resiko anggota keluarga
untuk menderita gangguan pernafasan. Asap rokok tersebut akan meningkatkan resiko ISPA
khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya 13 perokok lebih mudah terkena
penyakit saluran pernafasan seperti flu, pneumonia, dan penyakit saluran pernapasan
lainnya. Asap rokok merangsang pembentukan lender sehingga bakteri tidak dapat
dikeluarkan, sebagai penyebab bronchitis kronis. Keadaan tersebut menyebabkan
lumpuhnya serat elastin di jaringan paru yang mengakibatkan daya pompa paru berkurang,
udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara .8

Menurut Depkes RI (2002), suatu rumah dikatakan sehat apabila :


1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, penglolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas dari tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan
dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan jalan, komponen yang tidak
roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir9
Sarana air bersih
Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bagi penghuni rumah
untuk digunakan bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Jarak antara sumber air dengan sumber pengotoran (seperti septik tank, tempat
pembuangan sampah, air limbah) minimal 10 meter.
b. Pada sumur gali sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air,yaitu dilengkapi
dengan cincin dan bibir sumur

7
c. Penampungan air hujan pelindung air, sumur artesis atau terminal air atau perpipaan/kran
atau sumur gali terjaga kebersihannya dan dipelihara rutin.9
Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya menurut SK. Dirjen
PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK.
Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori
sebagai berikut:
1. Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total koliform kurang dari 50
2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung koliform 51-100
3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung koliform 101-1000
4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung koliform 1001-2400
5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung koliform lebih 2400

Penggunaan Jamban
Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang dilaksanakan secara tidak layak tanpa
memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya pencemaran tanah dan
sumber-sumber penyediaan air. Disamping itu, juga akan dapat memberi kesempatan bagi
lalat-lalat dari species tertentu untuk bertelur, bersarang, makan bahan tersebut, serta
membawa infeksi, menarik hewan ternak, tikus serta serangga lain yang dapat menyebarkan
tinja dan kadang-kadang menimbulkan bau yang tidak dapat ditolerir. Atas dasar hal
tersebut, maka perlu dilakukan penanganan pembungan tinja yang memenuhi persyaratan
sanitasi. Tujuan dilakukannya pembuangan tinja secara saniter adalah untuk menampung
serta mengisolir tinja sedemikian rupa sehingga dapat tercegah terjadinya hubungan
langsung maupun tidak langsung antara tinja dengan manusia, dan dapat dicegah terjadinya
penularan faecal borne diseases dari penderita kepada orang yang sehat, maupun
pencemaran lingkungan pada umumnya. 9
Adapun persyaratan sarana pembuangan tinja yang baik dan memenuhi syarat
kesehatan adalah:
1. Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan.
2. Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke mata air atau sumur.
3. Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan.
4. Excreta tidak dapat dijangkau oleh lalat atau kuman.
5. Tidak terjadi penanganan Excreta segar. Apabila tidak dapat dihindarkan, harus ditekan
seminimal mungkin.
6. Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak sedap.
8
7. Metode yang digunakan harus sederhana serta murah dalam pembangunan dan
penyelenggaraannya. 9
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai
Berikut: 9
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampungan berjarak 10 15meter
dari sumber air minum
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamak oleh serangga maupun tikus.
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok agar tidak mencemari tanah
disekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaanya.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung,dinding kedap air dan berwarna terang.
6. Cukup penerangan.
7. Lantai kedap air.
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih

Sarana Pembuangan Sampah


Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode tertentu
dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan atau kesehatan
masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid
waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal(pembuangan akhir).
Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu diperhatikan adalah: 9
a. Penyimpanan setempat (onsite storage)
Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak bersarangnya tikus, lalat dan binatang
pengganggu lainnya serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer
sampah harus mendapatkan perhatian.
b. Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga tergantung pada
pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus
kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya.
Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan
jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman. Sampah terutama yang mudah membusuk
(garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor

9
penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera. Diare
dan Dysentri (Sarudji, 2006)

Hasil pengamatan
Pada Rabu, 22 Juli 2015 dilakukan pencatatan kondisi pasien, keluarga, serta lingkungan
tempat tinggal dengan hasil sebagai berikut.
1. Identitas Pasien
Nama Pasien: Suhaeni
Umur: 85 tahun
Jenis kelamin: Perempuan
Alamat: Jln.Kampung Keramat Bahagia No.22 RT 09 RW 09
No telepon: -
Pekerjaan: -
Pendidikan terakhir: Tidak Sekolah
2. Nama Keluarga dan anggota serumah yang bukan keluarga
Nama dan umu pekerjaa pendidika Hub Status Domisili Keadaan
jenis r n n keluarga perkawina kesehatan
kelamin n penyakit
(bila ada)
Gayusman 50 Buruh SMA Menantu Sudah Serumah Baik
(L) menikah
Siti 49 Ibu RT SMA Anak Sudah Serumah Baik
Rahmawati menikah
(P)
Saiful 48 Teknisi SMP Anak Sudah Serumah Baik
Bakhri (L) menikah
Dewi 45 Ibu RT SMA Menantu Sudah Serumah Baik
Hartati (P) menikah
Nanang (L) 45 Buruh SMP Menantu Sudah Serumah Baik
menikah
Siti 31 Ibu RT SD Anak Sudah Serumah Baik
nurpuadah menikah
(P)
Rika 22 Jaga SMK Cucu Belum Serumah Baik
Mudrika Toko menikah
(P)

10
Ratna Dwi 21 Jaga SMA Cucu Belum Serumah Baik
Zayati (P) Toko menikah
Syifa 18 - SMA Cucu Belum Serumah Baik
Aulia(P) menikah
Naesi 17 Sekolah SMP Cucu Belum Serumah Baik
Risma (P) menikah
Siti 17 Sekolah SMP Cucu Belum Serumah Baik
Awaliah menikah
(P)
Farhan (L) 13 Sekolah SD Cucu Belum Serumah Baik
menikah
Muhamma 9 Sekolah SD Cucu Belum Serumah Baik
d Zidan (L) menikah
Syeina 8 Sekolah SD Cucu Belum Serumah Baik
afifa menikah
(P)

Tingkat ekonomi : Sedang


Terdapat 3 kepala keluarga dalam satu rumah dan semuanya bekerja. Ditambah lagi kedua
cucu Ibu Suhaeni sudah bekerja sehingga kebutuhan makan sehari-hari selalu tercukupi.
Status imunisasi dasar pasien: untuk imunisasi dasar kurang jelas. Pasien hanya
mengatakan pernah di imunisasi sewaktu kecil tapi tidak jelas imunisasi apa berapa kali dan
lengkap atau tidak.
Status imunisasi keluarga: Untuk anak dari ibu Siti nurpuadah yaitu Ratna Dwi Zayati dan
Naesi Risma imunisasi dasarnya lengkap. Status imunisasi anggota keluarga lain kurang
jelas.
Status gizi keluarga: Tidak tersedia meteran dan timbangan untuk menghitung berat badan
dan tinggi badan pasien dan keluarga. Sehingga pengamatan status gizi secara objektif tidak
bisa dilakukan.
Jaminan pemeliharaan kesehatan: Pasien terdaftar sebagai anggota BPJS

3. Anamnesis
Keluhan utama: Batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang: Disertai pilek sejak 1 hari

11
Riwayat penyakit dahulu: Saat ditanya apakah sebelumnya ada menderita sakit berat
sampai minum obat teratur atau dirawat di Rumah Sakit pasien mengatakan tidak ada.
Kemudian apakah sering batuk pilek seperti ini sebelumnya pasien mengatakan biasa saja.
Perilaku pasien dan keluarga yang berhubungan dengan penyakitnya sekarang: tidak
ada
Riwayat penyakit keluarga yang tidak berhubungan dengan penyakit pasien sekarang:
saat ditanya apakah dalam anggota keluarga ada yang menderita sakit berat sampai minum
obat teratur atau dirawat di Rumah Sakit pasien mengatakan tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit sekarang: tidak ada
Kebiasaan Merokok: tidak ada anggota keluarga yang merokok
Minum yang mengandung alcohol: tidak ada anggota keluarga yang minum alkohol
Pola makan: Pola makan pasien dapat dikatakan baik dari pola makan sehari hari yang
teratur yaitu 3 kali sehari dan pada jam jam makan. Asupan gizi makan keluarga baik
yakni tersedia nasi, sayur, dan lauk.
Kebiasaan Olahraga: Cukup baik. Pasien rutin jalan pagi untuk berolahraga.
Kebersihan hygiene: Kebersihan pasien dapat dikatakan cukup karena yang terlihat dari
hygiene rambut, tangan, kaki dan pakaian tampak bersih. Kebiasaan mandi, keramas,sikat
gigi, ganti baju, dan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air rutin dilakukan.
Tetapi kadang pasien mencuci tamgan tidak menggunakan sabun.
Rekreasi: Pasien dan keluarga jarang berpergian.
Ketaatan beribadah: Pasien mengatakan rajin ke Masjid untuk sholat.
Pola membersihkan rumah/ lingkungan: rumah disapu dan dipel tiap hari 2 kali setiap
pagi dan sore hari.
Pola pengobatan: jika sakit dibawa ke Puskesmas. Pasien kadang mengkonsumsi jamu.
Pola hubungan social: hubungan dengan tetangga dan lingkungan baik. Pasien dan
keluarga sering bersosialisasi dengan tetangga dan warga sekitar.
Pola aktifitas kemasyarakatan: pasien tidak mengikuti kegiatan organisasi di
lingkungannya
Keadaan psikologis pasien dan keluarga yang mempengaruhi atau dipengaruhi
penyakit dalam keluarga: tidak ada
Adat istiadat/ social budaya yang mempengaruhi: tidak ada
4. Keadaan Rumah/ Lingkungan
Keadaan Rumah
Jenis bangunan : Semi permanen
12
Lantai rumah : Keramik dan Papan
Tembok : Semen
Atap : Seng
Luas rumah : 128 m2 (56m2 + 72m2)
Luas kamar pasien : 3 x 3 m2
Jumlah orang yang tinggal : 13 orang ( lantai bawah 3 orang, lantai atas 10 orang)
Penerangan : Kurang
Karena rumah pasien tidak memiliki ventilasi yang cukup (hanya terdapat 1 ventilasi
pada ruang tengah), dan letak rumah yang masuk ke gang kecil serta padat tidak
memungkinakan mendapat penyinaran matahari yang cukup. Untuk sumber
pencahayaan yang memadai diperlukan lampu.
Kebersihan : Kurang
Pada lantai atas tampak beberapa sampah.
Ventilasi : Kurang
Ventilasi untuk keluar masuk cahaya dan udara sangat kurang (hanya terdapat 1
ventilasi pada ruang tengah dan itu berasal dari kamar tidur). Ditambah lagi rumah
pasien yang letaknya berada masuk ke gang kecil dan sempit sehingga sirkulasi
udara dan pencahayaan kurang baik.
Kebersihan dapur : Kurang
Dapur berada dibagian depan rumah dan langsung menghadap ke jalan umum.
Tempat sampah berada sangat dekat dengan tempat memasak dan tidak ada penutup.
Tempat penyimpanan makanan : Kurang baik
Makanan disimpan di atas meja yang dekat dengan jalan dan hanya ditutup tudung
saji sehingga tidak terlindung dari debu
Tempat penyimpanan alat makan: Cukup
Alat makan disimpan dalam lemari bertutup rapat
Tempat cuci tangan : Kurang
Pasien dan keluarga mencuci tangan didepan rumah dan tidak terdapat sabun dan lap
tangan bersih.
Keadaan kamar mandi : Kurang
Dinding dan lantai kamar mandi kotor dan jarang dibersihkan.
Keadaan Kakus dan sistem Pembuangan
Keadaan wc : Kurang
Dinding dan lantai kamar mandi kotor dan jarang dibersihkan.
Sumber air sehari-hari : Air tanah tanpa filter
Tempat penyimpanan air : Kurang

13
Tempat penyimpanan air ada didepan rumah dan tidak ditutup. Sedangkan, diatas
rumah ada kandang burung dan tempat penyimpanan air langsung berhubungan
dengan jalan.
Sumber air minum : Air galon
Kebersihan tempat penyimpanan air minum: Cukup
Air minum disimpan didalam dispenser yang tertutup rapat
Tempat sampah di dalam rumah: Tidak terdapat tempat sampah didalam rumah
Sistem pembuangan air limbah: Air limbah dialirkan langsung ke got yang mengalir
didepan rumah
Keadaan Lingkungan
Kebersihan sekitar rumah : Kurang
Terlihat beberapa sampah dan puntung rokok juga kotoran burung.
Tempat sampah di luar rumah : Ada tetapi tidak memiliki penutup
Keadaan pekarangan : Rumah pasien tidak memiliki pekarangan.

Pemeriksaan kesehatan pasien dan keluarga oleh mahasiswa


Pemeriksaan Fisik: Pasien tampak compos mentis dan sakit ringan.
Inspeksi: tonsil dan faring tidak hiperemis
Auskultasi: suara nafas normal.
Tanda-tanda vital:
1. Tekanan Darah: 110/80 mmHg
2. Frekuensi Nadi: 66x/menit
3. Frekuensi Napas: 20x/menit
4. Suhu badan: 36,9oC
Pemeriksaan hygiene
Kebersihan pasien dapat dikatakan baik karena yang terlihat dari hygiene gigi, rambut,
tangan dan kaki tampak bersih. Pakaian yang digunakan pun tampak bersih.
Hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan: tidak ada

Diagnosis pasien : Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas


Diagnosis Banding: Pneumonia, Tuberkulosis
Diagnosis Keluarga: Keluarga Ibu Suhaeni dalam kondisi sehat namun berisiko tertular
penyakit yang diderita ibu Suhaeni.

14
Usulan pemeriksaan penunjang untuk pasien dan keluarga mulai tingkat pelayanan
primer (pemeriksaan di puskesmas) hingga rujukan:
1. Darah Rutin
2. Pemeriksaan Dahak (Pewarnaan Gram, Pewarnaan BTA, Kultur bakteri)
3. Foto Toraks
Perkiraan akan timbulnya keadaan penyakit ditinjau dari perilaku dan lingkungan
Hanya terdapat satu jendela dan pintu masuk sebagai sumber ventilasi dan pencahayaan
alami untuk kamar dan ruang tengah pada lantai bawah. Luas jendela pun tidak memadai
ukuran nya 0,1 m2 (0,35m x 0,30m) sedangkan jendela sehat memiliki luas minimal 10%
dari luas lantai (luas lantai kamar 9m2, luas jendela minimal 0,9m2). Kurangnya luas
jendela sangat berpengaruh terhadap ventilasi, pencahayaan dan kelembapan udara yang
memudahkan perkembangbiakan bakteri pathogen di dalam rumah, misalnya bakteri
penyebab penyakit ISPA dan TBC. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara yang
tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa, dan jamur yang semuanya memiliki peran besar
dalam pathogenesis penyakit pernafasan. Untuk penyimpanan air bersih yang digunakan
untuk mencuci peralatan makan dan mencuci tangan kurang baik karena diletakkan didepan
jalan umum dan diatas kandang burung serta tidak ada penutup sehingga resiko tercermar
sangat mungkin terjadi. Ditambah lagi meja makan dan dapur terletak dibagian depan rumah
yang langsung menghadap ke jalan umum dan hanya ditutup dengan tudung saji yang tidak
bisa melindungi makanan dari debu. Terkait perilaku mencuci tangan pasien mengatakan
rutin mencuci tangan sebelum makan tetapi yang menjadi masalah pasien mencuci tangan
menggunakan air yang disimpan dalam ember didepan rumah, tidak menggunakan air
mengalir dan sabun juga tidak tersedia lap tangan bersih untuk mengeringkan tangan.
Perilaku dan cara penyimpanan air ini meningkatkan resiko terjadinya penyakit saluran
pencernaan yang disebabkan masuknya agen patogen ke dalam saluran cerna.

Prognosis penyakit pasien dan keluarga


Penyakit: Baik jika terapi adekuat, konsumsi makanan bergizi, dan cukup istirahat.
Keluarga: Kemungkinan tertular besar. Mengingat kondisi tempat tinggal yang menjadi
faktor resiko penularan ISPA. Keluarga perlu diberi edukasi untuk selalu menjaga
kebersihan perorangan, lingkungan, dan asupan gizi yang adekuat.

15
Saran upaya pencegahan penyakit pasien dan keluarga oleh mahasiswa
Nama Promotif Preventif Kuratif Rehabilitatif
Suhaeni - Penyuluhan - Menggunakan - Mukolitik - Istirahat
(85tahun) gejala
Ambroxol - Gizi
klinik, masker
15-30mg/hari
- Oral hygiene adekuat
pencegahan, - Ekspektorant
Glyceryl Guaiacolat
pengobatan
200-400mg/hari
- Edukasi
gizi, kebersihan
rumah dan
lingkungan,
PHBS

Resume masalah kesehatan keluarga dan factor risikonya


Pada hari Rabu, 22 Juli 2015 dilakukan wawancara pada pasien bernama Suhaeni (85 tahun)
terkait dengan penyakit, kondisi keluarga, rumah dan lingkungan. Adapun didapatkan
diagnosis bahwa pasien menderita Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas. Untuk
Menyingkirkan diagnosis banding lain perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan dahak, dan foto rontgen toraks. Keluarga Ibu Suhaeni
dalam kondisi sehat namun berisiko tertular penyakit yang diderita ibu Suhaeni karena
kondisi tempat tinggal yang memiliki ventilasi, pencahayaan dan kelembapan udara yang
ada kurang baik sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit.

\
Lampiran : foto foto perilaku atau lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
penyakit atau yang nantinya akan mempengaruhi keadaan kesehatan keluarga

16
17
Gambar (1) Tempat Penyimpanan Air Bersih

Gambar (2) Keadaan Rumah dan Lingkungan Ibu Suhaeni


Daftar Pustaka
1. Maramis PA, Ismanto AY, Babakal A. Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan
ibu tentang ISPA dengan kemampuan ibu merawat balita ISPA pada balita di
puskesmas Bahu kota Manado. 2013
2. DepKes RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta: Direktorat Jenderal
PPM & PLP.1992
3. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem
pernapasan Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Stiati S, ed.
Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2189-95
4. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.2005
5. Acute upper respiratory tract infections (URTIs). Dalam: Chapman S, Stephen G,

18
Stradling J, West S. Oxford Handbook of Respiratory Medicine 1st Edition. Oxford:
Oxford University Press. 2005.h.448-51
6. Rahajoe, Lilis. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita. Surabaya: Unair.2005.h.43-52
7. Suryanto, Soesanto. Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan Penyakit
ISPA. Media Litbang Kesehatan.2000.h.27-31.
8. Dachroni J. Septic System Density in Defined Population of Adult. Environmental
Health Perspectives.2003.h.742-748
9. Depkes RI. Pedoman teknis penilaian rumah sehat. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM
& PL.2002.

19

Anda mungkin juga menyukai