Oleh :
Adlia Ulfa Syafira
1618012066
Preceptor :
dr. Zulfadli, Sp.OG
Preceptor Penyaji
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat, dan karunianya sehingganya Penulis dapat menyelesaikan referat
ini dengan baik yang berjudul Sindrom Ovarium Polikistik. Referat ini berisikan
informasi mengenai Sindrom Ovarium Polikistik yang membahas tentang definisi,
etiologi, patofisiologi, dampak klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan. Diharapkan
referat ini dapat memberikan pengetahuan kepada kita semua tentang Sindrom
Ovarium Polikistik.
Penulis sampaikan terima kasih kepada dr. Zulfadli, Sp. OG yang telah
membimbing dan membantu penulis dalam penyelesaikan referat ini, sehingga
referat ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu Penulis
harapkan demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat yang sederhana ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi kita.
Penulis
3
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 ETIOLOGI ................................................................................... 6
2.2 PATOFISIOLOGI ....................................................................... 7
2.3 DIAGNOSIS ................................................................................. 9
2.4 DAMPAK KLINIS ...................................................................... 15
2.5 KELAINAN ANDROGEN, FOLIKULOGENESIS,
GONADOTROPIN, DAN INSULIN PADA SOPK .................... 19
2.6 PENATALAKSANAAN ............................................................. 23
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ETIOLOGI
Penyebab sindrom ovarium polikistik hingga saat ini belum diketahui
pasti. Diduga faktor penyebabnya terletak pada gangguan proses pengaturan
ovulasi dan ketidakmampuan enzim yang berperan pada proses sintesis estrogen
di ovarium. Pengeluaran luteinizing hormone (LH) berlebihan pada wanita
dengan SOPK menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis androgen di
ovarium.1
6
1. Peningkatan faktor pertumbuhan menyebabkan peningkatan respon
ovarium terhadap luteinizing hormone (LH) dan Follicle Stimulating
Hormone (FSH), sehingga perkembangan folikel ovarium bertambah dan
produksi androgen akan meningkat. Perkembangan folikel yang berlebihan
2
ini akan menyebabkan banyaknya folikel yang bersifat kistik.
2. Adanya hubungan antara obesitas dan peningkatan resiko polikistik
ovarium melalui peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan sel teka
memproduksi androgen dan menghambat Sex Hormone Binding Globulin
(SHBG) sehingga androgen bebas meningkat. Keadaan ini menyebabkan
androgen banyak di aromatisasi menjadi estrogen yang akan menghasilkan
2
LH dan memicu pematangan folikel.
3. Hiperandrogen, anovulasi dan polikistik ovarium disebabkan oleh faktor
2
genetik terkait kromosom X.
8
mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak
adanya lonjakan LH yang memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya
resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada
keadaan hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi androgen dan
menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas meningkat. Pada
sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan obesitas
tipe android. 3
Salah satu patofisiologi yang berperan pada SOPK adalah adanya
polimorfisme pada gen 17-hidroksilase atau dikenal dengan enzim CYP-17
yang berperan dalam produksi androgen. Enzim ini dikode oleh gen CYP-17
pada kromosom 10q24,3 yang bekerja dengan mengubah 17 alpha
hidroksilase menjadi kortisol. Ketika 17 alpha hidroksilase dan 17,20 liase
teraktivasi, maka dehidrotestosteron (DHEA) kemudian akan diubah menjadi
tesosteron dan estradiol oleh isoenzim 17 beta hidroksteroid dehydrogenase
dan aromatase.3
memiliki anak dalam 12 bulan hubungan seksual yang regular dan tanpa
menggunakan teknik kontrasepsi apapun infertilitas ini disebut juga infertilitas
primer. Sedangkan infertilitas sekunder merupakan keadaan dimana seorang
wanita tidak dapat memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya. Untuk
mendiagnosis seorang wanita mengalami infertilitas dapat diperiksa dengan
menggunakan tes ovulasi dan potensi tuba.5
Faktor resiko terjadinya infertilitas biasanya terkait dengan gaya
hidup,yaitu konsumsi alcohol, merokok, IMT <19 ataupun >29 ,olahraga yang
10
berat seperti aerobik selama 3-5 jam perminggu, dan pekerjaan yang terpapar
zat kimia ataupun radiasi sinar- X.6 Sedangkan faktor penyebab infertilitas
pada perempuan seperti gangguan ovulasi yang disebabkan oleh banyak hal.
WHO mengklasifikasikan gangguan ovulasi menjadi 4 yaitu kegagalan pada
hipotalamus dan hipofisis, gangguan fungsi ovarium, kegagalan ovarium yang
ditandai dengan peningkatan kadar gonadotropin namun kadar estradiol yang
rendah dan hiperprolaktinemia. Selain itu, infertilitas pada wanita dapat pula
disebabkan oleh adanya infeksi dan endometriosis.7
11
2. Tes kadar progesteron: apabila perempuan tersebut memiliki
dengan oligomenorhea.
3. Pengukuran kadar FSH dan LH: dilakukan pada perempuan dengan
hormone) dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB
SOPK adalah sindrom klinis yang hingga saat ini belum ada kriteria
tunggal yang cukup untuk mendiagnosis penyakit ini. Saat ini, kriteria
diagnosis SOPK yang digunakan secara luas adalah Kriteria Rotterdam 2003
(Tabel 1)
12
Pemeriksaan awal SOPK mencakup eksklusi penyakit yang
memberikan gambaran serupa, seperti yang dijelaskan pada Tabel 2
13
Gambar 3. Alur diagnosis SOPK
Sumber: Gynaecology-evidence based algorithms
2.3.1.2 Hiperandrogenisme
Hiperandrogenisme mencakup tanda-tanda klinis dana tau
baik biokimia tanpa ada atau adanya gangguan sistem endorkrin
pengecekan dapat dilakukan dengan melihat pertumbuhan bulu pada
tubuh penderita atau dapat dilakukan dengan Ferriman Gallwel
Score. Untuk keakuratan hasil dapat pula di cek melalui direct
radioimmunoassay (RIA) dengan menghitung kadar testosteron
bebas.4
14
Sumber: Current updates on polycystic ovary syndrome, endometriosis, adenomyosis
15
diameter kedua potongan tersebut.
2.4.1 Infertilitas
Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan
dengan dua hal. Pertama karena adanya oligoovulasi/anovulasi.
Keadaan ini berkaitan dengan hiperinsulinemia di mana terdapat
16
resistensi insulin karena sel-sel jaringan perifer khususnya otot dan
jaringan lemak tidak dapat menggunakan insulin sehingga banyak
dijumpai pada sirkulasi darah. Makin tinggi kadar insulin seorang
wanita, makin jarang wanita tersebut mengalami menstruasi.
Penyebab yang kedua adalah adanya kadar LH yang tinggi
sehingga merangsang sintesa androgen. Testosteron menekan
sekresi SHBG oleh hati sehingga kadar testosteron dan estradiol
bebas meningkat. Kenaikan kadar estradiol memberi umpan balik
positif terhadap LH sehingga kadar LH makin meningkat lagi
sedangkan kadar FSH tetap rendah. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan folikel terhambat, tidak pernah menjadi matang
apalagi terjadi ovulasi.3
17
2.4.3 Diabetes melitus
Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah
insulin. Adanya resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin
menyebabkan organ tubuh tidak dapat menyimpan glukosa dalam
bentuk glikogen sehingga kadarnya meningkat di dalam darah.3
2.4.4 Masalah kulit dan hirsutisme
Keadaan ini berkaitan dengan hiperandrogenisme. Kadar
androgen yang tinggi menyebabkan pengeluaran sebum yang
berlebihan sehingga menyebabkan masalah pada kulit dan rambut.
Pasien mengeluhkan seringnya terjadi peradangan pada kulit akibat
penyumbatan pori serta pertumbuhan rambut pada tubuh yang
berlebihan. Kelainan yang biasanya timbul adalah dermatitis
seboroik, hidradenitis supuratif, akantosis nigrikans dan kebotakan.
Akantosis nigrikans selain berhubungan dengan keadaan
hiperandrogen juga terkait dengan adanya hiperinsulinemia.3
2.4.5 Obesitas
Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan
sebagai obesitas sentripetal, di mana distribusi lemak ada di bagian
sentral tubuh terutama di punggung dan paha. Wanita dengan
sindrom ini sangat mudah bertambah berat tubuhnya. Obesitas tipe
ini berkaitan dengan peningkatan risiko menderita hipertensi dan
diabetes.3
18
estrogen yang tinggi juga meningkatkan terjadinya kanker
payudara.3
19
Hiperandrogenisme adalah tanda utama pada SOPK, akibat
produksi berlebih pada ovarium dan kelenjar suprarenal. Sekitar
60-80% pasien dengan SOPK memiliki konsentrasi testosteron
yang tinggi di sirkulasi. Androgen yang meningat pada SOPK
mencakup testosteron, androstenedione, dehidroepiandosteron
(DHEA), dehidroepiandosteron sulfat (DHEA-S), dan 17-
hidroksiprogesteron (17-OHP). Peningkatan produksi androgen
ovarium disebabkan oleh peningkatan stimulasi oleh LH dan
peningkatan bioaktivitas LH oleh insulin. Belum ada penjelasan
mengapa produksi androgen oleh kelenjar suprarenal juga
meningkat pada SOPK. 14
Ovarium polikistik memiliki lapisan teka yang tebal dan
pada uji in vitro ovarium polikistik mensekresikan androgen dalam
jumlah besar pada keadaan basal maupun terhadap stimulasi LH.
Belum diketahui penyebab hiperaktivitas ini, tetapi diperkirakan
terdapat gangguan jalur sinyal intrasel. 14
20
disebabkan defisiensi sinyal pertumbuhan dari oosit atau efek
inhibisi AMH yang berlebih. 14
cAMP cAMP
5mm 20mm
10mm
anovPCO Terminal
cAMP cAMP differentiation
5mm
FSH 8mm
LH
insulin
Gambar 7. Diferensiasi terminal folikel pada perempuan normal dan
perempuan dengan SOPK anovulasi
Sumber: Current updates on polycystic ovary syndrome, endometriosis, adenomyosis
21
pulsasi/jam. Kadar FSH yang lebih rendah disebabkan oleh
peningkatan kadar estradiol, estron, dan inhibin B. 14
Kadar FSH yang secara relative menyebabkan gangguan
perkembangan folikel, dan tingginya kadar LH meningkaktkan
produksi androgen pada ovarium. Konsentrasi androgen yang
tinggi pada SOPK menyebabkan desensitisasi hipotalamus
terhadap umpan balik negative progesterone, yang bersifat
reversible bila diberikan obat anti-androgen. Hal ini menunjukkan
bahwa gangguan sekresi gonadotropin pada SOPK merupakan
dampak sekunder dari gangguan sekresi steroid pada ovarium atau
kelenjar suprarenal. 14
Androgen
In utero Pubertal nocturnal Favors LH and
Prepubertal in ovariuan steroids FSH synthesis and Folicular
Pubertal does not inhibit secretion maturation
GnRH pulse next day
22
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia berperan terhadap
terjadinya hiperandrogenisme dan gangguan sekresi gonadotropin
dengan cara:
1. Menurunkan kadar sex-hormone binding globulin (SHBG)
sehingga meningkatkan bioavailabilitas testorteron (Gambar
1.2)
2. Sebagai kofaktor stimulasi biosintesis androgen pada ovarium
dan kelenjar suprarenal
3. Meningkatkan potensi kerja LH sehngga androgen bekerja
secara sinergis untuk meningkatkan produksi androgen
4. Efek langsung pada hipotalamus dan kelenjar hipofisis untuk
mengatur pelepasan gonadotropin 14
2.6 Penatalaksanaan
Pada sindrom ovarium polikistik, perkembangan folikel dan ovulasi
terganggu sehingga terjadi infertilitas. Antiestrogen dalam hal ini klomifen sitrat
paling banyak dipakai merupakan pilihan pertama untuk mengindukasi ovulasi.
23
Strukturnya yang mirip dengan estrogen menyebabkan klomifen sitrat mampu
berikatan dengan reseptor estrogen dan mempengaruhi aktivitas hipotalamus,
sehingga meskipun kadar estrogen dalam darah meningkat, tetapi karena
kapasitas reseptor estrogen menurun maka sekresi GnRH meningkat. Rangsangan
GnRH dalam lingkungan estrogen yang tinggi menyebabkan kelenjar hipofise
lebih peka terurama dalam mensekresi FSH.
24
84 SECTION 3 Reproductive medicine
Management of anovulation lifestyle and weight loss rst-line
Obese women with PCOS are more likely than thin women with PCOS to suffer from
anovulation and less likely to respond to pharmacological OI methods.
Women with a BM I of 30 advise to lose weight as it may restore ovulation, improve their
25
response to ovulation induction agents, and have a positive impact on pregnancy outcomes.
Weight loss of even 510% of body weight often restores ovulatory cycles.
Medical management second-line clomiphene citrate
6085% ovulate but only about half conceive.
M onitor cycle in at least the rst cycle and when the treatment dose needs to be increased to
Know your drug
algorithms
Metformin Aromatase inhibitors (letrozole and anastrozole) Dexamethasone and gr owth hormone
Ovulation and pregnancy rates are promising, they appear to have less
M etformin alone increased the odds of ovulation compared with Dexamethasone as adjuvant therapy to
of an anti-oestrogenic effect on the endometrium, and most studies
placebo but does not result in a signicantly higher CBR. CC has been shown to increase pregnancy
show equivalence with CC.
M etformin combined with CC may increase ovulation rates and rates in CC resistant PCOS. (ACOG)
M echanism block the conversion of testosterone and
pregnancy rates. Use of adjuvant growth hormone
androstenedione to oestradiol and oestrone, respectively , and inhibit
Offer metformin combined with CC to CC-resistant women, treatment with GnRHa and/or hM G
the oestrogen-negative feedback on the hypothalamicpituitary axis.
who have a BM I of > 25, because this increases ovulation and during OI in women with PCOS who do
This leads to increased gonadotrophin secretion, which results in
pregnancy rates. (NICE) not respond to CC is not recommended
ovarian follicular growth.
Advantages shorter half-life than CC, potentially higher because it does not improve pregnancy
implantation rates and lower multiple pregnancy rates. rates. (NICE)
Know your drug
2.4% incidence of congenital malformations and chromosomal
M echanism insulin-sensitizing agent, acts by inhibiting hepatic abnormalities in the letrozole group compared to 4.8% in the CC
glucose production and increasing peripheral glucose uptake. group.
Dose start with 250500 mg daily and increase as tolerated to However, until aromatase inhibitors have been approved for OI by the
the optimal daily dose of 500750 mg three times daily . Government, use with caution, and counsel patients carefully .(SOGC,
Side effects nausea, bloating, cramps, and diarrhoea. ACOG)
Not currently licensed for the treatment of ovulatory disorders in
the UK.
Gambar 12. Lini 3 dan 4 pada SOPK
Sumber: Gynaecology-evidence based
algorithms
26
oral tidak boleh diberikan pada wanita dengan trombosis vena atau
wanita perokok berusia lebih dari 35 tahun. Kontrasepsi oral yang
dapat menjadi pilihan adalah medroxyprogesterone yang diminum 7-
10 hari setiap 3 bulan sekali. Dalam 1 kali fase minum obat dapat
mengahasilkan 4 siklus haid normal, dan haid akan dimulai dari
seminggu setelah dimulainya terapi. Selain itu, mengontrol kadar
insulin dapat memperbaiki siklus menstruasi. Didapatkan bukti
penelitian bahwa dengan menurunkan berat badan dapat meningkatkan
fase siklus haid yang normal.13
2. Mengatasi Hirsutisme.
a) Medikamentosa
Meningkatkan sex hormone binding globulin (SHBG) dan
menurunkan kadar insulin contohnya metformin sebanyak 500 mg
yang dikonsumsi 2 kali dalam sehari dan dinaikkan dosisnya
menjadi 3 kali sehari apabila tidak terjadi ovulasi dalam 6 minggu.
Selain itu, dapat juga dengan memblokade kerja dari hormone
testosteron menggunakan sprinolakton yang dapat dikombinasikan
juga dengan kontrasepsi oral dapat meningkatkan respon sebesar
75%.9 Clomiphene citrate dengan dosis sebanyak 50 mg yang
dikonsumsi 1 kali sehari selama lima hari dapat dimulai pada
kapan saja namun jika pada wanita yang sedang menstruasi di
mulai pada hari ke 5 menstruasi. Bila dengan dosis awal pasien
tidak mengalami ovulasi dilanjutkan dengan dosis 100 mg selama
5 hari setelah 30 hari dari dosis awal. Dapat juga menggunakan
Aromatase Inhibitor Letrozole yang merupakan kelas terbaru yang
dapat menginduksi ovulasi.13
Pil kontrasepsi kombinasi 1 tab/hari. Semua sediaan pil kontrasepsi, tetapi lebih
dianjurkan untuk menggunakan sediaan yang
mengandung progestin anti-androgenik, seperti
ciproteron asetat dan drospirenon
27
Spironolakton 2x50-100mg
Finasteride 1x2.5-5mg
b) Mengatasi infertilitas
28
dilakukan dengan teknik elektrokauter secara laparoskopik yang
tidak terlalu invasif. Meskipun dapat membantu regulasi
menstruasi dan terjadinya ovulasi, komplikasi perlekatan harus
dipertimbangkan karena kemungkinan untuk menjadi hamil
berkurang di samping efek dari prosedur ini hanya jangka
pendek.13
Untuk pasien yang tidak ingin hamil dapat menggunakan
pil kontrasepsi kombinasi untuk mengatur siklus menstruasi.
Keuntungan dari terapi ini adalah adanya komponen progesteron
yang dapat menyebabkan supresi sekresi LH sehingga
berkurangnya produksi androgen dari ovarium dan komponen
estrogen yang meningkatkan produksi SHBG sehingga konsentrasi
testosteron bebas dapat menurun dan akhirnya dapat juga
memperbaiki hirsutisme dan masalah kulit yang disebabkan oleh
hiperandrogenisme. Selain itu dapat mengurangi keluhan
dismenorea, perdarahan uterus disfungsional dan angka kejadian
penyakit radang panggul serta menurunkan kemungkinan terkena
kanker endometrium dan kanker ovarium. Meskipun demikian pil
kontrasepsi kombinasi dapat menyebabkan eksaserbasi resistensi
insulin dan meningkatkan kadar trigliserida sehingga dapat
memperbesar risiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes.13
Kombinasi antara mengatasi masalah ovulasi yang tidak
teratur, hiperandrogenemia, dan pola hidup sehat untuk
menurunkan berat badan menjadi cara yang dianggap paling baik
untuk mengatasi masalah kesuburan ini.9
29
berat badan maka siklus menstruasi menjadi teratur, ovulasi dapat
terjadi secara spontan dan dapat mengurangi kejadian resistensi
insulin. Cara yang dipakai biasanya kombinasi diet, olahraga dan
pemberian obat-obat yang memperbaiki sensitifitas jaringan terhadap
insulin seperti metformin dan troglitazon. Jadi sebaiknya usaha ini
dilakukan bersamaan dengan terapi yang lain karena dapat
memperbaiki kelainan metabolik pada sindrom ini.13
Pada saat ini terapi alternatif yang lebih sering digunakan untuk
sindrom ovarium polikistik adalah dengan senyawa sensitisasi insulin
yaitu metformin dan troglitazon. Dengan terapi ini diharapkan
sensitifitas tubuh terhadap insulin meningkat, sehingga dapat
memperbaiki kelainan hormonal yang berhubungan dengan sindrom
ini. Selain itu juga dapat menurunkan berat badan dengan cara
memperbaiki metabolisme gula di perifer, meningkatkan penggunaan
glukosa oleh usus dan menekan oksidasi asam lemak. Pada percobaan,
diberikan metformin dan plasebo selama 4 sampai 8 minggu pada
pasien sindrom ovarium polikistik dengan obesitas dan
hiperinsulinemia. Pada 2 bulan pertama pemakaian metformin,
pemulihan sudah terlihat jelas. Didapatkan penurunan sekresi insulin
pada pasien yang menggunakan metformin. Konsentrasi testosteron
bebas menurun sebagai akibat berkurangnya produksi testosteron dan
meningkatnya SHBG. Metformin paling sering digunakan pada pasien
non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) karena tidak
menyebabkan hipoglikemi. Beberapa pasien dapat menurunkan berat
badan dan perbaikan tekanan darah serta kadar lemak darahnya. Selain
itu pasien dapat menstruasi dan menjadi hamil pada saat
menggunakannya. Efek samping yang paling sering adalah keluhan
gastrointestinal. Obat lain yang dapat dipakai adalah troglitazon, tetapi
pemakaiannya harus diikuti dengan tes fungsi hati secara berkala
karena berpotensi menyebabkan kerusakan hati. Keunggulan dari
terapi ini adalah dapat mencegah perkembangan penyakit yang dapat
30
menyerang penderita seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit
jantung koroner.13
BAB III
KESIMPULAN
31
adanya obesitas berdampak baik terhadap upaya menurunkan kadar insulin dan
membantu proses pematangan sel telur (ovum).
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Ruffin F. 2012. Polycystic ovary syndrome. Newyork: The Rosen Publishing Group
2. Kovacs G. 2007. Polycystic ovary syndrome 2nd edition. Cambridge: Cambridge
University Press
3. Eden J. 2005. Polycystic ovary syndrome: a womans guide to identifying and
managing PCOS. Australia: National Library of Australia
4. Azziz R. 2007. Polycystic ovary syndrome: current concepts on pathogenesis and
clinical care. Los Angeles:Springer
5. Chang R. 2014. Polycystic ovary syndrome. California: Marcel Dekker
6. Ali B. Sindrom ovarian polikistik dan penggunaan GnRH. Divisi Imunoendokrinologi,
Departemen Ginekologi dan Obstetric, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
[internet]. 2012 [diakses tanggal 26 Juli 2017];
39(8).Tersediadari:http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_196Sindrom%20Ovarium
%20Polikistik% 20dan%20Penggunaan%20Analog%20Gn RH.pdf
7. Kasim-Karakas SE., Cunningham,WM., Tsodikov, A.Relation of nutrients and
hormones in polycystic ovary syndrome. Am J Clin Nutr[internet]. 2007[diakses
tanggal 26 Juli 2017]; 85(3):688-94. Tersedia dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 7344488
8. Laksmi M. Sindrom ovarium polikistik: permasalahan dan penatalaksanaannya.
Bagian Obstetri-Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti [internet]. 2002.
[diakses tanggal 28 Juli 2017]; 21(3). Tersedia dari: http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf
9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta: Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia; 2013.
10. Balen AH, Jacobs HS. Infertility in practice 2nd edition [internet]. London: Churchill
Livingstone; 2003[diakses tanggal 26 Juli 2017 ]. Tersedia dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article s/PMC1995495/
11. Iweko B, Prawesti D, Hestiantoro A, Sumapraja K, Natadisastra M, Baziad A.
Chronological age vs biological age: an age-related normogram for antral follicle
count, FSH and anti-Mullerian hormone [internet]. 2010 [diakses tanggal 26 Juli 2017
]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article s/PMC3843177/
12. Dunaif A. 2008. Polyvystic ovary syndrome: current controversies, from the ovary to
the pancreas. Chicago. Humana Press
13. Michael TS. Polycystic ovarian syndrome : diagnosis and management
[internet].Marshfield Clinic; 2004[diakses tanggal 27 Juli 2017]. Tersedia dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC/1069067/
14. Hestiantoro A. 2013. Current updates on polycystic ovary syndrome, endometriosis,
adenomyosis. Jakarta: Sagung Seto
15. Pundir J. 2016. Gynaecology : evidence based algorithms. Cambrdige: Cambridge
University Press
33