Anda di halaman 1dari 15

Metabolisme Karbohidrat

Karbohidrat dimetabolisme sebagian besar dalam bentuk glukosa. Salah satu jalur
utama metabolisme glukosa, fruktosa dan galaktosa serta karbohidrat lain yang ada dalam
makanan ialah glikolisis yang bersifat unik karena dapat berlangsung secara aerob maupun
anaerob. Kemampuan glikolisis untuk dapat menghasilkan ATP ini sangat penting terutama
untuk aktivitas otot tanpa pasokan oksigen yang mencukupi. Selain itu, eritrosit yang tidak
memiliki mitokondria juga bergantung pada glukosa yang masuk ke reaksi glikolisis sebagai
sumber bahan bakar metaboliknya. Metabolisme karbohidrat memiliki beberapa proses lagi
didalamnya, yaitu:1
Glikolisis

Gambar 1

Glikolisis terjadi di sitosol dikarenakan keberadaan enzimnya yang terdapat di sitosol.


Berikut ialah rangkaian reaksi yang terjadi selama glikolisis:2
a. Mula-mula glukosa harus diaktifkan dengan mengikatkannya pada molekul fosfat
dibagian C6 sehingga glukosa berubah menjadi glukosa 6-fosfat. Reaksi ini bersifat
irreversible (tidak dapat kembali) dan dikatalisis oleh heksokinase (jaringan ekstrahepatik)
dan glukokinase (hati). Heksokinase memiliki km yang rendah sehingga afinitasnya
terhadap glukosa tinggi, sedangkan glukokinase memiliki km yang tinggi sehingga
afinitasnya terhadap glukosa lebih rendah. Glukokinase memiliki fungsi untuk

1
mengeluarkan glukosa dari darah setelah makan dan mengaktifkan glukosa menjadi
glukosa 6-fosfat.
b. Glukosa 6-fosfat selanjutnya akan diubah menjadi fruktosa 6-fosfat dengan bantuan enzim
fosfoheksosa isomerase. Kemudian, reaksi akan dilanjutkan dengan pengikatan fosfat
pada fruktosa 6-fosfat pada C1-nya menjadi fruktosa 1,6-bisfosfat oleh enzim
fosfofruktokinase. Enzim fosfofruktokinase ialah enzim regulator untuk glikolisis dan
reaksi ini bersifat irreversibel.
c. Fruktosa 1,6-bisfosfat yang terbentuk dari reaksi sebelumnya akan dipecah menjadi 2
molekul triosa, yaitu gliseraldehid 3-fosfat dan DHAP (dihidroksiaseton fosfat) yang
dikatalisis oleh enzim aldolase. Kedua molekul triosa ini dapat saling terkonversi dengan
enzim fosfotriosa isomerase.
d. Reaksi akan dilanjutkan dengan mengoksidasi gliseraldehida 3-fosfat menjadi 1,3-
bisfosfogliserat yang dikatalisis oleh enzim gliseraldehid 3-fosfat dehidrogenase, dan
bersifat dependen (bergantung) NAD. Reaksi ini dapat dihambat oleh iodoasetat. Koenzim
NAD pada reaksi ini akan masuk ke jalur rantai pernapasan untuk menghasilkan 3 ATP.
e. Fosfat dari C1 pada 1,3-bisfosfogliserat akan dilepas dan menghasilkan 3-fosfogliserat,
reaksi ini dikatalisis oleh enzim fosfogliserat kinase. Fosfat yang dilepas akan
dipindahkan ke ADP untuk membentuk 1 ATP tingkat substrat. Selanjutnya, reaksi akan
diteruskan dengan isomerisasi 3-fosfogliserat menjadi 2-fosfogliserat dengan enzim
fosfogliserat mutase.
f. Reaksi dehidrasi 2-fosfogliserat, reaksi ini akan dikatalisis oleh enzim enolase yang
melibatkan suatu dehidrasi untuk membentuk fosfoenolpiruvat. Reaksi ini dapat dihambat
oleh fluorida.
g. Pelepasan fosfat dari fosfoenolpiruvat, pada reaksi ini fosfat dari fosfoenolpiruvat akan
dipindahkan dan akan menghasilkan enolpiruvat oleh aktivitas enzim piruvat kinase.
Fosfat yang dilepas akan dipindahkan ke molekul ADP untuk menghasilkan 1 ATP
tingkat substrat.2 Enolpiruvat secara spontan diubah menjadi ketopiruvat. Kemudian,
piruvat akan dioksidasi lebih lanjut untuk masuk ke SAS (siklus asam sitrat).
Bila dihitung, maka ATP yang dihasilkan dalam reaksi glikolisis ialah sebesar 10 ATP,
dimana 2 ATP dipergunakan diawal untuk reaksi heksokinase dan fosfofruktokinase. Serta, 6
ATP didapat dari rantai pernapasan, sedangkan 4 ATP didapat dari pembentukan ATP tingkat
substrat.

2
Glikogenesis dan Glikogenolisis

Gambar 2

Pada jalur glikogenesis, glukosa mengalami fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat yang
dikatalis oleh heksokinase di otot dan glikokinase di hati. Glukosa 6-fosfat mengalami
isomerisasi menjadi glukosa 1-fosfat oleh fosfoglukomutase.3 Kemudian, glukosa 1-
fosfatbereaksi dengan uridin trifosfat (UTP) untuk membentuk nukleotida aktif uridin
difosfatglukosa ( UDPGlc) dan pirofosfat yang dikatalisis oleh UDPGlc pirofosforilase.
Reaksi berlangsung dalam arah pembentukan UDPGlc karena pirofosfatase mengatalisis
hidrolisis pirofosfat menjadi dua kali fosfat sehingga salah satu produk tersebut reaksi
dihilangkan. Selanjutnya, glikogen sintase mengkatalisis pembentukan sebuah ikatan
glikosida antara C1 glukosa UDPGlc dan C4 residu glukosa terminal glikogen yang
membebaskan uridin difosfat (UDP). Suatu molekul glikogen yang sudah ada (primer
glikogen) harus ada agar reaksi ini dapat berlangsung. Primer glikogen ini pada gilirannya
dapat dibentuk pada suatu primer protein yang dikenan sebagai glikogenin. Glikogenin
3
merupakan protein 37 kDa yang mengalami glukosilasi di residu tirosin spesifik oleh
UDPGlc. Residu glukosa lain melekat pada posisi 14 untuk membentuk suatu rantai pendek
yang merupakan substrat untuk glikogen sintase. Di otot rangka, glikogen tetap melekat pada
bagian tengah molekul glikogen. Di hati, jumlah molekul glikogen lebih banyak daripada
jumlah molekul glikogenin. Penambatan sebuah residu glukosa ke rantai glikogen yang sudah
ada (primer), terjadi di ujung luar molekul sehingga cabang-cabang molekul nonpereduksi
memanjang seiring dengan terbentuknya ikatan 14. Ketika rantai memiliki panjang
sedikitnya 11 residu glukosa, sebagian rantai 14 (dengan panjang setidaknya 6 residu
glukosa) dipindahkan ke rantai didekatnya oleh branching enzyme untuk membentuk ikatan
16 sehingga terbentuk titik percabangan. Cabang tumbuh melalui penambahan unit-unit
14 glukosil dan percabangan selanjutnya.2,3
Tahapan reaksi selanjutnya adalah glikogenolisis. Glikogenolisis merupakan proses
penguraian atau pemecahan glikogen yang menghasilkan glukosa 1-fosfat yang dikatalisis
oleh enzim fosforilase. Enzim fosforilase adalah enzim yang spesifik pada proses fosforilase
rangkaian 14 glikogen. Residu glukosil terminal pada rantai paling luar molekul glikogen
akan dilepas secara berurutan sampai yang tersisa pada tiap sisi adalah cabang 16. Unit
trisakarida yang tersisa dalam satu cabang, oleh enzim (-1,4-1,4 glukan tranferase)
dipindahkan kecabang lainnya, sehingga yang tertinggal pada setiap sisi dari cabang glukosil
1,6.3 Selanjutnya, pemutusan (hidrolisis) glukosil 1,6 dikatalisis oleh kerja enzim pemutus
cabang (debranching enzyme). Jadi dengan adanya gabungan kerja enzim fosforilase dan
enzim-enzim lainnya, pemecahan glikogen menjadi sempurna akan manghasilkan glukosa 1-
fosfat. Pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim fosfoglukomutase adalah bersifat reversibel
sehingga glukosa 1-fosfat dapat diubah menjadi glukosa 6-fosfat. Pada hati dan ginjal, dengan
adanya enzim spesifik, glukosa 6-fosfatase mampu membuang gugus fosfat dari glukosa 6-
fosfat. Hal tersebut akan memudahkan terbentuknya glukosa bebas dan berdifusi dari sel
kedalam darah. Peristiwa tersebut merupakan tahap akhir dalam proses glikogenolisis hepatik
yang dicerminkan dengan kenaikan kadar glukosa darah.
Glikogenesis dan glikogenolisis dikendalikan oleh enzim utama yaitu glikogen sintesa
dan glikogen fosforilase. Kerja kedua enzim tersebut diatur oleh serangkaian reaksi kompleks
dan melibatkan beberapa mekanisme. Modifikasi kovalen (penambahan gugus fosfat)
diakibatkan adanya fosforilasi dan defosforilasi protein enzim yang reversibel. Dimana
modifikasi kovalen ini disebabkan oleh kerja cAMP (AMP siklik). cAMP merupakan
senyawa antara intrasel (second messenger) dan terlibat dalam kerja banyak hormon. cAMP

4
terbentuk dari hidrolisis ATP oleh enzim adenilat siklase yang terdapat pada permukaan
membran sel. Kerja enzim ini diaktivasi oleh glukagon epinefrin dan dihambat oleh hormon
insulin. Di dalam hati, enzim tersebut diaktivasi oleh glukogen yang bekerja melalui reseptor
glukagon yang bebas. Kadar normal cAMP yang rendah akan dipertahankan oleh
fosfodiesterase yang bekerja dengan cara memecahkan cAMP. Glikogen sintase dan glikogen
fosforilase berada dibawah kendali substrat dan hormonal. Glikogen sintase akan berubah
menjadi tidak aktif apabila konsentrasi cAMP naik, pada saat yang bersamaan maka glikogen
fosforilase mengalami aktivasi menjadi aktif (melalui fosforilasi kinase).

Glukoneogenesis

Gambar 3

Glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa bukan karbohidrat, misalnya


asam laktat dan beberapa asam amino. Proses glukoneogenesis berlangsung terutama dalam
hati. Asam laktat yang terjadi pada proses glikolisis dapat dibawa oleh darah ke hati. Di sini
asam laktat diubah menjadi glukosa kembali melalui serangkaian reaksi dalam suatu proses
yaitu glukoneogenesis (pembentukan gula baru).3 Glukoneogenesis yang dilakukan oleh hati
atau ginjal, menyediakan suplai glukosa yang tetap. Kebanyakan karbon yang digunakan
untuk sintesis glukosa akhirnya berasal dari katabolisme asam amino. Laktat yang dihasilkan
dalam sel darah merah dan otot dalam keadaan anaerob juga dapat berperan sebagai substrat

5
untuk glukoneogenesis. Dalam glukoneogenesis, reaksinya akan diatur oleh tiga langkah yang
berbeda, yaitu:1-3
1. Piruvat Fosfoenolpiruvat (PEP)
2. Fruktosa 1,6-bisfosfat Fruktosa 6-fosfat
3. Glukosa 6-fosfat Glukosa
Enzim glikolitik yang terdiri dari glukokinase, fosfofruktokinase, dan piruvat kinase
mengkatalisis reaksi yang irreversibel sehingga tidak dapat digunakan untuk sintesis glukosa.
Dengan adanya tiga tahap reaksi yang tidak reversibel tersebut, maka proses glukoneogenesis
berlangsung melalui tahap reaksi lain. Reaksi tahap pertama glukoneogenesis merupakan
suatu reaksi kompleks yang melibatkan beberapa enzim dan organel sel (mitokondria) yang
diperlukan untuk mengubah piruvat menjadi malat sebelum terbentuk fosfoenolpiruvat (PEP).
Tiga reaksi pengganti yang pertama mengubah piruvat menjadi fosfoenolpiruvat, jadi
membalik reaksi yang dikatalisis oleh piruvat kinase. Perubahan ini dilakukan dalam empat
langkah: Pertama, piruvat mitokondria mengalami dekarboksilasi membentuk oksaloasetat.
Reaksi ini memerlukan ATP dan dikatalisis oleh piruvat karboksilase. Pada reaksi ini juga
memerlukan biotin untuk aktivitasnya. Oksaloasetat direduksi menjadi malat dengan bantuan
malat dehidrogenase mitokondria. Pada reaksi ini, glukoneogenesis secara singkat mengalami
overlap (tumpang tindih) dengan SAS. Selanjutnya, malat akan meninggalkan mitokondria
dan didalam sitoplasma akan dioksidasi kembali untuk membentuk oksaloasetat. Kemudian,
oksaloasetat sitoplasma mengalami dekarboksilasi untuk membentuk fosfoenolpiruvat (PEP),
pada reaksi ini memerlukan GTP (guanosin trifosfat) yang dikatalisis oleh fosfoenolpiruvat
karboksikinase. Selanjutnya, pada reaksi kedua dan ketiga akan dikatalisis oleh fosfatase.1,3
Pada reaksi kedua, fruktosa 1,6-bisfosfatase akan mengubah fruktosa 1,6-bisfosfat menjadi
fruktosa 6-fosfat, jadi membalik reaksi yang dikatalisis oleh fosfofruktokinase. Pada rekasi
ketiga, glukosa 6-fosfatase yang ditemukan pada permulaan metabolisme glikogen, akan
mengkatalisis reaksi terakhir glukoneogenesis dan mengubah glukosa-6-fosfat menjadi
glukosa bebas.
Dengan penggantian reaksi-reaksi pada glikolisis yang secara struktur bersifat ireversibel,
maka glukoneogenesis akan diubah dari lintasan yang menghasilkan energi menjadi lintasan
yang memerlukan energi. Dua fosfat berenergi tinggi akan digunakan untuk mengubah
piruvat menjadi fosfoenolpiruvat (PEP). ATP tambahan digunakan untuk mengubah 3-
fosfogliserat menjadi 1,3-bisfosfogliserat. Kemudian, diperlukan satu NADH pada perubahan
1,3-bisfosfogliserat menjadi gliseraldehida 3-fosfat. Karena 2 molekul piruvat digunakan pada
6
sintesis satu glukosa, maka setiap molekul glukosa yang disintesis dalam glukoneogenesis, sel
akan memerlukan 6 ATP dan 2 NADH.3 Glikolisis dan glukoneogenesis tidak dapat bekerja
pada saat yang sama. Oleh karena itu, ATP dan NADH yang diperlukan pada
glukoneogenesis harus berasal dari oksidasi bahan bakar lain, terutama asam lemak.

Metabolisme Lipid
Lipid yang kita peroleh sebagai sumber energi utamanya adalah dari lipid netral, yaitu
trigliserid (ester antara gliserol dengan 3 asam lemak). Secara ringkas, hasil dari pencernaan
lipid adalah asam lemak dan gliserol, selain itu ada juga yang masih berupa monogliserid.
Karena larut dalam air, gliserol masuk ke sirkulasi porta (vena porta) menuju hati. Asam
lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini.
Sebagian asam lemak dan monogliserida karena tidak larut dalam air, makan akan
diangkut oleh miselus (dalam bentuk besar disebut emulsi) dan di lepaskan kedalam sel epitel
usus (enterosit).4 Didalam sel ini asam lemak dan monogliserida segera dibentuk menjadi
trigliserida (lipid) dan berkumpul membentuk gelembung yang disebut dengan kilomikron.
Selanjutnya, kilomikron akan ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada
vena cava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian
ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa. Didalam sel-sel hati dan jaringan adiposa,
kilomikron segera dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya, asam lemak dan
gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan
trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sehingga, ketika kita membutuhkan energi dari lipid,
trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel
untuk dioksidasi menjadi energi. Proses pemecahan lemak jaringan ini dinamakan lipolisis.
Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke jaringan yang memerlukan dan
disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA).3,4
Secara ringkas, hasik akhir dari pemecahan lipid dari makanan adalah asam lemak dan
gliserol. Jika sumber energi dari karbohidrat telah mencukupi, maka asam lemak mengalami
esterifikasi yaitu membentuk ester dengan gliserol menjadi trigliserida sebagai cadangan
energi jangka panjang. Jika sewaktu-waktu tidak tersedia sumber energi dari karbohidrat
barulah asam lemah dioksidasi, baik asam lemak dari diet maupun jika harus memecah
cadangan trigliserida jaringan. Proses pemecahan trigliserida ini dinamakan lipolisis.

7
Gambar 4

Proses oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi dan menghasilkan asetil CoA.
Selanjutnya, asetil CoA akan masuk ke jalur SAS sehingga dihasilkan energi.4 Disisi lain, jika
kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil CoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam
lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.
Beberapa lipid dari non trigliserida akan disintesi dari asetil CoA. Selanjutnya, asetil
CoA akan mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol. Kemudian, kolesterol akan
mengalami steroidogenesis untuk membentuk steroid. Asetil CoA sebagai hasil oksidasi asam
lemak juga berpotensi menghasilkan badan keton dan proses ini dinamakan ketogenesis.

Metabolisme Benda Keton


Benda keton merupakan hasil reaksi dari asam lemak, dan reaksi pembentukan benda
keton ini dinamakan dengan ketogenesis. Ketogenesis terjadi apabila laju oksidasi asam
lemak di hati tinggi. Benda ketom memiliki 3 jenis yang berbeda, yaitu aseton, asam
asetoasetat, dan asam -OH butirat. Dalam kondisi metabolik dengan laju oksidasi asam
lemak yang tinggi, hati menghasilkan banyak asam asetoasetat dan D(-)-3-hidroksibutirat (-
hidroksibutirat). Asam asetosetat secara terus menerus mengalami dekarboksilasi spontan
untuk menghasilkan aseton. Asetoasetat dan 3-hidroksibutirat dapat saling terkonversi oleh
enzim mitokondria yakni D(-)-3-hidroksibutirat dehidrogenase, keseimbangannya
dikendalikan oleh ratio [NAD+] atau [NADH] di mitokondria.4 Konsentrasi badan keton total
dalam darah pada mamalia secara normal tidak melebihi 0,2 mmol/l.

8
Gambar 5

Enzim yang bertanggung jawab dalam pembentukkan badan keton terutama ialah
enzim yang berkaitan dengan mitokondria. Dua molekul asetil-KoA yang terbentuk dalam
oksidasi- menyatu dan membentuk asetoasetil-KoA melalui pembalikkan reaksi tiolase.
Asetoasetil-KoA yang merupakan bahan awal untuk ketogenesis juga secara langsung
dibentuk dari empat karbon terminal asam lemak selama terjadinya oksidasi-. Kondensasi
asetoasetil-KoA dengan molekul lain asetil-KoA oleh 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA sintase
membentuk 3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA liase (HMG KoA liase) kemudian menyebabkan
asetil-KoA terlepas dari HMG-KoA yang menyisakan asetoasetat bebas.3,4 Atom-atom karbon
yang terlepas di molekul asetil-KoA berasal dari molekul asetoasetil-KoA awal. Agar terjadi
ketogenesis, kedua enzim harus terdapat di mitokondria. Hal ini hanya dijumpai di hati dan
epitel pemamah biak. Pada keadaan ketosis, D(-)-3-hidroksibutirat secara kuantitatif
merupakan badan keton utama yang terdapat dalam darah dan urin.
Badan keton berfungsi sebagai bahan bakar bagi jaringan ekstrahepatik. Sementara
mekanisme enzimatik aktif mengahsilkan asetoasetat dan asetoasetil-KoA di hati, asetoasetat
yang telah terbentuk tidak dapat direkativasi secara langsung kecuali di sitosol, tempat ini
digunakan di jalur yang jauh kurang aktif sebagai prekursor dalam sintesis kolesterol. Inilah
yang menyebabkan pembentukkan netto badan keton oleh hati.
9
Gambar 6

Di jaringan ekstrahepatik, asetoasetat diaktfikan menjadi asetoasetil-KoA oleh suksinil


KoA-asetoasetat KoA transferase. KoA dipindahkan dari suksinil-KoA untuk membentuk
asetoasetil-KoA. Asetoasetil-KoA dipecah menjadi asetil-KoA oleh tiolase dan dioksidasi
dalam siklus asam sitrat.4 Jika kadarnya dalam darah meningkat maka oksidasi badan keton
meningkat sampai badan-badan keton ini menyebabkan peningkatan oksidatif dan mengalami
kejenuhan. Jika hal ini terjadi, sejumlah besar konsumsi oksigen diperlukan untuk
mengoksidasi badan keton.
Terdapat tiga alasan utama untuk penurunan persediaan glukosa dan laju oksidasi
asam lemak dan produksi keton yang berlebihan. Pertama adalah kelaparan karena dapat
mengakibatkan oksidasi beta asam lemak berlebihan karena kurangnya glukosa untuk energi.
Kedua adalah diet rendah karbohidrat, tinggi lemak karena dapat meningkatkan kadar keton
dalam darah karena tidak ada jalur biokimia untuk mengubah lemak menjadi karbohidrat dan
asam lemak menjadi sumber energi utama. Ketiga adalah Diabetes Melitus (DM) tidak
terkontrol, keadaan ini mengakibatkan kekurangan insulin yang merangsang pemasukan dan
penyimpanan glukosa dalam sel tubuh, mengakibatkan oksidasi asam lemak berlebihan
sebagai pengganti glikolisis.4

Hormon yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah


Untuk dapat melakukan aktivitasnya, proses metabolisme memerlukan hormon yang
berfungsi sebagai regulator dari mekanisme tersebut. Berikut adalah beberapa hormon yang
berperan pada proses metabolisme:5,6
10
1. Insulin
Insulin adalah hormon yang disekrsikan oleh sel pankreas ketika kadar gula darah
melebihi tingkat normal, contohnya ketika saat atau sesudah makan. Sekresi hormon ini
juga dirangsang oleh peningkatan beberapa asam amino termasuk arginin dan
leusin. Insulin juga akan mempengaruhi sel-sel target, dimana insulin akan
meningkatkan ambilan glukosa (semua sel-sel target), meningkatkan penggunaan
glukosa (semua sel target), meningkatkan produksi ATP, merangsang pembentukan
glikogen pada otot rangka dan hati dan apabila mengalami kelebihan glukosa darah
maka akan disimpan sebagai glikogen di otot dan hati, merangsang absorbsi asam amino
dan sintesis protein, serta merangsang pembentukkan trigliserida di jaringan adiposa
dengan cara merangsang absorbsi asam lemak dan gliserol
2. Glukagon
Glukagon disekresikan oleh sel pankreas ketika kadar glukosa darah turun di bawah
normal, contohnya ketika puasa. Glukagon disekresikan untuk mempertahankan kadar
gula darah agar tetap normal. Hormon ini nantinya akan merangsang pemecahan
glikogen di otot rangka dan sel hati dimana molekul glukosa dilepaskan dan
dimetabolisme menjadi energi, merangsang pemecahan trigliserida dalam jaringan
adiposa, dan merangsang sintesis glukosa di hati dengan cara mengabsorbsi asam amino
dari aliran darah dan merubahnya menjadi glukosa, kemudian melepaskannya ke
sirkulasi darah.
3. Growth Hormone (Hormon Pertumbuhan)
Growth hormone (GH) dihasilkan oleh kelenjar hipofisis aterior. Pengaturan hormon ini
dipengaruhi oleh GHRH (growth hormone releasing hormone) untuk merangsang GH
dan GHIH (growth hormone inhibiting hormone) untuk menghambat GH. GH ini dapat
menyebabkan penguraian lemak dan penggunaan lebih lanjut asam-asam lemak sebagai
sumber energi. Karena lemak digunakan sebagai sumber energi, maka hormon ini
menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam sirkulasi darah. GH juga menginduksi
suatu insentivitas terhadap insulin. Dengan menurunnya kepekaan terhadap insulin,
maka sebagian sel tidak menyerap glukosa kedalam dirinya, sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa dalam darah.
4. Kortisol
Kortisol merupakan suatu hormon golongan glukokortikoid yang disintesa oleh korteks
adrenal zona fasikulata (utama) dan zona retikularis . Pengaturan sekresi kortisol

11
dipengaruhi oleh hormon ACTH (Adenocorticotropin Hormone) yang dirangsang oleh
CRH (Corticotropin releasing Hormon). Hormon kortisol berperan pada metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, dimana kortisol dapat meningkatkan kadar glukosa
darah sehingga merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke
dalam sel otot. Peningkatan produksi glukosa ini diikuti oleh bertambahnya ekskresi
nitrogen, dimana hal tersebut menunjukkan terjadinya pemecahan protein menjadi
karbohidrat (glukosa). Peningkatan kadar insulin merangsang pembentukan lemak dan
menghambat pemecahan lemak sehingga mengakibatkan peningkatan cadangan lemak,
peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah.
5. Hormon Tiroid
Hormon Tiroid dibentuk oleh sel folikel kelenjar tiroid dalam bentuk T3 (tiroksin) dan
T4 (triodotironin). Pembetukkan hormon tiroid berlangsung pada molekul tiroglobulin di
dalam koloid sel folikel tiroid. Rangsangan untuk pelepasan hormon ini dengan adanya
TSH (stimulating hormone) yang akan dilepaskan kedalam darah oleh hipofisi anterior.
Pelepasan TSH akan dirangsang oleh TRH (releasing hormon) yang di keluarkan
hipotalamus kedalam aliran darah portal. Hormon tiroid memiliki pengaruh terhadap
peningkatan glikolisis dan glukogenesis. Dengan meningkatkan pelepasan glukosa dari
glikogen dan meningkatkan penyerapan gula dari usus.
6. Hormon epinefrin (adrenalin)
Hormon epinefrin bekerja dibawah pengaruh hipotalamus dan hipofisis. Hipotalamus
mensekresikan cortikotropic releasing hormone (CRH) yang merupakan hormon
pembebas adrenal yang akan disekresikan oleh hipofisis anterior. Selanjutnya, hipofisis
anterior akan mensekresikan hormon ACTH (adenokortikortropik hormon) yang akan
merangsang kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon-hormonnya sesuai dengan
respon yang masuk. Hormon epinefrin disekresikan oleh medula adrenal sebagai akibat
dari rangsangan yang menimbulkan stress dan perangsangan simpatis. Hoemon ini juga
meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hepar serta otot karena stimulasi enzim
fosforilase. Dalam otot, sebagai akibat tidak adanya enzim glukosa 6-fosfatase,
glikogenolisis terjadi dengan pembentukan laktat sedangkan di dalam hepar glukosa
merupakan produk utama yang meningkatkan kadar glukosa darah.

12
Irama Sirkadian7
Irama sirkadian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam tubuh akan
mengalami fluktuasi berupa temperatur, kemampuan untuk bangun, aktivitas lambung, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar hormon dan ini semua merupakan pengaruh dari irama
sirkadian. Irama sirkadian juga mempengaruhi sekresi beberapa hormon yang terdapat
didalam tubuh.

Gambar 7

Ketika siang hari, sinar matahari sangat mempengaruhi sistem endokrin. Dimana sinar
matahari akan masuk ke dalam mata dan nantinya sinar tersebut akan merangsang
formatioretikularis untuk mengatur keadaan di siang hari. Formatioretikularis memiliki
hubungan erat dengan hipotalamus, dimana hipotalamus merupakan pusat pengatur hormon.
Sehingga irama sirkadian juga akan mempengaruhi sekresi hormon di hipotalamus. Dan,
begitu pula sebaliknya pada malam hari.
Ketika malam hari, irama sirkadian juga akan mempengaruhi beberapa sekresi
hormon. Dimana, ketika waktu malam hari (tertidur) maka sekresi hormon pertumbuhan (GH)
akan mencapai puncak terutama pada usia remaja. Sedangkan, pada waktu pagi hari maka
hormon kortisol yang akan meningkat dan hormon inilah yang menyebabkan seseorang
bersemangat untuk beraktivitas. Tetapi, pada malam hari hormon kortisol sudah berkurang
sehingga seseorang dapat merasakan kantuk.

Hubungan dengan Stres dengan Metabolisme Endokrin


Di saat stres, tubuh menghasilkan lebih banyak hormon kortisol sebagai bentuk
kompensasi. Kortisol adalah hormon steroid yang umumnya diproduksi oleh kelenjar
adrenal.5 Selain itu, hormon kortisol juga terlibat pada respon stres, sistem kekebalan tubuh,
13
peradangan, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, mengatur kadar elektrolit darah
dan perilaku.

Gambar 8

Stres, baik stres fisik maupun neurogenik, akan merangsang pelepasan hipotalamus untuk
menghasilkan CRH. Dimana, CRH nanti akan merangsang hipofisis anterior supaya
mensekresikan ACTH (adrenocorticotropic hormone). Selanjutnya, ACTH akan merangsang
kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon adrenokortikoid yaitu kortisol.7 Hormon kortisol
ini kemudian yang akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Hormon ini
meningkatkan katabolisme asam amino di hati dan merangsang enzim-enzim yang berkaitan
pada proses glukoneogenesis. Akibatnya, proses glukoneogenesis meningkat. Selain itu, stres
juga merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan epinefrin. Sehingga hormon epinefrin
menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot dengan menstimulasi enzim fosforilase.1 Ketika
stres, semua hormon yang terlibat akan mengalami peningkatan seperti epinefrin, CRH,
ACTH, kortisol, glikagon, RAA, dan vasopresin. Dan, hanya hormon insulin yang mengalami
penurunan dan ini terjadi karena insulin bekerja sama pada hormon-hormon yang meningkat
untuk meningkatkan asam lemak darah dan glukosa darah.

14
Kesimpulan
Berbagai metabolisme didalam sistem endokrin memiliki pengaruh besar terhadap
tubuh manusia, terutama dalam kadar gula darah dan stres. Tinggi atau rendahnya kadar gula
darah sangat tergantung pada metabolisme yang terjadi. Baik metabolisme karbohidrat, asam
lemak, maupun benda keton. Kadar gula darah ditubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa
hormon yang berperan didalamnya terutama hormon insulin dan glukagon. Dan apabila
terdapat gangguan didalam metabolisme maupun hormon yang berperan maka dapat
menyebabkan tingginya kadar gula didalam darah (diabetes melitus). Stres juga memiliki
hubungan erat dengan metabolisme endokrin. Apabila terjadi stres maka hipotalamus dan
hipofisis akan meningkatkan beberapa hormon didalamnya.

Daftar Pustaka

1. Murray KM, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Edisi ke-27. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013
2. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: sebuah pendekatan
klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000
3. Sutresna N. Cerdas belajar kimia. Jakarta: Grafindo Media Pratama; 2007
4. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC; 2007
5. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku edisi 3; alih bahasa, Subekti NB; editor, Yudha
EK. Jakarta: EGC; 2009
6. Suhardjo, Kusharto CM. Prinsip-prinsip ilmu gizi. Yogyakarta: Kanisius; 2006
7. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2014

15

Anda mungkin juga menyukai