Anda di halaman 1dari 38

IMUNOLOGI GIZI

SISTEM IMUN DALAM TUBUH MANUSIA

Dosen Pembimbing : DR. Moesijanti Y.E. Soekatri, MCN

Disusun Oleh :

Agustina Pungki Astuti (P2.31.31.1.13.002)

Nabella Apriaresta R. (P2.31.31.1.13.016)

Rafida Mardhatila (P2.31.31.1.13.019)

D4-A/IV

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN


KESEHATAN JAKARTA II

TAHUN AJARAN 2013 2014

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya


sehingga makalah Imunologi Gizi tentang Sistem Imun Dalam Tubuh Manusia
ini dapat kami selesaikan.Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
melengkapi bahan materi untuk mata kuliah Imunologi Pangan.

Makalah ini berisi tentang bagaimana suatu sistem imun bekerja dan
membentuk kekebalan tubuh bahkan pada penyusun sistem imun itu sendiri.
Ulasan yang kami sediakan ini semoga dapat menambah wawasan sehingga
memperjelas pembahasan materi.Kami mengambil sumber dari buku-buku,
internet, serta dan lain-lain.

Dengan tersusunnya makalah ini kami harap, makalah ini dapat


memberikan manfaat bagi kita semua.Tidak lupa kami sampaikan terima kasih
kepada Ibu DR.Moesijanti Y.E.Soekatri,MCN selaku dosen pembimbing mata
kuliah Imunologi Gizi atas bimbingannya selama ini dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan serta saran demi terselesaikannya makalah ini. Makalah
kami masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun akan sangat
membantu kami dalam memperbaiki makalah selanjutnya.

Jakarta, 22 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I.................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.............................................................................................................4

1.1. Latar Belakang...................................................................................................4

1.2. Tujuan................................................................................................................5

1.3. Rumusan Masalah..............................................................................................5

BAB II...............................................................................................................................6

PEMBAHASAN................................................................................................................6

2.1. Pendahuluan........................................................................................................6

2.2. Definisi.7

2.3. Ruang Lingkup.8

2.4. Cara Kerja Imun sebagai Suatu Sistem..13

2.5. Pembagian/Macam Imunitas..21

2.6. Fungsi Sistem Imun26

2.7. Struktur Immunoglobulin27

2.8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Imun...36

BAB III .38

PENUTUP.38

3.1. KESIMPULAN..38

DAFTAR PUSTAKA............39

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap saat tubuh kita dikelilingi oleh berbagai bahan organik dan
anorganik yang dapat masuk kedalam tubuh dan menimbulkan berbagai
penyakit dan kerusakan jaringan. Selain itu, sel tubuh yang menjadi tua dan
sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diingini dan
perlu disingkirkan dari dalam tubuh. Itu sebabnya seseorang harus
mempunyai sistem imun yang baik untuk melindungi tubuh dan
mempertahankan keutuhan tubuh terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup maupun oleh tubuh itu sendiri.
Berbagai cara diusahakan orang untuk meningkatkan sistem imunnya,
diantaranya dengan mengkonsumsi berbagai vitamin dan suplemen kesehatan.
I Made Budi (2004) mengatakan bahwa masyarakat di Papua terutama di
wilayah Pegunungan Jayawijaya, memanfaatkan Buah Merah (Pandanus
conoideus Lam) sebagai sumber pangan sehari-hari dan mereka memiliki
kondisi kesehatan yang lebih baik dibandingkan wilayah lainnya. Hal ini perlu
diteliti lebih lanjut, karena banyak faktor yang mempengaruhi sistem imun
seseorang, antara lain, faktor genetik, usia, dan faktor nutrisi.

Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sistem imun


yaitu limfosit, baru kemudian melibatkan berbagai jenis sel sistem imun.
Limfosit dapat dipacu menjadi aktif oleh antigen atau mitogen. Kemampuan
sistem imun untuk melaksanakan fungsi protektif secara optimal antara lain
bergantung juga pada kecepatan sel limfosit spesifik berproliferasi.

1.2. Tujuan
Mengetahui definisi dan ruang lingkup sistem imun.
Mengetahui cara kerja imun sebagai sistem.
Mengetahui macam-macam imunitas.

4
Mengetahui fungsi masing-masing sistem imun.
Mngetahui struktur imunoglobin dan faktor yang memengaruhi sistem
imun

1.3. Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud sistem imun dan seberapa luas ruang
lingkupnya?
2. Bagaimana sistem imun bekerja sebagai suatu sistem?
3. Berapa banyak jenis imunitas yang ada dalam tubuh manusia?
4. Bagaimana fungsi masing-masing sistem imun dalam tubuh manusia?
5. Bagaimana struktur imunoglobin?
6. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi sistem imun?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pendahuluan
Pada sudut pandang mikroba, tubuh manusia merupakan tempat
sempurna untuk hidup. Awalnya, asosiasi mikroba dan jaringan inang bersifat
baik, tetapi jika terdapat luka pada jaringan, maka mikroba dapat tersebar ke
seluruh jaringan dan organ inang, sehinga mikroba yang semula baik menjadi

5
bersifat merugikan bagi manusia. Untuk dapat menahan penyebaran mikroba,
maka organisme tingkat tinggi seperti manusia dan hewan mengembangkan
sistem imun.

Bagian penting pada sistem imun adalah mampu membedakan antara


benda diri sendiri dan benda asing. Jika sistem imun gagal menjalankan
fungsi ini, maka kejadian buruk menimpa inang, termasuk penyakit autoimun
bahkan kematian. Pada tingkat individu sangat mudah membedakan antara
hewan/manusia dengan mikroba. Namun pada tingkat molekuler perbedaan
itu tidak tampak jelas. Sistem imun manusia terdiri atas populasi sel-sel
limfosit yang secara kolektif mampu merespons dan membedakan
makromolekul-makromolekul yang berasal dari diri sendiri maupun dari
patogen. Respon imun terhadap mikroorganisme dibagi menjadi dua sistem
umum yaitu imunitas bawaan (alami) dan imunitas adaptif (spesifik,
diperoleh).

2.2. Definisi

Kata imun berasal dari bahasa Latin immunitas yang berarti


pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama
masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan
terhadap dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga
pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih
spesifik lagi, terhadap penyakit menular. Sistem imun adalah suatu sistem
dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya,
yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda

6
asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam
tubuh
Dalam pengertian yang paling luas, imunologi mengacu pada semua
mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi tubuh untuk memerangi
ancaman infasi asing. Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan
tubuh dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh.

Fungsi sistem imun:

1. Pembentuk kekebalan tubuh.


2. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.
3. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang
membahayakan.
4. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

2.3 Ruang lingkup

7
2.3.1 Sistem kekebalan tubuh pada manusia

Sistem imun terdiri atas pertahanan-pertahanan yang bekerja sangat


spesifik. Gelanggangan pertarungan anatomis bagi sistem pertahanan itu
mencakup pembuluh-pembuluh limfe berspons, sel-sel darah putih, sumsum
tulang, dan kelenjar timus.

Respons imun itu seluruhnya diperantarai oleh dua sel limfosit: limfosit-T
dan limfosit-B. Kedua jenis sel tersebut berasal dari sel-sel limfositik di
sumsum tulang : sel-sel itu lalu diproses ( Limfosit T di timus dan limfosit B
di sumsum tulang) dan pada akhirnya menetap dalam jaringan-jaringan
limfoid.

Saat terjadi respon imun terhadap agen- agen asing, limfosit B terutama
terlibat dalam pembentukan protein-protein globular yang disebut antibodi :
proses tersebut disebut respon humoral. Pada tipe respon imun yang kedua,
respon yang diperantarai sel ( cell mediated response ), limfosit T
menginisiasi serangan oleh berbagai tipe sel terhadap sel-sel asing. Pada
kedua tipe respon tersebut, entitas penyerangan dikenali melalui antigennya.
Setiap racun atau organisme memiliki senyawa-senyawa kimiawi khusus yang

8
tidak ditemukan pada entitas-entitas lainnya : senyawa-senyawa itulah yang
disebut antigen.

Antigen biasanya terdiri atas protein-protein, polisakaridapolisakaida


besar atau lipoprotein-ipoprotein besar. Antigen seringakali ditemukan
dipermukaan organisme uniseluluer. Di dalam tubuh, terdapat antibodi
spesifik bagi nyaris semua antigen.

Karakteristik Sistem Imun :

1. Spesifisitas, dapat membedakan berbagai zat asing dan responsnya


terutama jika dibutuhkan.
2. Memori dan amplifikasi, Kemampuan untuk mengingat kembali kontak
sebelumnya dengan agen asing tertentu, sehingga berikutnya akan
menimbulkan respons yang lebih cepat dan lebih besar.
3. Pengenalan bagian diri dan bukan bagian diri (asing), Kemampuan
untuk dapat membedakan agen-agen asing, sel-sel tubuh sendiri dan
protein.

2.3.2 Sistem kekebalan turunan (innate immune system)

Sistem kekebalan turunan (innate immune system) adalah mekanisme


suatu organisme mempertahankan diri dari infeksi oleh organisme lain, yang
dapat segera dipicu beberapa saat setelah terpapar patogen. Sistem
kekebalan ini merupakan sistem kekebalan pertama dan melengkapi
manusia sejak saat dilahirkan.

Pertahanan tubuh terhadap serangan (infeksi) oleh mikroorganisme


telah dilakukan sejak dari permukaan luar tubuh yaitu kulit dan pada
permukaan organ-organ dalam. Tubuh dapat melindungi diri tanpa harus
terlebih dulu mengenali atau menentukan identitas organisme penyerang
sehingga juga dikatakan sebagai imunitas nonspesifik.

Imunitas nonspesifik didapat melalui tiga cara berikut.

9
a) Pertahanan yang Terdapat di Permukaan Organ Tubuh Tubuh memiliki
daerah-daerah yang rawan terinfeksi oleh kuman penyakit berupa
mikroorganisme, yaitu daerah saluran pernapasan dan saluran
pencernaan.
b) Pertahanan dengan Cara Menimbulkan Peradangan (Inflamatori)
c) Pertahanan Menggunakan Protein Pelindung

2.3.3 Sistem kekebalan tiruan (adaptive immune system)

Sistem kekebalan tiruan (adaptive immune system) disebut juga imunitas


spesifik diperlukan untuk melawan antigen dari imunitas nonspesifik. Antigen
merupakan substansi berupa protein dan polisakarida yang mampu merangsang
munculnya sistem kekebalan tubuh (antibodi). Mikroba yang sering menginfeksi
tubuh juga mempunyai antigen. Tubuh seringkali dapat membentuk sistem imun
(kekebalan) dengan sendirinya. Setelah mempunyai kekebalan, tubuh akan kebal
terhadap penyakit tersebut walaupun tubuh telah terinfeksi beberapa kali.

Sebagai contoh campak atau cacar air, penyakit ini biasanya hanya
menjangkiti manusia sekali dalam seumur hidupnya. Hal ini karena tubuh telah
membentuk kekebalan primer. Kekebalan primer diperoleh dari B limfosit dan T
limfosit. Adapun imunitas spesifik dapat di peroleh melalui pembentukan antibodi.

Antibodi merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh sel darah putih.
Tubuh akan merespon ketika tubuh mendapatkan penyakit dengan cara membuat
antibodi. Jenis antigen pada setiap kuman penyakit bersifat spesifik atau berbeda-
beda untuk setiap jenis kuman penyakit. Dengan demikian diperlukan antibodi
yang berbeda pula untuk jenis kuman yang berbeda. Tubuh memerlukan macam
antibodi yang banyak untuk melindungi tubuh dari berbagai macam kuman
penyakit.

2.3.4 Infeksi

10
Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap
organisme inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme
penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk
dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen
mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik,
gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang
terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya
dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya
definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan
viroid.

Sistem kekebalan pada makhluk hidup berusaha mencegah terjadinya


fokus infeksi, pada saat pembentukan suatu fokus infeksi tidak dapat
dicegah, makhluk hidup tersebut dikatakan menderita penyakit yang bersifat
kronis. Terdapat hal yang terjadi saat terjadinya infeksi, yaitu :Imunosupresi,
adalah melemahnya sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penurunan
kemampuan untuk melawan infeksi dan penyakit.

2.3.5 Inflamasi

Respon inflamasi merupakan upaya oleh tubuh untuk memulihkan dan


mempertahankan homeostasis setelah cidera. Sebagian besar elemen
pertahanan tubuh berada dalam darah dan inflamasi merupakan sarana sel-
sel pertahanan tubuh dan molekul pertahanan meninggalkan darah dan
memasuki jaringan di sekitar tempat luka (atau yang terinfeksi). Inflamasi
pada dasarnya menguntungkan, namun inflamasi berlebihan atau
berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan.

11
2.4 Cara kerja Imun Sebagai Suatu Sistem

Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang


bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta mencegah invasi
organisme dan zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak dirinya.

Sistem imun membentuk beberapa lapisan pertahanan tubuh.

Lapisan pertahanan tubuh terdiri dari:

Komponen
Lapisan Pertahanan Respon Imun
Pertahanan
Innate Immunity
Kulit Non-Spesifik
Lapisan Pertama Membran Mukosa Non-Spesifik
Bakteri alami apatogen Non-Spesifik
Sel Fagosit Non-Spesifik
Inflamasi Non-Spesifik
Lapisan Kedua
Protein Antimikroba Non-Spesifik
Sel Natural Killer (NK) Non-Spesifik
Acquired Immunity
Kekebalan Humoral
Spesifik
(Limfosit B)
Lapisan Ketiga
Kekebalan diperantarai
Spesifik
sel (Limfosit T)

Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang


berbahaya di lingkungannya yaitu:
1. Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat
melalui kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi
airmata, air liur, urin, asam lambung serta lisosim dalam airmata.
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat
mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.
3. Innate immunity
4. Imunitas spesifik yang didapat.

12
Pada imunitas innate makrofag dan neutrofil memegang peranan penting
sebagai pertahanan pertama dalam melawan mikroorganisme patogen. Kedua sel
tersebut langsung bisa bekerja dan tidak mengenal spesifikasi. Makrofag akan
memfagosit semua macam bakteri jika sel tersebut dapat mengenalinya demikian
juga neutrofil akan mengadakan serangan secara langsung tanpa membedakan
mikroorganisme yang masuk. Namun demikian, dalam hal tertentu kedua sel
imunokompten ini tidak berhasil mengeliminasi patogen yang masuk bahkan
tidak dapat mengenali patogen tersebut. Imunitas innate merupakan langkah awal
untuk memulai terjadinya imunitas adaptif. Adanya imunitas innate memberikan
keuntungan yang besar bagi tubuh karena pada tahap awal datangnya infeksi
sesungguhnya tubuh belum siap dengan sistem pertahanan imunitas adaptif.
Imunitas adaptif pada umumnya bekerja 4-7 hari setelah terjadinya infeksi.

Pada saat imunitas adaptif mulai dipersiapkan maka imunitas innate


merupakan satu-satunya sistim pertahanan yang bertanggungjawab untuk
mengontrol perkembangan patogen yang masuk. Satu keuntungan yang sangat
besar dari imunitas adaptif adalah adanya perkembangan sel-sel memori. Sel-sel
ini merupakan klon spesifik yang dipelihara tetap hidup dalam waktu relatif lama.
Jika dalam periode tertentu tubuh terpapar lagi oleh antigen yang sama, maka sel-
sel memori akan merespon dengan cepat dengan membentuk sel-sel plama atau
efektor untuk mengatasi patogen yang masuk. Hampir semua agen penginfeksi
akan menimbulkan terjadinya inflamasi yang diawali oleh aktifnya imunitas
innate . Mikroorganisme seperti bakteri yang berhasil menembus jaringan epitel
segera bertemu dengan molekul pertahanan dan juga sel-sel yang berperan pada
imunitas innate .

Makrofag sebagai sel fagosit mengenali bakteri dengan reseptor yang ada
pada permukaan sel. Reseptor tersebut mengenal konstituen yang ada pada
permukaan sel bakteri. Molekul yang berada pada permukaan sel bakteri
berikatan dengan reseptor yang ada pada makrofag dan merangsang makrofag
untuk memfagosit bakteri tersebut. Makrofag yang teraktifkan mampu mensekresi
sitokin. Sitokin merupakan protein yang disekresi suatu sel dan memiliki efek

13
mengubah tingkah laku sel lain yang mempunyai reseptor untuk sitokin tersebut.
Makrofag yang teraktifkan juga mensekresi protein yang dikenal dengan nama
kemokin. Kemokin mempunyai kemampuan merekrut sel-sel lain yang memiliki
reseptor kemokin, seperti neutrofil dan monosit dari sirkulasi darah. Sitokin dan
kemokin yang dihasilkan makrofag sebagai respon terhadap molekul yang
terdapat pada bakteri akan mengawali proses inflamasi.

Infeksi bakteri memicu terjadinya inflamasi

Makrofag yang bertemu dengan antigen pada suatu jaringan akan


melepaskan sitokin yang menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat.
Keadaan ini memungkinkan cairan dan protein menembus dan masuk dalam
jaringan. Makrofag juga memproduksi kemokin yang dapat menarik neutrofil
bermigrasi ke arah infeksi.

Daya lekat ( stickiness ) sel endotel pembuluh darah juga berubah


sehingga sel yang melekat pada sel endotel dapat melekat kuat dan menembus
keluar dari darah menuju jaringan. Yang mula-mula melakukan penembusan
pembuluh darah adalah neutrofil dan diikuti oleh monosit. Akumulasi sel dan

14
cairan pada sisi luka menyebabkan warna kemerahan, bengkak, panas, dan sakit,
yang secara keseluruhan disebut inflamasi. Neutrofil dan makrofag merupakan sel
inflamator paling penting. Limfosit yang teraktivasi pada respon imun dapat
menyumbangkan kejadian inflamasi.

Inflamasi dan fagositosis juga dipacu oleh aktivitas komplemen yang


bekerja pada permukaan sel bakteri. Komplemen merupakan protein dalam
plasma yang mengaktifkan reaksi proteolisis pada permukaan mikrobia tetapi
tidak pada sel host. Komplemen bekerja dengan menempel pada permukaan
dinding sel mikrobia dengan fragmen yang dikenali oleh reseptor makrofag yang
selanjutnya difagosit oleh makrofag. Dalam proses ini makrofag juga
mensekresikan peptida yang menyumbangkan terjadinya inflamasi. Inflamasi
secara umum dapat digambarkan sebagai peradangan dengan ciri-ciri timbulnya
panas, rasa sakit, timbul warna merah, dan swelling.

Kondisi demikian ini merupakan akibat kerja sitokin dan faktor inflamasi
lain pada pembuluh darah di suatu tempat. Terjadinya delatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah selama inflamasi akan meningkatkan aliran darah
pada daerah yang mengalami infeksi. Adanya permeabilitas yang tinggi
memungkinkan cairan dari darah akan menembus keluar pembuluh darah menuju
jaringan, dan menyebabkan panas, merah, dan swelling . Sitokin dan komplemen
juga memberi sumbangan penting pada perubahan fisiologi dari sel endotel. Sel
endotel mempunyai daya ikat yang tinggi atas pengaruh dua molekul tersebut di
atas. Daya ikat tersebut memungkinkan sel-sel leukosit yang sedang bersirkulasi
untuk melekat pada sel-sel endotel pada dinding pembuluh darah.

Setelah pelekatan tersebut sel-sel leukosit dengan mudah menembus di


antara sel-sel endotel menuju daerah infeksi dengan dipandu oleh gradien
kemokin. Pindahnya leukosit dari pembuluh darah menuju jaringan menimbulkan
rasa sakit. Neutrofil merupakan sel terpenting di awal terjadinya inflamasi.
Neutrofil adalah sel yang paling cepat menuju daerah inflamasi. Sebagaimana
makrofag, neutrofil memiliki reseptor di permukaan sel yang secara umum

15
mampu mengenal molekul pada permukaan sel bakteri dan komplemen. Neutrofil
merupakan sel penting yang mampu menelan dan menghancurkan
mikroorganisma penginfeksi.

Aktivitas neutrofil ini segera diikuti oleh berubahnya monosit menjadi


makrofag, sehingga makrofag dan neutrofil disebut sel inflamator. Selanjutnya
peristiwa inflamasi ini juga menimbulkan reaksi limfosit. Limfosit T akan bekerja
setelah mengenal antigen yang dipresentasikan oleh APC. Sedangkan limfosit B
mempunyai kemampuan secara langsung untuk merespon antigen dengan
mensekresikan antibodi. Sebagian klon limfosit B ada yang memiliki
kemampuan untuk menelan bakteri dan berlaku sebagai APC.

Limfosit B semakin aktif jika memperoleh sitokin yang tepat yang


disekresikan oleh limfosit T. Imunitas innate memberi kontribusi penting bagi
terjadinya imunitas adaptif. Inflamasi meyebabkan meningkatnya aliran cairan
lymph yang mengandung antigen dan sel yang membawa antigen masuk jaringan
limfoid. Makrofag yang telah memfagosit bakteri mempunyai kemampuan
mengaktifkan sel-sel limfosit. Namun demikian, sel yang secara khusus didesain
untuk mempresentasikan antigen kepada sel T adalah sel dendritik, dan inilah
awal dari terjadinya respon imunitas adaptif.

Aktivasi APC Menginduksi Imunitas Adaptif .

Induksi imunitas adaptif dimulai ketika patogen dicerna oleh sel dendritik
immature pada jaringan yang terinfeksi. Sel fagosit ini tersebar pada berbagai
macam jaringan dan mengalami pembaharuan pada kecepatan yang sangat
rendah. Sel dendritik sebagaimana makrofag berasal dari prekursor dalam
sumsum tulang, dan bermigrasi dari sumsum tulang menuju jaringan periperal
tempat berhentinya, pada tempat yang baru ini sel dendritik berperan untuk
menjaga lingkungannya dari serangan patogen. Sel dendritik yang telah
memperoleh antigen akan segera memasuki pembuluh limfa dam masuk lymph

16
node. Pada lymph node sel dendritik akan mengenalkan antigen yang dibawa
kepada sel T naive.

Sel dendritik immature mempunyai reseptor pada permukaan sel yang


mengenali sifat umum patogen, misalnya dinding sel bakteri yang berupa
proteoglikan. Sebagaimana yang terjadi pada makrofag dan neutrofil, bakteri yang
berikatan dengan reseptor sel dendritik akan ditelan oleh sel tersebut dan
didegradasi intraselluler. Sel dendritik immature secara terus menerus mengambil
material ekstraselluler, termasuk virus dan bakteri yang ada pada lingkungan itu
dengan mekanisme makropinositosis yang tidak tergantung reseptornya. Fungsi
utama sel dendritik sebenarnya bukan untuk menghancurkan patogen tetapi untuk
membawa antigen dari patogen itu pada organ limfoid periferal dan
mempresentasikan antigen itu pada sel limfosit T. Ketika sel dendritik menelan
patogen pada jaringan yang terinfeksi, sel dendritik teraktivasi dan bergerak
menuju lymph node yang terdekat. Karena aktivasi itu sel dendritik mengalami
pemasakan menjadi sel APC yang sangat efektif dan berubah sifat menjadi sel
yang mampu mengaktifkan sel limfosit spesifik yang berada pada lymph node.
Sel dendritik yang teraktivasi mensekresi sitokin yang berpengaruh terhadap
imunitas innate maupun adaptif.

Sel dendritik menginiasiasi imunitas adaptif. Sel dendritik belum masak yang terletak
pada daerah luka akan menangkap patogen dengan reseptor yang memediasi fagositosis,

17
sedangkan antigennya akan ditangkap dengan makropinositosis. Sel dendritik ini
terstimuli dan bermigrasi ke lymph node terdekat melalui pembuluh limfatik. Pada LN
sel dendritik telah masak sempurna dan kehilangan kemampuan sebagai sel fagosit. Pada
LN, sel dendritik tertemu dan mengaktifkan sel T yang masuk LN melalui pembuluh
darah khusus yang disebut high endothelial venule (HEV). Sel endotel yang menyusun
HEV sangat spesifik berbentuk kuboid.

Limfosit Yang Teraktivasi Dapat Memediasi Respon Imunitas Adaptif

Sistem pertahanan imunitas innate efektif untuk melawan berbagai macam


patogen. Namun demikian sistem ini kerjanya juga terbatas karena mengandalkan
reseptor yang terbentuk selama proses perkembangannnya, sedangkan
mikroorganisme dapat berubah melebihi kecepatan host menyelaraskan sistem
imun yang ada. Hal ini menjelaskan mengapa sistem imunitas innate hanya dapat
mengenali mikroorganisme yang membawa molekul yang umumnya sama untuk
semua jenis patogen yang secara evolusi kemampuan tersebut telah terpelihara.
Imunitas innate akan bekerja dengan cepat terhadap agen apapun yang masuk,
termasuk mikroorganisme yang mempunyai kecepatan berevolusi sangat tinggi
selama reseptor nonspesifik dapat mengenalinya.

Sistem imunitas innate dapat mengenali struktur molekul yang berada


pada patogen yang umumnya tidak dimiliki host. Telah diketahui bahwa bakteri
patogen dapat terus melakukan perubahan struktur kapsul sehingga terhindar dari
pengenalan sel-sel fagosit. Virus membawa berbagai macam molekul yang secara
umum berbeda dengan bakteri dan jarang dapat dikenali langsung oleh makrofag.
Namun demikian virus dan bakteri berkapsul dapat diambil oleh sel dendritik
dengan proses makropinositosis yang tidak tergantung pada reseptor, sehingga
molekul yang menunjukkan sifat sebagai penginfeksi bisa diketahui, dan sel
dendritik teraktivasi akan mempresentasikan antigen pada limfosit. Mekanisme
pengenalan pada sistem imunitas adaptif yang dilakukan oleh sel limfosit telah
berevolusi untuk mengatasi keterbatasan imunitas innate. Adanya evolusi itu

18
memungkinkan terjadinya pengenalan terhadap diversitas antigen yang tak
terbatas, sehingga setiap antigen dapat menjadi target bagi limfosit yang spesifik.

Setiap sel limfosit yang masuk pada sirkulasi darah hanya memiliki satu
macam reseptor yang spesifik untuk satu macam antigen. Sifat spesifik limfosit
ini terbentuk selama proses perkembangan limfosit mulai pada sumsum tulang
dan timus untuk membentuk varian gen yang menyandi molekul reseptor limfosit.
Karena setiap sel limfosit mempunyai reseptor yang spesifikasinya berbeda satu
dengan yang lain, maka setiap individu mempunyai berjuta-juta klon sel limfosit,
lymphocyte receptor repertoire. Clonal selection theory, sebenarnya telah
berkembang sejak tahun 1950. Pada saat itu Macfarlane Burnet beranggapan
bahwa di dalam setiap individu telah tersedia sel-sel yang mempunyai potensi
menghasilkan antibodi yang berbeda-beda. Jika sel tersebut mengikat antigen
yang sesuai akan teraktivasi dan membelah menjadi progeni yang identik, yang
disebut klon. Sel yang teraktivasi itu sekarang dapat mensekresi antibodi yang
sama, dan mempunyai spesifikasi yang sama pula dengan reseptor yang pertama
kali terstimuli.

2.5 Pembagian/Macam Imunitas

2.5.1. Berdasarkan Cara Mempertahakan diri dari Penyakit

19
Imunitas bawaan (Innate immune system)

Imunitas bawaan ( innate immunity ) adalah kekebalan yang ada sejak


lahir, dan melakukan respon imun non-spesifik dalam waktu cepat.

Ciri-ciri sistem Non-Spesifik

Tidak selektif.

Memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis organisme asing


yang masuk ke dalam tubuh.

Tidak memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi yang terjadi


sebelumnya.

Telah ada dan siap berfungsi sejak lahir.

Memiliki komponen yang mampu menangkal benda untuk masuk ke


dalam tubuh.

Komponen-komponen kekebalan diturunkan:

a. Pertahanan yang Terdapat di Permukaan Tubuh

20
Pertahanan Fisik
Pertahanan secara fisik dilakukan oleh lapisan terluar tubuh, yaitu kulit
dan membran mukosa, yang berfungsi menghalangi jalan masuknya
patogen ke dalam tubuh. Lapisan terluar kulit terdiri atas sel-sel epitel
yang tersusun rapat sehingga sulit ditembus oleh patogen. Lapisan
terluar kulit mengandung keratin dan sedikit air sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikrobia. Sedangkan membran mukosa
yang terdapat pada saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan
saluran kelamin berfungsi menghalangi masuknya patogen ke dalam
tubuh.
Pertahanan Mekanis
Pertahanan secara mekanis dilakukan oleh rambut hidung dan silia
pada trakea. Rambut hidung berfungsi menyaring udara yang dihirup
dari berbagai partikel berbahaya dan mikrobia. Sedangkan silia
berfungsi menyapu partikel berbahaya yang terperangkap dalam lendir
untuk kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh.
Pertahanan Kimiawi
Pertahanan secara kimiawi dilakukan oleh sekret yang dihasilkan oleh
kulit dan membran mukosa. Sekret tersebut mengandung zat-zat kimia
yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Contoh dari sekret
tersebut adalah minyak dan keringat. Minyak dan keringat
memberikan suasana asam (pH 3-5) sehingga dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme di kulit. Sedangkan air liur (saliva), air
mata, dan sekresi mukosa (mukus) mengandung enzim lisozim yang
dapat membunuh bakteri dengan cara menghidrolisis dinding sel
bakteri hingga pecah sehingga bakteri mati.

Pertahanan Biologis
Pertahanan secara biologi dilakukan oleh populasi bakteri tidak
berbahaya yang hidup di kulit dan membran mukosa. Bakteri tersebut

21
melindungi tubuh dengan cara berkompetisi dengan bakteri patogen
dalam memperoleh nutrisi.
b. Respons Peradangan (Inflamasi)
Inflamasi merupakan respons tubuh terhadap kerusakan jaringan,
misalnya akibat tergores atau benturan keras. Proses inflamasi
merupakan kumpulan dari empat gejala sekaligus, yakni dolor (nyeri),
rubor (kemerahan), calor (panas), dan tumor (bengkak).
Inflamasi berfungsi mencegah penyebaran infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka. Reaksi inflamasi juga berfungsi sebagai sinyal
bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih (neutrofil dan
monosit) melakukan fagositosis terhadap mikrobia yang menginfeksi
tubuh.
Mekanisme inflamasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Adanya kerusakan jaringan sebagai akibat dari luka, sehingga
mengakibatkan patogen mampu melewati pertahanan tubuh dan
menginfeksi sel-sel tubuh.
2. Jaringan yang terinfeksi akan merangsang mastosit untuk
mengekskresikan histamin dan prostaglandin.
3. Terjadi pelebaran pembuluh darah yang meningkatkan kecepatan
aliran darah sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat.
4. Terjadi perpindahan sel-sel fagosit (neutrofil dan monosit) menuju
jaringan yang terinfeksi.
5. Sel-sel fagosit memakan patogen.
c. Fagositosis
Fagositosis adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel
fagosit dengan cara mencerna mikrobia/partikel asing. Sel fagosit
terdiri dari dua jenis, yaitu fagosit mononuklear dan fagosit
polimorfonuklear. Contoh fagosit mononuklear adalah monosit (di
dalam darah) dan jika bermigrasi ke jaringan akan berperan sebagai
makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu
neutrofil, eosinofil, basofil, dan cell mast (mastosit). Sel-sel fagosit
akan bekerja sama setelah memperoleh sinyal kimiawi dari jaringan
yang terinfeksi patogen.

22
Berikut ini adalah proses fagositosis :
1. Pengenalan (recognition), mikrobia atau partikel asing terdeteksi
oleh sel-sel fagosit.
2. Pergerakan (chemotaxis), pergerakan sel fagosit menuju patogen
yang telah terdeteksi. Pergerakan sel fagosit dipacu oleh zat yang
dihasilkan oleh patogen.
3. Perlekatan (adhesion), partikel melekat dengan reseptor pada
membran sel fagosit.
4. Penelanan (ingestion), membran sel fagosit menyelubungi seluruh
permukaan patogen dan menelannya ke dalam sitoplasma yang
terletak dalam fagosom.
5. Pencernaan (digestion), lisosom yang berisi enzim-enzim
bergabung dengan fagosom membentuk fagolisosom dan mencerna
seluruh permukaan patogen hingga hancur. Setelah infeksi hilang,
sel fagosit akan mati bersama dengan sel tubuh dan patogen. Hal
ini ditandai dengan terbentuknya nanah.
6. Pengeluaran (releasing), produk sisa patogen yang tidak dicerna
akan dikeluarkan oleh sel fagosit.
d. Protein Antimikrobia
Protein yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh non spesifik
adalah protein komplemen dan interferon. Protein komplemen
membunuh patogen dengan cara membentuk lubang pada dinding sel
dan membran plasma bakteri tersebut. Hal ini menyebabkan ion
Ca2+ keluar dari sel, sementara cairan dan garam-garam dari luar
bakteri akan masuk ke dalamnya dan menyebabkan hancurnya sel
bakteri tersebut.
Interferon dihasilkan oleh sel yang terinfeksi virus. Interferon
dihasilkan saat virus memasuki tubuh melalui kulit dan selaput lendir.
Selanjutnya, interferon akan berikatan dengan sel yang tidak terinfeksi.
Sel yang berikatan ini kemudian membentuk zat yang mampu
mencegah replikasi virus sehingga serangan virus dapat dicegah.

Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik

23
Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan tubuh terhadap
patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem ini bekerja apabila
patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh non spesifik.
Ciri-cirinya :
Bersifat selektif
Tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing
Mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya
Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia (antibodi)
Perlambatan waktu antara eksposur dan respons maksimal

Sistem pertahanan tubuh spesifik terdiri atas beberapa komponen, yaitu:


o Limfosit
a. Limfosit B (Sel B)
Proses pembentukan dan pematangan sel B terjadi di sumsum
tulang. Sel B berperan dalam pembentukan kekebalan humoral
dengan membentuk antibodi. Sel B dapat dibedakan menjadi:
Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi.
Sel B pengingant, berfungsi mengingat antigen yang pernah
masuk ke dalam tubuh serta menstimulasi pembentukan sel B
plasma jika terjadi infeksi kedua.
Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel
B pengingat.

b. Limfosit T (Sel T)
Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang, sedangkan
proses pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel T berperan
dalam pembentukan kekebalan seluler, yaitu dengan cara
menyerang sel penghasil antigen secara langsung. Sel T juga
membantu produksi antibodi oleh sel B plasma. Sel T dapat
dibedakan menjadi :
Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk
dalam tubuh, sel tubuh yang terinfeksi, dan sel kanker secara
langsung.
Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B
plasma dan sel T lainya serta mengaktivasi makrofag untuk
melakukan fagositosis.

24
Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan
respons imun dengan cara menurunkan produksi antibodi dan
mengurangi aktivitas sel T pembunuh. Sel T supresor akan
bekerja setelah infeksi berhasil ditangani.
o Antibodi (Immunoglobulin/Ig)
Antibodi akan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalam tubuh.
Antigen adalah senyawa protein yang ada pada patogen sel asing
atau sel kanker. Antibodi disebut juga immunoglobulin atau serum
protein globulin, karena berfungsi untuk melindungi tubuh melalui
proses kekebalan (immune).
Antibodi merupakan senyawa protein yang berfungsi melawan
antigen dengan cara mengikatnya, untuk selanjutnya ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag. Suatu antibodi bekerja secara spesifik
untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada setiap kuman
penyakit bersifat spesifik, maka diperlukan antibodi yang berbeda
untuk jenis kuman yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan
berbagai jenis antibodi untuk melindungi tubuh dari berbagai kuman
penyakit.
2.5.2. Berdasarkan Mekanisme Kerja
1. Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang
beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika antigen masuk ke dalam
tubuh untuk pertama kali, sel B pembelah akan membentuk sel B
pengingat dan sel B plasma.
Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang mengikat antigen
sehingga makrofag akan mudah menangkap dan menghancurkan
patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B pengingat akan tetap hidup
dalam waktu lama.
Serangkaian respons ini disebut respons kekebalan primer. Apabila
antigen yang sama masuk kembali dalam tubuh, sel B pengingat akan
mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel B plasma yang akan
memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan respons
kekebalan sekunder. Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat

25
dan konsentrasi antibodi yang dihasilkan lebih besar daripada respons
kekebalan primer.
Hal ini disebabkan adanya memori imunologi, yaitu kemampuan
sistem imun untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam
tubuh.

2. Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel asing
atau jaringan tubuh yang terifeksi secara langsung. Ketika sel T
pembunuh terkena antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh
akan menyerang dan menghancurkan sel tersebut dengan cara merusak
membran sel asing. Apabila infeksi berhasil ditangani, sel T supresor
akan menghentikan respons kekebalan dengan cara menghambat
aktivitas sel T pembunuh dan membatasi produksi antibodi.

2.5.3. Berdasarkan Cara Memperolehnya


1. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh itu
sendiri. Kekebalan aktif dapat diperoleh secara alami maupun buatan.
o Kekebalan Aktif Alami
Kekebalan aktif alami diperoleh seseorang setelah mengalami sakit
akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh, orang
tersebut akan menjadi kebal terhadap penyakit itu. Misalnya,
seseorang yang pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit
tersebut untuk kedua kalinya.
o Kekebalan Aktif Buatan
Kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi atau imunisasi.
Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh. Vaksin
merupakan siapan antigen yang dierikan secara oral (melalui
mulut) atau melalui suntikan untuk merangsang mekanisme
pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi
mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin
juga dapat berupa toksoid atau ekstrak antigen dari suatu patogen

26
yang telah dilemahkan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh
akan menstimulasi pembentukan antibodi untuk melawan antigen
sehingga tubuh menjadi kebal terhadap penyakit yang
menyerangnya.
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu
tertentu, sehingga permberian vaksin harus diulang lagi setelah
beberapa lama. Hal ini dilakukan karena jumlah antibodi dalam
tubuh semakin berkurang sehingga imunitas tubuh juga menurun.
Beberapa jenis penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi
antara lain cacar, tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus,
polio, tifus, campak, dan demam kuning. Vaksin untuk penyakit
tersebut biasanya diproduksi dalam skala besar sehingga harganya
dapat terjangkau oleh masyarakat.
2. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kebalikan dari kekebalan aktif. Kekebalan
pasif diperoleh setelah menerima antibodi dari luar tubuh, baik secara
alami maupun buatan.
Kekebalan Pasif Alami
Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah
menerima antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada
di dalam kandungan. Kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan
pemberian ASI pertama (kolostrum) yang mengandung banyak
antibodi.
Kekebalan Pasif Buatan
Kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan
antibodi yang diekstrak dari suatu individu ke tubuh orang lain
sebagai serum. Kekebalan ini berlangsung singkat, tetapi mampu
menyembuhkan dengan cepat. Contohnya adalah pemberian serum
antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa.

2.6. Fungsi Sistem imun

27
1. Melindungi tubuh dari serangan benda asing atau bibit penyakit yang
masuk ke dalam tubuh.
2. Menghilangkan jaringan sel yang mati atau rusak (debris cell) untuk
perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
4. Menjaga keseimbangan homeostatis dalam tubuh

2.7. Immunoglobulin

Antibodi akan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalam tubuh.
Antigen adalah senyawa protein yang ada pada patogen sel asing atau sel
kanker.
Antibodi disebut juga immunoglobulin atau serum protein globulin, karena
berfungsi untuk melindungi tubuh melalui proses kekebalan (immune).
Antibodi merupakan senyawa protein yang berfungsi melawan antigen
dengan cara mengikatnya, untuk selanjutnya ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag.
Suatu antibodi bekerja secara spesifik untuk antigen tertentu. Karena jenis
antigen pada setiap kuman penyakit bersifat spesifik, maka diperlukan
antibodi yang berbeda untuk jenis kuman yang berbeda. Oleh karena itu,
diperlukan berbagai jenis antibodi untuk melindungi tubuh dari berbagai
kuman penyakit.

Antibodi tersusun dari dua rantai polipeptida yang identik, yaitu dua rantai
ringan dan dua rantai berat. Keempat rantai tersebut dihubungkan satu sama
lain oleh ikatan disulfida dan bentuk molekulnya seperti huruf Y. Setiap
lengan dari molekul tersebut memiliki tempat pengikatan antigen.

28
Molekul Imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim Papain
menjadi 3 fragmen. Dua fragmen adalah identik dan dapat
mengikat antigen untuk membentuk kompleks yang larut dan
bervalensi satu (Univalen), disebut Fab (Fragment Antigen
Binding). Sedangkan untuk fragmen ketiga tidak dapat
mengikat antigen dan membentuk kristal Fc (Fragment
Crytallizable).

Analisa asam amino menunjukkan bahwa terminal-N dari rantai L maupun rantai-
H sehingga urutan asam amino yang ditemukan tidak konstan yang disebut
Variabel. Sisa dari rantai ternyata menunjukkan struktur yang relatif konstan yang
disebut Konstan. Bagian variabel dari rantai-L dan rantai-H, yang membentuk
ujung dari Fab menentukan sifat khas antibodi. Oleh karena itu, setiap molekul
Imunoglobulin dapat mengikat 2 determinan antigen.

Untuk bagian yang konstan, sama sekali tidak berpengaruh langsung terhadap
antigen, tetapi kemungkinan besar bagian Fc dari Imunoglobulin menentukan
aktivitas biologis dari antibodi tersebut. Selain itu, bagian Fc juga meningkatkan
aktivitas tertentu setelah antibodi bergabung dengan antigen, misalnya
kemampuan mengikat zat Komplemen, perlekatan dengan sel Makrofag atau
menyebabkan degranulasi Mast Cell. Fungsi biologis dari bagian Fc pada

29
berbagai jenis Imunoglobulin berbeda satu sama lain, tergantung dari struktur
primer molekul dan mungkin memerlukan ikatan dengan antigen sebelum fungsi
menjadi aktif.

Rantai-L (Light Chain)

Dengan pemeriksaan Bence-Jones menggunakan air kemih penderita Myeloma,


ditemukan 2 macam rantai-L, yaitu rantai- (Kappa) dan rantai- (Labda).
Pengklasifikasian tersebut dibuat berdasarkan perbedaan asam amino di daerah
tetapnya. Kedua jenis ini terdapat pada semua kelas Imunoglobulin, tetapi tiap
molekul Imunoglobulin hanya mengandung satu jenis rantai-L saja. Bagian ujung
amino pada tiap rantai-L berisi bagian tempat pengikatan antigen.

Rantai-H (Heavy Chain)

Rantai Berat merupakan dasar pengklasifikasian kelas Imunoglobulin. Bagian


ujung amino tiap rantai-H ikut serta dalam tempat pengikatan antigen, ujung
lainnya (karboksi) membentuk fragmen Fc, yang mempunyai berbagai aktivitas
biologik.

KELAS IMUNOGLOBULIN

Berdasarkan jenis rantai-H yang dimiliki, maka pengklasifikasian kelas


Imunoglobulin adalah sebagai berikut :

30
ImunoglobulinG (IgG)

Adalah reaksi imun yang diproduksi terbanyak sebagai antibodi utama dalam
proses sekunder dan merupakan pertahanan inang yang penting terhadap bakteri
yang terbungkus dan virus. Mampu menyebar dengan mudah ke dalam celah
ekstravaskuler dan mempunyai peranan penting menetralisir toksin kuman, serta
melekat pada kuman sebagai persiapan fagositosis.

Merupakan proteksi utama pada bayi terhadap infeksi selama beberapa minggu
pertama setelah lahir, dikarenakan mampu menembus jaringan plasenta. IgG yang
dikeluarkan melalui cairan kolostrum dapat menembus mukosa usus bayi dan
menambah daya kekebalan.

IgG mempunyai dua tempat pengikatan antigen yang sama (divalen) dan dikenal
4 subkelas, yaitu IgG1 IgG1, IgG2, IgG3 dan IgG4. Perbedaannya terletak pada
rantai-H dengan beberapa fungsi biologis serta jumlah dan lokasi ikatan disulfida.

Imunoglobulin A (IgA)

Adalah Imunoglobulin utama dalam sekresi selektif, misalnya pada susu, air liur,
air mata dan dalam sekresi pernapasan, saluran genital serta saluran pencernaan
atau usus (Corpo Antibodies). Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa dari
serangan bakteri dan virus. Ditemukan pula sinergisme antara IgA dengan lisozim
dan komplemen untuk mematikan kuman koliform. Juga kemampuan IgA
melekat pada sel polimorf dan kemudian melancarkan reaksi komplemen melalui
jalan metabolisme alternatif.

Tiap molekul IgA sekretorik berbobot molekul 400.000 terdiri atas dua unit
polipeptida dan satu molekul rantai-J serta komponen sekretorik. Sekurang-
kurangnya dalam serum terdapat dua subkelas IgA1 dan IgA2. Terdapat dalam
serum terutama sebagai monomer 7S tetapi cenderung membentuk polimer

31
dengan perantaraan polipeptida yang disintesis oleh sel epitel untuk
memungkinkan IgA melewati permukaan epitel, disebut rantai-J. Pada sekresi ini
IgA ditemukan dalam bentuk dimer yang tahan terhadap proteolisis berkat
kombinasi dengan suatu protein khusus, disebut Secretory Component yang
disintesa oleh sel epitel lokal dan juga diproduksi secara lokal oleh sel plasma.

Imunoglobulin M (IgM)

Imunoglobulin utama yang pertama dihasilkan dalam respon imun primer. IgM
terdapat pada semua permukaan sel B yang tidak terikat. Struktur polimer IgM
menurut Hilschman adalah lima subunit molekul 4-peptida yang dihubungkan
oleh rantai-J. Pentamer berbobot molekul 900.000 ini secara keseluruhan
memiliki sepuluh tempat pengikatan antigen Fab sehingga bervalensi 10, yang
dapat dibuktikan dengan reaksi Hapten. Polimernya berbentuk bintang, tetapi
apabila terikat pada permukaan sel akan berbentuk kepiting.

Disebabkan bervalensi tinggi, maka antibodi ini paling sering bereaksi di antara
semua Imunoglobulin, sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik,
pengikatan komplemen, reaksi antibodi-antigen yang lain dan karena timbulnya
cepat setelah terjadi infeksi dan tetap tinggal dalam darah, maka IgM merupakan
daya tahan tubuh yang penting untuk bakteremia dan virus. Antibodi ini dapat
diproduksi oleh janin yang terinfeksi.

ImunoglobulinE (IgE)

Didalam serum ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah. IgE apabila


disuntikkan ke dalam kulit akan terikat pada Mast Cells dan Basofil. Kontak

32
dengan antigen akan menyebabkan degranulasi dari Mast Cells dengan
pengeluaran zat amin yang vasoaktif. IgE yang terikat ini berlaku sebagai reseptor
yang merangsang produksinya dan kompleks antigen-antibodi yang dihasilkan
memicu respon alergi Anafilaktik melalui pelepasan zat perantara.

Pada orang dengan hipersensitivitas alergi berperantara antibodi, konsentrasi IgE


akan meningkat dan dapat muncul pada sekresi luar. IgE serum secara khas juga
meningkat selama infeksi parasit cacing.

ImunoglobulinD (IgD)

Antibodi ini fungsi keseluruhannya belum diketahui secara jelas. Dalam serum
IgD ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dan IgD merupakan antibodi inti
sel. Zat ini juga terdapat pada sel penderita leukemia getah bening.

Telah dibuktikan pula bahwa IgD dapat bertindak sebagai reseptor antigen apabila
berada pada permukaan limfosit B tertentu dalam darah tali pusar janin dan
mungkin merupakan reseptor pertama dalam permulaan kehidupan sebelum
diambil alih fungsinya IgM dan Imunoglobulin lainnya, setelah sel tubuh
berdiferensiasi lebih jauh.

Cara Kerja Antibodi Cara kerja antibodi dalam mengikat antigen ada empat
macam.

Prinsipnya adalah terjadi pengikatan antigen oleh antibodi, yang selanjutnya


antigen yang telah diikat antibodi akan dimakan oleh sel makrofag. Berikut ini
adalah cara pengikatan antigen oleh antibodi.

1) Netralisasi. Antibodi menonaktifkan antigen dengan cara memblok bagian


tertentu antigen. Antibodi juga menetralisasi virus dengan cara mengikat bagian

33
tertentu virus pada sel inang. Dengan terjadinya netralisasi maka efek merugikan
dari antigen atau toksik dari patogen dapat dikurangi.

2) Penggumpalan. Penggumpalan partikel-partikel antigen dapat dilakukan


karena struktur antibodi yang memungkinkan untuk melakukan pengikatan lebih
dari satu antigen. Molekul antibodi memiliki sedikitnya dua tempat pengikatan
antigen yang dapat bergabung dengan antigen-antigen yang berdekatan.
Gumpalan atau kumpulan bakteri akan memudahkan sel fagositik (makrofag)
untuk menangkap dan memakan bakteri secara cepat.

3) Pengendapan. Prinsip pengendapan hampir sama dengan penggumpalan,


tetapi pada pengendapan antigen yang dituju berupa antigen yang larut.
Pengikatan antigen-antigen tersebut membuatnya dapat diendapkan, sehingga sel-
sel makrofag mudah dalam menangkapnya.

4) Aktifasi Komplemen. Antibodi akan bekerja sama dengan protein komplemen


untuk melakukan penyerangan terhadap sel asing. Pengaktifan protein
komplemen akan menyebabkan terjadinya luka pada membran sel asing dan dapat
terjadi lisis.

34
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Imun

Faktor yang Mempengaruhi Sistem Imun


a) Faktor Genetik
Genetis sangat berpengaruh terhadap system imun, hal ini dapat dibuktikan
dengan suatu penelitian yang dibuktikan bahwa pasangan anak kembar
homozigot lebih rentan terhadap suatu allergen dibandingkan dengan
pasangan anak kembar yang heterozigot. Hal ini membuktikan bahwa factor
hereditas mempengaruhi system imun.
b) Stres
Stres dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepas hormon
seperti neuro-endokrin, glukokortikoid dan katekolamin. Stres bahkan bisa
berdampak buruk pada produksi antibodi.
c) Usia
Usia juga mempengaruhi system imun, pada saat usia balita dan anak-anak
system imun belum matang di usia muda dan system imun akan menjadi
matang di usia dewasa dan akan menurun kembali saat usia lanjut.
d) Hormone
Pada saat sebelum masa reproduksi, system imun lelaki dan perempuan adalah
sama, tetapi ketika sudah memasuki masa reproduksi, system imun antara
keduanya sangatlah berbeda. Hal ini disebabkan mulai adanya beberapa
hormone yang muncul.Pada wanita telah diproduksi hormone estrogen yang
mempengaruhi sintesis IgG dan IgA menjadi lebih banyak (meningkat). Dan
peningkatan produksi IgG dan IgA menyebabkan imunitas wanita lebih kebal
terhadap infeksi. Sedangkan pada pria telah diproduksi hormone androgen

35
yang bersifat imunosupresan sehingga memperkecil resiko penyakit autoimun
tetapi tidak membuat lebih kebal terhadap infeksi.
Oleh karena itu, wanita lebih banyak terserang penyakit autoimun dan pria
lebih sering terinfeksi.

e) Faktor nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi sistem imun yang
optimal. Gangguan fungsi imun yang disebabkan oleh defisiensi protein-kalori
dapat terjadi akibat kekurangan vitamin yang diperlukan untuk sintesis DNA
dan protein. Vitamin juga membantu dalam pengaturan proliferasi sel dan
maturasi sel-sel imun.
Kelebihan atau kekurangan unsur-unsur renik atau trace element (yaitu,
tembaga, besi, mangaan, selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan
mensupresi fungsi imun.
Asam-asam lemak merupakan unsur pembangun (building blocks) yang
membentuk komponen struktural membran sel. Lipid merupakan prekursor
vitamin A, D, E dan K di samping prekursor kolesterol. Baik kelebihan
maupun kekurangan asam lemak ternyata akan mensupresi fungsi imun.
Deplesi simpanan protein tubuh akan mengakibatkan atrofi jaringan limfosit,
depresi respon antibodi, penurunan jumlah sel T yang beredar dan gangguan
fungsi fagositik. Sebagai akibatnya, kerentanan akibat infeksi sangat
meningkat. Selama periode infeksi dan sakit yang serius terjadi peningkatan
kebutuhan nutrisi yang potensial untuk menimbulkan deplesi protein, asam
lemak, vitamin, serta unsur-unsur renik dan bahkan menyebabkan resiko
terganggunya repon imun serta terjadinya sepsis yang lebih besar.

f) Penyalahgunaan Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang berlebihan atau tidak teratur bisa dapat
menyebabkan bakteri menjadi resisten, sehingga ketika bakteri menyerang
lagi, sistem kekebalan tubuhakan gagal melawannya. Peyalahgunaan
antibiotik juga menyebabkan matinya floranormal, sedangkan flora normal
dapat memproduksi berbagai bahan antimicrobial seperti bakteriosin dan
asam, sehingga dapat mencegah masuknya bakteri yang dapat menjadi
allergen bagi tubuh.

36
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme
yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan
mengidentifikasi dan membunuh patogen. Sistem imun terbagi dua
berdasarkan perolehannya atau asalnya,yaitu:
1. Sistem imun Non Spesifik (Sistem imun alami)
2. Sistem imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, sistem imun terbagi, yaitu:


1. Sistem imun humoral (sistem imun jaringan atau diluar sel, yang
berperan adalah Sel B "antibodi"
2. Sistem imun cellular (sistem imun yang bekerja pada sel yang
terinfeksi antigen, yang berperan adalah sel T (Th, Tc, Ts).
Imunisasi merupakan salah satu usaha manusia untuk menjadikan individu
kebal. terhadap suatu penyakit. Imunisasi terbagi 2,yaitu:
Imunisasi aktif: Diperoleh karena tubuh secara aktif membuat antibody
sendiri.
Imunisasi Pasif : kekebalan yang didapat dari pemindahan antibody dari
suatu individu ke individu lainnya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi sistem imun tubuh adalah Faktor
Keturunan, Faktor Stres, Faktor Usia, Faktor Hormone, Faktor Nutrisi dan
Penyalahgunaan Antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Kresno, Siti Boedina. 2013. History of Allergy. S. Schaum,. 2002. TSS Biologi
edisi kedua. Jakarta: Erlangga

37
Ernets, Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. Buku Ajar


Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta

Handout Kuliah Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2004

38

Anda mungkin juga menyukai