A. PENGERTIAN
Murni Winarsih (2007: 23), menyatakan tunarungu adalah seseorang
yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian
atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum
mengemukakan bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebakan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh organ
pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembanganya
sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (2010).
B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Satuan Bunyi Desibel (dB)
Berdasarkan kriteria International Standard Organization (ISO)
(dalam Arifin, 2015) klasifikasi gangguan pendengaran pada anak tunarungu
dapat dibedakan menjadi 6 kategori. Penjabaran kategori tingkat pendengaran
dan intensitas bunyi dapat dilihat pada Tabel 1.
Intensitas Bunyi (dB) Tingkat Pendengaran
0-20 dB Normal
20-30 dB Slight Losses
30-40 dB Mild Losses
40-60 dB Moderate Losses
60-75 dB Severe Losses
>75 dB Profoundly Losses
Anak-anak tunarungu yang masuk dalam kategori slight losses
adalah anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran ringan.
Mereka tidak mengalami kesulitan berbicara karena masih berada pada
batas normal pendengaran. Mereka juga mampu belajar bicara
menggunakan kemampuan pendengarannya dan butuh perhatian
khusus terhadap perbendaharaan kata agar perkembangan bahasa
tidak terhambat. Anak-anak tunarungu dalam kategori ini juga masih
dapat mendengar menggunakan alat bantu dengar.
Ciri khas anak-anak tunarungu dalam kategori mild losses
adalah mengerti pembicaraan dalam jarak dekat dan tidak kesulitan
untuk mengekspresikan isi hatinya. Mereka mengalami kesulitan untuk
menangkap percakapan yang lemah sehinga sulit untuk menangkap isi
pesan lawan bicaranya. Mereka juga akan semakin kesulitan
menangkap isi pesan apabila tidak berbicara berhadapan. Anak-anak
tunarungu kategori ini masih dapat mendengar dengan alat bantu
dengar dan masih membutuhkan bimbingan intensif untuk menghindari
kesulitan berbicara.
Anak-anak tunarungu dalam kategori moderate losses dapat
mengerti percakapan apabila dilakukan dengan volume yang keras dan
dalam jarak dekat (1 meter) sehingga mereka sering salah tangkap atau
salah paham terhadap lawan bicaranya. Ciri lainnya adalah perbedaan
kata mereka yang terbatas adanya ketidakjelasan dalam berbicara dan
kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.
Ciri-ciri anak tunarungu dalam kategori severe losses adalah
mereka mengalami kesulitan untuk membedakan suara, tidak memiliki
kesadaran bahwa benda-benda di sekitarnya memiliki getaran suara,
dan membutuhkan pelayanan khusus untuk belajar bicara dan
berbahasa.
Profoundly losses merupakan tingkat pendengaran yang paling
parah sehingga anak tunarungu hanya dapat mendengar dengan suara
keras dalam jarak 2,54 cm. Selain itu, mereka juga tidak menyadari
bunyi-bunyian di sekitarnya. Mereka juga tidak mampu menangkap
pesan walaupun menggunakan pengeras suara sehingga mereka
membutuhkan banyak latihan khusus agar bisa berkomunikasi.
2. Berdasarkan Letak Kerusakan Organ Pendengaran
Kategori anak tunarungu berdasarkan letak kerusakan organ
pendengaran dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tunarungu konduktif,
tunarungu perseptif, dan tunarungu campuran.
a. Tunarungu konduktif merupakan kondisi anak-anak yang mengalami
kerusakan pada liang telinga, selaput gendang, dinding-dinding
labirin, dan tiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes).
Bagian-bagian tersebut memiliki fungsi untuk menghantarkan suara
sehingga seseorang bisa mendengar.
b. tunarungu perseptif merupakan gangguan pendengaran yang terjadi
karena rusaknya organ-organ pendengaran yang terdapat pada
telinga bagian dalam. Keadaan ini terjadi karena rumah siput,
serabut saraf pendengaran, dan corti yang mengubah rangsang
mekanis menjadi elektris tidak diteruskan ke otak.
c. Sedangkan tunarungu campuran adalah suatu keadaan di mana
kerusakan organ terjadi pada organ telinga yang berfungsi sebagai
penghantar dan penerima rangsang.
3. Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunarunguan
Berdasarkan waktu terjadinya, ketunarunguan dibagi menjadi
dua jenis, yaitu tuli bawaan (Deafness Conginetal) dan tuli fungsional
(Deafness Functional).
a. Tuli bawaan merupakan ketunarunguan yang terjadi saat bayi
dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hereditas atau faktor lainnya yang
terjadi selama ibu mengandung.
b. Sedangkan tuli fungsional merupakan hilangnya pendengaran
seorang anak tetapi tidak ditemukan adanya disfungsi organik.
4. Berdasarkan Terjadinya Tahap Perkembangan
Menurut Denmark (1994 dalam lelyana 2017) anak tunarungu
dibagi menjadi dua jenis, yaitu preverbal deafness dan postlingual
deafness.
a. Preverbal deafness adalah suatu kondisi ketunarunguan yang
dialami seorang anak sebelum mengenal bahasa dan masuk dalam
tahap perkembangan bahasa. Ketunarunguan ini sangat banyak
dialami oleh anak-anak. Mereka kehilangan kemampuan
mendengar sejak lahir sehingga membuat mereka kesulitan untuk
berinteraksi. Ketunarunguan macam ini merupakan hambatan yang
sangat besar bagi anak-anak dalam perkembangan bahasa verbal
mereka.
b. Sebaliknya, postlingual deafness merupakan ketunarunguan yang
dialami setelah seorang anak mengenal bahasa dan masuk dalam
tahap perkembangan bahasa. Hal ini terjadi karena adanya
penurunan kemampuan pendengaran yang dimiliki seseorang.
Biasanya, hal ini sangat jarang dialami oleh anak-anak.
C. KARAKTERISTIK
Menurut Telford dan Sawrey (dalam Lelyana 2017) ada beberapa
karakteristik anak tunarungu. Kekhasan tersebut adalah anak tunarungu
kurang mampu untuk memusatkan perhatian. Kemudian, anak tunarungu
juga sering mengalami kegagalan respon ketika diajak berbicara. Kegagalan
respon tersebut juga bisa disebabkan oleh keterlambatan bicara yang
dialami oleh anak tunarungu. Keterlambatan bicara juga membuat anak
tunarungu mengalami kesalahan artikulasi dan mengalami keterbelakangan
di sekolah.
D. ETIOLOGI
Sebagian besar ketunarunguan pada anak-anak terjadi sebelum
mereka mengenal bahasa. Hal ini menyebabkan mereka mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasa. Adapun beberapa penyebab
seorang anak mengalami ketunarunguan, yaitu prenatal, neonatal, dan post
natal.
1. Prenatal
a. Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu
disebakan oleh: Faktor keturunan atau hereditas disebabkan anak
mengalami tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara
keluarga ada yang tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak
berkembang secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput),
Cacar air, campak (rubella, german measles) pada waktu ibu
sedang mengandung menderita penyakit campak, cacar air,
sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak
dapat bicara lisan), Toxamela (keracunan darah) apabila ibi sedang
mengandung menderita keracunan darah (toxameia) akibatnya
placenta menjadi rusak. Hal ini sangat berpengaruh pada janin.
Besar kemungkinan anak yang lahir menderita tuna rungu. Menurut
Audiometris pada umumnya anak ini kehilangan pendengaran 70-
90 dB.
b. Penggunaan obat pil dalam jumlah besar
Hal ini akibat menggugurkan kandungan dengan meminum
banyak obat pil pengggugur kandngan, tetapi kandunganya tidak
gugur, ini dapat mengakibatkan tuna rungu pada anak yang
dilahirkan, yaitu kerusakan cochlea.
c. Kelahiran premature
1) Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah
normal, jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang
anoxia (kurangnya zata asam). Hal ini merusak inti cochlea
(cochlear nuclei)
2) Kekurangan Oksigen (anoxia), adlah anoxia dapat
mengakibatkan kerusakan pada inti brain system dan bagal
ganglia. Anak yang dilahirkan dapat menderita tuna rungu pada
taraf berat.
2. Masa Neo Natal
a. Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis
Manusia selain mempinyai jenis darah A-B-AB-0. Juga
mempunyai jenis darah factor rh positif dan negative. Kedua jenis rh
tersebut masing-masing normal. Tetapi ketidak cocokan dapat
terjadi apabila seseorag perempuan ber-rh negatif kawin dengan
seseorang laki-laki ber-rh positif, seperti ayahnya tidak sejenis
dengan ibunya. Akibat sel-sel darah itu membentuk anti body yang
justru merusak anak. Akibatnya anak menderita anemia (kurang
darah) dan sakit kuning setelah dilahirkan, hal ini dapat berakibat
anak menjadi kurang pendengaran.
b. Anak lahir premature atau sebelum 9 bulan dalam kandungan. Anak
yang dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala yang sama
dengan anak yang rh nya tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan
menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.
3. Post Natal
a. Sesudah anak lahir dia menderita infeksi misalnya campak
(measles) infection atau anak terkena syphilis sejak lahir karena
ketularan orang tuanya. Anak dapat menderita tunarungu perseptif.
Virus akan menyerang cairan cochlea
b. Meningitis (peradangan selaput otak), penderita meningitis
mengalami ketulian yang perseptif, biasanya yang mengalami
kelainan ialah pusat syarf pendengaran
c. Tuli perseptif yang bersifat keturunan
1) Ketunarunguan ini akibat dari keturunan orang tuanya
2) Otitis media yang kronis.
Cairan otitis media yang kekuning-kuningan
menyebakan kehilanagn pendengaran secara konduktif. Pada
secretory media akibatnya sama dengan kronis atitis media,
yaitu keturunan konduktif
3) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan
Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran
tonsil adenoid dapat menyebabkan ketuna runguan konduktif
(media penghantar suara tidak berfungsi).
4) Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat
pendengaran bagian dalam.
G. Penatalaksanaan medis
1. Alat Bantu Dengar ( Hear Aid)
Untuk membantu pendengaran digunakan alat bantu berikut : model
saku, model telinga belakang, model dalam telinga dan model kaca
mata
2. Untuk membantu pendengaran dalam proses pembelajaran: Hearing
Group dan loop Induction System
3. Latihan bina persepsi bunyi dan irama : Anak tunarungu biasanya
memiliki gangguan dan hambatan dalam berkomunikasi dan bahasa.
Untuk membantunya digunakan alat bantu sebagai berikut: Cermin, alat
latihan meniup (seruling, terompet,kapas, peluit), alat musik perkusi,
sikat getar, lampu aksen, meja latihan wicara, Speech and Sound
Simulation, Spatel.
4. Alat Latihan Fisik : untuk mengembangkan kemampuan fisik anak
tunarungu. Alat – alat yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut:
Bola, net voly, bola sepak, meja tenis, raket, net bulu tangkis, suttle
cock, power rider, static bycicle
5. Scan test (alat untuk mendeteksi pendengaran)
6. Bunyi –bunyian (segala alat yang dapat menimbulkan bunyi)
7. Garputala (pengukur tinggi nada)
8. Audiometer & blangko audiogram
9. Mobile sound proof
10. Soaud level materi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak
mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
b. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan ketidak mampuan
keluarga mengenal masalah kesehatan
c. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidak mampuan
keluarga memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota
keluarganya
d. Resiko jatuh berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga
memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
3. Rencana tindakan
N Diagnosa Tujuan dan criteria Hasil
Intervensi (NIC)
o Keperawatan (NOC)
1 Kerusakan Visual (Body image, Communication
komunikasi Cognitive orientation, enhancement : speech
verbal Sensory function) deficit
berhubungan Auditory (Cognitive (Komunikasiperangkat
dengan orientation. tambahan: defisit
ketidakmampu Communicative pendengaran)
an keluarga receptiveability, memfasilitasi janji
mengenal Distorted thought control untuk mendengar
masalah ) pemeriksaan yang
kesehatan Setelah dilakukan sesuai
kunjungan keluarga memfasilitasi
sebanyak 3 x, pasien penggunaan alat
mampu meningkatkan bantu dengar,
komunikasi verbal dengan yang sesuai
kriteria hasil : mengajarkan
Menunjukkan pasien bahwa
pemahaman verbal, suara akan dialami
tulis atau sinyal respon berbedadengan
Menunjukkan penggunaan alat
pergerakan dan bantu dengar
ekspresi wajah yang menjaga alat
rileks bantu dengar
Menjelaskan rencana bersih
memodifikasi gaya memeriksa baterai
hidup alat bantu dengan
untuk mengakomodasi rutin
kerusakan visual dan memberikan satu
pendengaran arah sederhana
Bebas dari bahaya pada suatu waktu
fisik karena penurunan mendengarkan
keseimbanganpenden dgn perhatian
garan, penglihatan dan menahan diri dari
sensasi berteriak pada
Memelihara kontak pasien dengan
dengan sumber gangguankomunik
komunitas yang tepat asi
pindah dekat
dengan telinga
kurang
terpengaruh
menghadapi klien
secara langsung,
berbicara
perlahan, jelas,
dan ringkas
menggunakan
kata sederhana
dan kalimat
pendek,
yangsesuai
meningkatkan
volume suara,
yang sesuai
mendapatkan
perhatian pasien
melalui sentuhan
memvalidasi
pemahaman
pesan dengan
meminta pasien
untuk mengulangi
apa yang
dikatakan
menggunakan
kertas, pensil, atau
komunikasi
komputerbila
diperlukan
memfasilitasi
lokasi sumber
daya untuk alat
bantu dengar
memfasilitasi
lokasi telepon
diadaptasi untuk
tuna rungu.