NIM : 857148488
Anak Autisme merupakan salah satu jenis ABK yang berpengaruh terhadap kehidupan
anak. Perkembangan sosial dan komunikasi, merupakan gangguan yang paling utama, sama
seperti individu yang normal, kelainan pada intelegensi verbal atau bahasa dan kesulitan
dalam mengaktualisasikan tingkah laku, secara menetap, keinginan, kesenangan dan
rutinitas. Anak autisme memiliki ciri-ciri, yaitu (1) gangguang pada bidang komunikasi
verbal dan nonverbal; (2) gangguan pada bidang interaksi sosial;gangguan pada bidang
perilaku dan bermain; (4) gangguan pada bidang perasaan dan emosi dan; (5) gangguan
dalam persepsi sensoris. (Angayasti, 2012)
Autisme adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap
komunikasi verbal, nonverbal serta interaksi sosial, yang berpengaruh terhadap
keberhasilannya dalam belajar. Karakter lain yang menyertai autis yaitu melakukan kegiatan
berulang–ulang dan gerakan stereotype, penolakan terhadap perubahan lingkungan dan
memberikan respon yang tidak semestinya terhadap pengalaman sensori. Autis dapat
diartikan pula sebagai gangguan perkembangan komunikasi, kognitif, perilaku, kemampuan
sosialisasi, sensoris, dan belajar). Beberapa diantara anak autis menunjukkan sikap
antisosial, gangguan perilaku dan hambatan motorik kasar.
Masalah perkembangan mental pada individu autis dapat diamati dari perilaku yang
ditunjukkan, sebagian besar tidak sesuai dengan harapan lingkungannya. Sifatnya yang suka
menyendiri dan sibuk dengan aktivitas sendiri, sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungan
adalah bentuk-bentuk hambatan yang melekat pada individu autis. (Ulva & Amalia, 2020)
Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik adalah perilaku yang
perseverative, kehendak yang kaku untuk melakukan atau berada dalam keadaan yang sama
terus menerus. Apabila seseorang berusaha untuk mengubah aktivitasnya, meskipun kecil
saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu perilaku ritualnya, mereka akan marah
sekali (tantrum). Sebagian dari individu yang autistik ada kalanya dapat mengalami
kesulitan dalam masa transisinya ke pubertas karena perubahan- perubahan hormonal yang
terjadi; masalah gangguan perilaku bisa menjadi lebih sering dan lebih berat pada periode
ini. Namun demikian, masih banyak juga anak- anak autistik yang melewati masa
pubertasnya dengan tenang. (Kasran, 2003)
Anak autis juga memiliki karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris,
pola bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut:
a. Komunikasi
1. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna.
3. Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4. Mengoceh tanpa arti berulangulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang
lain.
5. Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.
6. Senang meniru atau membeo (echolalia). Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-
kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.
7. Sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit berbicara (kurang
verbal) sampai usia dewasa.
Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya
bila ingin meminta sesuatu.
b. Interaksi Sosial
1. Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
2. Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
3. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
4. Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
c. Gangguan Sensoris
1. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
2. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d. Pola Bermain
1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
3. Tidak kreatif, tidak imajinatif.
Berhubung pendidikan inklusif ini “menyatukan” anak berkebutuhan khusus dan anak
reguler, maka pihak sekolah yang menyelenggarakannya juga harus menyesuaikan
kebutuhan peserta didik, mulai dari kurikulum, sarana pendidikan, hingga sistem
pembelajarannya. Untuk tenaga pendidik, diusahakan adalah mereka yang terlatih dan
profesional di bidangnya supaya dapat menyusun program pendidikan secara objektif.
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang terbuka dan ramah terhadap pembelajaran
dengan mengedepankan tindakan menghargai dan merangkul perbedaan. Untuk itu,
pendidikan inklusif dipahami sebagai sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi
sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan yang dapat menghalangi setiap individu
siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan yang dilengkapi dengan layanan
pendukung
Tujuan Pendidikan Inklusif
Tujuan pendidikan inklusif adalah:
Memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau,
efektif, relevan dan tepat dalam wilayah tempat tinggalnya
Memastikan semua pihak untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar
seluruh anak terlibat dalam proses pembelajaran. Jadi, inklusif dalam pendidikan
merupakan proses peningkatan partisipasi siswa dan mengurangi keterpisahannya dari
budaya, kurikulum dan komunitas sekolah setempat
Prinsip Pendidikan Inklusif
Terbuka, adil, tanpa diskriminasi;
Peka terhadap setiap perbedaan;
Relevan dan akomodatif terhadap cara belajar;
Berpusat pada kebutuhan dan keunikan setiap individu peserta didik;
Inovatif dan fleksibel;
Kerja sama dan saling mengupayakan bantuan;
Kecakapan hidup yang mengefektifkan potensi individu peserta didik dengan potensi
lingkungan;
Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
Pendidikan yang ramah. Lingkungan pembelajaran yang ramah berarti ramah terhadap
peserta didik dan pendidik, yaitu anak dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas
belajar, menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran, mendorong partisipasi anak
dalam belajar, dan guru memiliki minat untuk memberikan layanan pendidikan yang
terbaik.
Mengakomodasi kebutuhan. Mengakomodasi kebutuhan setiap peserta didik merupakan
salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karenanya, diharapkan sekolah
penyelenggara harus dapat mengakomodasi kebutuhan setiap peserta didik dengan cara
sebagai berikut: (a) memerhatikan kondisi peserta didik, yaitu kemampuan dan kebutuhan
yang berbeda-beda serta gaya dan tingkat belajar yang berbeda; (b) menggunakan
kurikulum yang fleksibel; (c) menggunakan metodologi pembelajaran bervariasi dan
pengorganisasian kelas yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai perbedaan;
(d) memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar; dan (e) melakukan kerja
sama dengan berbagai pihak yang terkait.
Mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin. Sekolah Inklusif berupaya
memberikan pelayanan pendidikan seoptimal mungkin, agar peserta didik yang memiliki
hambatan dapat mengatasi masalahnya dan dapat mengikuti proses pembelajaran sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.
JAWAB
Ada beberapa karakteristik yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan guru dalam
menyusun suatu rencana pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
1. Penyusunan perencanaan pembelajaran ditujukan terhadap siswa yang belajar, baik dari
segi kebutuhan siswa, perkembangan siswa, norma positif bagi siswa, dan minat serta
perhatian siswa.
2.Memiliki tahapan-tahapan yang meliputi; (1) tahap persiapan melalui penguasaan
terhadap bidang keilmuan yang menjadi wewenangnya, perhatian terhadap tujuan, metode,
media, sumber, evaluasi, dan kegiatan belajar siswa itu sendiri; (2) tahap pelaksanaan
melalui kegiatan belajar yang dinamis dan menyenangkan (joyfull learning) dengan
menggunakan metode belajar yang bervariasi untuk meraih kesuksesan dan kemajuan
belajar; (3) tahap evaluasi melalui alat evaluasi yang tepat (valid), dapat dipercaya
(reliable) dan memadai (adequate), dan; (4) tahap tindak lanjut melalui promosi guru
untuk melanjutkan materi pembelajaran dan kenaikan kelas atau rehabilitasi (perbaikan)
atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran, yang lebih dikenal dengan
istilah remedial teaching,dengan tujuan memperkuat penguasaan siswa berupa
penambahan jam pembelajaran, pengulangan materi, atau penambahan tugas khususnya
bagi siswa yang belum mencapai nilai minimal ketuntasan (KKM).
3.Sistematis, yakni penyampaian materi dimulai dari yang mudah dan diikuti dengan
materi yang sulit dan dari segi pembelajaran harus mempertimbangkan keakuratan
metode, media, evaluasi, dan tujuan pembelajaran.
4.Pendekatan sistem, yakni upaya untuk mengkolaborasikan semua komponen yang dapat
mendukung kelancaran program pembelajaran.
5.Pembelajaran humanis yang bersumber dari kesadaran guru bahwa siswa yang
dihadapinya memiliki berbagai macam potensi yang harus dihargai, diarahkan dan
dikembangkan melalui cara-cara yang humanis dan beraneka ragam.
Karakteristik yang menonjol pada anak usia Sekolah Dasar adalah senang bermain, selalu
bergerak, bermain atau bekerja dalam kelompok dan senantiasa ingin melaksanakan atau
merasakan sendiri. Di samping itu menurut Pigaet mereka dapat menggunakan berbagai
symbol, melalukan bentuk operasional, yaitu kemampuan beraktivitas mental dan mulai
berfikir dalam aktifitasnya. Sedangkan anak usia SD kelas tinggi dapat berfikir secara
logika.
Karakteristik anak Sekolah Dasar yang dikemukakan di atas sangat berkaitan dengan
perencanaan pembelajaran yang baik dan effektif bagi peserta didik. Sebagai seorang guru
sebaiknya dapat mernacang model pembelajaran yang baik dan mernarik bagi anak. Agar
semangat belajar pada anak tetap stabil disarankan agar dalam melakukan penyusunan
jadwal pembelajaran yang hendak dilakukan diselang-seling anatara pelajaran yang serius
seperti matematika, dengan pelajaran yang mengandung permainan seperti seni budaya
dan pendidikan jasmani.
Karakteristik anak yang selalu bergerak dapat kita rancangkan sebuah pembelajaran yang
membuat anak aktif bergerak dan berpindah-pindah tempat seperti bermain permainan
berhitung dengan berdiri, menyanyi dan lain sebagainya.
Karakteristik anak selanjutnya yaitu anak SD sangat senang merasakan atau
memeragakan secara langsung karena pengalaman ini akan membentuk konsep-konsep
tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan dan sebagainya. Sebagai contoh anak
akan lebih memehami tentang arah angin dengan cara membawa anak ke luar kelas da
membiarkan anak merasakan sendiri angin yang bertiup, bahkan dengan sedikit
menjuurkan lidah agar dapat mengetahui secara persis kemana arah angin bertiup.
JAWAB
A.Pedagogi
1. Konsep diri (self-concept)
Anak ialah pribadi yang tergantung. Hubungan pelajar dengan pengajar merupakan
hubungan yang bersifat pengarahan (a directing relationship)
2. Pengalaman
Pengalaman peserta didik masih sangat terbatas, karena itu dinilai kecil dalam proses
pendidikan. Komunikasi satu arah dari pendidik kepada pelajar.
3. Kesiapan belajar
Pendidik menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana dan kapan belajar.
4. Perspektif waktu dan orientasi terhadap belajar. Diajarkan bahan yang dimaksudkan
untuk digunakan di masa yang akan datang. Pendekatanya “subject centered”.
B. Andragogi
1. Peserta didik bukan pribadi yang tergantung, tetapi pribadi yang telah masak secara
psikologis. Hubungan wargabelajar dengan pengajar merupakan hubungan saling
membantu yang timbal balik (ahelping relationship)
2. Pengalaman peserta didik orang dewasa dinilai sebagai sumber belajar yang kaya.
Multi
komunikasi oleh semua peserta, pengajar maupun pelajar.
3. Peserta didik menentukan apa yang perlu mereka pelajari berdasarkan pada persepsi
mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka.
4. Belajar merupakan proses untuk penemuan masalah dan pemecahan masalah pada
saat
itu juga. Pendekatanya “problem centered”.