Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk yang holistic serta unik, diberikan segala sesuatu yang
saling bekerja sama yang disebut system dalam tubuh. Salah satunya adalah indra
pendengaran, dimana berfungsi sebagai alat untuk melakukan rangsangan serta peka
terhadap stimulus suara/pendengaran tersebut.
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu, dimana
telinga di penuhi oleh serumen serumen yang abnormal sehingga keberadaannya justru
sebagai malah petaka bagi penderitanya, karena keberadaanya justru menganggu
sebagaimana fungsi telinga itu snediri. Antara lainnya nyeri pada liang telingga,
penurunan kepekaan pendengaran serta banyak lainnya.
Hal itu bisa terjadi karena beberapa factor, salah satu factor yang sering terjadi di
masyarakat adalah kurangnya kebersihan telingga atau jarang membersihkan telingga
sehingga serumen mejadi menumpuk, oleh karena itu kebersihan menjadi hal yang
penting sekali dalam mencegah beragai macam penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi telinga?
2. Apakah yang dimaksud dengan impaksi serumen?
3. Sebutkan etiologi impaksi serumen?
4. Jelaskan tentang patofisiologinya?
5. Sebutkan manifestasi klinik?
6. Sebutkan tentang pemeriksaan diagnostik?
7. Sebutkan komplikasi impaksi serumen?
8. Bagaimana cara penatalaksanaan impaksi serumen?
9. Bagaimana cara melakukan pengkajian keperawatan pada pasien impaksi serumen?
10. Apa diagnosa dan intervensi keperawatan impaksi serumen?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Secara umum tujuan pembuatan makalah ini adalah, supaya kita bisa mengerti serta
mengetahui tentang asuhan keperawatan Impaksi Serumen.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengerti pengertian impaksi serumen
b. Mengerti dan dapat membuat pathway
c. Dapat mengerti dan membuat asuhan keperawatan impaksi serumen.
1.4 Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembelajaran dan menambah
pengetahuan bagi mahasiswa-mahasiswa untuk mengenal lebih dalam lagi tentang
impaksi serumen.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Telinga

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.
Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali
lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan
gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan
meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat
dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan
menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga
lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir
pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme
pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.
Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan.

Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral
dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana
timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga,
Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli
(tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan
dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Telinga tengah
mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada
tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela
kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah
dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara
dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat
ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis,
atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami
robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah
kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan
telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat
kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan.
Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga
tengah dengan tekanan atmosfer.

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII
(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu
sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah
lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di
dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam
dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.

2.2 Pengertian

Impaksi serumen adalah penumpukan serumen pada kanalis eksternus dalam jumlah
dan warna yang bervariasi. Impaksi ini dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam
telingan dan kehilangan pendengaran. Impaksi bermakna pada geriatri sebagai penyebab
deficit,pendengaran Usaha untuk membersihkan dengan korek api, kapas atau jepit rambut
dapat mengakibatkan trauma yang yang akhirnya menjadi infeksi. ( www. Google/impaksi
serumen.co.id ) Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat
penumpukan serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu
(Mansjoer, Arif :1999).

2.3 Etiologi
Adanya Impaksi serumen ada beberapa factor antara lain:
1. dermatitis kronik pada telinga luar
2. liang telinga sempit
3. produksi serumen terlalu banyak dan kental
4. benda asing diliang telinga
5. terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga)

2.4 Patofisiologi

Dermatitis merupakan penyakit kulit yant terjadi pada kulit lapisan dermis. Dermatitis
yamg terjadi pada telinga menyebabkan serumen tidak dapat dikeluarkan karena adanya
krusakan kuliit,akibatnya serumen terjadi penumpukan . Kadang-kadang pada kanalis dapat
terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam telinga dan atau
kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik
sebagai penyebab defisit pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang
korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa
menyebabkan infeksi. Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran
telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacangkacangan.

2.5 Manifestasi Klinik

1. Penumpukan serumen
2. Gatal, rasa nyeri, dan rasa penuh ditelinga
3. Gangguan pendengaran (ditemukan dengan pemeriksan ketajaman pendengaran)
4. Telinga berdengung (tinitus)
5. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar (vertigo)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. CT-Scan tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang


2. Scan Galium-67, terlihat focus inf akut yg akan kembali normal dgn resolusi inf.
3. Scan Tekhnetium-99, terlihat aktifitas osteoblastik yg akan kembali normal beberapa
bulan
setelah resolusi klinik
4. MRI, monitor serebral, pembuluh darah yang terkait
5. Tes Laboratorium,sample nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotik
6. Ketajaman Auditorius.
a. Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan
b. Bisikan kata atau detakan jam tangan.
c. Bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan
ekshalasi
penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak
mendengar,
d. Pemeriksa menutup telinga yang tak diperiksa dengan telapak tangan.Dari jarak 1
sampai 2 kaki dari telinga yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien
dengan
ketajaman normal dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang
digunakan detak jam tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari
telinganya sendiri (dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan
kemudian memegang jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena
jam
tangan menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan,
maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara mengkaji
ketajaman auditorius.
7. Uji Weber
memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu
tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara
terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan
pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau
menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran
konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang
sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan
terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan
mengalami lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna
untuk kasus kehilangan pendengaran unilateral.
8. Uji Rinne
gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid
(konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu
tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi
uda-ra). Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan
bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan
pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi
tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi
mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan
pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih
baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara
diterima seperti sangat jauh dan lemah.

2.7 Komplikasi
1. Infeksi akut/ kronik
2. Tuli / gangguan pendengaran
3. Tumor telinga
4. Perdarahan telinga

2.8 Penatalaksanaan
a. Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-
gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut
dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi
jika dari telinga keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga
yang berulang, maka irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah
dan kemungkinan akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut
serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan
tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.

b. Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga,


antara lain:
1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator
(pelilit).
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan
karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan
pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai
dengan suhu tubuh.
4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara
mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar tidak
menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu. Penumpukan
serumen terutama bermakna pada populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran.
usaha membersihkan kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain
bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan infeksi. Kotoran tersebut
akan terdorong ke luar, terutama ketika kita membuka rahang lebar-lebar atau tidur miring,
Tapi, ada kalanya serumen tak mau keluar dan betah bersarang di liang telinga, terutama bila
produksinya berlebih. Bila itu terjadi, serumen terpaksa harus dikeluarkan secara manual
supaya tidak mengganggu pendengaran.

4.2 Saran

Sebagaimana kata orang tidak ada gading yang tak retak oleh karenanya makalah ini
yang berkenaan dengan Impaksi Serumen belum mendekati sempurna, maka dari itu
diperlukan saran yang berarti dan membangun untuk kesempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya serta penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adams,George L.dkk.1997. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6 : Jakarta.EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8 : Jakarta. EGC

Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3 : Jakarta. EGC

Mansjoer,Arief,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3: Jakarta. Mediaaesculapius

www. iranichi.multiply.com www.blogdokter.net/2008/.../untung-ruginya-kotoran-telinga

Anda mungkin juga menyukai