Anda di halaman 1dari 10

USULAN PENELITIAN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PEMBERIAN AIR KELAPA MUDA DAN JUS


BUAH BELIMBING TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PENDERITA
HIPERTENSI DI KELURAHAN POJOK KECAMATAN MOJOROTO KOTA
KEDIRI TAHUN 2017

PENELITIAN PRA EKSPERIMENTAL

Oleh :
Diana Maharani Kusuma Wardani
NIM. 13620832

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

sering ditemukan di negara maju maupun negara berkembang termasuk

Indonesia (Situmorang, 2015). Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan

penyakit darah tinggi didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika tekanan darah

seseorang melebihi ambang batas normal yaitu tekanan sistoliknya di atas 140

mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg yang diukur pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit (Kemenkes RI, 2012).

Hipertensi adalah penyakit yang dikategorikan sebagai silent killer disease,

karena pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan tanda dan gejala apapun

sampai adanya komplikasi pada organ tubuh. Selain itu, hipertensi juga

dikenal sebagai heterogonous group of disease karena tidak hanya diderita

oleh usia lanjut saja, melainkan juga dapat menyerang orang dewasa

(Dalimartha et al., 2008)

Pada saat ini hipertensi menjadi faktor resiko ketiga terbesar yang

menyebabkan kematian dini. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan

darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat

menimbulkan kerusakan pada ginjal, jantung dan otak bila tidak di deteksi

dan ditangani secara dini (Situmorang, 2015).

Lebih dari seperempat jumlah populasi dunia saat ini menderita

hipertensi. Berdasarkan data dari WHO tahun 2011, ditunjukkan bahwa


sebanyak 1 miliar penduduk dunia mengalami hipertensi dan akan terus

meningkat sampai tahun 2025. Di Amerika Serikat diperkirakan ada lima

puluh juta penduduk yang menderita hipertensi. Dari jumlah tersebut 68%

menyadari diagnosis penyakit mereka, 53% menerima pengobatan, dan 27%

dipanatau pada nilai ambang batas 140/90 mmHg (Diana et al., 2015). Jumlah

individu yang mengalami hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya

usia dan hal ini lebih banyak dijumpai pada orang kulit hitam dibandingkan

orang kulit putih (Kowalski, 2010).

Di Indonesia, angka kejadian hipertensi masih cukup tinggi sehingga

penanganan penyakit ini harus mendapatkan perhatian yang serius. Menurut

Riskesdas (2013), prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui

pengukuran tekanan darah penduduk yang berumur >18 tahun ada sekitar

25,8 persen. Menurut Astawan (2010), angka kejadian hipertensi pada lansia

di Jawa Timur dari hasil survei kesehatan rumah tangga tahun 2010,

menunjukkan kejadian tekanan darah tinggi cukup tinggi yaitu 83 per 1000

anggota rumah tangga. Hipertensi di Jatim menduduki top score selama tiga

tahun terakhir dibandingkan 3 kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) tertinggi

di Jawa Timur lainnya. Di Kota Kediri, jumlah penderita hipertensi pada

tahun 2015 mencapai 23,8% dari total 1.164.156 penduduk yang berusia lebih

dari 18 tahun, dimana laki – laki ada sebanyak 7,5 % dan perempuan 16,3%

(Profil Kesehatan Kota Kediri, Dinkes Kota Kediri, 2015).

Angka kejadian hipertensi ini menunjukkan bahwa penyakit hipertensi

merupakan masalah yang besar, serius dan cenderung meningkat di masa

yang akan datang karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa kecacatan
permanen dan kematian (Diana et al., 2015). Oleh sebab itu, saat ini

hipertensi menjadi prioritas utama masalah kesehatan yang terjadi di

Indonesia. Penyakit hipertensi ini bagi masyarakat sangat penting dicegah dan

diobati. Hal ini dikarenakan dapat menjadi pencetus terjadinya stroke yaitu

kerusakan pembuluh darah di otak (Muniroh et al., 2007)

Kebanyakan penderita hipertensi memiliki tekanan darah pre hipertensi

sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis

hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima .

Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki banyak menderita hipertensi

dibanding perempuan. Sementara dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih

banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada

populasi lansia (umur >60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65,4%

(Irza, 2009).

Penyebab terjadinya hipertensi sebagian besar pada pasien belum

diketahui penyebabnya. Berbagai pemeriksaan telah dilakukan dalam rangka

menegakkan diagnosis ini, khususnya yang bersifat biologik (hormonal,

renovaskuler atau lainnya) yang dalam hal ini kemudian disebut hipertensi

esensial. (Julianti et al., 2005). Faktor-faktor yang diduga berhubungan

dengan hipertensi adalah factor genetic, umur, jenis kelamin, obesitas, asupan

garam, kebiasaan merokok dan aktifitas fisik. Individu dengan riwayat

keluarga hipertensi mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk menderita

hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi (Lingga, 2012). Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan

usia, dan pria memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih
awal dibanding perempuan. Selain itu, obesitas dan asupan garam juga turut

andil dalam meningkatkan kejadian hipertensi (Situmorang, 2015).

Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi pada

organ target, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan

ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit

hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih

besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3

kali lebih besar terkena serangan jantung. Tekanan darah yang tinggi pada

lansia erat kaitannya dengan tingginya risiko bagi timbulnya berbagai

komplikasi akibat hipertensi (Situmorang, 2015) .

Pada prinsipnya hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat

ditanggulangi dengan dua cara yaitu dengan terapi farmakologi

(menggunakan obat) dan terapi non farmakologi yaitu dengan modifikasi pola

hidup sehari-hari dan kembali ke produk alami (back to nature) ('Arasj &

Rustandi, 2015). Obat anti hipertensi yang dipergunakan mengandung zat

kimia dengan berbagai efek samping, diantaranya dapat menyebabkan

hipokalemi, aritmia jantung, hipovolemi, syok, gagal ginjal dan sebagainya.

Di samping itu obat anti hipertensi juga relatif mahal dan penggunaannya

seumur hidup. Tidak semua penderita hipertensi diharuskan minum obat

hipertensi. Misalnya penderita hipertensi primer yang bisa diberikan terapi

non farmokologis untuk mengatasi masalah tekanan darah yang tinggi

(Widyatuti, 2012)

Terapi non farmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan agen

obat dalam proses terapinya atau biasa disebut dengan pengobatan alami.
Penggunaan obat dari tumbuhan yang biasa disebut dengan obat herbal

semakin meningkat sekarang ini. Peningkatan tersebut disebabkan oleh

semakin banyaknya orang yang menyadari manfaat obat herbal (Vitahealth,

2006). Alasan lain pemilihan obat herbal adalah karena hipertensi merupakan

penyakit yang kronis yang mana pada umumnya pasien yang menderita

penyakit kronis mengalami kebosanan dalam mengkonsumsi obat. Mengacu

pada konsep back to nature, salah satu penanganan non farmakologis yang

dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi adalah dengan terapi

komplementer, seperti pemanfaatan air kelapa dan buah belimbing (Diana et

al., 2015).

Salah satu tanaman yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat

adalah kelapa (Cocos nucifera L.) (Rukmana, 2004). Kelapa sangat penting,

hampir semua bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan dalam berbagai

keperluan dan khasiat dari mulai batang, daun, buah, sampai air nya

(Rukmana, 2003).`

Menurut Peni dan Sulisdiana (2015), air kelapa mengandung unsur

kalium dan natrium yang dapat mempengaruhi diuresis dan dapat digunakan

sebagai terapi pada saluran urinaria serta dapat menurunkan tekanan darah.

Kandungan kalium dalam air buah kelapa adalah yang paling tinggi yakni

sebesar 730 mg/l. Buah kelapa muda merupakan salah satu produk tanaman

tropis yang unik karena disamping komponen daging buahnya dapat langsung

dikonsumsi, juga komponen air buahnya dapat langsung diminum tanpa

melalui pengolahan.
Selain air kelapa, buah belimbing juga dapat digunakan sebagai terapi

untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Buah belimbing dapat berkhasiat

sebagai ekspektoran, antipiretik dan anti hipertensi. Kandungan dalam buah

belimbing yang dapat mempengaruhi tekanan darah diantaranya adalah

kalium dan flavonoid (Dwipayanti, 2011). Belimbing atau dalam bahasa latin

disebut juga Aveverhoa carambola memiliki kandungan air yang banyak

sehingga mempunyai efek memperlancar buang air kecil atau efek diuretic.

Kandungan kalium dalam buah belimbing ada sebanyak 176 mg/l (Diana et

al., 2015)

Mengingat kelapa dan belimbing adalah tanaman yang sering kita jumpai

di lingkungan kita dan mempunyai manfaat yang besar pula, sehingga

diharapkan dengan melakukan pengobatan hipertensi secara non farmakologis

(air kelapa dan buah belimbing), tekanan darah pada penderita bisa menurun.

Dengan demikian, masyarakat bisa meminimalisir penggunaan obat-obatan

hipertensi secara farmakologis yang biayanya cukup mahal.

Berdasarkan gambaran diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Perbedaan Efektivitas Pemberian Air Kelapa Muda Dan

Buah Belimbing Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di

Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun 2017”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah Perbedaan

Efektivitas Pemberian Air Kelapa dan Buah Belimbing terhadap Tekanan

Darah pada Penderita Hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto

Kota Kediri Tahun 2017?”


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui perbedaan

efektivitas pemberian air kelapa dan buah belimbing terhadap tekanan darah

pada paenderita hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota

Kediri Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gambaran

tekanan darah sebelum diberikan air kelapa muda pada penderita

hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun

2017.

2. Mengidentifikasi gambaran

tekanan darah setelah diberikan air kelapa muda pada penderita

hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun

2017.

3. Mengidentifikasi gambaran

tekanan darah sebelum diberikan buah belimbing pada penderita

hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun

2017.

4. Mengidentifikasi gambaran

tekanan darah setelah diberikan buah belimbing pada penderita

hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun

2017.

5. Menganalisis perbedaan

tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan air kelapa muda pada
penderita hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota

Kediri Tahun 2017.

6. Menganalisis perbedaan

tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan buah belimbing pada

penderita hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota

Kediri Tahun 2017.

7. Menganalisis perbedaan

efektivitas air kelapa dan buah belimbing terhadap tekanan darah pada

penderita hipertensi di Kelurahan Pojok Kecamatan Mojoroto Kota

Kediri Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pustaka bagi

pengembangan ilmu keperawatan pada umumnya dan khususnya tentang

perbedaan efektivitas pemberian air kelapa dan buah belimbing terhadap

perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan

keterampilan bagi peneliti dalam aplikasi metodologi penelitian dalam

menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian di masa

mendatang.

2. Bagi Tenaga Kesehatan (Profesi Perawat)

Dapat memberikan informasi bagi perawat sehingga dapat dipakai

sebagai bahan pertimbangan tindakan keperawatan ketika menghadapi


pasien dengan kondisi tekanan darah tinggi melalui terapi non

farmakologis yakni dengan mengkonsumsi air kelapa muda atau buah

belimbing.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan perlunya

pembelajaran berbagai terapi non farmakologis sebagai alternatif dalam

perawatan kepada pasien hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai