Natalia Bab 2 PDF
Natalia Bab 2 PDF
LANDASAN TEORI
dikemukakan oleh Albert Bandura (juga biasa dikenal dengan Social Learning
Theory). Teori kognitif sosial menurut Bandura menyoroti pertemuan yang kebetulan
pertemuan dan peristiwa tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia.
Cara manusia bereaksi terhadap pertemuan atau kejadian itulah yang biasanya
berperan lebih kuat dibanding peristiwa itu sendiri (Feist & Feist, 2008).
Beberapa asumsi awal dan mendasar dari teori kognitif sosial Bandura
adalah Learning Theory (teori pembelajaran) yang berasumsi bahwa manusia cukup
berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari itu semua adalah adanya
Bandura juga mengambil sudut pandang manusia sebagai agen terhadap dirinya
sendiri, artinya bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melatih kendali atas
Bandura (2001) yakin bahwa manusia (human agency) adalah makhluk yang
itu, mereka juga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri
demi menghasilkan konsekuensi yang diinginkan (dalam Feist & Feist, 2008).
12
mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka
apabila self-efficacy diaplikasikan ke dalam dunia kerja, maka menurut Stajkovic &
tindakan yang diperlukan untuk berhasil melaksanakan tugas dan dalam konteks
rendah dengan mudah yakin bahwa usaha yang mereka lakukan dalam menghadapi
tantangan yang sulit akan sia-sia, sehingga mereka cenderung untuk mengalami
gejala negatif dari stres. Sementara mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi
akan cenderung untuk melihat tantangan sebagai sesuatu yang dapat diatasi yang
diberikan oleh kompetensi dan upaya yang cukup (Bandura dalam Avey, Luthans &
Jensen, 2009).
Pandangan Hughes, Ginnett & Curphy (2009) melihat self-efficacy terdiri dari
positif ketika keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa ia percaya mempunyai kuasa
yang negatif ketika keyakinan yang dimiliki seseorang membuat dirinya lemah atau
13
Menurut Feist & Feist (2008), manusia dapat memiliki self-efficacy yang tinggi
di satu situasi namun rendah di situasi lain. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor
yang membentuk self-efficacy pada satu pribadi. Self-efficacy pribadi itu didapatkan,
dikembangkan atau diturunkan melalui satu atau lebih dari kombinasi empat sumber
experiences), (2) pemodelan sosial (social modeling), (3) persuasi sosial (social
persuasion), (4) kondisi fisik dan emosi (physical and emotional states) (dalam Feist
yang sudah dilakukan di masa lalu (Bandura dalam Feist & Feist, 2008). Biasanya,
Dalam pekerjaan, menurut Gist & Mitchell (dalam Avey, Luthans & Jensen,
14
berulang saat melakukan suatu tugas maka membuat ekspetasinya menjadi lebih
rendah. Dengan kata lain, kinerja seseorang dalam melakukan suatu tugas akan
dilakukan oleh orang lain. Self-efficacy akan meningkat ketika seseorang mengamati
pencapaian orang lain yang setara kompetensinya, tetapi akan menurun ketika
Menurut Bandura (1977); Gist & Mitchell (1992), social modeling adalah
pemodelan perilaku orang lain yang telah berhasil menyelesaikan suatu tugas.
melalui persuasi sosial. Efek persuasi sosial agak terbatas, namun apabila dalam
kondisi yang tepat akan sangat berdampak dalam meningkatkan atau menurunkan
self-efficacy. Kondisi yang dimaksud ialah seseorang harus percaya kepada sang
15
bagi self-efficacy berkaitan erat dengan status dan otoritas dari pemberi nasihat
individu bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil. Bentuk umum
Sumber terakhir dari self-efficacy adalah kondisi fisik dan emosi (Bandura,
Ketika mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan tingkat stres
yang tinggi, seseorang akan memiliki self-efficacy yang rendah. Bagi beberapa
atau peningkatan relaksasi fisik dapat meningkatkan kinerja (dalam Feist & Feist,
2008).
& Schustack, 2008). Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa melalui keempat
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja baru atau dengan kata lain keempat
karyawan baru. Antara self-efficacy dan performance atau kinerja kerja seseorang
16
memimpin atau mengarahkan seseorang ke performance kerja yang lebih baik, dan
bagian dalam sosialisasi. Sosialisasi dalam suatu organisasi adalah suatu tindakan
berperilaku dalam cara yang diterima oleh kelompok sosial dan menjadi bagian di
terdiri atas; proses formal dan informal yang memungkinkan karyawan baru menjadi
anggota yang secara berhasil dapat berfungsi dalam kolektivitas organisasi tersebut
seorang outsider menjadi insider yang efektif. Proses belajar ini termasuk
organisasi dan tujuan resmi, serta peraturan sosial yang terbentuk dari sejarah
Guttel, W. H., 2010). Hal ini tidak jauh berbeda dengan content atau dimensi dari
program orientasi yang ada dalam Klein et al. (2000); performance proficiency
17
pekerjaan dan informasi yang relevan dan tugas kepada anggota organisasi yang
baru. Dari sudut pandang organisasi, program orientasi (sebagai bagian dalam
baru menjadi familiar dengan sistem, peraturan, kondisi dan rekan kerja di tempat
kerja yang baru. Begitu juga dari sudut pandang individu, program orientasi
memudahkan karyawan baru menerima nilai-nilai, norma dan pola perilaku yang
dibutuhkan mereka untuk belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang
Blanchard & Thacker (2010) melihat program orientasi sebagai tahap awal
tentang bagaimana cara organisasi bekerja dan nilai-nilai yang dimilikinya. Oleh
karena itu, menurut Blanchard & Thacker program orientasi menjadi penting, yaitu
dimana suatu perusahaan yang dikatakan baik akan menyadari bahwa dengan
memahami perusahaan dan apa yang diharapkan dari perusahaan pada mereka
dengan mereka yang tidak mengikuti program orientasi. Terdapat beberapa positive
outcome atau hasil yang positif bagi suatu organisasi dengan menyelenggarakan
18
orientasi untuk pegawai baru, yaitu mengurangi rasa cemas, mengurangi role
yang lebih tinggi, organisasi yang lebih efektif/efisien (Blanchard & Thacker, 2010).
Untuk keterangan lebih detil tentang positive outcome dari program orientasi yang
Thacker (2010), survei menunjukkan bahwa hanya 39% dari eksekutif senior yang
organisasi.
pemahaman yang lebih baik mengenai persyaratan suatu tugas atau pekerjaan,
mastery experience terhadap tugas tersebut dan job performance nya pun semakin
meningkat begitu juga dengan self-efficacy nya. Berikutnya adalah reduced anxiety
berkaitan dengan physical and emotional states; yaitu dengan adanya program
orientasi karyawan baru, seorang karyawan baru memiliki pemahaman yang lebih
baik tentang harapan perusahaan kepada mereka juga bertemu dengan rekan kerja
penurunan tingkat kekuatiran mereka, sehingga emotional state atau kondisi emosi
karyawan baru dapat terhindar dari rasa tertekan atau stres dan dengan begitu
Telah dijelaskan sebelumnya mengenai dua topik utama dari penelitian ini,
yaitu self-efficacy dan program orientasi baru. Menurut Stajkov & Luthans (1998),
suatu penelitian meta-analysis yaitu terdiri dari 114 studi dan termasuk lebih dari
yang tinggi mampu untuk belajar keterampilan kompleks lebih mudah dibanding
dengan karyawan yang memiliki learning efficacy yang rendah (dalam Schultz &
Schultz, 2006).
20
Bauer et al. (2007) menunjukkan bahwa pencarian informasi seorang karyawan baru
yang terlihat pada Gambar 2.1 (dalam Antonacopoulou, E. P. & Guttel, W. H., 2010).
organizational socialization
dan pencarian informasi dari karyawan baru (new comer information seeking)
satunya adalah self-efficacy. Dimana jika dilihat outcomes yang diperoleh memiliki
persamaan dengan positive outcomes dari program orientasi yang efektif pada Tabel
turnover. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa program orientasi karyawan baru
karyawan baru sebagai salah satu faktor dalam penyesuaian diri mereka sebagai
new comer pada perusahaan tersebut yang nantinya akan menghasilkan beberapa
mencapai positive outcomes tersebut maka yang menjadi penentu adalah dalam
karyawan baru seperti apa yang dapat mempengaruhi self-efficacy karyawan baru
sehingga terjadinya new comer adjustment yang berhasil dan mencapai outcomes
yang diharapkan.
baru dalam program orientasi karyawan baru adalah metode pembelajaran (method
learning, training dan coaching (Hughes, Ginnett & Curphy, 2009). Dari metode
baru adalah traditional learning yakni dalam penelitian ini akan diberikan beberapa
materi atau topik soft skill ke dalam program orientasi karyawan baru, untuk dapat
melihat apakah pemberian materi soft skill tersebut memiliki peran terhadap self-
Dalam dunia kerja, skill atau keterampilan terbagi dalam dua istilah; hard
skills dan soft skills. Hard skills merupakan keterampilan terkait dengan prosedur
teknikal atau administratif yang berhubungan dengan bisnis inti dari suatu
dapat dengan mudah diobservasi dan diukur. Di lain pihak, soft skills (juga disebut
22
dengan people skills) merupakan keterampilan yang sulit untuk diobservasi dan
diukur. Kebutuhan people skills dalam pekerjaan sama seperti kebutuhan setiap
Pada penelitian ini soft skill yang dimaksud merupakan keterampilan yang
dibutuhkan oleh seorang karyawan baru agar mereka memiliki self-efficacy yang
baik. Content atau isi dari pemberian materi soft skill yang berhubungan dengan self-
efficacy antara lain motivasi dan panduan menghadapi kesulitan dan tantangan
23