Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

MENINGITIS TUBERKULOSA

Oleh :
Erizon
1408465713

Pembimbing :
dr. Enny Lestari, Sp S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2016
RSUD ARIFIN ACHMAD
Fakultas Kedokteran UR
SMF/ BAGIAN SARAF
Sekretariat : SMF Saraf - Irna Medikal Lantai 4
Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225
PEKANBARU

STATUS PASIEN

Nama Koass : Erizon


NIM/ NUK : 1408465713
Pembimbing : dr. Enny Lestari, Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Ny. IA
Umur 20 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Alamat Kerinci Kanan
Agama Islam
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS 14 Februari 2016
Medical Record 931xxx

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ayah dan ibu kandung pasien

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.

1
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak ± 2 minggu SMRS pasien mengalami demam. Demam berlangsung
hampir sepanjang hari namun tidak terlalu tinggi. Keluhan demam disertai
dengan batuk berdahak, tidak nafsu makan, badan lemas dan sering berkeringat di
malam hari. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan hebat
dan kepala rasa mau pecah. Selama demam pasien lemah dan hanya berbaring di
tempat tidur. Mual dan muntah tidak ada. Kejang dan kelemahan sesisi anggota
gerak juga disangkal. Pasien sejak dulu berperawakan kurus. Semenjak sakit,
pasien terlihat jauh lebih kurus. Keluarga tidak mengetahui berat badan pasien
turun berapa kilo sejak sakit. Keluhan congek-an, flu, nyeri tenggorokan, nyeri
telinga, nyeri perut, nyeri tulang dan sendi, sakit kulit dan trauma disangkal.
Ketika demam, pasien sempat dibawa berobat ke RS Selasih di Kerinci,
dan diberi obat penurun panas dan obat lain, namun keluarga pasien lupa nama
obatnya. Panas hanya berkurang sebentar. Karena nyeri kepala dirasakan pasien
makin hebat dan kondisi badannya makin lemah, pasien dibawa berobat ke RS
Efarina dan dirawat.
Hari ke-2 perawatan di RS Efarina , pasien mengalami penurunan
kesadaran. Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba. Mata kadang terbuka, kadang
tertutup. Pandangan mata kosong. Pasien tidak bisa diajak berbicara sama sekali,
tidak menjawab jika diajak bicara. Pasien juga mengompol dan BAB di
celananya. Warna BAK dan BAB normal seperti biasa. Pasien sempat menjalani
pemeriksaan CT Scan kepala dan dikatakan oleh dokter pasien harus dirujuk ke
RSUD Arifin Achmad.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
- Pasien tidak memiliki riwayat minum obat selama 6 bulan, batuk lama (+),
keringat malam hari (+), nyeri sendi dan tulang (-)
- Riwayat Trauma (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes mellitus (-)

2
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama
- Riwayat minum obat selama 6 bulan, batuk lama (-), keringat malam hari (-),
nyeri sendi dan tulang (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes mellitus (-)

RESUME ANAMNESIS
Ny. IA umur 20 tahun datang ke IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS. Sebelumnya, pasien demam
tidak terlalu tinggi selama ± 2 minggu, nyeri kepala, badan lemah, dan berat
badan menurun. Tidak ada hal lain yang dikeluhkan.

III. PEMERIKSAAN (Tanggal : 15 Januari 2016)


A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut nadi : 82x/menit,teratur
Suhu : 37,6oC
RR : 20 x/menit, teratur

Mata : Ca -/-, Si -/-. Mata cekung


Telinga : dbn
Jantung : S1 S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : ves +/+, rh +/+, wh-/-, retraksi (-), simetris.
Abdomen : dbn, turgor kembali cepat
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB
Vertebrae : dbn
Status Gizi : Berat badan : (?) kg Tinggi badan : 160 cm
Perawakan kurus.

3
B. STATUS NEUROLOGIK
1) KESADARAN : GCS : (E2M4V2)
2) FUNGSI LUHUR : Sulit dinilai
3) KAKU KUDUK : (+)
4) SARAF KRANIAL :

1. N. I (Olfactorius)
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapang pandang Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengenalan warna Sulit dinilai Sulit dinilai

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Ø 3 mm Ø 3 mm Refleks pupil (+),
Gerak bola mata Sulit dinilai Sulit dinilai ptosis (-)
Refleks pupil
Langsung + +
Tidak langsung + +

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

4
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks kornea Sulit dinilai Sulit dinilai

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Strabismus (-) (-) Sulit dinilai
Deviasi (-) (-)
Doll eyes phenomenon positif

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Tic (-) (-)
Motorik:
- Sudut mulut Normal Normal
- Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai Sudut mulut dan lipatan
- Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai nasolabial normal
- Mengangkat alis Sulit dinilai Sulit dinilai
- Lipatan nasolabial Normal Normal
- Meringis Sulit dinilai Sulit dinilai
Daya perasa Sulit dinilai Sulit dinilai

8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Tes tepuk kiri-kanan + +
Nystagmus (-)

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
Daya perasa Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks muntah Sulit dinilai Sulit dinilai

5
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Disfonia Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik Sulit dinilai Sulit dinilai
Trofi eutrofi eutrofi
Sulit dinilai
Tremor - -
Disartri Sulit dinilai Sulit dinilai

IV. SISTEM MOTORIK


Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal Sulit dinilai Sulit dinilai
Proksimal Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger.involunter (-) (-)
Ekstremitas bawah
Kekuatan Sulit dinilai
Distal Sulit dinilai Sulit dinilai
Proksimal Sulit dinilai Sulit dinilai
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Ger.involunter (-) (-)

Badan
Trofi Eutrofi Eutrofi Normal
Ger. involunter (-) (-)
Ref.dinding perut (+) (+)

6
V. SISTEM SENSORIK
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba Sulit dinilai Sulit dinilai
Nyeri Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Suhu Sulit dinilai Sulit dinilai
Propioseptif Sulit dinilai Sulit dinilai

VI. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps +N +N
Triseps +N +N Normal
KPR +N +N
APR +N +N
Patologis
Babinski - -
Chaddock - - Refleks patologis (-)
Hoffman Tromer - -
Reflek primitif :
Palmomental - -
Snout - -

VII. FUNGSI KORDINASI


Kanan Kiri Keterangan
Test telunjuk hidung Sulit dinilai Sulit dinilai
Test tumit lutut Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai
Gait Sulit dinilai Sulit dinilai
Tandem Sulit dinilai Sulit dinilai
Romberg Sulit dinilai Sulit dinilai

VIII. SISTEM OTONOM


 Miksi : terpasang kateter
 Defekasi :-

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN


 Laseque : -/-
 Kernig : -/-
 Patrick : -/-
 Kontrapatrick : -/-
 Valsava test :-
 Brudzinski I : -/-
7
X. RESUME PEMERIKSAAN
 Kesadaran : (E2M4V2)
 TTV : dBn
 Fungsi luhur : Sulit dinilai
 Rangsang meningeal : Kaku kuduk (+)
 Fungsi luhur, saraf cranial, motorik, sensorik, koordinasi :Sulit dinilai
 Otonom : Terpasang Kateter
 Refleks
- Fisiologis : (+) Normal
- Patologis : (-)

DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS KLINIS : Meningitis
DIAGNOSIS TOPIK : Meningens
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Meningitis tuberkulosa
DIAGNOSIS BANDING : Meningitis purulenta
DIAGNOSIS TAMBAHAN : TB Paru

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit darah
3. Foto Toraks
4. CT Scan Kepala
5. Lumbal pungsi & kultur CSS, foto torakolumbal, antigen anti TB, LED
ulang, Ur-Cr ulang.
6. Pemeriksaan BTA sputum

E. TERAPI (dari IGD)


1. Non Farmakologis
a. Tirah baring, NGT, DC
b. Kontrol TTV
2. Farmakologis
- IVFD RL 12 tetes/menit

8
- Inj. Citicolin 2x500 mg IV
- Inj. Dexamethason 2x5 mg IV
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV

F. HASIL PEMERIKSAAN (dari laboratorium IGD 14-08-2016)


Darah rutin (14 Agustus 2016)
Hb : 9,4 gr%
Ht : 30,2 vol%
Leukosit : 8.950 /mm3
Trombosit : 495.000/mm3
LED : 9 mm /jam
Kesan : Anemia

Kimia darah (14 Agustus 2016)


Glu : 102 mg/dl
Ureum : 26 mg/dl
Creatinin : 0,8 mg/dl
Kolesterol : 157 mg/dl
SGOT :-
SGPT :-
Albumin :-

Elektrolit Darah (14-08-2016)


Na+ : 140,0 mmol/L
K+ : 2,80 mmol/L
Ca++ : 0,10 mmol/L
Kesan: Hipokalemi, Hipokalsemi

9
Hasil foto thorax (14-08-2016)

Kesan

Cor : dalam batas normal


Pulmo : tampak infiltrate pada
kedua lapangan paru, kesan TB paru

Hasil CT Scan kepala dengan kontras (16-08-2016)

Kesan : Hydrocephalus
Edema cerebri
ec Meningo ensefalitis

10
FOLLOW UP

Subjective Assessment
Tanggal
Objective Tatalaksana
16 Meningitis Tuberculosa
Agustus Subjective: IVFD RL 12 tpm
2016 Penurunan kesadaran, demam (+) Citicolin 2x500 mg IV
Objective: Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
Kesadaran: somnolen Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
TD: 110/90 mmHg, Nadi: 90x/menit Indikasi masuk HCU
RR: 25x/menit Suhu: 39,00C Cek BTA (sampel tidak ada)
GCS: E2M4V3
Rangsang meningeal (+) Hasil konsul paru:
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Pasien dengan penurunan kesadaran
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) PF paru : vesicular +/+, Rh +/+, Whz -/-
 VII : sudut mulut dan lipatan Pasien dengan TB paru, hasil BTA (?)
nasolabial normal Suspect Meningitis TB, Berikan injeksi
Motorik: sulit dinilai ceftriaxon 1 gr/12jam, berikan OAT 1xIII
Sensorik: sulit dinilai Omeprazol 1x 40mg IV
Refleks fisiologis: + +
+ + Hasil konsul PD
Refleks patologis: babinski -/- Anemia chronic disease
Otonom : terpasang kateter Hipokalemia+hipokalsemia
Saran: cek ulang elektrolit, berikan asam folat
Hasil CT scan kepala dengan kontras 3x1 tablet, cek ulang SI, TIBC dan feritin

Kesan: Edema cerebri, Hydrocephalus

11
18 Meningitis TB+TB paru
Agustus Subjective:
2016 Penurunan kesadaran, demam (-) IVFD RL 20 tpm
Objective: Citicolin 3x500 mg IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Kesadaran: sopor Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
TD: 134/84 mmHg Nadi: 80x/menit Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
RR: 20x/menit Suhu: 370C Asam folat 3x1 tablet
GCS: E1M3V1 Omeprazol 1x40 mg IV
Rangsang meningeal (+) OAT (hari I)
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Rifampisin 1x450 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) INH 1x300 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan Ethambutol 1x1000 mg
nasolabial normal PZA 1x1000 mg
Motorik: sulit dinilai
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter

Hasil lab:
Serum iron : 140 ug/L
TIBC : 370 ug/L
Natrium: 140 mEq/L
Kalium: 4,8 mEq/L
Klorida: 100 mEq/L
19 Agus Subjective: Meningitis TB+TB pau
2016 Penurunan kesadaran, demam (-)
Objective: IVFD RL 20 tpm
Keadaan umum: tampak sakit berat Citicolin 3x500mg IV
Kesadaran: somnolen Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
TD: 120/90 mmHg Nadi: 90x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
RR: 22x/menit Suhu: 36,60C Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
GCS: E2M5V2 Asam folat 3x1 tablet
Rangsang meningeal (+) Omeprazo1x40 mg IV
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai OAT (hari II)
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) Rifampisin 1x450 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan INH 1x300 mg
nasolabial normal Ethambutol 1x1000mg
Motorik: sulit dinilai PZA 1x1000 mg
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter

12
20 Agus Subjective: Meningitis TB+TB paru
2016 Penurunan kesadaran, lemah anggota
gerak (-), demam (-) IVFD RL 20 tpm
Objective: Citicolin 3x500mg IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Kesadaran: somnolen Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
TD: 113/78 mmHg Nadi: 85x/menit Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
RR: 22x/menit Suhu: 36,60C Asam folat 3x1 tablet
GCS: E3M4V3 Omeprazo1x40 mg IV
Rangsang meningeal (+) OAT (hari III)
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Rifampisin 1x450 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) INH 1x300 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan Ethambutol 1x1000mg
nasolabial normal PZA 1x1000 mg
Motorik: sulit dinilai Cek darah rutin, SI, TIBC, Feritin, Elektrolit
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter
22 Agus Subjective: Meningitis TB+TB paru
2016 Penurunan kesadaran, lemah anggota
gerak (-), demam (-) IVFD RL 20 tpm
Objective: Citicolin 3x500mg IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Dexamethason 5 mg/8jam
Kesadaran: somnolen Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
TD: 102/65 mmHg Nadi: 85x/menit Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam
RR: 22x/menit Suhu: 36,50C Asam folat 3x1 tablet
GCS: E4M3V4 Omeprazo1x40 mg IV
Rangsang meningeal (+) OAT (hari IV)
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Rifampisin 1x450 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) INH 1x300 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan Ethambutol 1x1000mg
nasolabial normal PZA 1x1000 mg
Motorik: sulit dinilai
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter
Hasil lab: -

13
23 Subjective: Subjective: Meningitis TB+TB paru
Agustus Penurunan kesadaran, lemah anggota
2016 gerak (-), demam (-), batuk (+) IVFD RL 20 tpm
Objective: Citicolin 3x500mg IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Kesadaran: somnolen Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
TD: 102/66 mmHg Nadi: 93x/menit Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
RR: 18x/menit Suhu: 36,40C Asam folat 3x1 tablet
GCS: E3M4V3 Omeprazo1x40 mg IV
Rangsang meningeal (+) OAT (hari V)
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Rifampisin 1x450 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) INH 1x300 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan Ethambutol 1x1000mg
nasolabial normal PZA 1x1000 mg
Motorik: sulit dinilai Pindah rawat ke ruang flamboyan
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski +/+
Otonom: terpasang kateter
Hasil lab (-)

24 Subjective: Subjective: Meningitis TB+TB paru


Agustus Penurunan kesadaran, lemah anggota
2016 gerak (-), demam (-) IVFD RL 20 tpm
Objective: Citicolin 3x500mg IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Kesadaran: somnolen Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
TD: 110/70 mmHg Nadi: 85x/menit Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
RR: 20x/menit Suhu: 37 0C Asam folat 3x1 tablet
GCS: E3M3V3 Omeprazo1x40 mg IV
Rangsang meningeal (+) OAT (hari VI)
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Rifampisin 1x450 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) INH 1x300 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan Ethambutol 1x1000mg
nasolabial normal PZA 1x1000 mg
Motorik: sulit dinilai
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter

14
25 Subjective: Subjective: Meningitis TB+TB paru
Agustus Penurunan kesadaran, lemah anggota
2016 gerak (-), demam (-) IVFD RL 20 tpm
Objective: Citicolin 3x500mg IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Kesadaran: sopor Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
TD: 120/70 mmHg Nadi: 84x/menit Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
RR: 20x/menit Suhu: 37,30C Asam folat 3x1 tablet
GCS: E2M3V2 Omeprazo1x40 mg IV
Rangsang meningeal (+) OAT (hari VII)
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai Rifampisin 1x450 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) INH 1x300 mg
 VII : sudut mulut dan lipatan Ethambutol 1x1000mg
nasolabial normal PZA 1x1000 mg
Motorik: sulit dinilai
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter
26 Subjective: Subjective: Meningitis TB+TB paru
Agustus Penurunan kesadaran, lemah anggota IVFD RL 20 tpm
2016 gerak (-), demam (+) Citicolin 3x500mg IV
Objective: Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
Kesadaran: somnolen Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
TD: 120/70 mmHg Nadi: 84x/menit Asam folat 3x1 tablet
RR: 20x/menit Suhu: 380C Omeprazo1x40 mg IV
GCS: E3M4M3 OAT (hari VIII)
Rangsang meningeal (+) Rifampisin 1x450 mg
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai INH 1x300 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) Ethambutol 1x1000mg
 VII : sudut mulut dan lipatan PZA 1x1000 mg
nasolabial normal Cek elektrolit
Motorik: sulit dinilai
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter

15
27 Agus Subjective: Meningitis TB+TB paru
2016 Penurunan kesadaran, lemah anggota IVFD RL 20 tpm
gerak (-), demam (+) Citicolin 3x500mg IV
Objective: Inj. Dexamethason 5 mg/8jam IV
Keadaan umum: tampak sakit berat Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV
Kesadaran: somnolen Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam IV
TD: 110/70 mmHg Nadi: 85x/menit Asam folat 3x1 tablet
RR: 22x/menit Suhu: 39,20C Omeprazo1x40 mg IV
GCS: E3M4V2 OAT (hari IX)
Rangsang meningeal (+) Rifampisin 1x450 mg
Saraf Kranial: lain-lain sulit dinilai INH 1x300 mg
 II, III: refleks pupil (+/+), ptosis (-) Ethambutol 1x1000mg
 VII : sudut mulut dan lipatan PZA 1x1000 mg
nasolabial normal CT scan tanpa kontras
Motorik: sulit dinilai Hasil konsul bedah saraf (?)
Sensorik: sulit dinilai
Refleks fisiologis: + +
+ +
Refleks patologis: babinski -/-
Otonom: terpasang kateter
Hasil lab:
Na+ = 128 mmol/L( hiponatremi)
K+= 3,3 mmol/L (hipokalemi)
Ca++=0,34

Hasi CT scan tanpa kontras

Kesan : Hydrocephalus

PEMBAHASAN

16
1. DEFINISI
Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang
mengenai selaput otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai
meningens. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme
seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Meningitis tuberkulosa merupakan salah
satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru.
Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan
hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit,
tulang, sendi, dan selaput otak.1

2. ANATOMI FISIOLOGI
Meningens terdiri dari tiga lapis, yaitu:2,3
1. Pia mater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulkus, fisura dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fisura transversalis di bawah corpus callosum. Di tempat ini
piamater membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis,
dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah
choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-
ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
2. Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dan
durameter.
3. Dura mater merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal
dari jaringan ikat yang tebal dan kuat. Dura kranialis atau pachymeninx
adalah struktur fibrosa yang kuat dengan lapisan dalam (meningen) dan
lapisan luar (periosteal). Duramater lapisan luar melekat pada
permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum. Di antara
kedua hemispher terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri yang
melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang

17
sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater
bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke kedua sisi

Gambar 1. Lapisan meningens

3. EPIDEMIOLOGI
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas
dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis
TB terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun
1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis
TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-
ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang
menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi
TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, infeksi HIV dan
diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih
sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan.4

4. ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi menjadi
dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
adalah radang selaput otak arakhnoid dan pia mater yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lain

18
seperti virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan pia mater
yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumonia (pneumokok), Nesseria meningitidis (meningokok), Streptococcus
haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa.5

5. PATOGENESIS
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula
terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen
selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB
kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat
terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak)
akibat trauma atau proses imunologik, dan langsung masuk ke ruang
subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3–6 bulan setelah infeksi primer.5
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk
kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid,
parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan
dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan
dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt,
dll. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis.
Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan
meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak,
penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir
dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi6

Berikut ini merupakan Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa.

19
BTA masuk tubuh Tersering melalui inhalasi, Multiplikasi
Jarang pada kulitsaluran cerna

Membentuk Penyebaran Infeksi paru /


Meningens
tuberkel hematogen focus infeksi lain

BTA tidak aktif / Bila daya tahan Rupture tuberkel


dormain tubuh menurun meningeal

Pelepasan BTA ke ruang


MENINGITIS
subarachnoid

Skema patofisiologi terjadinya meningitis

6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosa
dikelompokkan dalam tiga stadium:7

A. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)


Pada fase Prodromal ini, gejalanya akan berlangsung 1 - 3 minggu.
Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan
neurologis . Gejala yang akan timbul yaitu:
 Demam, Anoreksia
 nyeri perut, sakit kepala
 mual, muntah dan konstipasi

B. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)


Pada fase ini akan terjadi rangsangan pada selaput otak /
meningen.Hal ini ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat
yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks
Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu,
terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak sehingga akan
20
menyebabkan gangguan otak / batang otak.
Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan
mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan
kesadaran, papil edema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis
menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis.
Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis
dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
Gejala yang ditimbulkan pada stadium ini adalah:
 Akibat rangsang meningen, pasien akan mengeluhkan sakit kepala
berat dan muntah.
 Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak, pasien akan tampak
disorientasi, bingung, kejang, tremor, hemibalismus / hemikorea,
hemiparesis / quadriparesis, serta akan terjadi penurunan kesadaran.
 Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial. Saraf kranial
yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII. Pada pasien
akan ditemukan strabismus, diplopia, ptosis, reaksi pupil lambat,
gangguan penglihatan kabur.

C. Stadium III (koma / fase paralitik)


Pada stadium ini akan terjadi terjadi percepatan penyakit, berlangsung
selama ± 2-3 minggu, Gangguan fungsi otak semakin jelas, terjadi akibat
infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat
yang mengalami organisasi.
Gejala yang akan ditemukan pada stadium ini yaitu:
 pernapasan irregular
 edema papil
 hiperglikemia
 kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, stupor, koma, otot
ekstensor menjadi kaku dan spasme,opistotonus, pupil melebar.
 nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
 hiperpireksia
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu
dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung
selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang
21
penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat .

7. DIAGNOSIS
Diagnosa pada pasien meningitis TB dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaaan penunjang.8
 Anamnesis
Pada anamnesis akan menunjukkan keluhan utama seperti panas, nyeri
kepala, dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Keluhan meningismus, letargi,
malaise, kejang, atau muntah proyektil karena peningkatan tekanan intrakranial
tetapi keluhan ini tidak sama pada satu penderita dengan yang lain (tidak khas).
 Pemeriksaan Fisik
Pada Pemeriksaan fisik, pasien dengan meningitis TB akan ditemukan
tanda-tanda rangsang meningeal antara lain kaku kuduk, tanda Kernig, tanda
Brudzinski I dan Brudzinski II, serta pada stadium lanjut akan ditemukan
kelumpuhan saraf kranialis.
 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa
cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk
jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
2. Pemeriksaan darah rutin, kimia darah, pemeriksaan elektrolit dan
glukosa darah untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan
elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar
glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
3. Pemeriksaan radiologi.
 Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

22
 Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan
kelainan kira-kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau
fokal.
 CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan
di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
 Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis
adalah normal pada awal penyakit. Seiring berkembangnya
penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah enhancement
di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai
dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih
dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent,
biasanya di daerah korteks serebri atau talamus .
 Pemeriksaan tambahan lainnya :
 Tes Tuberkulin
 Ziehl-Neelsen ( ZN )
 PCR ( Polymerase Chain Reaction )

8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada meningitis tuberkulosis prinsipnya sama dengan
pengobatan tuberkulosis primer. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang
digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.9
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 Rifampisin •Pirazinamid
 INH• Streptomisin
 Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
 Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg

23
 Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH

 Dosis OAT
 Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600 mg 2-3X/ minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg BB < 40 kg : 300 mg
BB 40-60 kg : 450 mg dosis intermiten 600 mg / kali
 INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15
mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten :
600 mg / kali.
 Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50
mg /kg BB 2 X semingggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
 Etambutol : fase intensif 20 mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30
mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB > 60kg : 1500 mg BB < 40 kg : 750 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
 Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
Berikut ini adalah tabel secara ringkas yang menunjukkan tata cara
pemberian OAT.

24
Tabel. Panduan Pemberian OAT

Efek Samping OAT :


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.1

Tabel Efek samping OAT


25
9. PROGNOSIS
Faktor yang mempengaruhi prognosis pada penderita meningitis yaitu
umur penderita, jenis kuman penyebab, berat ringan infeksi , lama sakit sebelum
mendapat pengobatan.

10. DASAR DIAGNOSIS


a. Dasar diagnosis klinis
Dari anamnesis diketahui bahwa gejala yang dialami pasien yaitu
awalnya pasien mengeluhkan demam. Keluhan demam selama ± 2 minggu.
Demam tidak terlalu tinggi. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang hebat
dan rasa kepala mau pecah . 1 hari SMRS, pasien mengalami penurunan
kesadaran. Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan ditemukan kesadaran
menurun, GCS E2M4V3 dan rangsang meningeal positif. Hal ini sesuai
dengan teori meningitis.

b. Dasar diagnosis topik


Topik meningens dipikirkan pada pasien karena ditemukan adanya tanda-
tanda rangsang meningeal yaitu kaku kuduk (+).

c. Dasar diagnosis etiologik


Pada meningitis, untuk mengetahui etiologinya, gold standard adalah
pemeriksaan lumbal pungsi. Berikut tabel perbedaan meningitis purulenta dan
meningitis serosa.

Meningitis Purulenta Meningitis Serosa


(Meningitis bacterial) (Meningitis aseptic)
Etiologi Bakteri non spesifik: Mycobacterium tuberculosa.
Diplococcus pneumoniae Virus (herpes simplex dan herpes
(pneumokok), zoster), Toxoplasma gondhii dan
Neisseria meningitis Ricketsia.
(meningokok),
Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae,
Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa

26
Gejala a. Bersifat akut, atau a. Apatis
klinis langsung kronis b. Refleks pupil lambat
dan b. Suhu tubuh tinggi, c. Pada pemeriksaan neurologik
pemerik nyeri kepala yang hebat ditemukan tanda-tanda
saan yang menjalar ke perangsangan meningeal kaku
fisik tengkuk kuduk (+)
c. Nadi melambat yang d. kelumpuhan saraf
kemudian cepat e. Tanda kernig (+)
d. Kesadaran mulai f. Tanda brudzinski I dan II (+)
menurun dari delirium
sampai ke koma
e. Pada pemeriksaan
neurologik ditemukan
tanda-tanda
perangsangan
meningealkaku kuduk
(+) dan dapat ditemukan
pula kelumpuhan saraf
f. Tanda kernig (+)
g. Tanda brudzinski I dan
II (+)
Pemerik Analisis CSS dari fungsi Analisis CSS dari fungsi lumbal :
saan lumbal :  tekanan bervariasi, cairan CSS
penunja  tekanan meningkat, biasanya jernih, sel darah putih
ng cairan keruh/berkabut, meningkat, glukosa dan protein
jumlah sel darah putih biasanya normal, kultur
dan protein meningkat biasanya negatif, kultur virus
glukosa meningkat, biasanya dengan prosedur
kultur positip terhadap khusus
beberapa jenis bakteri
 LDH serum : meningkat
 Leukosit: peningkatan
neutrofil

Gold standard untuk mengetahui etiologi pada meningitis TB yaitu lumbal


pungsi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan. Fokus primer tuberkulosis pada
pasien ini ditemukan dari gambaran rongten thorax, yang menunjukkan gambaran
tuberculosis paru. Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer.
Keterlambatan pengobatan memiliki mortalitas yang tinggi.

d. Dasar diagnosis banding


Meningitis purulenta dipikirkan karena pada anamnesis ditemukan
demam, nyeri kepala, dan pada pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk (+).
Untuk menyikingkirkan diagnosis banding maka perlu dilakukan pemeriksaan
LCS. Namun pada pasien tidak dilakukan.

27
e. Dasar usul pemeriksaan penunjang:
1. Lumbal pungsi serta kultur: gold standard.
2. Antigen Anti TB: memastikan diagnosis TB.
3. LED dan ureum-creatinine : untuk follow-up.
4. Pemeriksaan radiologi.
 X-ray thorakolumbal : mencari kemungkinan spondilitis TB.
 CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan
di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.

f. Dasar penatalaksanaan:
 Penatalaksanaan meningitis tuberkulosa prinsipnya sama dengan
penatalaksanaan tuberkulosis primer. Pengobatan menggunakan
OAT (obat anti tuberkulosis) menurut guideline yang sudah ada.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Israr YA. Meningitis. Faculty of Medicine, University of Riau, Arifin


Achmad General Hospital of Pekanbaru: 2008; 1-6.

2. Bidstrup C, Andersen PH, Skinhøj P, Andersen AB. Tuberculous meningitis


in a country with a low incidence of tuberculosis: still a serious disease and a
diagnostic challenge.Scand J Infect Dis 2002;34:811e4.

3. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. Practice guidelines for the
management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004; 39:
(9) 1267-84.

4. Musfiroh S, dkk. Tuberkulosis Sistem Saraf Pusat di RSUP Dr.Sardjito


Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran. 2010: 32(3).

5. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Yogyakarta; Gadjah Mada


University Press: 2003. P.54.

6. Baran J, Riederer KM, Khatib R. Tuberculous meningitis. Eur J Clin


Microbiol Infect Dis. 2010; 19(1) : 47 – 50.

7. Muliawan S. Haemophilus Influenzae As a Cause of Bacterial Meningitis in


Children. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 58(11): 438-443.

8. Gunawan D. Infeksi Susunan Saraf Pusat di RSUP Dr. Hasan Sadikin


Bandung. Buletin Neurologi Psikiatri Neurochirurgi. 2005; 1(8) : 30 – 40.

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: 2011.

10. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana


Tuberkulosis. Jakarta: 2013.

29

Anda mungkin juga menyukai