Anda di halaman 1dari 161

Volume 2, Nomor 3, Juni 2015

JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA VOL. 2 NO. 3 HAL.305-453 JUNI 2015 ISSN 2338-4557
Volume 2, Nomor 3, Juni 2015

Fax: 031 502 6288, E-mail: fmi.pusat@gmail.com


Volume 2, Nomor 3, Juni 2015

305-324 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2013
Christian Meichael Renaldo Situmorang, I Made Sudana

325-343 REAKSI PASAR TERHADAP PERISTIWA POLITIK TERKAIT JOKOWI DI BURSA EFEK INDONESIA
Anis Sundiyah, I Made Sudana

344-363 ANALISIS PERENCANAAN STRATEGI PEMASARAN PADA PT. HAPEEL PHARMINDO


Syaifuddin Fahmi

364-373 ANALISIS KINERJA KOPERASI MINO SAROYO KABUPATEN CILACAP


Dian Wijayanto

374-381 ACCURATE SOFTWARE IMPLEMENTATION FOR ACCOUNTING INFORMATION SYSTEM CORPORATE


(CASE STUDY YANATA)
Ong Felycia Christiana, Rinabi Tanamal, Kartika Gianina Tileng

382-392 IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI POINT OF SALES DAN INVENTORY BERBASIS WEB UNTUK RETAIL
(UD. MULIA JAYA)
Hans Setiawan, Rinabi Tanamal, David B. Tonara

393-406 PENGARUH CELEBRITY ENDORSER, KUALITAS PRODUK DAN IKLAN TERHADAP KEPUTUSAN
PEMBELIAN BEDAK PIXY
Annisa Intan Lestari, Endang Ruswanti

407-421 UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN COFFEE SHOP MELALUI ANALISIS VARIABEL STORE
ATMOSPHERE, CITRA MEREK, PREFERENSI MEREK COFFEE SHOP DI MEDIA SOSIAL DAN PROMOSI
(TEMUAN PADA J.CO PARAGON MALL, SEMARANG)
Mudiantono, Lea Handayani Sudarmono, Kholidin

422-442 MENIMBANG DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA,
DAN THAILAND
Vonny Setianda, Roos Kities Andadari

443-453 THE INFLUENCE OF CAPITAL, NUMBER OF WORKING HOURS, WORKS FORCE AND TIME TO RUN
BUSINESS ON OPERATING INCOME OF ANGKRINGAN IN YOGYAKARTA
Utik Bidayati, Salamatun Asakdiyah
Fax: 031 502 6288
E-mail: fmi.pusat@gmail.com
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA PERUSAHAAN BUMN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2013

Christian Meichael Renaldo Situmorang


Email: cmrs.situmorang@yahoo.com
I Made Sudana,
Email: imadesudana@yahoo.co.id

DepartemenManajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,


Universitas Airlangga

Abstract

This study aims to determine the effect of good corporate governance on corporate’s
financial performance and market value. Comprehensively, the influence of good corporate
governance is proxied by corporate governance perception index and partially are proxied by the
quality of information disclosure, independent commisioner, board size, remuneration and
nomination committee, institutional ownership, and managerial ownership. The company's
financial performance is proxied by the return on assets and market value is proxied by Tobins'q.
The study also use other variables, they are firm size, economic conditions, and leverage. The
sample used in this study is a non-financial state-owned enterprises that is listed on the Indonesia
Stock Exchange in the year of 2005 to 2013The analysis technique used is multiple linear
regression. Corporate governance perception index has an unsignificant positive effect on the
firm’s financial performance and market value. The quality of information disclosure,
institutional ownership, and managerial ownership have a significant positive effect on firm’s
performane. Board size, remuneration and nomination committee, company size, and economi
conditions have an unsignificant positive effect on the firm’s financial performance and market
value, while independent commisioner and leverage have an unsignficant negative impact on the
firm’s financial performance and market value.
.
Keywords: good corporate governance, corporate governance perception index, return on
assets, Tobins’q

LATAR BELAKANG

Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 merupakan tonggak sejarah dalam
ekonomi Indonesia. Menurut Mitton (2002) dan Komisi Nasional Kebijakan Governance (2006),
salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Indonesia adalah lemahnya penerapan good
corporate governance yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sejak saat itu,
praktik tata kelola perusahaan yang baik atau yang sering disebut sebagai good corporate
governance menjadi perhatian kalangan pebisnis dan perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Pada tahun 1999 Komite Nasional Kebijakan Governance mengeluarkan pedoman
corporate governance yang mengharapkan seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) mempraktikan prinsip ini. Pedoman tesebut berhasil meningkatkan penerapan
GCG di kalangan dunia usaha secara bertahap (KNKG, 2006). Untuk menyeragamkan penerapan
good corporate governance dan mengingatkan BUMN yang belum menjalankan praktik

305
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
tersebut, dan pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri (PERMEN) BUMN No. 01
pada tahun 2011 yang menegaskan PERMEN BUMN No. 117 pada tahun 2002, yang
menyatakan BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan.
Di Indonesia, terdapat institusi independen yang sejak tahun 2001 telah rutin melakukan
penilaian atas good corporate governance pada perusahaan-perusahaan BUMN maupun swasta,
lembaga tersebut adalah The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG). Keluaran
yang dihasilkan oleh IICG adalah Corporate Governance Perception Index (CGPI) dengan
rentang skor 0 hingga 100. Corporate Governance Perception Index mengukur berbagai aspek,
baik internal dan eksternal perusahaan yang mewakili komponen-kompenen good corporate
governance. Beberapa komponen tersebut adalah ukuran dan komposisi dewan komisaris,
komite-komite yang membantu dewan komisaris, dan komposisi kepemilikan saham perusahaan.
Pada tahun 2001 hanya terdapat 4 BUMN terbuka yang mengikuti penilaian ini, namun lambat
laun semakin banyak perusahaan BUMN yang mengikuti, hingga pada tahun 2013 menjadi 10
perusahaan BUMN. Meningkatnya BUMN peserta CGPI ini juga diikuti dengan meningkatanya
skor rata-rata CGPI untuk perusahaan BUMN dengan skor 78.7 dan predikat terpercaya pada
tahun 2005 menjadi 86.5 dan predikat sangat terpercaya pada tahun 2013. Tren lain yang terjadi
adalah meningkatnya ukuran dewan komisaris dan jumlah komisaris independen, sedangkan
kepemilikan manajerial mengalami tren penurunan.
Indonesian Corporate Governance Banking Watch dalam artikelnya yang berjudul
Jadikan GCG Bermakna (2010), menyatakan bahwa penerapan GCG pada perusahaan hampir
semua didasari oleh kegunaan GCG bagi perusahaan dan pembangunan ekonomi secara
keseluruhan. Pernyataan tersebut berarti bahwa penerapan GCG akan meningkatkan nilai
perusahaan dan apabila hal itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu negara akan
sangat baik dampaknya bagi perekonomian.
Hubungan antara GCG dan kinerja perusahaan secara empiris juga telah diteliti oleh
banyak peneliti dengan berbagai hasil. Gompers et al. (2003)dalam penelitiannya, menemukan
bahwa penerapan good corporate governance berpengaruh positif terhadap tingkat pengembalian
saham perusahaan-perusahaan pada tahun 90-an. Hal serupa ditemukan juga oleh Dahya
(2006)dan Black et al. (2010)yang menyatakan beberapa aspek dari corporate governance
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Namun, dalam tahun yang sama di negara
Brazil, Black et al. (2010) menemukan pengaruh negatif ukuran dewan komisaris dan komisaris
independen sebgai proksi penerapan GCGterhadap kinerja perusahaan. Pengaruh negatif juga
ditemukan oleh Arcot et al. (2006) dengan variabel ukuran dewan komisaris terhadap kinerja
perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah good corporate governanceyang
diproksikan corporate governance perception index berpengaruh terhadap kinerja akuntansi dan
pasar?, serta apakah good corporate governanceyang diproksikan kualitas pengungkapan
informasi, jumlah komisaris independen, ukuran dewan komisaris, komite remunerasi dan
nominasi, konsentrasi kepemilikan institusi, dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
kinerja akuntansi dan pasar BUMN?

306
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan ukuran kinerja
akuntansi dan kinerja pasar. Ukuran kinerja akuntansi merupakan kinerja yang berbasis laporan
akuntansi dalam hal ini adalah rasio profitabilitas.Rasio profitabilitas mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan penjualan, aktiva atau modal. Pada
penelitian ini kinerja akuntansi diukur dengan rasio return on assets (ROA). Rasio ini penting
bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektifitas dan efisiensi manajemen perusahaan
dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba. Semakin besar ROA,
berarti semakin efisien penggunakaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah
aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya.Dalam penelitian ini,
persamaan yang dipakai untuk mengukur ROA adalah:

Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar perusahaan adalah rasio Tobin’s Q.
Penggunaan Tobin’sQdalam mengukur nilai perusahaan diyakini dapat memberikan gambaran
mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan. Perusahaan dengan nilai Tobin’s Q yang tinggi
menggambarkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang,
sehingga investor bersedia membeli saham perusahaan dengan harga yang tinggi. Dalam
penelitian ini, persamaan yang digunakan mengacu persamaan yang digunakan oleh dan Jung
(2014), yaitu:

+ N
=

Pengertian Corporate Governance

Corporate governance dalam arti sempit berbicara tentang dua aspek yakni governance
structure (board structure) dan governance process (governance mechanism) pada suatu
perusahaan. Governance structure adalah struktur hubungan pertanggungjawaban dan
pembagian peran diantara berbagai organ utama perusahaan yaitu (pemilik/ pemegang saham,
pengawas/ komisaris, dan pengelola/direksi/manajemen). Governance processberkaitan dengan
mekanisme kerja dan interaksi aktual diantara organ-organ tersebut. Meskipun pada dasarnya
governance process dipengaruhi oleh governance structure, mekanisme kerja dan interaksi
aktual diantara organ-organ korporasi dapat berjalan menyimpang dari struktur yang ada.
Dalam PERMEN 2002 dan 2011, prinsip-prinsip GCG yang dimaksud dalam peraturan ini
meliputi:

1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan


keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.

307
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4. Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara professional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.
5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku
kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan.

Pengukuran dan PengaruhCorporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan

Dalam penelitian ini, good corporate governance diukur menggunakan dua ukuran.
Pertama adalah ukuran good corporate governanceperusahaan secara komprehensif, dan kedua
pengukurangood corporate governance berdasarkan komponen corporate governance.Corporate
governance perception index (CGPI) merupakan proksi yang mengukur penerapan GCG secara
komprehensif.

Corporate GovernancePerception Index

Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan pemeringkatanpenerapan


corporate governance yang dilakukan oleh majalah SWA dan The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG). Ada tujuh kriteria yang digunakan untuk menilai corporate
governance perusahaan, yaitu komitmen perseroan pada corporate governance, pelaksanaan
RUPS dan perlakuan terhadap minority shareholder, dewan komisaris, struktur direksi,
hubungan dengan stakeholder, transparansi dan akuntabilitas, dan tanggapan terhadap riset
IICG.Penilaian CGPI meliputi empat tahap yakni: (1) self-assesment tentang penerapan konsep
corporate governance (bobot nilai 15%), (2) pengumpulan dokumen perusahaan (bobot nilai
25%), (3) penyusunan makalah dan presentasi (bobot nilai 12%) dan observasi perusahaan
(bobot nilai 48%). Nilai CGPI dihitung dengan menjumlahkan nilai akhir dari setiap tahapan
tersebut dengan rentang 0 sampai dengan 100. Jika perusahaan mempunyai skor yang semakin
tinggi, berarti penerapan goodcorporate governance yang dilakukan oleh perusahaan semakin
baik.CGPI dapat mengukur kualitas aktual dari penerapan GCG dan aktivitas yang berhubungan
secara relatif dengan corporate governance atau firm disclosuresseara komprehensif, yang
menunjukkan apa yang sebenarnya diimplentasikan perusahaan dan kesesuaindengan prinsip tata
kelola perusahaan yang diatur dalam PERMEN BUMN tahun 2002. Prinsip-prinsip tersebut
adalah transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran. Semakin
tingginya nilai CGPI suatu perusahaan berarti bahwa praktik tata kelola perusahaan tersebut
semakin baik. Hal tersebut akan membantu tercapainya kinerja perusahaan yang semakin
meningkat. Kinerja perusahaan yang semaikin meningkat dipandang baik oleh investor, sehingga
akan meningkatkan harga pasar saham dan nilai perusahaan.

H1: Corporate governance yang diproksikan corporate governance perception index (CGPI)
berpengaruh positif terhadap kinerja akutansi dan pasar perusahaan BUMN.

308
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Selain menggunakan CGPI sebagai proksi dalam mengukur penerapan GCG, juga dapat
digunakan proksi yang bersifat parsial yang meliputi:

Kualitas pengungkapan informasi (KPI)

Kualitas pengungkapan informasi berkaitan dengan prinsip transparansi yaitu


keterbukaan pengungkapan informasi material dan relevan mengenai perusahaan, seperti laporan
tahunan dan laporan keuangan, yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan.Laporan
keuangan yang berkualitas dapat memberikan informasi yang akurat, tepat waktu, dan biasanya
diumumkan oleh auditor yang berkualitas, yang masuk dalam kelompok the big four, yaitu
Deloitte Touche Tohmatsu, Ernst and Young (EY), Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG)
dan Price Waterhouse Coopers (PWC). Baik buruknya KPI diukur dengan menggunakan skala
nominal (dummy), yaitu jika laporan keuangan perusahaan diaudit oleh The Big 4, diberi nilai 1;
dan nilai 0 jika laporan keuangan perusahaan diaudit oleh auditor lainnya. Perusahaan dengan
kualitas pengungkapan informasi yang baik akan selalu memberikan informasi yang dapat
dipahami, relevan, dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan, terutama yang berkaitan dengan
informasi laporan keuangan secara cepat dan kredibel kepada para stakeholder perusahaan.
Dengan demikian, keputusan dapat diambil dengan cepat dan tepat sehingga dapat meningkatkan
kinerja perusahaan.

H2: Kualitas pengungkapan informasi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja
pasar perusahaan BUMN.

Jumlah anggota komisaris independen (KI)

Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa


komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang diangkat berdasarkan keputusan
RUPS dari pihak yang tidak terafilisasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau
anggota dewan komisaris lainnya. Keberadaan komisaris independen dimaksudkan untuk
menciptakan iklim yang lebih objektif dan independen, untuk menjaga fairness, serta mampu
memberikan keseimbangan antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan kepentingan
pemegang saham minoritas, serta kepentingan stakeholders lainnya (Alijoyo, 2004).Jumlah
anggota komisaris independen dapat diukur dengan menggunakan rumus:

Jumlah Anggota Komisaris Independen


KI =
Jumlah Dewan Komisaris

Semakin banyak jumlah komisaris independen dalam struktur dewan komisaris


perusahaan, maka semakin kecil benturan kepentingan yang terjadi di dewan komisaris maupun
direksi, sehingga dewan komisaris perusahaan akan dapat lebih optimal dalam menjalankan
tugasnya, yakni mengawasi jalannya pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh pihak
manajemen, sehingga kinerja perusahaan diharapkan meningkat.

H3: Jumlah anggota komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan
kinerja pasar perusahaan BUMN.

309
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Ukuran dewan komisaris (UK)

Ukuran dewan komisaris merepresentasikan jumlah anggota dewan komisaris dalam


perusahaan. Menurut Peraturan Menteri BUMN No. 1 tahun 2011, dewan komisaris bertanggung
jawab dan berwenang melakukan pengawasan atas kebijakan dewan direksi, jalannya
manajemen pada umumnnya, dan memberikan nasihat kepada direksi. Tiga elemen penting yang
memengaruhi tingkat efektifitas dewan komisaris, yaitu independensi, kompetensi, dan
komitmen. Ukuran dewan komisaris dihitung dengan rumus sebagai berikut:

UK = Jumlah anggota dewan komisaris

Jumlah dewan komisaris yang besar berpengaruh positif terhadap kinerja dewan
komisaris. Semakin banyak anggota dewan komisaris akan memunculkan bauran pemikiran
kreatif dan alternatif yang lebih banyak. Bauran tersebut diperlukan untuk mengevaluasi
keputusan-keputusan yang dipilih oleh dewan direksi maupun manajer lain. Jumlah anggota
dewan komisaris yang banyak akan menambah kekayaan kompetensi yang dimiliki oleh organ
tersebut yang berguna dalam mengawasi dewan direksi. Oleh karena itu, dengan ukuran yang
semakin besar, dewan komisaris akan lebih teliti, detail, dan kritis dalam menjalankan tugasnya.
Hal-hal tersebut berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan karena perusahaan
dijalankan lebih ketat dan terdapat sedikit celah yang dapat dimanfaatkan dewan direksi untuk
menguntungkan diri atau golongannya sendiri.

H4: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar
perusahaan BUMN.

Komite remunerasi dan nominasi (KRN)

Berdasarkan PER 10 MBU 2012, komite remunerasi dan nominasi merupakan organ dari
dewan komisaris yang independen dan profesional di bidang remunerasi dan nominasi
perusahaan yang diketuai oleh salah satu anggota dewan komisaris perusahaan. Dalam pedoman
GCG di negara anggota The Asean Capital Market Forum (2010), komite nominasi dan
remunerasi bertugas membantu dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon
anggota dewan komisaris dan direksi serta sistem remunerasi. Komite tersebut juga membantu
dewan komisaris mengusulkan besaran remunerasi dewan komisaris dan direksi. Hadirnya
komite remunerasi dan nominasi dalam perusahaan bertujuan agar mekanisme remunerasi dan
nominasi dijalankan dengan prinsip independensi, adil, dan transparan, sehingga dapat
memotivasi manajemen dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Komite remunerasi dan
nominasi diketuai oleh komisaris independen dimaksudkan agar mekanisme nominasi tidak
berada dibawah tekanan dan pengaruh pihak manapun. Komite remunerasi dan nominasi (KRN)
diukur menggunakan variabel dummy, yaitu bernilai satu (1) jika terdapat komite remunerasi dan
nominasi, dan bernilai nol (0) jika tidak terdapat komite remunerasi dan nomiasi.
H5: Komite remunerasi dan nominasi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi dan kinerja
pasar prusahaan BUMN.

310
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Konsentrasi kepemilikan institusi (KKI)

Menurut Siregar (2005) dan Tarjo (2008), kepemilikan institusi adalah jumlah saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusi, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan
perusahaan investasi dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar, diukur dengan rumus:

Jumlah Saham yang dimiliki Institusi


KKI =
Jumlah Saham Beredar

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusi memiliki peranan
yang sangat penting dalam meminimalisir konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan
pemegang saham, karena keberadaan investor institusi dianggap mampu menjadi mekanisme
monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini karena
institusi mememiliki beberapa kelebihan, yaitu lebih professional dalam menganalisis informasi,
sehingga dapat menguji keandalan informasi, dan memiliki motivasi yang kuat untuk
melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan. Kelebihan
lain dinyatakan Lev (1988) yaitu investor institusi mempunyai lebih banyak informasi dibanding
investor individu dan mempunyai sumber daya untuk melakukan riset terhadap informasi
tersebut.

H6: Kepemilikan institusi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi dan kinerja psar
perusahaan BUMN

Kepemilikan manajerial (KM)

Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini adalah kepemilikan saham oleh dewan
direksi. Besar kecilnya kepemilikan manajerial diukur dengan rumus:

Jumlah Saham yang dimiliki Direksi


KM =
Jumlah Saham yang Beredar

Selain investor institusi, Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial juga merupakan mekanisme corporate governance yang membantu mengendalikan
masalah keagenan. Jensen (1993) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial membantu
penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer, hal ini menjadi mekanisme utama
untuk meminimalisir konflik keagenan, karena manajer juga sebagai pemilik perusahaan dengan
demikian kepentingan dan kebijakan yang diambil oleh manajemen diharapkan sejalan dengan
kepentingan pemilik perusahaan. Dengan demikian, semakin besar kepemilikan manajerial,
konflik keagenan akan semakin berkurang dan pihak manajemen dapat fokus untuk
meningkatkan kinerja perusahaan.

H7: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerka akuntasi dan kinerja pasar
perusahaan BUMN.

Selain faktor-faktor good corporate governance yang telah dijelaskan sebelumnya,


kinerja perusahaan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lain, yaitu:

311
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Ukuran perusahaan (SIZE)

Ukuran perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya suatu perusahaan. Menurut


Sudarmadji (2007), besar kecilnya perusahaan dapat diukur melalui total aktiva, kapitalisasi
pasar, atau total penjualan suatu perusahaan. Penelitian ini menggunakan total aktiva sebagai
proksi ukuran perusahaan, karena nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai
kapitalisasi pasar dan penjualan.

SIZE = Logaritma Natural Total Aset

Semakin besar total aktiva perusahaan, semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut.
Perusahaan yang besar lebih mudah dalam mengatur kapasitas untuk mencapai skala operasi
yang ekonomis, sehingga dapat menekan biaya per satuan produk, dan menaikan kinerja
perusahaan baik kinerja akuntansi maupun pasar.

H8: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar
perusahaan BUMN.

Leverage (LEV)

Leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya
tetap (beban tetap) dengan tujuan meningkatkan keuntungan. Leverage yang digunakan dalam
penelitian ini adalah leverage keuangan yang menunjukan seberapa besar sebuah perusahaan
menggunakan pendanaan dengan utang. Besar kecilnya leverage keuangan diukur dengan rumus:

9 : ℎ < 9 = >
7 8 =
?

Sudana (2011:207) menambahkan, financial leverage timbul karena perusahaan


dibelanjai dengan dana yang menimbulkan beban tetap, yaitu berupa utang dengan beban tetap
berupa bunga. Semakin banyak jumlah utang yang digunakan perusahaan akan meningkatkan
risiko keuangan sehingga akan menurunkan kinerja perusahaan.

H9: Leverage berpengaruh negatif terhadap kinerja akuntasi dan kinerja pasar perusahaan
BUMN.

Kondisi ekonomi (ECON)

Kondisi ekonomi nasional adalah salah satu faktor yang memengaruhi kinerja
perusahaan. Dalam penelitian ini, kondisi ekonomi diukur menggunakan rasio pertumbuhan
ekonomi (Gross Domestic Product) tahunan nasional. Todaro (2006:50), GDP mengukur seluruh
volume produksi yang dihasilkan oleh suatu negara pada tahun tertentu. Kondisi ekonomi
(ECON) diukur menggunakan rasio pertumbuhan GDP tahunan nasional yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencerminkan kondisi ekonomi

312
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
nasional yang baik dan kondusif. Kondisi tersebut berarti bahwa lapangan pekerjaan dapat
menyerap tenaga kerja lebih tinggi sehingga jumlah pengangguran berkurang. Dengan
terserapnya lebih banyak tenaga kerja, pendapat per kapita akan meningkat, sehingga
kesejahteraan meningkat. Kesejahteraan yang meningkat menaikan daya beli masyarakat
terhadap produk dan jasa. Hal tersebut akan meningkatkan produktivitas penjualan perusahaan
sehingga meningkatkan kinerja perusahaan.

H10: Kondisi ekonomi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi dan kinerja pasar
perusahaan BUMN.

Metode Penelitian

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada tahun 2005 hingga 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode cara purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan
menggunakan batasan penelitian. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah
sebagai berikut:
1. Perusahaan BUMN non keuangan yang terdaftar di BEI dari tahun 2005-2013 dan
menerbitkan laporan perusahaan tahunan untuk periode 2005-2013.
2. Perusahaan BUMN non keuangan yang menerapkan GCG dan menerbitkan laporan GCG
tahunan untuk periode 2005-2013.
3. Perusahaan BUMN non keuangan yang mempunyai laporan keuangan rupiah yang berakhir
pada 31 Desember.

Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel

Variabel Dependen

1. Return on assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang mengukur produktifitas aset dalam
menghasilkan laba sebelum pajak.
2. Tobins’Q (TBN) adalah rasio antara nilai pasar ekuitas dan nilai buku utang perusahaan
dengan nilai buku total aktiva perusahaan.

Variabel Independen

1. Corporate governance perception index (CGPI) adalah skor good corporate governance
yang diukur berdasarkan indeks dari The Indonesian Institute for Corporate
Governance(IICG). Indeks ini bernilai 0 sampai dengan 100.
2. Kualitas pengungkapan informasi (KPI) merupakan keterbukaan dalam perngungkapan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam penelitian ini, kualitas
pengungkapan informasi dinilai berdasarkan kualitas auditor yang diukur dengan variabel
dummy, yaitu satu (1) jika laporan keuangan perusahaan diaudit oleh auditor yang masuk
dalam kategori big four auditor, dan nol (0) jila laporan keuangan perusahaan diaudit
oleh kantor akuntan publik lainnya.

313
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
3. Jumlah anggota komisaris independen (KI) adalah rasio jumlah anggota dewan komisaris
independen dibandingkan dengan jumlah anggota dewan komisaris.
4. Ukuran dewan komisaris (UK) adalah jumlah anggota dewan komisaris perusahaan.
5. Komite remunerasi dan nominasi (KRN) adalah eksistensi komisi remunerasi dan
nominasi dalam perusahaan, yang diukur dengan variabel dummy, yaitu satu (1) jika
terdapat komisi remunerasi dan nominasi dalam perusahaan, dan bernilai nol (0) jika
tidak terdapat komite remunerasi dan nominasi.
6. Konsentrasi kepemilikan institusi (KKI) adalah persentase kepemilikan saham
perusahaan oleh institusi dibandingkan jumlah saham beredar.
7. Kepemilikan manajerial (KM) adalah persentase kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen perusahaan dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar.

Variabel Kontrol

1. Ukuran perusahaan (SIZE) adalah cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam
nilai total aktiva perusahaan pada ahkir tahun.
2. Kondisi ekonomi (ECON) merupakan kondisi ekonomi negara yang tercermin pada
pertumbunan GDP tahunan yang didapat dari Badan Pusat Statistik.
3. Leverage (LEV) adalah rasio total utang jangka panjang perusahaan dibandingkan dengan
total aktiva perusahaan.

Model Analisis

Model analisis yang digunakan untuk melihat pengaruh corporate governance perception index,
kualitas pengungkapan informasi, jumlah komisaris independen, ukuran dewan komisaris,
komite remunerasi dan nominasi, konsentrasi kepemilikan institusi, kepemilikan manajerial,
ukuran perusahaan, kondisi ekonomi, dan leverage terhadap kinerja akuntansi dan pasar
menggunakan persamaan Multiple Regression Linier Analysis dapat dijelaskan dengan
persamaan:

ROAi,t = β01 + β11CGPIi,t + β21SIZEi,t + β31ECONi,t + β41LEVi,t + e


ROAi,t= β02 + β12KPIi,t + β22KIi,t + β32UKi,t + β42KRNi,t + β52KKIi,t + β62KMi,t + β72SIZEi,t +
β82ECONi,t + β92LEVi,t + e
TOBINi,t = β03 + β13CGPIi,t + β23SIZEi,t + β33ECONi,t + β43LEVi,t + e
TOBINi,t = β04 + β14KPIi,t + β24KIi,t + β34UKi,t + β44KRNi,t + β54KKIi,t + β64KMi,t + β74SIZEi,t
+ β84ECONi,t + β94LEVi,t + e

Keterangan:
ROAi,t = Return on Asset perusahaan i pada tahun t,
TOBINi,t = Nilai pasar ekuitas + nilai buku utang terhadap nilai buku asetperusahaan i pada tahun
t,
β0 = intercept persamaan regeresi 1 sampai 4,
β1 - β9 = koefisien regresi variabel 1 sampai 9 persamaan 1 sampai 4,
CGPIi,t = Corporate governance perception index perusahaan i pada tahun t,
KPIi,t = Kualitas pengungkapan informasi perusahaan i pada tahun t,
KIi,t = Jumlah komisaris independen perusahaan i pada tahun t,

314
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
UKi,t = Ukuran dewan komisaris perusahaan i pada tahun t,
KRNi,t = Komite remunerasi dan nominasi perusahaan i pada tahun t,
KKIi,t = Konsentrasi kepemilikan institutional perusahaan i pada tahun t,
KMi,t = Kepemilikan manajerial perusahaan i pada tahun t,
SIZEi,t = Ukuran perusahaan i pada tahun t,
ECONi,t = Kondisi ekonomi nasional pada tahun t,
LEVi,t = Leverage perusahaan pada tahun t,
e = residual atau kesalahan prediksi

Hasil dan Pembahasan

4.1 Deksripsi Statistik Penelitian

Pada bagian deskripsi hasil penelitian, dipaparkan data variabel-variabel penelitian


perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2005-2013. Untuk
corporate governance perception index didapatkan 41 observasi dengan variabel dependen
return on assets dan 38 observasi dengan variabel dependen Tobins’q. Berikut merupakan
deskripsi statistik variabel penelitian. Untuk komponen-komponen corporate governance
didapatkan 89 observasi dengan variabel dependen return on assets dan 83 observasi dengan
variabel dependen Tobins’q, dan secara diskriptif data variabel perusahaan yang diteliti
dipaparkan pada Tabel 1.

315
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 1.
Deksripsi Statistik Pengujian Variabel Independen dan Dependen.
Model Dependen Independen N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CGPI 41 70.730 90.660 82.950 4.399
SIZE 41 28.765 32.483 30.225 1.051
ROA ECON 41 0.046 0.065 0.059 0.006
LEV 41 0.059 0.445 0.188 0.116
ROA 41 0.240 0.418 0.165 0.097
1
CGPI 38 70.730 90.660 83.329 4.653
SIZE 38 29.050 32.483 30.358 1.027
TOBIN ECON 38 0.046 0.065 0.059 0.006
LEV 38 0.059 0.445 0.199 0.117
TBN 38 0.860 4.885 1.930 0.935
KI 89 0.200 0.600 0.399 0.077
UK 89 3.000 7.000 5.190 0.864
KKI 89 0.645 0.998 0.928 0.065
KM 89 0.000 0.029 0.001 0.004
ROA
SIZE 89 26.924 32.483 29.726 1.323
ECON 89 0.046 0.065 0059 0.005
LEV 89 0.019 0.515 0.155 0.125
2 ROA 89 -0.049 0.527 0.148 0.113
KI 83 0.250 0.600 0.397 0.076
UK 83 3.000 7.000 5.170 0.867
KKI 83 0.645 0.998 0.925 0.066
KM 83 0.000 0.024 0.001 0.003
TOBIN
SIZE 83 26.975 32.483 29.768 1.200
ECON 83 0.046 0.065 0.059 0.005
LEV 83 0.019 0.555 0.153 0.127
TBN 83 0.559 4.885 1.877 1.016
Sumber: Lampiran, diolah

Berdasarkan tabel 2, separuh BUMN mempunyai laporan yang telah diaudit oleh auditor
yang dikelompokan sebagai the big four auditor. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa separuh
dari laporan keuangan yang diterbitkan BUMN diaudit oleh kantor akuntan public yang masuk
dalam kelompok big four, dan lebih dari 75% BUMN telah memiliki komite remunerasi dan
nominasi. Persentase yang besar tersebut berarti bahwa BUMN telah menyadari akan ungan
adanya komite tersebut dalam menerapkan asas keadilan dalam perusahaan.

316
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Tabel .2.
Deksripsi Statistik KPI dan KRN
Variabel KPI Frekuensi Persentase
Bukan The Big Four Auditor 44 49.4
ROA The Big Four Auditor 45 50.6

Jumlah 89 100
TBN Bukan The Big Four Auditor 41 49.4
The Big Four Auditor 42 50.6
Jumlah 83 100
Variabel KRN Frekuensi Persentase
ROA Tidak Ada 19 21.3
Ada 70 78.7
Jumlah 89 100
TBN Tidak Ada 17 20.5
Ada 66 79.5
Jumlah 83 100
Sumber: Data diolah

Analisis dan Pengujian Hipotesis


Hasil analisis pengaruh CGPI terhadap kinerja akuntansi (ROA) dan kinerja pasar
(TOBIN) perusahaan BUMN dipaparkan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3.
Hasil Analisis Regersi Pengaruh Good Corporate Governance Perception Index terhadap
Kinerja BUMN.
Variabel Dependen Variabel Independen Koefisien Regresi Sig.
Konstanta -0.667 0.193
CGPI 0.003 0.541
SIZE 0.017 0.464
ROA
ECON 1.491 0.585
LEV -0.218 0.142
R-Square 0.110
Konstanta 0.093 0.986
CGPI 0.003 0.951
SIZE 0.039 0.871
TOBIN
ECON 14.369 0.597
LEV -2.316 0.117
R-Square 0.084
Sumber: data hasil output SPSS Statistics 22

317
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa CGPI, Size, kondisi ekonomi (ECON) berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan kinerja pasar perusahaan BUMN,
sedangkan leverage (LEV) memilki pengaruh negatif juga tidak signifikan terhadap kenerja
perusahaan BUMN.

Hasil analisis pengaruh komponen GCG terhadap kinerja akuntansi (ROA) dan kinerja
pasar (TBN) perusahaan BUMN dipaparkan pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4.
Hasil Analisis Regresi Pengaruh Komponen Good Corporate Governance terhadap
Kinerja BUMN.
Variabel Dependen Variabel Independen Koefisien Regresi Sig.
Konstanta -0.686 0.024
KPI 0.125 0.000*
KI -0.034 0.782
UK 0.015 0.151
KRN 0.005 0.839
ROA KKI 0.697 0.000*
KM 4.348 0.046*
SIZE 0.001 0.887
ECON 0.530 0.724
LEV -0.144 0.097
R-Square 0.596
Konstanta -7.343 0.021
KPI 0.708 0.001*
KI -0.682 0.570
UK 0.121 0.258
KRN 0.145 0.507
TOBIN KKI 7.646 0.000*
KM 91.651 0.001*
SIZE 0.027 0.795
ECON 7.140 0.645
LEV -0.101 0.904
R-Square 0.526
Sumber: Data diolah
*signifikan pada tingkat signifikansi 5%

Berdasarkan pada Tabel 4, tampak bahwa hampir semua variabel kualitas pengungkapan
informasi (KPI), ukuran komisaris (UK), komite remunerasi dan nominasi (KRN), konsenrasi
kepemilikan institusi(KKI), kepemilikan manajemen (KM), ukuran perusahaan (SIZE), kondisi
ekonomi (ECON) berpengaruh positif terhadap kinerja akuntansi (ROA) dan kinerja pasar
(TBN), kecuali variabel komisaris independen (KI) dan leverage (LEV) berpengaruh negatif
terhadap kinerja perusahaan BUMN. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa, hanya
variabel kulitas pengungkapan informasi, konsentrasi kepemilikan institusi, dan kepemilikan
manajen yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan BUMN.

318
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pembahasan

Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan BUMN

Hasil regresi menunjukan bahwa good corporate governance yang diproksikan corporate
governance perception index berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi dan
pasar perusahaan BUMN. Corporate governance perception index dapat mengukur kualitas tata
kelola perusahaan secara komprehensif dan independen. Kualitas tersebut mencerminkan
komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik
sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan, hal tersebut direspon positif juga oleh investor.
Pengaruh tidak signifikan corporate governance perception index terjadi karena distribusi skor
CGPI BUMN yang mengikuti pemeringkatan ini telah merata berada pada kategori terpecaya.
Selain itu, BUMN juga telah diatur oleh pemerintah supaya memiliki standar tata kelola
perusahaan yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Black (2010) di India yang
menggunakan India corporate governance index yang menemukan pengaruh positif
pemeringkatan corporate governance terhadap kinerja perusahaan.
Kualitas pengungkapan informasi mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap
kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Kualitas pengungkapan informasi yang dinilai
berdasarkan auditor yang terafiliasi dengan kelompok The Big Four memberikan informasi
keuangan perusahaan yang aktual dan akurat. Informasi yang aktual dan akurat tersebut
merupakan dasar pengambilan keputusan yang penting yang dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi penelitian yang dilakukan oleh Lopes (2010) di
Eropa tentang pengaruh positif signifikan kualitas laporan keuangan terhadap kinerja akuntansi
perusahaan.
Komisaris independen berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi
dan pasar perusahaan. Semakin besar persentase komisaris independen, semakin kecil kinerja
perusahaan. Pengaruh negatif terjadi karena hadirnya komisaris independen membuat
pengawasan terhadap kinerja BUMN semakin berlapis-lapis setelah sebelumnya ada komite-
komite seperti komite audit dan satuan pengawas intern, kementerian BUMN, otoritas jasa
keuangan, kemeneterian BUMN. Selain itu, berdasarkan data yang didapat, pihak-pihak yang
menjabat sebagai komisaris independen tidak memiliki latar belakang yang relevan dan
kemampuan yang cukup untuk melakukan pengawasan. Pengaruh tidak signifikan terjadi karena
rata-rata persentase komisaris independen tidak jauh berbeda dengan nilai minimum dan
maksimum sehingga persentase komisaris independen mempunyai pengaruh yang sama terhadap
setiap perusahaan. Hasil dari penelitian sesuai dengan hasil penelitian Black (2010) di Brazil
namum bertolak belakang dengan hasil penelitian Hermalin dan Weisbach (1998 dan 2003) yang
menemukan pengaruh positif komisaris independen terhadap kinerja perusahaan.
Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi
dan pasar perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka semakin banyak
munculnya gagasan kreatif dan bauran kompentensi yang dibutuhkan untuk proses pengawasan
yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap kinerja dewan direksi perusahaan. Pengaruh tidak
signifikan ukuran dewan komisaris terjadi karena pengawasan bukan hanya dilakukan oleh
dewan komisaris saja, namun pemerintah yang diwakili kementerian BUMN dan rakyat yang
diwakili DPR kekuatan lebih besar dari dewan komisaris dalam menentukan arah dan strategi
perusahaan. Oleh karena itu, besar kecilnya ukuran dewan komisaris menghasilkan kualtias
pengawasan yang sama. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cooper di Malaysia

319
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
(2015) yang menemukan pengaruh positif signifikan ukuran dewan komisaris terhadap kinerja
perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Koufopoulos
(2010) di Yunani dan Black (2010) di Brazil.
Komite remunerasi dan nominasi mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap
kinerja akuntansi dan pasar perusahaan. Adanya komite remunerasi dan nominasi membantu
kinerja dewan komisaris dalam menentukan besaran paket remunerasi dewan komisaris dan
direksi secara adil dan tanpa tekanan pihak manapun, sehingga dapat memotivasi karyawan
untuk meningkatkan kinerjanya. Komite tersebut juga membantu menetapkan kriteria-kriteria
calon anggota komisaris dan direksi secara adil dan transparan. Pengaruh tidak signifikan terjadi
karena pihak-pihak yang menjabat dalam komite ini sebagian merupakan anggota dewan
komisaris. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa adanya eksistensi komite ini bertujuan untuk
memenuhi regulasi yang bukan untuk menegakan good corporate governance.
Konsentrasi kepemilikan institusi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
akuntansi dan pasar perusahaan. Hadirnya investor institusi dalam perusahaan menjadi
mekanisme monitoring yang efektif untuk meminimalisir masalah keagenan yang dapat muncul
dalam perusahaan. Kredibilitas dan keakuratan informasi yang dimiliki investor institusi juga
menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan yang tepat oleh pihak manajemen
perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar konsentrasi kepemilikan institusi makan semakin
tinggi juga kinerja perusahaan.
Kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja akutntansi dan
pasar perusahaan. Kepemilikan saham oleh dewan direksi menjadi mekanisme yang efektif untuk
meminimalisir masalah keagenan dalam perusahaan dengan cara penyatuan kepentingan antara
pihak manajemen dan investor. Mekanisme ini membuat kepentingan pihak manajemen selaras
dengan kepentingan investor dalam perusahaan sehingga akan selalu menjaga kinerja perusahaan
supaya tidak menurun. Hal tersebut dipandang baik oleh investor karena kepentingannya juga
terwakili dan terjaga. Hasil penelitian ini sesai dengan hasil penelitian Bhagat (2008) di India
yang menemukan pengaruh positif signifikan kepemilikan manjerial terhadap return on assets
dan Tobins’q.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Good corporate governance yang diproksikan oleh corporate governance perception index
mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan
return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN.
2. Good corporate governance yang diproksikan oleh kualitas pengungkapan informasi,
konsentrasi kepemilikan institusi, dan kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar
yang diproksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN.
3. Variabel komisaris independen mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap
kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan
Tobins’q pada perusahaan BUMN.
4. Variabel ukuran dewan komisaris dan komite remunerasi dan nominasi mempunyai
pengaruh positif tidak signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on
assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN.

320
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
5. Variabel kontrol ukuran perusahaan dan kondisi ekonomi mempunyai pengaruh positif tidak
signifikan terhadap kinerja akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar
yang di proksikan Tobins’q pada perusahaan BUMN.
6. Variabel kontrol leverage mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap kinerja
akuntansi yang diproksikan return on assets dan kinerja pasar yang di proksikan Tobins’q
pada perusahaan BUMN.

Saran

1. Bagi manajemen perusahaan, sebaiknya menerapkan good corporate governance terlebih


pada program kepemilikan saham oleh direksi karena hal tersebut berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan dan bagi perusahaan yang telah menerapkan good corporate
governance agar menjaga konsistensi dengan melakukan evaluasi rutin.
2. Bagi investor, ketika membuat keputusan berinvestasi dapat mempertimbangkan kualitas
laporan keuangan dan komposisi pemegang saham perusahaan (investor institusi dan
kepemilikan manajerial) karena komponen-komponen tersebut mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan.
3. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan faktor-faktor selain variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA

Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. 2004. Komisaris Independen “Penggerak Praktik GCG di
Perusahaan”. Jakarta: Indeks.

Arcot, Sridhar R., Valentina G. Bruno. 2006. One Size Does Not Fit All, After All: Evidence
from Corporate Governance. Working Paper. http://ssrn.com/abstract=887947.

Badan Pusat Statistik. 2006. Indonesian Statistic 2006 - 2014. Jakarta.


.
Bhagat, Sanjai and Brian Bolton. 2008. Corporate Governance and Firm Performance. Journal of
Corporate Finance 14, 257-273.

Black, Bernard S., N. Balasubramanian, and Vikramaditya Khanna. 2010. The Relation between
Firm-Level Corporate Governance and Market Value: A Study Of India. Working Paper.
Http://Ssrn.Com/Abstract=992529.

Black, Bernard S., Antonio G. de Carvalho, and Erica Gorga, 2010. Does One Size Fit All in
Corporate Governance? Evidence from Brazil (and other BRIK Countries). Working
paper. http://ssrn.com/abstract=1434116.

Bruno, Valentina G. and Stijn Claessens. 2009. Corporate Governance and Regulation: Can
There Be Too much of a Good Thing? Journal of Financial Intermediation. Working
paper. http://ssrn.com/abstract=956329

321
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Bursa Efek Jakarta. 2004. Keputusan Direksi Nomor Kep-305/BEJ/07-2004. Tentang Peraturan
Nomor I-A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang
Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat.

Connelly, Thomas J., Piman Limpaphayom, and Nandu J. Nagarajan. 2012. Form versus
Substance: The Effect of Ownership Structure and Corporate Governance On Firm Value
In Thailand. Journal of Banking & Finance 36, 1722-1743.

Dahya, Jay, Orlin Dimitrov, and John J. McConnell. 2006. Dominant Shareholders, Corporate
Boards, and Corporate Value: A Cross-Country Analysis. Journal of Financial Economics
87, 73–100.

Gompers, Paul A., Joy L. Ishii, and Andrew Metrick. 2003. Corporate Governance and Equity
Prices. Quarterly Journal of Economics 118 (1), 107–155.

Hermalin, Benjamin E. and Michael S. Weisbach. 1998. Endogenously Chosen Boards of


Directors And Their Monitoring ff The CEO. American Economic Review 88, 96-118
.
Hermalin, Benjamin E. and Michael S. Weisbach. 2003. Boards of Directors as an Endogenously
Determined Institution: A Survey Of The Economic Evidence. Economic Policy Review
9, 7-26.

Indonesian Corporate Governance Banking Watch. 2010. Jadikan GCG Bermakna.


https://m.facebook.com/notes/indonesian-corporate-governance-banking-watch/jadikan-
GCG-bermakna/130771096977738/ - 2010

Jensen, Michael C., 1993. The modern industrial revolution, exit, and the failure of internal
control systems. Journal of Finance 48, 831–880.

Jensen, Michael C. and Wilkiam H. Meckling. 1976. Theory of firm: Managerial behavior,
agency cost and ownership structure. Journal of Financial Economics 4: 305 – 360.

Jung, Dong Kwan and Taeyoung Yoo. 2014. Corporate Governance Change and Performance:
The roles of traditional mechanisms in France and South Korea. Scandinavian Journal of
Management (2014), http://dx.doi.org/10.1016/j.scaman.2014.08.005.

Lev, Baruch. 1988. Toward a Theory of Equitable and Efficient Accounting Policy. The
Accounting Review 63, 1-22.

Lopes, Claudia M. F. P. 2010. The Financial Reporting Quality Effect on European Firm
Performance. Instituto Superior de Contabilidade e Administracao do Porto.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2002. Keputusan Nomor KEP-117/M-MB/2002.


Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). Jakarta.

322
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2011. Peraturan Nomor PER-01/MBU/2011. Tentang
Penerapan Tata kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan
Usaha Milik Negara. Jakarta.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara. 2012. Peraturan Nomor PER-10/MBU/2012. Tentang
Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara.
Jakarta.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan. 2010. Kajian Tentang Pedoman Good Corpoate Governance di Negara-
Negara Anggota The Asean Capital Market Forum.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan. 2012. Keputusan Bapepam-LK Nomor 643/BL/2012. Tentang Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Jakarta

Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia. Jakarta

Koufopoulos, Dimitrios N., et al. 2010. Corporate governance and board practices by Greek
shipping management companies. Corporate Governance: The International Journal of
Business in Society 10, 261-278.

Mallin, C.A. (2004). Corporate Governance, Oxford: Oxford University Press.

Margaritis, Dimitris and Maria Psillaki. 2008. Capital Structure, Equity Ownershipm and Firm
Performance. New Zealand.

Mitton, Todd. 2002. A Cross-Firm Analysis of The Impact of Corporate Governance on The East
Asian Financial Crisis. Journal of Financial Economics, 64, 251-241.

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Tentang Perseroan Terbatas.
Jakarta

Ross, Stephen A., Westerfield R. W. and Jordan. 2013. Corporate Finance. Tenth Edition.
McGraw-Hill International edition.

Siregar, Sylvia Veronica dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran
Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings
Management). Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo. Solo.

Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori & Praktik. Erlangga: Jakarta.

Sudarmadji, Ardi M. dan Lana Sularto. 2007. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,
Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure
Laporan Keuangan Tahunan. Proceeding PESAT, Volume 2. Jakarta

323
Christian Meichael Renaldo Situmorang Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona dan Leverage Terhadap


Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium
Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak.

Todaro, Michael P. and Stephen Smith. 2006. Economic Development. Ninth Edition. Pearson
Education Limited.

324
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

REAKSI PASAR TERHADAP PERISTIWA POLITIK TERKAIT JOKOWI


DI BURSA EFEK INDONESIA

Anis Sundiyah
Email : anissundiyah@gmail.com
I Made Sudana
Email: imadesudana@yahoo.co.id

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Abstract

This research examines stock market reaction to the political events related of Jokowi in
the Indonesia Stock Exchange. Variables used in this research are average abnormal return
(AAR) and cumulative average abnormal return (CAAR) which measured using a statistical test
one sample t-test. In this research, there are 230 sampel in the announcement Jokowi as a
presidential candidate, 316 sampelin the announcement of results of presidential election quick
count and 339 sampel in the announcement of work cabinet. Analysis model in this research is
event study during the test period of 11 days exchange trading. Consistency of the stock market
reaction was compared descriptively based on the analysis of AAR and CAAR. Testresults of AAR
and CAAR showed that stock market consistently reacted positively to the announcement Jokowi
as a presidential candidate and the announcement of the work cabinet and inconsistent with the
announcement of the results of quick count because stock market reacted negatively.

keywords: event study, political events of Jokowi, AAR, CAAR, consistency reaction.

Pendahuluan

Latar Belakang

Pasar modal merupakan pasar berbagai instrumen keuangan jangka panjang dapat
diperjualbelikan, baik surat utang, saham, reksa dana, instrumen derivatif dan instrumen
keuangan lainnya. Pasar modal berfungsi sebagai sarana pendanaan bagi perusahaan dan sarana
berinvestasi bagi investor. Pasar modal memiliki peranan penting bagi suatu negara karena
dengan adanya pasar modal kelebihan dana dapat disalurkan kepada perusahaan-perusahaan agar
dapat terus berkembang, sehingga terjadi alokasi sumber daya yang efisien (Madura,2009:5).
Keputusan investasi di pasar modal dipengaruhi oleh pendapatan yang diharapkan dapat
diterima investor atas pilihan investasinya, artinya berbeda alternatif investasi, berbeda pula
pendapatan yang akan diterima, misalnya keputusan dalam bentuk tabungan atau obligasi akan
memeroleh bunga, sedangkan keputusan investasi dalam bentuk saham akan memeroleh
pendapatan berupa capital gain dan atau dividen.
Keputusan investasi dalam bentuk saham tidak terlepas dari informasi yang ada disekitar
pasar modal. Informasi ini dapat berasal dari faktor internal yang berkaitan dengan corporate
action dan dari faktor eksternal. Faktor internal yang berkaitan dengan corporate action misalnya
kebijakan merger, akuisisi, pengumuman dividen, stock split, dan segala sesuatu yang terkait
dengan peristiwa dari dalam perusahaan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi
ekonomi, politik, sosial dan segala peristiwa di luar perusahaan. Pengaruh faktor-faktor eksternal

325
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

perusahaan dapat secara langsung memengaruhi harga saham dan akan berdampak pada
pendapatan yang diharapkan investor. Hal ini karena setiap investor akan memiliki ekspektasi
yang berbeda pada setiap informasi yang dianggap dapat memengaruhi investasinya.
Salah satu faktor eksternal yang diperhatikan pasar pada tahun 2014 adalah peristiwa
politik yang terjadi di Indonesia. Terdapat tiga peristiwa politik penting di Indonesia terkait Joko
Widodo atau lebih dikenal dengan nama Jokowi yaitu pengumuman Jokowi sebagai calon
presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman kabinet
kerja.
Reaksi pasar saham terhadap setiap peristiwa politik terkait Jokowi didasarkan pada
ekspektasi pasar terhadap kandungan informasi yang diperoleh. Pasar saham akan bereaksi
positif jika kandungan informasi dianggap dapat memberikan keuntungan atas investasinya di
masa yang akan datang, hal ini akan mendorong pembelian saham sehingga memicu kenaikan
harga pasar saham. Sebaliknya, pasar saham akan bereaksi negatif jika kandungan informasi
dianggap tidak menguntungkan investasinya di masa yang akan datang, sehingga akan
mendorong penjualan saham dan memicu penurunan harga pasar saham. Pasar saham tidak akan
bereaksi ketika kandungan informasi yang diperoleh dianggap tidak berarti dan tidak akan
memengaruhi investasinya di masa yang akan datang. Konsistensi reaksi pasar saham terhadap
ketiga peristiwa politik terkait Jokowi tergantung dari reaksi yang diberikan pasar saham pada
setiap peristiwa politik terkait Jokowi.
Reaksi pasar saham terhadap peristiwa politik terkait Jokowi dapat tercermin dari
perubahan harga pasar pada saham yang bersangkutan dan dapat diukur dengan menggunakan
return sebagai nilai perubahan harga pasar saham atau dengan menggunakan abnormal return.
Jika setiap peristiwa politik terkait Jokowi memiliki kandungan informasi, maka pasar akan
terjadi abnormal return yang signifikan, begitu juga sebaliknya jika tidak memiliki kandungan
informasi, maka tidak terjadi abnormal return.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai
calon presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman
kabinet kerja ?

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

Pasar Modal dan Investasi Saham

Pasar modal merupakan pasar berbagai instrumen keuangan jangka panjang dapat
diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal. Pasar modal menjadi tempat bagi
perusahaan untuk mendapatkan dana tambahan dengan menerbitkan saham atau surat berharga
jangka panjang dan sebagai tempat alternatif investasi. Investasi merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh investor untuk menempatkan dananya pada aset produktif selama periode tertentu
dengan harapan akan memeroleh keuntungan atas investasinya. Investasi pada aset produktif
dapat berbentuk aset nyata misalnya rumah, tanah dan emas dan dalam bentuk surat berharga
misalnya obligasi dan saham (Jogiyanto, 2013:7). Secara umum ada dua bentuk investasi yaitu
investasi di sektor riil dan investasi di sektor keungan. Investasi di sektor riil adalah investasi
pada aset berwujud misalnya membeli rumah, tanah dan membangun pabrik, sedangkan investasi
dalam sektor keuangan adalah investasi dalam bentuk surat berharga, misalnya dengan membeli
saham dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan atas investasi saham yang telah dilakukan.

326
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Pendapatan yang akan diterima investor ketika berinvestasi dalam bentuk saham berupa dividen
dan atau capital gain.

Pendapatan saham
Pendapatan saham merupakan tingkat pengembalian yang diperoleh investor. Pendapatan
saham memiliki karateristik high risk-high return, artinya semakin tinggi risiko yang dihadapi
semakin banyak pula pendapatan yang diterima. Tujuan investor membeli saham adalah
memeroleh pendapatan atas investasi tersebut, baik dalam bentuk dividen dan atau capital gain.
Dividen merupakan aliran kas yang diterima investor dari pembagian laba secara periodik,
sementara Capital gain merupakan selisih dari harga saham sekarang dengan harga saham
periode lalu. Capital gain terjadi ketika harga saham sekarang lebih tinggi dari harga saham
periode lalu.
Pendapatan saham dibedakan menjadi tiga, yakni pendapatan yang sebenarnya (realized
return), pendapatan yang diharapkan (expected return) dan pendapatan yang tidak normal
(abnormal return). Realized return adalah pendapatan yang telah terjadi, sementara expected
return merupakan pendapatan yang diharapkan akan diperoleh investor di masa yang akan
datang. Abnormal return merupakan selisih antara realized return dengan expected return.

1. Realized Return

Realized return merupakan pendapatan yang diterima investor atas investasinya. Realized
return merupakan pendapatan yang telah terjadi dan dihitung menggunakan data historis
(Jogiyanto, 2013:235). Realized return memiliki dua komponen, yaitu pendapatan dividen
(deviden yield) dan capital gain (loss). Realized return dapat dihitung menggunakan persamaan:

, – ,
Ri,t =
,
....................................................................................................................(1)
Keterangan :
Ri,t = Pendapatan yang diterima saham i pada periode t
Pi,t = Harga saham i pada periode t
P, = Harga saham i pada periode t-1

Jika harga saham sekarang (Pi,t) lebih tinggi dari harga saham periode lalu (Pi(t-1)) berarti
terjadi capital gain, atau sebaliknya harga saham sekarang Pi,t lebih rendah dari harga saham
periode lalu (Pi(t-1)) berarti terjadi capital loss.

2. Expected return

Expected return merupakan pendapatan yang diharapkan diperoleh investor di masa yang
akan datang dimana sifatnya belum terjadi. Expected return merupakan besarnya hasil yang
diperoleh dari suatu investasi pada berbagai kemungkinan kondisi yang terjadi selama investasi
dilakukan (Sudana, 2009:42). Expected return merupakan return yang diharapkan dari investasi
yang akan dilakukan (Jogiyanto, 2013:252).
Expected return dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan market adjusted-
model. Model ini beranggapan bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi pendapatan

327
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

suatu sekuritas adalah pendapatan indeks pasar pada saat tersebut. Berikut ini merupakan cara
perhitungan expected return dengan menggunakan market-adjusted model :

E[ R,] =
R , ............................................................................................................................(2)
Keterangan:
E [Ri,t] = Expected return saham i pada periode t
R , = Pendapatan pasar pada periode t

Pendapatan pasar dalam penelitian ini dihitung menggunakan IHSG. IHSG merupakan
representasi dari kondisi pasar saham di Indonesia. Besarnya R , dihitung dengan persamaan :
R , =

...........................................................................................(3)
Keterangan :
R , = Pendapatan pasar pada periode t
IHSG = IHSG pada periode t
IHSG = IHSG pada periode (t-1)

3. Abnormal return

Abnormal return merupakan selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan pendapatan
yang diharapkan. Abnormal return merupakan kelebihan dari pendapatan yang sebenarnya
terjadi terhadap pendapatan yang diharapakan dari suatu pengumuman suatu peristiwa
(Jogiyanto, 2013:609). Abnormal return dapat dihitung menggunakan persamaan :

ARi,t = R , − E R ,
...............................................................................................................(4)
Keterangan :
ARi,t = Abnormal return saham i pada periode t
Ri,t = Pendapatan yang diterima saham i pada periode t
E R , = Expected return saham i pada periode t

Pembuktian adanya abnormal return tidak dilakukan untuk setiap sekuritas tetapi
dilakukan secara agregat dengan menguji rata-rata pendapatan abnormal (AAR) dan rata-rata
pendapatan abnormal kumulatif (CAAR) seluruh sekuritas untuk tiap harinya. Rata-rata
pendapatan abnormal (AAR) dihitung menggunakan persamaan :

AARt = ∑ " ARi,t


.....................................................................................................................(5)

Keterangan :
AARt = Average abnormal return pada periode t
N = Jumlah saham yang dijadikan sampel
ARi,t = Abnormal return saham i pada periode t

328
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Selain menguji ada tidaknya AAR, maka perlu juga menghitung cumulative average
abnormal return (CAAR) yang merupakan akumulasi dari AAR seluruh sampel untuk menguji
ada tidaknya abnormal return secara kumulatif selama periode uji. Untuk menghitung rata-rata
pendapatan abnormal kumulatif (CAAR) digunakan persamaan :

CAARt = ∑%" ##$ t


...................................................................................................................(6)
Keterangan
CAARt = Cumulative average abnormal return pada periode t
AARt = Average abnormal return saham pada periode t
t = Periode pengujian

Bentuk efisiensi pasar modal


Pasar modal dikatakan efisien ketika harga sekuritas segera mencerminkan informasi
yang relevan. Keputusan investasi yang dilakukan oleh para pemodal merupakan reaksi atas
informasi yang mereka terima. Semakin cepat informasi baru tercermin pada harga sekuritas,
semakin efisien pasar modal tersebut. Harga-harga sekuritas akan cepat menyesuaikan bila ada
informasi baru yang muncul, sehingga para investor tidak akan mampu untuk mendapatkan
abnormal return karena penyesuaian harga yang cepat terhadap informasi baru menyebabkan
terciptanya keseimbangan harga sekuritas saham yang baru pula. Fama (1970) dalam Jogiyanto
(2013:548) membagi efisensi pasar modal menjadi tiga bentuk utama berdasarkan tiga informasi,
yakni informasi masa lalu, informasi yang sedang dipublikasikan dan informasi privat sebagai
berikut :

1. Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form), menunjukkan bahwa harga sekuritas saat ini secara
penuh mencerminkan semua informasi yang terjadi di masa lalu, Informasi masa lalu ini
merupakan informasi yang sudah terjadi, misalnya harga pasar saham historis dan volume
perdangangan saham. Harga pasar saham historis tidak mengandung informasi yang bisa
dimanfaatkan untuk mendapatkan abnormal return. Efisiensi pasar bentuk lemah berkaitan
dengan random walk theory yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak berhubungan
dengan nilai sekarang. Investor yang hanya mengandalkan harga saham dan data pasar di
masa lalu tidak akan mampu memeroleh abnormal return karena harga bergerak secara acak,
sehingga tidak dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang.

2. Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi-strong form), yaitu harga-harga saham
menyesuaikan dengan cepat terhadap munculnya semua informasi baru yang dipublikasikan,
sehingga harga merefleksikan secara penuh semua informasi publik. Pada efisiensi pasar
bentuk setengah kuat, setelah informasi dipublikasikan, investor tidak akan mendapat
abnormal return karena harga sekuritas telah mencerminkan seluruh informasi yang
dipublikasikan. Bentuk efisiensi setengah kuat diuji dengan melihat apakah terjadi
penyesuaian harga saat informasi diumumkan. Apabila pasar telah efisien dalam bentuk
setengah kuat, harga saham akan bereaksi dengan cepat begitu informasi dipublikasikan. Jika
harga saham tidak berubah setelah informasi publik diumumkan, maka informasi tersebut
bukan merupakan informasi yang relevan.

329
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

3. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form), menyatakan bahwa harga sekuritas sepenuhnya
mencerminkan semua informasi, baik informasi masa lalu, informasi publik maupun
informasi yang tidak dipublikasikan, sehingga tidak ada investor yang memonopoli akses
terhadap informasi yang relevan bagi pembentukan harga saham. Pada efisiensi pasar bentuk
kuat, tidak ada informasi yang dapat digunakan investor untuk secara konsisten memeroleh
abnormal return.

Hubungan antara ketiga bentuk pasar modal yang efisien tersebut disajikan dalam
Gambar 1.

Strong form
Semi-strong form

weak form
Market data

Public information

All information

Gambar 1: Hubungan Antara Ketiga Bentuk Pasar Modal Yang Efisien


Sumber : Jones. Charles P. 2002. Investment Analysis and Management. Eight edition. John
Wiley & Sons., New York.Pp 320.

Gambar 1 menunjukkan efisiensi bentuk lemah berada ditengah dan berisi informasi
historis pasar modal. Pasar bentuk setengah kuat terletak di luar pasar bentuk lemah, artinya
berisi semua informasi historis pasar modal dan informasi yang dipublikasikan. Efisiensi pasar
bentuk kuat terletak di luar pasar bentuk semi kuat, hal ini menunjukkan jika pasar berisi
informasi historis, informasi yang dipublikasikan dan informasi yang tidak dipublikasikan.
Event study

Event study merupakan suatu studi yang mempelajari reaksi pasar saham terhadap suatu
peristiwa atau informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman. Event study
merupakan salah satu metode penelitian yang menggunakan data pasar keuangan untuk
mengukur dampak dari suatu peristiwa spesifik terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari
harga saham. Event study menggambarkan sebuah teknik riset keuangan empiris yang
memungkinkan seseorang menilai dampak dari suatu peristiwa terhadap harga saham perusahaan
(Bodie et al, 2006). Event study dapat digunakan untuk menguji kandungan informasi dari suatu
pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguji efisiensi pasar bentuk setengah kuat
(Jogiyanto, 2013:585).
Pengujian kandungan informasi dimaksudkan untuk melihat reaksi dari suatu
pengumuman. Jika pengumuman tersebut mengandung informasi, maka diharapkan pasar akan
bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Reaksi pasar saham ditunjukkan
dengan adanya perubahan harga dari sekuritas bersangkutan. Reaksi ini dapat diukur dengan

330
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return.
Jika digunakan abnormal return maka dapat dikatakan bahwa suatu pengumuman yang
mempunyai kandungan informasi akan memberikan abnormal return kepada pasar. Sebaliknya
yang tidak mengandung informasi maka tidak akan terjadi abnormal return kepada pasar
(Jogiyanto, 2013:586).
Reaksi pasar saham terhadap faktor eksternal perusahaan

Keputusan investasi yang dilakukan oleh para investor sangat dipengaruhi oleh adanya
suatu informasi dan saat yang tepat untuk berinvestasi. Informasi tersebut akan mendorong
investor untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investor untuk membeli dan menjual
saham bergantung pada ekspektasi mereka terhadap suatu informasi. Investor akan mengambil
keputusan membeli jika dianggap terdapat isyarat positif yang terkandung dalam informasi
tersebut, begitu juga sebaliknya, investor akan mengambil keputusan menjual jika terdapat
isyarat negatif yang terkandung dalam informasi tersebut.
Informasi yang menjadi pertimbangan investor dalam melakukan keputusan investasi
berasal dari faktor internal yang berkaitan dengan corporate action dan faktor eksternal
perusahaan. Faktor internal yang berkaitan dengan corporate action misalnya kebijakan merger
dan akuisisi, pengumuman dividen, stock split, dan segala sesuatu yang terkait dengan peristiwa
dari dalam perusahaan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan kondisi ekonomi, politik,
sosial dan segala peristiwa di luar perusahaan. Pengaruh dari peristiwa yang berasal dari faktor
eksternal dapat berdampak langsung terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari harga pasar
sahamnya sehingga dapat memengaruhi pendapatan yang diharapkan investor. Sudana (2011:9)
menyatakan “Pengaruh faktor-faktor eksternal tersebut dapat melalui internal yang dapat
memengaruhi keputusan investasi dan pendanaan, dan selanjutnya dapat berdampak pada
pendapatan yang diharapkan atau langsung memengaruhi harga pasar saham perusahaan di pasar
modal”.
Setiap peristiwa yang terjadi akan memiliki kandungan informasi yang nantinya akan
dijadikan pertimbangan dalam membuat keputusan investasi. Informasi ini akan memberikan
isyarat positif atau isyarat negatif tergantung ekspektasi pasar terhadap informasi yang diperoleh
dari sebuah peristiwa. Jika kandugan informasi dianggap akan menguntungkan, pasar akan
memberikan reaksi positif dengan melakukan pembelian saham, sehingga harga pasar saham
dapat mengalami kenaikan, sebaliknya pasar akan bereaksi negatif jika informasi yang
terkandung dalam sebuah peristiwa dirasa tidak menguntungkan, sehingga pasar akan lebih
tertarik menjual sahamnya dan harga pasar saham akan mengalami penurunan. Pasar juga tidak
bereaksi apabila kandungan informasi pada sebuah peristiwa dianggap tidak bernilai.
Perbedaan reaksi pasar saham menyababkan harga saham berubah-ubah seiring
ekspektasi pasar terhadap informasi yang dianggap relevan. Perubahan harga saham akan
berdampak pada pendapatan yang akan diperoleh investor. Dengan kata lain investor
mengharapkan memeroleh abnormal return dari investasinya ketika dapat memanfaatkan
kandungan informasi yang ada pada sebuah peristiwa. Idealnya abnormal return terjadi pada saat
event (t0), namun bisa saja terjadi abnormal return sebelum dan sesudah tanggal diumumkannya
suatu informasi baru. Elton dan Gruber (1995:430-431) menyatakan bahwa terjadinya abnormal
return pada waktu sebelum t0 disebabkan oleh: (1) new release tentang akan adanya
pengumuman penting telah dilepas ke pasar sebelum tanggal pengumuman itu sendiri dan pesan
yang timbul akan ada pengumuman penting dapat memberi informasi adanya kejutan, (2) terjadi
kebocoran informasi. Abnormal return yang terjadi setelah t0 dapat disebabkan oleh: (1)

331
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

informasi datang terlambat kepasar pada hari pengumuman, (2) informasi memerlukan waktu
untuk direfleksikan pada harga.
Penelitian Terdahulu

Peneltian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Luhur (2009) tentang reaksi pasar modal Indonesia seputar pemilihan umum
2009 pada saham LQ-45 dengan menggunakan uji statistik one sampel t-test menunjukkan hasil
adanya abnormal return signifikan di sekitar tanggal pemilihan umum. Serupa dengan penelitian
Suprati (2010 ) tentang pengaruh pergantian menteri keuangan terhadap abnormal return saham
LQ 45 pada tanggal 10 juli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat abnormal return yang
signifikan selama periode uji.
Penelitian lain tentang peristiwa politik dilakukan oleh Pantzalis, et al (2000) yang
bertujuan untuk meneliti abnormal return pada 33 negara disekitar tanggal pemilihan jabatan
politik selama periode 1974-1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat abnormal
return positif yang signifikan pada periode dua minggu setelah pemilihan umum dilaksanakan.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Yulong et al (2003) yang bertujuan untuk menguji
dampak dari peristiwa politik pada perusahaan Amerika yang melakukan join venture dengan
perusahaan Cina terhadap pendapatan sahamnya. Penelitian ini memilih peristiwa Tiananmen
square sebagai peristiwa politiknya dengan sampel berjumlah 94 perusahaan Amerika yang
melakukan join venture dengan perusahaan Cina. Hasil penelitian menunjukkan adanya
abnormal return negative signifikan pada saat peristiwa.
Penelitian terhadap dampak peristiwa politik juga dilakukan oleh Chen, et al (2005) yang
menguji sembilan peristiwa politik selama tahun 1996-2002 terhadap institusi investor asing di
Taiwan, yakni Qualified Foreign Institution Investor (QFII) terhadap pendapatan sahamnya.
Sampel yang digunakan berjumlah 100 perusahaan dan dibagi menjadi dua subgroup (50
perusahaan dengan high–QFII portofolio dan 50 perusahaan dengan low–QFII portofolio). Hasil
penelitian menunjukkan terdapat abnormal return yang signifikan selama periode uji dari
sembilan peristiwa politik di kedua subgroup penelitian.
Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, hipotesis yang diajukan adalah terdapat
reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden, pengumuman hasil
quick count pemilihan umum presiden dan pengumuman kabinet kerja.

Metode Penelitian

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
karena menggunakan data statistik untuk mengetahui reaksi pasar saham terhadap pengumuman
Jokowi sebagai calon presiden, pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden dan
pengumuman kabinet kerja yang diukur dengan average abnormal return (AAR) dan cumulative
average abnormal return (CAAR) dengan menggunakan model analasis event study dengan
periode uji selama 11 hari perdagangan bursa. Pengujian terhadap hipotesis menggunakan one

332
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

sample t-test terhadap average abnormal return (AAR) dan cumulative average abnormal return
(CAAR) untuk mengetahui reaksi pasar saham pada setiap peristiwa politik terkait Jokowi

Definisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman dan memberikan gambaran yang lebih jelas dari
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini definisi operasional
masing-masing variabel beserta cara pengukurannya :
1. Rata-rata pendapatan abnormal (AAR), merupakan rata-rata abnormal return harian dari
seluruh sampel selama periode uji, diukur dengan persamaan (5)
2. Rata-rata pendapatan abnormal kumulatif (CAAR), merupakan akumulasi dari AAR seluruh
sampel untuk menguji ada tidaknya abnormal return secara kumulatif selama periode uji,
diukur dengan persamaan (6)

Prosedur Penentuan Sampel

Populasi dan penelitian ini adalah perusahaan yang telah go public di Bursa Efek
Indonesia tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian tidak mengeluarkan pengumuman berupa
corporate action seperti pengumuman merger, akuisisi, stock split, pembagian dividen, dan
pengumuman penting lainnya selama periode uji.
2. Saham tersebut aktif diperdagangkan selama periode uji. Menurut surat edaran Bursa Efek
Jakarta No. SE-03/BEJ/II-1/1994, kriteria saham aktif yang diperdagangkan adalah saham
yang mempunyai frekuensi perdagangan minimal 75 kali atau lebih dalam tiga bulan atau
300 kali atau lebih setiap tahunnya.
3. Data perusahaan yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia selama periode pengujian.

Teknik Analisis

Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tanggal terjadinya peristiwa (t0), yakni pada saat pengumuman Jokowi sebagai
calon presiden tanggal 14 Maret 2014, pada saat pengumuman hasil quick count pemilihan
umum presiden tanggal 10 Juli 2014 dan pada saat pengumuman kabinet kerja tanggal 27
Oktober 2014.
2. Menentukan periode uji, yaitu selama 11 hari perdangan bursa saham di sekitar
pengumuman (5 hari sebelum pengumuman, saat pengumuman, 5 hari setelah
pengumuman)
3. Menghitung realized return saham yaitu pendapatan yang diterima investor berupa capital
gain (loss) selama periode uji dengan menggunakan persamaan (1)
4. Menghitung expected return menggunakan market adjusted model selama priode uji dengan
menggunakan persamaan (3)
5. Menghitung abnormal return yaitu selisih realized return dengan expected return dengan
menggunakan persamaan (4)
6. Menghitung average abnormal return selama periode uji dengan menggunakan persamaan
(5)

333
Anis Sundiyah Jurnal Manaje
ajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol.
l. 2, Nomor 3, Juni 2015

7. Melakukan uji hipotesis AARA menggunakan uji t:


a. Merumuskan uji hipote tesis statistik sebagai berikut :
H0 : AARt = 0, tidak terdapat
te reaksi pasar saham terhadap pengum umuman Jokowi sebagai
n, pengumuman hasil quick count pemilihan
calon presiden, n umum presiden dan
pengumuman kabinet
ka kerja.
H1 : AARt ≠ 0, terdapa
pat reaksi pasar saham terhadap pengumuman an Jokowi sebagai calon
presiden, pengugumuman hasil quick count pemilihan umum um presiden dan
pengumuman kabinet
ka kerja.
b. Menetapkan besarnyaa tingkat
t signifikan sebesar = 5%
c. Menetapkan kriteriaa dditerima atau ditolaknya hipotesis nol (H0) dalam pengambilan
keputusan dengan bant ntuan program SPSS sebagai berikut :
H0 diterima bila signifi
ifikansi nilai t ≥ 0,05, yang berarti tidak terdap
dapat reaksi pasar saham
terhadap pengumuman an Jokowi sebagai calon presiden pengumum uman hasil quick count
pemilihan umum presidsiden dan pengumuman kabinet kerja.
H0 ditolak bila signif
nifikansi nilai t < 0,05, yang berarti terdapa pat reaksi pasar saham
terhadap pengumuman an Jokowi sebagai calon presiden, pengumum uman hasil quick count
pemilihan umum presidsiden dan pengumuman kabinet kerja.
8. Menghitung cumulativee average
a abnormal return (CAAR) seluruh sampel
s selama periode
uji dengan menggunakan n persamaan (6)
9. Melakukan uji hipotesis CAAR
C menggunakan uji t
a. Merumuskan uji hipot otesis statistik sebagai berikut :
H0 : CAARt = 0, tidak
tid terdapat reaksi pasar saham terhadapp pengumuman Jokowi
sebagai calon ppresiden, pengumuman hasil quick count pem emilihan umum presiden
dan pengumum man kabinet kerja.
H1 : CAARt ≠ 0, terderdapat reaksi pasar saham terhadap pengum muman Jokowi sebagai
en, pengumuman hasil quick count pemilihan
calon presiden, an umum presiden dan
pengumuman kabinet
k kerja.
b. Menetapkan besarnya ya tingkat signifikan sebesar = 5%
c. Menetapkan kriteriaia diterima atau ditolaknya hipotesis nol (H0) dalam pengambilan
keputusan dengan banantuan program SPSS sebagai berikut :
H0 diterima bila signi
nifikansi nilai t ≥ 0,05 yang berarti tidak terdap
dapat reaksi pasar saham
terhadap pengumumaan Jokowi sebagai calon presiden, pengumum uman hasil quick count
pemilihan presiden dan
da pengumuman kabinet kerja.
H0 ditolak bila signi
nifikansi nilai t < 0,05 yang berarti terdapa pat reaksi pasar saham
terhadap pengumumaan Jokowi sebagai calon presiden, pengumum uman hasil quick count
pemilihan umum pres esiden dan pengumuman kabinet kerja.
10. Membandingkan secaraa diskriptif
d hasil reaksi pasar saham terhadap
ap pengumuman Jokowi
sebagai calon presiden,, pengumuman hasil quick count pemilihan an umum presiden dan
pengumuman kabinet ker erja untuk melihat konsistensi reaksi secara keseseluruhan.

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Hasil Penelitian

ukan terhadap perusahaan yang telah go public


Penelitian ini dilakuk p di Bursa Efek
Indonesia tahun 2014 Sesuaii prosedur
p penentuan sampel diperoleh sampel
el sebanyak :

334
Anis Sundiyah Jurnal Manaje
ajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol.
l. 2, Nomor 3, Juni 2015

1. Pada saat pengumuman Jokowi


Jo sebagai calon presiden tanggal 14 Mar
aret 2014 sebanyak 230
perusahaan.
2. Pada saat pengumuman hhasil quick count pemilihan umum presiden en tanggal 10 Juli 2014
sebanyak 316 perusahaan
3. Pada saat pengumuman ka kabinet kerja tanggal 27 Oktober 2014 sebanyayak 339 perusahaan.
tkan nilai average actual return, expected retu
Tabel 1 memperlihatka turn, average abnormal
return dan cumulative avera erage abnormal return saham perusahaan yyang menjadi sampel
penelitian pada peristiwa polit
litik terkait Jokowi selama periode uji.

Tabel 1
Average Actual Return,, E
Expected Return, Average Abnormal Return
rn dan Cumulative
Avera
rage Abnormal Return Selama Periode Uji

Pada pengumuman Jo Jokowi sebagai calon presiden, mayoritas averagea actual return
bernilai positif dengan nilaii tertinggi
t sedangkan nilai average
terdapat pada t0 sebesar 0,0386 sed
actual return terendah terdapapat pada t+2 sebesar -0,0170. Nilai tertinggi gi expected return juga
0323 dan nilai expected return terendah terdap
terdapat pada t0 sebesar 0,03 apat pada t+4 sebesar -
0,0254. Mayoritas AAR berni nilai positif dengan nilai tertinggi terdapat pada
pa t+1 sebesar 0,0287
sedangkan nilai terendah terdapat
te pada t-1 sebesar -0,0066. Semu ua nilai CAAR pada
pengumuman Jokowi sebagai ai calon presiden benilai positif dengan nilaii ttertinggi terdapat pada
t+5 sebesar 0,0495 dan nilaiai terendah terdapat pada t-1 sebesar 0,0006.. Nilai AAR dan CAAR
yang didominasi oleh nilaii positif
p menunjukkan bahwa pengumuman n Jokowi sebagai calon
peresiden merupakan good new ews bagi pasar sehingga pasar saham akan ber ereaksi positif.
Pada pengumuman Jo Jokowi sebagai calon presiden, mayoritas averagea actual return
bernilai positif dengan nilaii tertinggi
t terdapat pada t0 sebesar 0,0386 sedangkan
sed nilai average
actual return terendah terdapapat pada t+2 sebesar -0,0170. Mayoritas AAR bernilai positif dengan

335
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

nilai tertinggi terdapat pada t+1 sebesar 0,0287 sedangkan nilai terendah terdapat pada t-1
sebesar -0,0066. Semua nilai CAAR pada pengumuman Jokowi sebagai calon presiden benilai
positif dengan nilai tertinggi terdapat pada t+5 sebesar 0,0495 dan nilai terendah terdapat pada t-
1 sebesar 0,0006. Nilai AAR dan CAAR yang didominasi oleh nilai positif menunjukkan bahwa
pengumuman Jokowi sebagai calon peresiden merupakan good news bagi pasar sehingga pasar
saham akan bereaksi positif.
Pada pengumuman hasil quick count, mayoritas nilai average actual return dan nilai
expected return bernilai positif. Nilai average actual return tertinggi terdapat pada t+4 sebesar
0,0087 sedangkan nilai terendah terdapat pada t+1 sebesar -0,0052. Terdapat enam AAR bernilai
positif dan lima AAR bernilai negatif. Nilai AAR tertinggi terdapat pada t-4 sebesar 0,0095 dan
nilai terendah terdapat t-2 sebesar -0,0123. Mayoritas nilai CAAR bernilai negatif karena hanya
terdapat dua CAAR yang bernilai positif dengan nilai tertinggi pada t-4 sebesar 0,0080 sedangkan
nilai CAAR terendah terdapat pada t0 sebesar -0,0175. Banyaknya nilai AAR positif dan AAR
negatif yang cukup seimbang sementara CAAR didominasi oleh angka negatif menunjukkan
bahwa pasar menganggap pengumuman tersebut sebagai bad news sehingga pasar akan bereaksi
negatif.
Pada pengumuman kabinet kerja, nilai average actual return tertinggi terdapat pada t+2
sebesar 0,0136 sedangkan nilai terendah terdapat pada t0 sebesar -0,0040. Nilai expected return
tertinggi terdapat pada t+2 sebesar 0,0145 sedangkan nilai terendah terdapat pada t0 sebesar -
0,0096. Terdapat enam nilai AAR positif dan lima nilai AAR negatif dengan nilai AAR tertinggi
tedapat pada t0 sebesar 0,0057 sedangkan nilai terendah terdapat pada t+4 sebesar -0,0041.
Mayoritas CAAR bernilai positif dengan nilai tertinggi terdapat pada t+3 sebesar 0,0158
sedangkan nilai terendah terdapat pada t-2 sebesar -0,0006, dengan kata lain pasar menganggap
pengumuman tersebut sebagai good news sehingga pasar saham akan bereaksi positif.

Analisis Average Abnormal Return (AAR)

Hasil analisis reaksi pasar saham terhadap peristiwa politik terkait Jokowi yang diukur
dengan menggunakan AAR dipaparkan pada Tabel 2.

336
Anis Sundiyah Jurnal Manaje
ajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol.
l. 2, Nomor 3, Juni 2015

Tabel 2
AAR dan Hasil Uji Signifikansi

* sig
ignifikan pada tingkat α= 5%

* signifikan pada
pa tingkat α= 5%

Pada pengumuman Jokowi


Jo sebagai calon presiden terdapat empa pat AAR bernilai positif
an t+4 dan satu AAR bernilai negatif signifika
signifikan pada t-5, t0, t+3 dan ikan pada t-1, sementara
pada pengumuman hasil quickk count pemilihan umum presiden, terdapat tiga tig AAR bernilai positif
signifikan pada t-4, t+1, t+55 dan tiga AAR bernilai negatif signifikan pada p t-2, t0, t+3. Pada
pengumuman kabinet kerja,, terdapat
t tiga AAR bernilai positif signifikann pada t-1, t0, t+1, dan
satu AAR bernilai negatif signi
nifikan terdapat pada t+4.
Nilai AAR positif signifikan
sig menunjukkan bahwa pasar memb mberikan reaksi positif
terhadap peristiwa politik tererkait Jokowi. Sebaliknya, nilai AAR negatif tif menunjukkan bahwa
pasar memberikan reaksi yan ang negatif terhadap peristiwa politik terka kait Jokowi. Gambar 2
ni AAR pada peristiwa politik terkait Jokowi
memperlihatkan pergerakan nilai wi.

Gamba
bar 2 : Pergerakan AAR selama periode uji

Berdasarkan pergerakakan nilai AAR pada Gambar 2 tampak bahwa pasar


p memeroleh AAR
tertinggi pada t+1 setelah peng an memeroleh AAR
ngumuman Jokowi sebagai calon presiden dan

337
Anis Sundiyah Jurnal Manaje
ajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol.
l. 2, Nomor 3, Juni 2015

engumuman hasil quick count pemilihan umum


terendah pada t-2 sebelum pen um presiden. Pada
nilai AAR relatif lebih stabil dibandingkan duaa pengumuman
pengumuman kabinet kerja nil p lainnya.
Analisis Cumulative Averagee Abnormal Return (CAAR)

Hasil analisis reaksii pasar


p saham terhadap peristiwa politik terka
kait Jokowi yang dukur
dengan menggunakan CAAR terdapat
t pada Tabel 3.

Tabel 3
CAAR dan Hasil Uji Signifikansi

* signifik
ikan pada tingkat α= 5%

* signifikan pada
pa tingkat α= 5%

Tabel 3 memperlihat atkan bahwa pada pengumuman Jokowi sebagai se calon presiden
terdapat lima nilai CAAR positif signifikan pada t-5, t–3, t–2 dan an t0, sementara pada
pengumuman hasil quick coun unt pemilihan umum presiden terdapat dua CAAR C bernilai positif
signifikan pada t-4 dan t-3 dan
an satu CAAR bernilai negatif signifikan pada
da t0. Pada pengumuman
kabinet kerja terdapat enam nilai
n CAAR positif signifikan, yakni pada t-4 4, t0, t+1, t+2, t+3 dan
t+4. CAAR bernilai positif signifikan
sig dikarenakan terdapat kandungan informasi
inf yang dianggap
sebagai isyarat positif oleh pasar
p sehingga pasar bereaksi positif, sedanangkan CAAR bernilai
negatif signifikan dikarenakakan terdapat kandungan informasi yang dian ianggap sebagai isyarat
pa bereaksi negatif. CAAR bernilai positiff signifikan
negatif oleh pasar sehingga pasar s dikarenakan
terdapat kandungan informasiasi yang dianggap sebagai isyarat positif olehh pasar sehingga pasar
bereaksi positif, sedangkan CAAR
C bernilai negatif signifikan dikarenaka
kan terdapat kandungan
informasi yang dianggap sebag
bagai isyarat negatif oleh pasar sehingga pasarr bbereaksi negatif
Gambar 3 memperlihatkan per ergerakan nilai CAAR pada peristiwa politik terkait
te Jokowi.

338
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

0.06
0.05
CAAR Pengumuman
0.04
Jokowi Sebagai Calon
0.03 Presiden
0.02 CAAR Pengumuman
Hasil Quick Count
0.01
Pemilu Presiden
0.00
CAAR pengumuman
-0.01 t-5 t-4 t-3 t-2 t-1 t+0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 Kabinet Kerja
-0.02
-0.03

Gambar 3 : Pergerakan CAAR selama periode uji

Tampak pada Gambar 3 bahwa pergerakan nilai CAAR pengumuman Jokowi sebagai
calon presiden sama dengan pergerakan nilai CAAR pada pengumuman kabinet kerja, yakni nilai
CAAR cenderung mengalami peningkatan dan bernilai positif. Sebaliknya, pergerakan nilai
CAAR pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden cenderung mengalami
penurunan dan bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pengumuman Jokowi sebagai calon
presiden dan pangumuman kabinet kerja konsisten direaksi positif oleh pasar dan tidak konsiten
dengan reaksi pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden karena pasar
bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut.

Reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden

Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat nilai AAR positif signifikan
pada t-5 sebelum pengumuman Jokowi sebagai calon presiden. AAR positif signifikan pada t-5
sebelum pengumuman menunjukkan bahwa informasi kepastian pencalonan Jokowi telah
diketahui publik beberapa hari sebelumnya. Nilai AAR negatif signifikan terdapat pada t-1
sebelum pengumuman dikarenakan pasar mulai ragu dengan informasi yang mereka peroleh
karena belum juga ada pengumuman secara resmi dari PDI-P terkait pencalonan Jokowi sebagai
presiden. Akhirnya pada tanggal 14 maret 2014 pukul 14.40 WIB, Puan Maharani selaku ketua
Bappilu PDI-P secara resmi mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden mewakili PDI-P dan
sesaat setelah pengumuman, pasar langsung memberikan reaksi positif hingga membuat IHSG
naik sebesar 3,23%. Reaksi positif yang terjadi pada t0 atau pada saat pengumuman terjadi
ditunjukkan dengan AAR yang bernilai positif signifikan.
Pasar sangat menyambut baik pencalonan Jokowi sebagai presiden mengingat Jokowi
dinilai memiliki program kerja dan etos kerja yang bagus, jejak rekam yang bersih, pro rakyat,
pekerja keras dan tegas sehingga membuat pasar optimis terhadap kondisi perekonomian
Indonesia di masa mendatang akan semakin lebih baik dan menguntungkan apabila dipimpin
oleh Jokowi. Hal ini didukung oleh hasil beberapa lembaga survei yang menunjukkan bahwa
popularitas dan elektabilitas Jokowi selalu menempati urutan teratas sebagai calon presiden 2014
pilihan rakyat serta dengan adanya publikasi yang masif tentang hal-hal positif terkait Jokowi
membuat figur Jokowi mendapat tempat tersendiri di hati rakyat. AAR juga bernilai positif
signifikan pada t+3, t+4 setelah pengumuman Jokowi sebagai calon presiden karena pasar masih

339
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

merasakan euforia atas pencalonan Jokowi sebagai presiden. Akan tetapi euforia tersebut tidak
berlangsung lama karena pada t+5, nilai AAR menunjukan hasil yang tidak signifikan, hal ini
menunjukkan bahwa kandungan informasi yang diperoleh pasar dari pengumuman Jokowi
sebagai calon presiden diterima pasar dengan cepat.
Berdasarkan nilai CAAR, menujukkan bahwa investor yang melakukan transaksi selama
periode uji akan memeroleh CAAR positif dan signifikan pada t-5, t-3, t-2 sebelum pengumuman
dan pada t0 atau pada saat pengumuman terjadi Hal ini menandakan pasar menganggap
pencalonan Jokowi sebagai presiden dinilai sudah tepat serta mendukung pencalonan tersebut.
Hal ini didukung oleh pernyataan Fadjar Adrianto selaku peneliti ekonomi dan pasar modal Bank
Danamon dalam wartaekonomi.com tanggal 15 maret 2014, bahwa pencalonan Jokowi sebagai
presiden akan berdampak positif bagi pertumbuhan prekenomian Indonesia, khususnya dalam
pemberantasan korupsi, pembenahan sektor ekonomi dan perbaikan infrastruktur yang lebih
baik.

Reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden.

Dari analisis Tabel 2, nilai AAR positif signifikan dan nilai AAR negatif signifikan terjadi
secara bergantian selama periode uji menunjukkan bahwa pengumuman hasil quick count
pemilihan umum presiden direaksi tidak konsisten oleh pasar. Hal ini dikarenakan terdapat
banyak informasi yang membingungkan pasar sehingga membuat pasar tidak yakin terhadap
hasil prediksi pemenang quick count pemilihan umum presiden. Informasi yang
membingungankan pasar diakibatkan oleh perbedaan prediksi pemenang hasil quick count
pemilihan presiden dimana dari 12 lembaga survei, delapan lembaga survei memenangkan
pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, sementara empat lembaga survei lainnya memenangkan pasangan
Prabowo-Hatta.
Quick count pemilihan umum presiden tanggal 10 juli 2014 menimbulkan polemik
tersendiri bagi pasar karena banyaknya informasi yang tidak konsisten dan membingungan.
Adanya perbedaan hasil quick count antara dua pasangan calon presiden membuat masing-
masing pasangan mengklaim kemenangannya dalam hasil quick count dan membuat pasar
semakin bingung dalam menentukan keputusan investasi yang tepat mengingat belum adanya
kepastian pemenang hasil real count pemilihan umum presiden. Hal ini didukung oleh
pernyataan Satrio Utomo selaku Kepala Riset PT Universal Broker dalam tempo.com tanggal 11
Juli 2014 bahwa dua calon presiden yang mengklaim kemenangan dapat menimbulkan konflik,
sehingga pelaku pasar cenderung berhati-hati.
Berdasarkan nilai CAAR pada pengumuman hasil quick count pemilihan umum presiden
menunjukkan bahwa investor yang melakukan transaksi sampai dengan t-4 dan t-3 akan
memeroleh CAAR positif dan signifikan, selebihnya investor akan memeroleh CAAR negatif
hingga akhir periode uji. Tren menurun dimulai pada t-2 hingga akhir periode dikarenakan
banyaknya informasi asimetris yang diperoleh dari pengumuman hasil quick count pemilhan
umum presiden dan dianggap sebagai isyarat negatif sehingga pasar bereaksi negatif.

Reaksi pasar saham terhadap pengumuman kabinet kerja

Berdasarkan analisis pada Tabel 2, AAR bernilai positif signifikan pada t-1 dikarenakan
publik sudah mengetahui nama-nama yang akan dipilih Jokowi dalam kabinet kerja dan pada t0
serta t+1 setelah pengumuman kabinet kerja, AAR bernilai positif signifikan karena pasar menilai

340
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

nama-nama dalam kabinet kerja telah sesuai dengan jabatannya. Pada t+4, AAR bernilai negatif
signifkan karena setelah Jokowi resmi mengumumkan struktur dan nama-nama dalam kabinet
kerja, terjadi polemik akibat adanya sedikit keraguan atas komitmen Jokowi untuk membentuk
kabinet yang bersih dianggap tidak terealisasi dengan baik karena masih terdapat beberapa nama
yang dianggap bermasalah dalam rekam jejak jabatan sebelumnya maupun dari aspek
kapabilitasnya.
Mayoritas CAAR bernilai positif dan signifikan pada t-4, t0, t+1, t+2, t+3 dan t+4 dan
hanya terdapat satu CAAR yang bernilai negatif, yakni pada t-2. Secara akumulasi, investor yang
melakukan transaksi selama periode uji akan mendapatkan keuntungan. Hal ini dikarenakan
pasar menganggap nama-nama yang terdapat dalam kabinet kerja dinilai memiliki kredibilitas
yang baik, berpengalaman dan profesional sehingga membuat pasar optimis jika kabinet kerja
yang dibentuk Jokowi dapat membuat perekonomian Indonesia lebih baik untuk kedepannya
meskipun terdapat beberapa nama yang dianggap bermasalah dalam rekam jejak jabatan
sebelumnya, hal ini didukung dengan pernyatan Hariyadi Sukamdani selaku wakil ketua umum
Kadin dalam Bidang Fiskal dalam jurnalasia.com tanggal 26 Oktober 2014 bahwa nama-nama
menteri, khususnya di bidang ekonomi telah diisi oleh orang-orang yang profesional di
bidangnya.

Konsistensi reaksi pasar saham terhadap peristiwa politik terkait Jokowi

Dari hasil analisis AAR pada Tabel 2 dan analisis CAAR pada tabel 3, memperlihatkan
bahwa mayoritas nilai AAR dan nilai CAAR pada pengumuman Jokowi sebagai calon presiden
dan pada pengumuman kabinet kerja bernilai positif, sementara pada pengumuman hasil quick
count pemilihan umum presiden terdapat enam AAR bernilai positif dan lima AAR bernilai
negatif dengan mayoritas CAAR bernilai negatif.
Berdasarkan analisis nilai AAR dan nilai CAAR, terdapat konsistensi reaksi positif pada
pengumuman Jokowi sebagai calon presiden dan pada pengumuman kabinet kerja dan tidak
konsisten dengan reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum
presiden karena pasar memberikan reaksi negatif.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden tanggal
14 Maret 2014, yakni mayoritas AAR dan CAAR bernilai positif signifikan menunjukkan
bahwa kandungan informasi yang diperoleh dianggap good news sehingga pasar bereaksi
positif.
2. Terdapat reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum
presiden tanggal 10 Juli 2014, yakni tiga hari AAR bernilai positif signifikan dan tiga hari
AAR bernilai negatif signifikan dengan mayoritas CAAR bernilai negatif menunjukkan bahwa
kandungan informasi yang diperoleh dianggap bad news sehingga pasar bereaksi negatif.
3. Terdapat reaksi pasar saham pada saat pengumuman kabinet kerja tanggal 27 Oktober 2014,
yakni mayoritas AAR dan CAAR yang bernilai positif signifikan menunjukkan bahwa
kandungan informasi yang diperoleh dianggap good news sehingga pasar bereaksi positif.

341
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

4. Reaksi positif pasar saham terhadap pengumuman Jokowi sebagai calon presiden konsisten
dengan reaksi pasar saham terhadap pengumuman kabinet kerja dan tidak konsisten dengan
reaksi pasar saham terhadap pengumuman hasil quick count pemilihan umum karena pasar
bereaksi negatif.

Daftar Pustaka

Bodie, Zvi et al.2006. tanpa tahun. Investasi. Terjemahan oleh Zuliani Dalimunte dan Budi
Wibowo. 2006. Jakarta : Salemba Empat

Brown, Stephen J. Dan Warner, Jerold B. (1980). Measuring Security Price Performance.
Journal of Financial Economics. No. 8: 205-258.

______________. (1985). Using Daily Stock Returns: The Case of Event Studies.Journal of
Financial Economics. No. 14: 3-31

Charles, Jones P. 2002. Investment Analysis and Management. 8th edition. United States of
America: Jhon Willeyend Sons.Inc

Elton, Edwn J. and Martin J. Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis.
Fifth edition. United States of America : John Willey & Sons.Inc

Fama, Eugene F. 1970. Efficient Capital; Markets : A review of theory and empirical work . The
Journal of Finance. Vol 25 (2). 383-487

Hartono, Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE Yogyakarta. Edisi
Kedelapan. Yogyakarta.

Hirt, Geoffrey A and Stanley B. Block. 2003. Fundamentals of Investment Management. 7th
edition. New York : The McGraw-Hill Company inc

Kritzman, Mark P. 1994. What Practitioners Need to Know Abaut Event Studies. Financial
analysis Journal. 17-21

MacKinlay, A. Craig, 1997,Event Studies in Economics and Finance, Journal of Economic


Literature, Vol.XXXV (March), h.13-39.

Madura, Jeff. 2006. Financial institusions and markets. 7th edition. Thomson South-Western

Paharizal, 2014. Jokowi calon Presiden Blusukan, Yogyakarta : Cakrawala

Pantzalis, Christos et a.,2000. Political elections and the resolution of incertanty : the
international evidence. Journal of banking and finance. 1575-1604

342
Anis Sundiyah Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
I Made Sudana Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Reilly, Frank K and Keith C Brown, 2012. Analysis of Investment and Management of
Portofolios. 10th edition. South-Western: Cengage learning

Sudana, I Made. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Praktik. Jakarta : Airlangga

343
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
ANALISIS PERENCANAAN STRATEGI PEMASARAN
PADA PT. HAPEEL PHARMINDO
Oleh
Syaifuddin Fahmi
STIE Kertanegara Malang
Email: syaifuddin_fahmi@stiekma.ac.id

Abstrak
PT. Hapeel Pharmindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran
produk farmasi dan obat-obatan dengan cakupan pemasaran wilayah kabupaten dan kota di
jawa timur, jawa tengah, pulau bali, kalimantan dan NTT. Hadirnya banyak pesaing baru
khususnya yang bergerak dalam bidang pemasaran produk farmasi membuat perusahaan
melakukan banyak cara untuk meningkatkan volume penjualan, diantaranya adalah dengan
merumuskan strategi pemasaran yang tepat. Hasil analisis keuangan yang dilakukan oleh
peneliti pada periode dua tahun terakhir menunjukkan adanya penurunan volume penjualan,
hal ini yang kemudian dianggap penting untuk diketahui terkait dengan dimanakah posisi
perusahaan dalam persaingan usaha melalui beberapa tahapan analisis lingkungan baik
internal maupun eksternal. Hasil analisis SAP (Strategy Advantage Profile) menunjukkan
bahwa posisi persaingan PT. Hapeel Pharmindo ada pada posisi Favorable (aman), dengan
nilai tertimbang sebesar 3,63. Posisi ini berarti perusahaan memiliki kekuatan tertentu yang
tidak di miliki oleh pesaing, yang dapat dimaksimalkan sehingga menjadi keunggulan
kompetitif. Matriks ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile) menjelaskan
bahwa posisi perusahaan berada pada posisi usaha ideal dengan nilai tertimbang 3,94, yang
artinya PT. Hapeel Pharmindo masih memiliki peluang untuk dapat mengembangkan bisnis
secara maksimal, dikarenakan potensi bisnis masih terbuka lebar. Hal yang serupa juga
ditunjukkan dari hasil mapping menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity dan Threet). Posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada kuadran II, yang artinya
bahwa meskipun perusahaan menghadapi berbagai ancaman dari lingkungan eksternal,
namun masih memiliki kekuatan dari segi internal yang bisa dikembangkan dan
dimaksimalkan. Strategi yang tepat untuk digunakan oleh perusahaan adalah dengan
melakukan diversifikasi melalui inovasi dan pengembangan strategi pemasaran
Keyword : Perencanaan strategi, marketing, ETOP, SWOT, SAP.
I. Pendahuluan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan telah mendorong


penemuan obat-obatan baru yang lebih baik dan berkualitas guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia. Pelayanan kesehatan yang optimal menjadi suatu
keharusan, dimana obat harus ditangani secara ketat dalam pembuatan sampai pada proses
distribusi ke konsumen. Industri farmasi sebagai produsen obat, mempunyai kewajiban moral
dan tanggung jawab sosial untuk senantiasa menghasilkan obat yang bermutu serta menjamin
obat-obatan tersebut sampai ke tangan mesyarakat dengan tepat. Berdasarkan akan adanya
kebutuhan yang cukup besar akan jalur distribusi produk farmasi di Indonesia, maka
bermunculan usaha-usah yang bergerak dibidang distribusi produk farmasi yang menjadi
penghubung antara produsen obat dengan konsumen yaitu toko obat, klinik dan rumah sakit.
PT. Hapeel Pharmindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran
produk farmasi dan obat-obatan, wilayah pemasaran produk meliputi kota Malang, dan
beberapa kota disekitarnya. Perusahaan memiliki banyak kendala dalam pemasaran produk
farmasi khususnya terkait dengan hadirnya kompetitor di bisnis ini, sehingga lingkungan

344
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
usaha menjadi sangat kompetitif. Dengan demikian perlu adanya strategi pemasaran di dalam
mengantisipasi hadirnya pesaing yang berpotensi menurunkan volume penjualan dan
merugikan perusahan. Permasalahan yang dihadapi PT. Hapeel Pharmindo, adalah pada
perencanaan strategi atas penjualan produk farmasi sebagai bisnis utama perusahaan, karena
selama ini pelaksanaanya tanpa didahului dengan perencanaan yang matang dalam
perhitungannya. Penjualan hanya melanjutkan kebijakan dan tradisi lama tanpa terlebih
dahulu mengevaluasi apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan dari strategi yang telah
ditarapkan. Pertumbuhan industri yang demikian pesat, ditambah dengan lingkungan
eksternal yang cenderung berubah-ubah memaksa perusahaan untuk menganalisa strategi apa
yang paling tepat dalam meningkatkan volume penjualan. Analisis lingkungan adalah salah
satu tahapan dalam perencanaan strategis yang sangat penting perananya didalam
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Lingkungan Internal berkaitan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan, sedangkan lingkungan eksternal
adalah lingkungan umum di luar internal perusahaan yang memiliki pengaruh langsung
ataupun tidak langsung pada kinerja perusahaan. Keberhasilan dalam mengkaji lingkungan
strategis yang meliputi lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat memberikan
informasi penting pada perusahaan terkait dengan keunggulan kompetitif perusahaan di
tengah persaingan. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis SAP (Strategy
Advantage Profile), analisis ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile), dan
analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threet). Analisis keuangan
dipergunakan untuk melengkapi informasi terkait dengan volume penjualan produk dan
posisi likuiditas perusahaan.
Berdasarkan pada identifikasi masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
pada penelitian ini adalah : 1. Apa saja faktor-faktor internal yang berpengaruh terhadap
perusahaan?, 2. Apa saja faktor-faktor faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
perusahaan?, dan 3. Bagaimana menentukan strategi pemasaran berdaya saing pada PT.
Hapeel Pharmindo dengan pendekatan analisis SWOT?. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasikan faktor-faktor lingkungan internal dan
eksternal yang mempengaruhi perusahaan serta posisi perusahaan sesuai dengan kondisi
lingkungan perusahaan.

II. Landasan Teori

A. Perencanaan Strategi

Menurut Thomas L Wheelen dan J. David Hunger (2008:3), manajemen strategis


adalah serangkaian keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka
panjang dari perusahaan.Ini mencakup pemindaian lingkungan (baik eksternal dan internal)
perumusan strategi (strategy atau perencanaan jangka panjang) pelaksanaan dan evaluasi
pengendalian strategy. Menurut Aime Heene dan Sebastian (2010:9-10), manajemen strategi
adalah kesatuan proses manajemen pada suatu organisasi yang berulang-ulang dalam
menciptakan nilai serta kemampuan untuk menghantar dan memperluas distribusinya kepada
pemangku kepentingan ataupun pihak lain yang berkepentingan. Terdapat 5 tugas dalam
manajemen strategi: (1) Mengembangkan visi dan misi, (2) Menetapkan tujuan dan sasaran,
(3) Menciptakan suatu strategi mencapai sasaran, (4) Mengimplementasikan dan
melaksanakan strategi, dan (5) Mengevaluasi strategi dan pengarahan Sedangkan menurut
Peter Drucker (2002), Langkah-langkah atau proses perencanaan strategi yang dapat
dilakukan oleh manajer puncak untuk menunjang berfungsinya suatu sistem adalah :
Menetapkan sasaran, merencanakan strategi, merencanakan tujuan akhir, mengembangkan
falsafah perusahaan, menggariskan kebijaksanaan, merencanakan struktur organisasi,

345
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
mempersiapkan personalia, menetapkan prosedur, menyediakan sarana-sarana, menyediakan
modal, menetapkan standar-standar, menetapkan program-program manajemen dan
perencanaan operasional, memperoleh informasi untuk pengawasan, dan menggerakkan
orang-orang.
B. Analisa Lingkungan Perusahaan

1. Analisis Lingkungan Internal

Jauch dan Glueck (2008) menjelaskan bahwa Analisa intern proses dengan nama
perencanaan strategi mengkaji pemasaran dan distribusi perusahaan. Peneliti dan
pengembangan, produksi dan operasi, sumber daya dan karyawan perusahaan serta faktor
keuangan dan akuntansi untuk menentukan dimana perusahaan mempunyai kemampuan yang
penting, sistem perusahaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara efektif dan dapat
menangani ancaman di dalam lingkungan.
Sedangkan Wahyudi (2006) mendefinisikan, menganalisa intern adalah analisa intern
perusahaan dalam rangka menilai atau mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan dari
tiap-tiap divisi antara lain divisi pemasaran, divisi keuangan, produksi atau operasi dan
sumber daya manusia. Dimana analisis yang dipergunakan dalam menganalisis lingkungan
internal adalah analisis SAP (Strategy Advantage Profile)

2. Analisis Lingkungan Eksternal

Menurut Suwarsono (2006) mengemukakan bahwa faktor eksternal merupakan


lingkungan bisnis yang melingkupi operasi perusahaan yang dari padanya muncul peluang
(oppportunities)dan ancaman (threats) terhadap bisnis. Penulis membagi enam faktor
lingkungan ekstern yang berpengaruh terhadap perusahaan, yaitu : Ekonomi, politik,
termasuk pemerintah dan aturannya, pasar dan persaingan, teknologi, demografi, dan
pelanggan. Analisis yang dipergunakan dalam menganalisis lingkungan eksternal adalah
analisis ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile). Dimana analisa ini
digunakan untuk menyediakan gambaran tentang daerah-daerah kritis yang mempunyai sikap
strategi di masa depan.

3. Analisis SWOT

Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) digunakan untuk


menganalisa lingkungan yang mengandung peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan
yang ada di dalam perusahaan.

346
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Gambar 1
SWOT Analysis Matrik
Numerous Enviroment
Opportunities

Cell 3 : support aturnaround Cell 1 : support an


Oriented aggressive strategy

Critical Internal Substansial


Weakness Internal Strenghts

Cell 4 : support defensive Cell 2 : support an


strategy diversification strategy
Mayor Enviroment
Threats

Sumber : John. A Pearce II and Richard B. Robinson, Jr. Strategy formulation and
implementation, Third Edition, Illinois, 2008

Cell 1 : Perusahaan mendapatkan beberapa peluang lingkungan dan mempunyai banyak


kekuatan sehingga mendorong untuk memanfaatkan peluang tersebut, penerapan
strategi organisasi pertumbuhan.
Cell 2 : Perusahaan menghadapi lingkungan eksternal yang kurang menguntungkan, namun
di lain sisi ada beberapa keunggulan internal yang dimiliki. Sehingga strategi
perusahaan akan menggunakan kekuatan itu untuk membuat peluang jangka panjang
pada produk atau pasar lain melalui diversifikasi.
Cell 3 : Terdapat peluang besar namun perusahaan menghadapi beberapa kelemahan intern.
Strategi yang harus diterapkan adalah mengejar peluang besar secara efektif dan
mengurangi kelemahan intern.
Cell 4 : Merupakan situasi yang paling tidak menguntungkan. Perusahaan menghadapi
ancaman lingkungan yang kuat dengan posisi yang lemah. Strategi dialihkan dengan
memeriksa posisi pasar dan produk dengan menggunakan analisa SWOT.

347
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
4. Analisa Keuangan

a) Ratio Likuiditas
Ratio likuiditas yaitu digunakan sebagai petunjuk kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya dalam waktu jangka pendek.
b) Ratio Keuntungan
Menunjukkan kemampuan laba seberapa efektif dalam menggunakannya dan merupakan
hasil bersih dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan yang dipilih oleh manajemen
c) Ration Leverage
Ratio leverage merupakan ukuran prosentase jumlah dana yang disediakan oleh hutang
dibagi dengan jumlah aktiva / harta.

III. Metode Penelitian

Peneliti ini menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, Threat)


guna mengetahui letak posisi persaingan perusahaan. Dimana untuk mengetahuinya, ada
beberapa langkah yang harus peneliti lakukan, yaitu penggunaan analisis faktor internal
(SAP), analisis faktor eksternal (ETOP) dan analisis keuangan. SAP (Stratetegic Advantage
Profile) merupakan analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi seberapa besar kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki perusahaan dengan mengukur faktor-faktor internal perusahaan
yang mempengaruhi kekuatan dan kelemahan perusahaan tersebut, guna mengetahui kunci
sukses internal yang dimilikinya. ETOP (Environmental Threat and Oppurtunity Profile)
adalah analisis lingkungan luar atau eksternal perusahaan, guna mengetahui ancaman dan
peluang yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan analisis keuangan dipergunakan untuk
mengetahui keunggulan internal dalam bidang keuangan.

1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sekunder penelitian ini menggunakan observasi dan


dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengamatan, mengumpulkan data berupa dokumen,
catatan-catatan dan buku-buku yang berasal dari data perusahaan. Sedangkan instrumen yang
dipergunakan untuk memperoleh data primer menggunakan kuesioner dan wawancara, yaitu
mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak manajemen pada PT. Hapeel
Pharmindo yang berjumlah tiga orang, serta kemudian mengajak mereka berpartisipasi dalam
menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner.

2. Teknik Analisis Data

a) Analisa Internal (SAP)

Penentuan analisis SAP (Strategic Advantage Profile), perusahaan dapat menempati


salah satu posisi persaingan strategik dalam bisnis mereka. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam melakukan analisis SAP yaitu : (1). Menentukan variabel internal penentu kekuatan
dan kelemahan perusahaan, (2). Memberi bobot pada masing-masing elemen dengan skala
sebagai berikut : 1 = Sangat tidak penting, 2 = Tidak penting 3 = Cukup penting, 4 = Penting,
dan 5= Sangat penting. (3). Memberikan rating pada masing-masing elemen dengan skala
sebagai berikut : 1= Sangat tidak baik, 2 =Tidak baik, 3 = Cukup baik, 4 = Baik, 5 = Sangat
baik. (4). Menghitung skor dengan mengalikan bobot dengan rating dan pada akhirnya
Menjumlah skor untuk mendapatkan hasil analisis posisi perusahaan.

348
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

b) Analisis faktor eksternal (ETOP)

Analisis ETOP ( Enviromental Threat Opportunity Profile ) dipergunakan untuk


menganalisis faktor-faktor eksternal perusahaan yang meliputi peluang dan ancaman yang
dihadapi perusahaan. Analisis ETOP terdiri dari analisis EOE (Enviromental Opportunity
Element) dan analisis ETE (Enviromental Threat Element). Langkah-langkah dalam
melakukan analisis EOE, yaitu : (1). Identifikasi elemen-elemen yang merupakan peluang
bagi perusahaan (2). Memberi bobot untuk masing-masing elemen dengan skala lingkungan
itu sendiri dari skala, sebagai berikut : 1 = Sangat tidak penting 2= Tidak penting 3 = Cukup
penting 4 = Penting 5 = Sangat penting. (3). Memberi rating pada tiap elemen dengan skala,
sebagai berikut : 1 = Sangat tidak menarik 2 = Tidak menarik 3 = Cukup menarik 4 =
Menarik 5 = Sangat menarik.(4). Menghitung skor dengan cara = Bobot x Rating dan (5).
Menjumlah skor untuk mendapatkan hasil analisis posisi perusahaan.

Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis ETE, yaitu : (1). Identifikasi


elemen-elemen yang merupakan ancaman perusahaan. (2). Memberi bobot untuk masing-
masing elemen dengan skala sebagai berikut : 1 = Sangat tidak penting 2= Tidak penting 3=
Cukup penting 4= Penting 5= Sangat penting. (3). Memberi rating pada tiap elemen dengan
skala, sebagai berikut : 1 = Sangat tidak gawat 2 = Tidak gawat 3 = Cukup gawat 4 = Gawat
5 = Sangat Gawat. (4). Menghitung skor dengan cara = Bobot x Rating. (5). Menjumlah skor
untuk mendapatkan hasil analisis posisi perusahaan.

Dari EOE dan ETE, perusahaan dapat mengetahui posisinya dalam persaingan dengan
menggunakan matriks ETOP

c) Analisa SWOT

Analisis SWOT menggambarkan peluang dan ancaman yang dihadapi oleh


perusahaan sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis SWOT
merupakan penggabungan dari analisis SAP dan ETOP. Dalam analisis SWOT dapat
diketahui dimana posisi perusahaan dengan lebih jelas melalui penggabungan kondisi internal
dan eksternal yang dihadapi perusahaan.

1. Invest and Harvest (Investasi dan Menuai Hasil)


Bila perusahaan mempunyai keunggulan stretegik yang dinyatakan profil keunggulan yang
positif, sementara lingkungan dunia usaha yang dimasuki memberikan peluang yang besar
dan baik, maka pilihan strategik yang baik adalah melakukan invest kemudian harvesting
(meningkatkan aliran masuk kas secara jangka pendek, berdasarkan dari proses jangka
panjang dalam menginvestasi).
2. Divest (Divestasi)
Bila perusahaan tidak punya keunggulan yang menguntungkan sementara lingkungan
dunia usaha yang dimasuki sangat berisiko, maka pilihan terbaik adalah divest atau
memikirkan arah bisnis yang dialami saat ini.

349
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
d) Analisis Keuangan

Analisa ini membantu untuk menganalisa keunggulan internal dalam bidang


keuangan. Dalam hal ini ada beberapa analisa yang dapat digunakan, yaitu :

1) Ratio Likuiditas :
Aktiva Lancar
= x 100%
Hutang Lancar

Yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus dipenuhi dengan
aktiva lancar.

Kas + Efek
ℎ = x 100%
Hutang Lancar

Yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang yang harus segera dilunasi dengan
kas yang tersedia dalam perusahaan dan efek yang segera diuangkan.

& ' ( ) * + +
Aktiva Lancar − Hutang Lancar
= x 100%
Jumlah Aktiva

Yaitu ratio untuk mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja.

2) Ratio Keuntungan

Keuntungan netto setelah pajak


1 2 3 4 ( = x 100%
Penjualan netto

Yaitu ratio untuk mengukur keuntungan netto per rupiah penjualan

Laba Sebelum Pajak


+ = x 100%
Total Aktiva

Yaitu ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk mengembalikan semua


investasi

Laba Sebelum Pajak


<= >= x 100%
Modal Sendiri

Yaitu kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang
saham
Laba Bersih
1 2 3 <= > = x 100%
Modal Sendiri

Yaitu untuk mengatur maksimal tidaknya dalam memperoleh laba

350
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

3) Ratio Laverage

Total Hutang
B + C D <= >= x 100%
Modal Sendiri

Yaitu menghitung kemampuan modal sendiri terhadap hutang.

Total Hutang
B + C D + = x 100%
Total Aktiva

Yaitu menghitung kemampuan total aktiva terhadap hutang

IV. Hasil dan Pembahasan

1. Deskripsi Objek Penelitian

PT. Hapeel Pharmindo adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha
pemasaran di bidang farmasi. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2007 dan terus
berkembang dengan semakin luasnya daerah pemasaran sampai ke luar pulau jawa. Nomor
surat ijin yang dimiliki perusahaan adalah PBFHK.07.01/V/195/14. PT. Hapeel Pharmindo
mengalami kemajuan yang pesat, sehingga menuntut keadaan pabrik yang luas dan lebih
besar. Badan hukum perusahaan PT. Hapeel Pharmindo adalah berbentuk perusahaan
perseorangan, dimana pemilik perusahaan sekaligus sebagai pimpinan perusahaan.
Dengan adanya peningkatan kapasitas produksi maka PT. Hapeel Pharmindo
melakukan berbagai perkembangan, diantaranya dengan melakukan ekspansi pasar dengan
menambah berbagai fasilitas yang memadai untuk memberikan nilai tambah perusahaan.

2. Hasil Analisis Data

A. Analisis SAP

Identifikasi Variabel Internal Pemasaran Menggunakan Analisis SAP (Strategic


Advantages Profile). Identifikasi variabel internal pemasaran meliputi faktor-faktor kekuatan
dan kelemahan industri didasarkan pada hasil analisis menggunakan SAP (Strategic
Advantages Profile). Analisis SAP ini digunakan untuk mendapatkan gambaran posisi
strategis PT. Hapeel Pharmindo dilihat dari sudut pandang persaingan dengan faktor-faktor
internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan. Hasil pembobotan dan penilaian variabel
internal pemasaran dapat dijelaskan pada tabel berikut:

351
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 1. Analisis SAP
Hasil Tabulasi data Responden
PT. Hapeel Pharmindo
Faktor Lingkungan Internal
No Bobot Rating Score
Pemasaran
1 Jenis dan variasi produk 0.12 4.33 0.52
2 Kualitas Produk 0.15 4.33 0.65
3 Harga 0.14 4.33 0.61
4 Tenaga Penjual 0.13 3.67 0.48
5 Proses distribusi 0.11 3.00 0.33
6 Tempat/lokasi 0.11 3.67 0.40
7 Pangsa pasar 0.12 2.33 0.28
8 Teknologi 0.12 3.00 0.36
Jumlah 1,00 3,63
Sumber : data primer yang diolah

Hasil perhitungan pada Tabel. 1 diperoleh nilai tertimbang (bobot x nilai) sebesar
3,63. Nilai tersebut berarti bahwa PT. Hapeel Pharmindo memiliki keunggulan yang cukup
baik, keunggulan utama yang dimiliki oleh perusahaan dilihat dari angka bobot dan rating
yang diperoleh adalah pada sisi kualitas produk dan harga. Sedangkan untuk faktor internal
lain seperti proses distribusi dan penggunaan teknologi dinilai masih kurang, terlebih lagi
pangsa pasar yang dimiliki oleh perusahaan dinilai masih kecil dibandingkan dengan potensi
pertumbuhan yang ada.

Penentuan kelompok posisi persaingan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Nilai Posisi persaingan


1,00 – 1,66 Avoid
1,67 – 2,33 Weak
2,34 – 3,00 Tenable
3,01 – 3,67 Favorable 3,63
3,68 – 4,34 Strong
4,35 – 5,00 Dominant

Posisi persaingan PT. Hapeel Pharmindo ada pada posisi Favorable (aman). Posisi ini
berarti perusahaan memiliki kekuatan tertentu yang tidak di miliki oleh pesaing, yang dapat
dimaksimalkan sehingga menjadi keunggulan kompetitif. Dengan keunggulan yang dimilki
perusahaan dapat menggunakan strategi tertentu agar bisa kuat berada dalam persaingan dan
meningkatkan kinerja penjualan.

B. Analisis ETOP
Identifikasi Faktor-Faktor Peluang dan Ancaman Industri Menggunakan Analisis
ETOP (Environmental Threat & Opportunity Profile). Identifikasi faktor-faktor peluang dan
ancaman perusahaan didasarkan pada hasil analisis lingkungan eksternal yang dilakukan
terhadap perusahaan. Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan beberapa faktor strategi
eksternal perusahaan yang merupakan peluang dan ancaman perusahaan.

352
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
1) Analisis Peluang
Hasil perhitungan pembobotan dan penilaian lingkungan eksternal yang merupakan
peluang dapat diringkas seperti pada Tabel 2.

Tabel 2.
Analisis ETOP PT. Hapeel Pharmindo
Elemen Peluang
No Bobot Rating Score
Menggunakan Analisis EOE
1 Potensi pasar produk farmasi 0.18 4.67 0.84
2 Hubungan dengan pemasok 0.15 4.33 0.65
3 Ketersediaan produk 0.14 4.00 0.56
4 Permintaan pasar 0.16 4.33 0.69
5 Perkembangan teknologi informasi 0.11 3.33 0.37
6 Loyal consumer 0.14 3.67 0.51
7 Regulasi pemerintah 0.12 2.67 0.32
Jumlah 1,00 3.94
Sumber : data primer yang diolah

Hasil analisis identifikasi peluang pada Tabel 2, menunjukkan bahwa PT. Hapeel
Pharmindo mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat tumbuh dan berkembang
ditengah persaingan pemasaran produk farmasi. Potensi terbesar dapat dilihat dari besarnya
permintaan pasar atas produk yang ditunjukkan dengan nilai score 0,69 dan potensi
pertumbuhan pangsa pasar yang masih terbuka lebar dengan nilai score peluang tertinggi
yaitu 0,84. Terlebih lagi perusahaan memiliki hubungan yang sangat baik dengan pemasok
dan juga memiliki pembeli atau konsumen yang loyal terhadap produk yang dimiliki. Dari
hasil perhitungan diperoleh hasil nilai tertimbang (bobot x nilai) diperoleh angka 3,94 yang
berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo memiliki peluang bisnis yang cukup tinggi.
2) Analisis Ancaman

Hasil perhitungan pembobotan dan penilaian lingkungan eksternal yang merupakan


peluang dapat diringkas seperti pada Tabel 3.

Tabel 3.
Analisis ETOP PT. Hapeel Pharmindo

Elemen Ancaman
No Bobot Rating Score
Analisis ETE
1 Masuknya pesaing baru 0.22 3.00 0.66
2 Kondisi perekonomian yang tidak menentu 0.15 2.33 0.35
3 Persaingan harga 0.19 3.33 0.63
4 Banyak produk farmasi baru 0.17 2.33 0.40
5 Perubahan selera konsumen 0.15 2.67 0.40
6 Biaya transportasi pengiriman
Jumlah 1,00 2.72
Sumber : data primer yang diolah

353
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Hasil analisis identifikasi elemen ancaman pada Tabel 3, menunjukkan bahwa
terdapat tantangan yang sangat besar bagi PT. Hapeel Pharmindo khususnya datang dari para
pendatang baru atau pesaing di bidang pemasaran produk farmasi. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai score tertinggi yaitu 0,66 dan diikuti oleh ancaman yang datang dari persaingan
harga sebagai konsekuensi ligis dari adanya persaingan. Ancaman lain juga datang dari
banyaknya produk farmasi baru dan perubahan selera konsumen. Dari hasil perhitungan
diperoleh hasil nilai tertimbang (bobot x nilai) diperoleh angka 2,72 yang berarti perusahaan
atau PT. Hapeel Pharmindo harus memiliki langkah-langkah dan strategi dalam menghadapi
persaingan sehingga nilai ancaman dapat ditekan.
Maktriks ETOP (Environmental Threat and Opportunity Profile)
Dari penilaian elemen ancaman dan peluang yang telah di analisis pada analisis ETOP
di atas. perusahaan dapat mengetahui posisinya dalam persaingan dengan menggunakan
matriks ETOP yang dapat dilihat seperti digambarkan oleh pada Gambar 1 berikut.
Gambar 2.
Matriks ETOP PT. Hapeel Pharmindo

Matriks ETOP menjelaskan bahwa posisi perusahaan PT. Hapeel Pharmindo berada
pada posisi usaha ideal. Posisi ini berarti usaha yang memiliki peluang untuk sukses yang
sangat tinggi dengan resiko yang harus dihadapi cukup tinggi sebanding dengan sukses yang
dicapai. Perusahaan akan berhasil mengembangkan usahanya apabila perusahaan mampu
memanfaatkan peluang sebaik-baiknya, sementara itu perusahaan juga harus mempersiapkan
langkah atau strategi mengatasi ancaman yang ada khususnya yang datang dari kompetitor.
Posisi ini menjelaskan pula pentingnya sebuah kebijakan strategi yang tepat dan terencana
untuk mencapai keberhasilan.

C. Analisis SWOT

Hasil analisis SAP dan ETOP menjelaskan posisi PT. Hapeel Pharmindo dalam
matriks analisis SWOT berada pada posisi I atau Investasi. Posisi Investasi dilihat bila
perusahaan mempunyai keunggulan strategi yang dinyatakan dalam keunggulan yang positif.
Sementara usaha yang dimasuki mempunyai peluang yang besar dan potensial, maka pilihan
strategi yang baik yang bisa dilaksanakan oleh perusahaan adalah melakukan investasi yaitu

354
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
dengan menanamkan sejumlah modal untuk kepentingan pengembangan usaha, serta
melakukan upaya-upaya peningkatan kinerja penjualan perusahaan.

Tabel 4. Matrix Posisi SWOT


PT. Hapeel Pharmindo
ETOP Bisnis Bisnis Bisnis Bisnis
SAP Ideal Dewasa Spekulatif Gawat
Dominant I I I I
Strong I I I I
Favorable I*) I I D
Tenable D D D D
Weak D D D D
Avoid D D D D
Ket : *) PT. Hapeel Pharmindo
I = Investasi
D = Divestasi

Matriks SWOT menjelaskan bahwa posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada posisi
usaha yang ideal untuk melakukan investasi. Posisi ini berarti usaha masih berada pada posisi
aman dan berpotensi untuk tumbuh dan menjadi besar, dengan ditunjang oleh perencanaan
strategi pemasaran yang tepat.
Berdasarkan hasil mapping menggunakan analisis SWOT posisi PT. Hapeel
Pharmindo berada pada kuadran II, yang artinya bahwa perusahaan menghadapi berbagai
ancaman dari lingkungan eksternal, salah satunya adalah dengan masuknya pendatang baru
dalam persaingan, meski demikian perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal.
Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi, yaitu membuat beberapa terobosan kreatif
yang mempu meningkatkan kinerja penjualan produk.

355
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Gambar 3.
Posisi Kuadran analisis SWOT
PT. Hapeel Parmindho

Banyak
Peluang
lingkungan

Kelemahan Kekuatan
Internal yang Internal yang
Kritis Penting

Kuadran II
Diversification strategy

Ancaman
Lingkungan
Yang besar
Sumber data : Diolah Penulis

D. Analisa Keuangan

Kondisi keuangan perusahaan dapat diketahui melalui alternatif analisa keuangan


yang meliputi :

1) Rasio Likuiditas

Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial dalam


jangka pendek.

Aktiva Lancar
E F = x 100%
Hutang Lancar

8.060.803.610
Tahun 2013 = x 100%
6.061.790.628
= 133%

9.208.749.168
Tahun 2014 = x 100%
6.520.931.956
= 141%

356
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Aktiva Lancar − Persediaan


EDF P) Q B = x 100%
Hutang Lancar

8.060.803.610 − 1.753.673.120
Tahun 2013 = x 100%
6.061.790.628
= 104,0%

9.208.749.168 − 3.047.275.539
Tahun 2014 = x 100%
6.520.931.956
= 94,5%

Kas + Efek
E)F ℎ = x 100%
Hutang Lancar

86.701.060
Tahun 2013 = x 100%
6.061.790.628
= 1,43%

53.051.121
Tahun 2014 = x 100%
6.520.931.956
= 0,86%

EQF& ' ( * + BS B + P
Aktiva Lancar − Hutang Lancar
= x 100%
Jumlah Aktiva

8.060.803.610 − 6.061.790.628
Tahun 2013 = x 100%
13.425.831.953
= 14,9%

9.208.749.168 − 6.520.931.956
Tahun 2014 = x 100%
14.381.455.867
= 18,7%

2) Rasio Keuntungan
Untuk mengatur efektivitas manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan dari
keuntungan yang diperoleh dari penghasilan yang diterima.

Keuntungan Netto Setelah Pajak


E F 1 2 3 4 ( = x 100%
Penjualan Netto

501.401.420
Tahun 2013 = x 100%
24.823.400.070
= 2,02%

580.422.041
Tahun 2014 = x 100%
33.427.162.690
= 1,72%

357
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Laba Sebelum Pajak


EDF S B + P = x 100%
Total Aktiva
703.787.482
Tahun 2013 = x 100%
13.425.831.953
= 5,24%

816.674.344
Tahun 2014 = x 100%
14.381.455.867
= 5,68%

Laba Sebelum Pajak


E)F S <= >= x 100%
Modal Sendiri
703.786.874
Tahun 2013 = x 100%
7.364.041.325
= 9,55%

816.674.244
Tahun 2014 = x 100%
7.905.323.628
= 10,33%
Laba Bersih
EQF1 2 3 S <= > = x 100%
Modal Sendiri

501.400.812
Tahun 2013 = x 100%
7.364.041.325
= 6,82%

580.422.041
Tahun 2014 = x 100%
7.905.323.628
= 7,34%

3) Rasio Leverage
Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif dalam menggunakan
sumberdaya yang dimiliki

Total Hitung
E F B + C D B <= > = x 100%
Modal Sendiri
6.061.790.628
Tahun 2013 = x 100%
7.364.041.325
= 82,32%

6.520.931.956
Tahun 2014 = x 100%
7.905.523.628
= 82,40%

Total Hitung
EDFB + C D B B + P = x 100%
Total Aktiva

358
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

6.061.796.628
Tahun 2013 = x 100%
13.425.831.958
= 45,15%

6.520.931.956
Tahun 2014 = x 100%
14.381.455.867
= 45,34%
Berdasarkan pada perhitungan dalam rasio finansial di atas maka hasil analisa tersebut
dapat dirangkum sebagai berikut :

Tabel 4. Analisa Keuangan


PT. Hapeel Parmindho
Periode 2013 – 2014
Keterangan 2013 2014
Ratio Likuiditas
Current Ratio % 133 141
Acid Tes Ratio / Quick Ratio % 104,0 94,5
Cash Ratio % 1,43 0,83
Working Capital To Total Assets Ratio 14,9 18,7
%
2,02 1,74
Ratio Profitabilitas 5,24 5,68
Net Profit Margin % 9,55 10,33
Return On Total Assets % 6,82 7,34
Return On Equity %
Net Profit On Equity %
Ratio Laverage 82,32 82,49
Total Debt Equity % 45,15 45,34
Total Debt to Total Assets %

Sumber data : Diolah


Berdasarkan pada data hasil analisa keuangan tahun 2013 dan 2014 dapat dijelaskan
beberapa hal sebagai berikut :

1) Ratio Likuiditas

Ratio likuiditas dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam


memenuhi kewajiban finansial dalam jangka pendek. Dari hasil analisa keuangan yang terdiri
dari current ratio, acid test ratio / quick ratio, working capital to total assets ratio dari tahun
2013 sampai dengan 2014 tampak mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan mampu untuk membayar kewajiban hutang-hutangnya dengan baik melalui
penggunaan aktiva lancar ataupun melalui kas yang tersedia dalam perusahaan. Dengan
demikian nampak bahwa perusahaan berada pada posisi likuid sehingga mampu membayar
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo.

359
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
2) Ratio Profitabilitas

Ratio ini untuk mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang


sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk. Dan secara
keseluruhan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit cenderung semakin menurun.
Hal ini ditandai dengan perkembangan tingkat laba yang diraih perusahaan cenderung
mengalami penurunan. Dimana terlihat dari hasil perhitungan ratio profitabilitas yang
mencakup Net Profit Margin, dalam hal ini dari tahun 2013 sampai dengan 2014 mengalami
penurunan, sedangkan Return On Total Assets, Return On Equity, dan Net Profit On Equity
untuk tahun 2013 mengalami kenaikan dan pada tahun 2014 mengalami penurunan.

3) Ratio Laverage

Analisa ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai oleh
hutang. Dari hasil total debt to equity dikatakan relatif baik. Hal ini seperti yang ditunjukkan
dari tingkat ratio yang cenderung mengalami penurunan pada tahun 2013 tingkat total debt to
equity sebesar 82,32%. Kemudian tahun 2014 naik menjadi 82,49%. Demikian halnya tingkat
total debt to total assets tahun 2013 sebesar 45,15%, kemudian naik menjadi 45,34% tahun
2014. Berdasarkan kondisi tingkat likuiditas, profitabilitas, dan laverage yang dicapai
dikatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan hingga tahun yang terakhir (2014) secara
umum dalam kondisi yang semakin baik, kecuali dalam hal kemampuan untuk menghasilkan
laba hal ini dikarenakan belum stabilnya kondisi perekonomian nasional yang dialami oleh
bangsa Indonesia. Secara langsun maupun tidak langsung jelas berpengaruh bagi dunia usaha.
Namun demikian meskipun tingkat profitabilitas mengalami penurunan, ternyata dalam
kondisi tersebut di atas perusahaan masih mampu menghasilkan laba walaupun sedikit
sehingga kondisi perusahaan masih dianggap lebih baik dibandingkan mengalami kerugian.

V. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dirumuskan beberapa kesimpulan


sebagai berikut :

1. Hasil identifikasi faktor internal melalui analisis SAP diperoleh nilai tertimbang sebesar
3,63. Nilai tersebut berarti bahwa PT. Hapeel Pharmindo memiliki keunggulan yang
cukup baik, keunggulan utama yang dimiliki oleh perusahaan dilihat dari angka bobot dan
rating yang diperoleh adalah pada kualitas produk dan harga.

2. Hasil penentuan kelompok posisi persaingan melalui analisis SAP menunjukkan bahwa
Posisi persaingan PT. Hapeel Pharmindo ada pada posisi Favorable (aman). Posisi ini
berarti perusahaan memiliki kekuatan tertentu yang tidak di miliki oleh pesaing, yang
dapat dimaksimalkan sehingga menjadi keunggulan kompetitif.

3. Hasil identifikasi peluang melalui analisis EOE menunjukkan bahwa PT. Hapeel
Pharmindo mempunyai peluang yang sangat besar untuk dapat tumbuh dan berkembang
ditengah persaingan pemasaran produk farmasi. Potensi terbesar dapat dilihat dari
besarnya permintaan pasar atas produk yang ditunjukkan dengan nilai score 0,69 dan
potensi pertumbuhan pangsa pasar yang masih terbuka lebar dengan nilai score peluang
tertinggi yaitu 0,84. Terlebih lagi perusahaan memiliki hubungan yang sangat baik
dengan pemasok dan juga memiliki pembeli atau konsumen yang loyal terhadap produk
yang dimiliki. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil nilai tertimbang (bobot x nilai)

360
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
diperoleh angka 3,94 yang berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo memiliki
peluang bisnis yang cukup tinggi.

4. Hasil identifikasi ancaman melalui analisis ETE menunjukkan bahwa terdapat tantangan
yang sangat besar bagi PT. Hapeel Pharmindo khususnya datang dari para pendatang
baru atau pesaing di bidang pemasaran produk farmasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
score tertinggi yaitu 0,66 dan diikuti oleh ancaman yang datang dari persaingan harga
sebagai konsekuensi ligis dari adanya persaingan. Ancaman lain juga datang dari
banyaknya produk farmasi baru dan perubahan selera konsumen. Dari hasil perhitungan
diperoleh hasil nilai tertimbang 2,72 yang berarti perusahaan atau PT. Hapeel Pharmindo
harus memiliki langkah-langkah dan strategi dalam menghadapi persaingan sehingga nilai
ancaman dapat ditekan

5. Matriks ETOP menjelaskan bahwa posisi perusahaan PT. Hapeel Pharmindo berada pada
posisi usaha ideal. Posisi ini berarti perusahaan memiliki peluang untuk sukses yang
sangat tinggi dengan memaksimalkan potensi yang ada, terlebih lagi potensi pertumbuhan
pasar masih sangat besar.

6. Matriks SWOT menjelaskan bahwa posisi PT. Hapeel Pharmindo berada pada posisi
usaha yang ideal untuk melakukan investasi. Posisi ini berarti usaha masih berada pada
posisi aman dan berpotensi untuk tumbuh dan menjadi besar, dengan ditunjang oleh
perencanaan strategi pemasaran yang tepat.

7. Berdasarkan hasil mapping menggunakan analisis SWOT posisi PT. Hapeel Pharmindo
berada pada kuadran II, yang artinya bahwa perusahaan menghadapi berbagai ancaman
dari lingkungan eksternal, salah satunya adalah dengan masuknya pendatang baru dalam
persaingan, meski demikian perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal.
Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi, yaitu membuat beberapa
terobosan kreatif yang mempu meningkatkan kinerja penjualan produk.

VI. Saran

1. Perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnisnya agar dapat


meningkatkan kinerja dan memperoleh laba maksimal

2. Perusahaan sebaiknya melakukan beberapa inovasi dan terobosan dalam strategi


pemasaran, hal ini dikarenakan persaingan yang semakin ketat akibat masuknya beberapa
perusahaan sejenis dan adanya beberapa produsen baru dengan produk yang lebih
bersaing.

3. Perusahaan hendaknya menjaga kepuasan konsumen atas produk yang dipasarkan, dan
memberikan beberapa layanan atau fasilitas tambahan sehingga mereka menjadi loyal dan
tidak berpindah ke distributor lain.

361
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
VII. Daftar Pustaka

Akdon H, Wahyudi, 2006. Manajemen Konflik dan Organisasi. Bandung: Alfabeta, Anggota
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

Drucker, Peter.F, 2002. Manajemen: Tugas, Tanggung jawab dan Praktek, Terjemahan,
Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

George Steiber dan John B. Meiner, 2008, Kebijaksanaan Manajemen dan Strategi,
Terjemahan: T. Hani Handoko, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

Glueck F. William dan Jauch R. Lawrence, 2007, Manajemen Strategi dan Kebijakan
Perusahaan, Edisi Ketiga, Cetakan Kelima, Erlangga, Jakarta.

Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. 2003. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta.

James A.F. Steiner, 2006, Manajemen, Terjemahan oleh Gunawan Hutahuruk, Jilid I,
Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

Jauch, Lawrence R dan William F. Glueck.2008. Manajemen Strategis dan Kebijakan


Perusahaan. Jakarta : Erlangga.

John A. Pearce II dan Richard B. Robinson, 2007, Manajemen Strategi, Jilid Satu,
Binarupa Aksara, Jakarta.

Pearce and Robinson, 2007, Manajemen Strategi Formulasi Implementasi dan


Pengendalian, Alih Bahasa: Agus Maulana, Jilid Satu, Penerbit Binarupa Aksara,
Jakarta.

Philip Kotler dan Garry Amstrong, 2005, Dasar-dasar Pemasaran, Terjemahan :


Wilhelmus Bakowatun, Edisi Keenam, Jakarta.

Sebastian, Desmidt & Aime Heene., 2010. Manajemen Strategik Keorganisasian Publik,
dialihbahasakan oleh Faisal Afiff. Bandung: PT Refika Aditama.

Solusu, 2006, Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan


Organisasi Non Profit, Penerbit PT. Grasindo Anggota IKAPI, Jakarta.

Sondang P. Siagin, 2008, Manajemen Strategi, Cetakan Kedua, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta.

Sukanto Reksohadiprojo, 1996, Manajemen Strategi, BPFE, Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta.

362
Syaifuddin Fahmi Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Sunarto, 2004, Manajemen Strategi Suatu Pengantar, Harvanindo, Jakarta.

Supriyono, 2006, Manajemen Strategi dan Kebijaksanaan Bisnis, Edisi Kedua, Erlangga,
Jakarta.

Suwarsono, 2006, Manajemen Strategi, Edisi Revisi, Penerbit Akademi Manajemen


Perusahaan, YKPN, Yogyakarta.

T. Hani Handoko, 2004, Dasar-dasar Manajemen, Edisi Kedua, Cetakan Kesebelas,


BPFE, UGM, Yogyakarta.

Weston J. Fred dan Thomas E. Copeland, 2005, Manajemen Keuangan, Edisi Kedelapan,
Jilid Satu, Erlangga, Jakarta.

363
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Analisis Kinerja Koperasi Mino Saroyo Kabupaten Cilacap

Oleh
Dian Wijayanto

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro


Telepon: 0815 9542717; Email: dianwijayanto@gmail.com

Abstrak

Koperasi merupakan salah satu ‘tulang punggung’ perekonomian nasional, termasuk


koperasi perikanan. Pada era otonomi daerah, sebagian koperasi perikanan mengalami
penurunan kinerja, karena sudah tidak lagi diberi kewenangan mengelola tempat pelelangan
ikan. KUD Mino Saroyo Kabupaten Cilacap termasuk salah satu KUD mina yang tetap
berkembang pasca otonomi daerah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kinerja KUD
Mino Saroyo, serta menyusun rekomendasi pengembangannya. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif dan metode analisis finansial, baik rentabilitas, solvabilitas maupun
likuiditas. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan studi
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi keuangan KUD Mino Saroyo relatif
baik, baik dari rentabilitas, solvabilitas, likuiditas, perkembangan omset usaha dan SHU.
Namun, pengelola KUD Mino Saroyo perlu mengantisipasi penurunan kinerja beberapa unit
usahanya yang mengalami pertumbuhan negatif dan penurunan jumlah anggota koperasi.

Kata Kunci: KUD Mino Saroyo, likuiditas, rentabilitas, SHU, dan solvabilitas

Abstract

Cooperative is one of the 'backbone' of the national economy in Indonesia, including the
fisheries cooperative. In regional autonomy era, several cooperative of fisheries have
decreased performance, because their authority to manage the fish auction place were taken
over by regency government. KUD Mino Saroyo Cilacap including one of fisheries
cooperative in Central Java province that is still growing in regional autonomy era. The
research purpose was to analyze the performance of KUD Mino Saroyo, and make
recommendation of KUD Mino Saroyo development. This study used descriptive method and
financial analysis, both profitability, solvency and liquidity. The collecting data used
observation, interviews, and literature study method. This research proved that KUD Mino
Saroyo had relatively a good financial performance, both profitability, solvency, liquidity,
revenue progress and net profit. However, KUD Mino Saroyo management should anticipate
the reduction of certain business performance.

Keywords: KUD Mino Saroyo, liquidity, rentability, net profit, and solvability

Pendahuluan
Koperasi merupakan salah satu ‘tulang punggung’ perekonomian nasional. Bahkan
untuk memperbaiki struktur perekonomian nasional, maka koperasi, beserta usaha skala
mikro, kecil dan menengah perlu diperkuat. Secara umum, jumlah koperasi di Provinsi Jawa
Tengah terus mengalami peningkatan. Jumlah koperasi di Provinsi Jawa Tengah sebanyak
27.215 unit per akhir 2013, lalu meningkat menjadi 22.784 unit (jumlah koperasi aktif 22.563
unit) pada tahun 2014. Seiring dengan peningkatan jumlah koperasi, maka anggota koperasi

364
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
di Provinsi Jawa Tengah juga cenderung meningkat. Pada tahun 2010, jumlah anggota
koperasi di Jawa Tengah adalah 4,5 juta orang dan berkembang menjadi 7,0 juta orang pada
tahun 2014. Pada tahun 2010, tenaga kerja koperasi di Jawa Tengah mencapai 70.513 orang
dan menjadi 135.856 orang pada tahun 2014. Omset dan aset koperasi di Jawa Tengah juga
terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah koperasi. Pada tahun 2010,
omset koperasi di Jawa Tengah mencapai Rp. 16,16 trilyun dan berkembang menjadi Rp.
42,28 trilyun. Sedangkan aset dari koperasi di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar Rp
17,78 trilyun dan berkembang menjadi Rp 41,45 trilyun pada tahun 2014 (BPS Provinsi Jawa
Tengah, 2015). Uraian di atas menunjukkan bahwa koperasi, termasuk di Propinsi Jawa
Tengah, memiliki peranan stratejik dan tetap perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah
agar dapat tetap berkembang, termasuk koperasi perikanan.
Jumlah koperasi perikanan di Indonesia adalah sebanyak 581 koperasi perikanan, dan
sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pada level nasional, koperasi unit desa (KUD)
perikanan berinduk di bawah IKPI (Induk Koperasi Perikanan Indonesia) yang berkantor
pusat di Jakarta. Sedangkan di level sekunder (provinsi), terdapat Puskud (Pusat Koperasi
Unit Desa) Mina, dimana Puskud (Pusat KUD) Mina di Indonesia berjumlah 15 Puskud,
termasuk Puskud Provinsi Jawa Tengah yang memiliki anggota 23 KUD Mina. Namun
sayangnya, kinerja koperasi perikanan di Indonesia, termasuk di Provinsi Jawa Tengah justru
kecenderungannya mengalami penurunan kinerja.
Pada Era Reformasi, terdapat euforia otonomi daerah, dimana berkembang opini
untuk mengubah paradigma sentralistik menjadi desentralisasi. Pembangunan pun
diharapkan banyak melibatkan pemerintah daerah, bukan top down oriented. Selanjutnya,
diterbitkan UU No 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut
kewenangan pemerintah daerah, termasuk pengelolaan sumberdaya laut di daerah. Otonomi
daerah memiliki dampak positif dan negatif. Percepatan pembangunan di daerah merupakan
salah satu contoh dampak positif otonomi daerah. Selain itu, isu sinergisitas pembangunan
antar daerah yang cenderung melemah pada beberapa kasus menjadi salah satu dampak
negatif otonomi daerah. Otonomi daerah rentan menyebabkan masing-masing daerah
bersaing dalam memajukan daerahnya masing-masing, namun beresiko saling melemahkan.
Demikian pula koperasi perikanan, pada beberapa kasus mengalami penurunan
kinerja karena dukungan pemerintah daerah yang berkurang terhadap pengembangan
koperasi perikanan, karena pemerintah daerah mengutamakan penghasilan asli daerah (PAD).
Bidang-bidang usaha tertentu yang sebelumnya menjadi andalan koperasi perikanan untuk
memperoleh pendapatan diambil alih oleh pemerintah daerah, diantaranya pengelolaan TPI
(dengan membentuk unit pelaksana teknis), dan penjualan BBM bagi nelayan (dengan
membentuk badan usaha milik daerah). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, maka pengelolaan dan penyelenggaraan TPI
memang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah daerah menetapkan
target PAD kepada UPT tersebut, dan KUD mina kehilangan sumber pendapatan secara
signifikan. Dampaknya, sebagian besar KUD mina mengalami penurunan kinerja secara
signifikan, bahkan ada yang “mati suri”.
KUD Mino Saroyo Kabupaten Cilacap termasuk salah satu KUD mina yang tetap
berkembang pasca otonomi daerah. Pemerintah Kabupaten Cilacap tetap memberikan
kewenangan bagi KUD Mino Saroyo untuk mengelola TPI, bahkan KUD Mino Saroyo tidak
diberi beban untuk berkontribusi pada PAD, sehingga hasil usaha koperasi dapat
diperuntukkan untuk kesejahteraan anggota serta pengembangan usaha koperasi. Oleh karena
itu, KUD Mino Saroyo dapat dijadikan sebagai salah satu model pengembangan koperasi di
Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kinerja KUD Mino Saroyo, serta
menyusun rekomendasi pengembangannya.

365
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan kasus yang dikaji adalah
kinerja KUD Mino Saroyo. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis finansial.

1. Metode observasi, wawancara dan studi pustaka.


Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan mengkombinasikan metode
observasi, wawancara dan studi pustaka. Observasi dilakukan di lokasi kantor dan lokasi
usaha dari KUD Mino Saroyo. Wawancara (indepth interview) dilakukan dengan pengurus
dan manajer KUD Mino Saroyo (purposive sampling). Studi pustaka dilakukan dengan
mengkaji referensi dan dokumen yang relevan dengan kajian, termasuk laporan kinerja
keuangan koperasi, dan dokumen profil koperasi.

2. Analisis Keuangan
Dalam penelitian ini dilakukan analisis kinerja keuangan KUD Mino Saroyo, dengan
menggunakan rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio rentabilitas. Rasio likuiditas
merupakan indikator kemampuan koperasi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang
harus segera dipenuhi dengan menggunakan kas dan jenis aktiva lancar lainnya. Rasio
solvabilitas atau leverage merupakan indikator kemampuan koperasi untuk memenuhi
kewajiban keuangannya apabila koperasi dilikuidasi, baik kewajiban jangka pendek maupun
jangka panjang. Sedangkan rasio rentabilitas atau profitabilitas menunjukkan kemampuan
koperasi untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

Tabel 1. Formula Rasio Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas


Ratio Formula
Liquidity Ratio
Current Ratio Current assets / current liability
Quick Ratio /Acid Test Ratio (Current assets - inventory) / current liabilities
Cash Ratio (Cash equivalent + marketable securities) /
current liabilities
Solvency Ratio
Total Assets to Total Liabilities Ratio Total assets / total liabilities
Debt to Total Asset Ratio (Debt Total liabilities / total assets
Ratio)
Debt to Equity Ratio Total liabilities / total stockholders’ equity
Profitability Ratio
Return on Asset (ROA) Net profit after tax / total assets
Return on Investment (ROI) Net profit / total stockholders’ equity
Gross Profit Margin (After Tax) Gross profit / total revenue
Net Profit Margin (After Tax) Net profit / total revenue
Operating Margin Ratio Operating profit / net sales
Sumber: Ryu and Jang (2004), Schmidgall, and DeFranco (2004), Kalayci, et al (2005),
Bajkowski (2009), Paramasivan and Subramanian (2009), Saleem and Rehman (2011),
Kirkham (2012), Tugas (2012), Sukiennik (2012), Donkor and Tweneboa-Kodua (2013),
Nyabwanga, et al (2013), Atieh (2014), Khidmat, and Rehman (2014), Yadav (2014), dan
Umobong (2015)

366
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Hasil dan Pembahasan

1. Gambaran Umum

KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap berdiri sejak 1942 dengan nama awal “Gyo-gyo
Kumai”. KUD Mino Saroyo beberapa kali mengalami perubahan kelembagaan menyesuaikan
regulasi dari pemerintah. Kepengurusan KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap dipimpin oleh 1
orang ketua umum, dibantu oleh 3 orang ketua, 2 orang sekertaris dan 1 orang bendahara.
Kinerja pengurus dipantau oleh pengawas, yang terdiri dari 1 orang ketua dan 2 orang
anggota pengawas. KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap memiliki 99 orang karyawan yang
dipimpin oleh 1 orang manajer.
KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap memiliki beberapa unit usaha. Unit usaha yang
dimiliki antara lain: mengelola 9 unit TPI, 1 unit SPBB (stasiun pengisian bahan bakar), 2
unit SPDN (solar packed dealer nelayan), 2 unit PPDN (premium packed dealer nelayan), 1
unit freezing center / cold storage, 2 unit waserda (warung serba ada), 500 unit fish basket, 1
unit mobil ambulance, 1 unit mobil jenazah, 1 unit pelayanan air bersih (air bersih isi ulang),
1 unit pelayanan pembayaran listrik, 1 unit jasa kontraktor, 1 unit jasa fotocopy dan 1 unit
jasa penyewaan gedung olahraga futsal.
Terkait pengelolaan TPI, KUD Mino Saroyo Kab. Cilacap menarik retribusi sebesar
3% raman kotor untuk nelayan dan 2% raman kotor untuk bakul ikan. Adapun alokasi
penggunaan retribusi tersebut, yaitu: 1,50% untuk biaya penyelenggaraan lelang; 0,5% untuk
dana sosial, 0,20% untuk operasional produksi, 0,30% untuk bantuan kematian nelayan,
0,25% untuk perawatan TPI; 0,50% untuk pengembangan KUD; 0,50% untuk dana paceklik;
1,00% untuk tabungan nelayan dan 0,25% untuk tabungan bakul. Dana paceklik dibagikan
kepada saat musim paceklik, yaitu berupa beras. Dana bantuan kematian diberikan untuk
membantu nelayan yang meninggal dunia. Dana sosial dipergunakan untuk sumbangan
kematian, perobatan, kecelakaan di laut, bantuan kegiatan bersama nelayan, sumbangan
tempat ibadah, perayaan adat nelayan, olahraga, kesenian, peningkatan peranan wanita,
kegiatan hari besar dan pembinaan nelayan.

PPSC: 979 Kemiren: Sentolokawat:


335 orang 2.509 orang
orang
(4%) (30%)
(12%)

B Donan:
834 orang
(10%)

Lengkong:
890 orang
(11%)

Tegalkatilayu: Pandanarang: Sidakaya:


739 orang 1.058 orang 930 orang
(9%) (13%) (11%)
Gambar 1. Proporsi Anggota Berdasarkan Daerah Tahun 2015

Jumlah keanggotaan KUD Mino Saroyo berasal dari beberapa daerah di Kabupaten
Cilacap, dengan jumlah terbesar dari Sentolokawat (30%), Pandanarang (13%) dan PPSC
atau Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (12%). Namun, perkembangan jumlah anggota
KUD Mino Saroyo justru mengalami penurunan. Pada tahun 2013, jumlah anggota KUD

367
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Mino Saroyo adalah 8.278 orang, lalu naik menjadi 8.304 orang pada tahun 2014, dan
menurun menjadi 8.274 orang pada tahun 2015. Dengan jumlah nelayan di Kabupaten
Cilacap yang cenderung mengalami peningkatan, namun jumlah anggotanya justru menurun
(rata-rata -0,02% per tahun), maka pengelola KUD Mino Saroyo perlu melakukan evaluasi
diri. Prinsip koperasi adalah dari “anggota, oleh anggota dan untuk anggota”, sehingga
kepercayaan dan kepuasan anggota harus diprioritaskan untuk ditingkatkan. Peningkatan
kepuasan pelayanan koperasi kepada anggota dapat mendorong peningkatan jumlah anggota
dan lebih keberlanjutan usaha koperasi.

2. Perkembangan Kinerja Keuangan

Kinerja KUD Mino Saroyo mengalami fluktuasi, namun kecenderungannya


mengalami pertumbuhan skala usaha. Pada tahun 2009, total aktiva yang dimiliki KUD Mino
Saroyo sebesar Rp. 9,1 Miliyar dan berkembang menjadi Rp 12,0 Miliyar pada tahun 2014.

Tabel 1. Neraca KUD Mino Saroyo, Kab. Cilacap Tahun 2009-2014


Dalam Rp Juta (pembulatan)
Tahun
Keterangan
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Aktiva Lancar 5.144 5.161 5.927 6.354 8.364 7.533
Aktiva Tetap 3.655 3.534 3.476 3.268 3.229 3.601
Aktiva Lain 331 312 291 1.015 948 898
Total Aktiva 9.131 9.007 9.693 10.637 12.542 12.032
Kewajiban Lancar 2.776 2.624 3.178 3.801 5.458 4.787
Kewajiban Jangka Panjang 1.804 1.797 1.793 1.793 1.793 1.793
Ekuitas 4.550 4.587 4.722 5.042 5.292 5.452
Total Kewajiban dan Ekuitas 9.131 9.007 9.693 10.637 12.542 12.032

Tabel 2. Perkembangan Omset dan SHU KUD Mino Saroyo


Dalam Rp Juta
Tahun
Jenis Usaha
2013 2014
Produksi Ikan 56.501 54.239
Waserda 1.748 1.840
BBM 97.399 112.707
Air (Isi Ulang) 76 64
Apotik 79
Simpan Pinjam (Rp. Juta) 4.421 5.025
Jasa Sewa Fish Basket 22 16
Jasa Sewa Mobil Jenasah 12 10
Jasa Fotocopy 16 16
Jasa Cold Storage 144 120
Jasa Sewa Lapangan Futsal 155 133
Jasa Kontraktor 274 159
Jumlah Omset 160.849 174.330
Total Sisa Hasil Usaha 122 146

368
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Omset usaha KUD Mino Saroyo cenderung mengalami peningkatan, dan diikuti
dengan peningkatan SHU. Meskipun demikian, beberapa unit usaha justru mengalami
penurunan kinerja, diantaranya Apotik, produksi air isi ulang, cold storage, jasa pengewaan
lapangan futsal dan jasa kontraktor. Sedangkan usaha yang mengalami tren positif antara lain
pengelolaan TPI (produksi ikan), waserda, BBM dan simpan-pinjam. Pengelolaan TPI (31%-
39%), dan BBM (57%-65%) menjadi tulang punggung dari usaha yang dimiliki KUD Mino
Saroyo. Oleh karena itu, kedua jenis usaha tersebut harus menjadi prioritas untuk menjaga
kualitas layanan agar kinerja usaha dari KUD Mino Saroyo dapat dipertahankan dan
diperbaiki secara berkelanjutan. Beberapa usaha yang mengalami penurunan omset perlu
dikaji akar permasalahannya, agar penurunan kinerja dari aspek omset dapat diperbaiki.

Tabel 3. Kinerja Keuangan KUD Mino Saroyo


Tahun
Variabel
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Likuiditas
Current ratio 1,8531 1,9671 1,8647 1,6714 1,5325 1,5735
Quick ratio atau acid test ratio 1,2004 1,3209 1,2381 1,0906 1,1222 1,0918
Cash ratio 0,1802 0,1254 0,2511 0,1500 0,3974 0,2920
Solvabilitas
Total assets to total liabilities ratio 1,9934 2,0376 1,9498 1,9014 1,7298 1,8285
Debt to total assets ratio 0,5017 0,4908 0,5129 0,5259 0,5781 0,5469
Debt to equity ratio 1,0067 0,9637 1,0528 1,1094 1,3702 1,2070
Rentabilitas
Return on assets 0,0116 0,0056 0,0097 0,0099 0,0097 0,0121
Return on investment 0,0233 0,0110 0,0199 0,0209 0,0231 0,0268
Gross profit margin (after tax) 0,0359 0,0366 0,0423 0,0376 0,0324 0,0308
Net profit margin (after tax) 0,0016 0,0007 0,0013 0,0012 0,0012 0,0013
SHU (Rp Juta) 106 51 94 106 122 146

Berdasarkan analisis likuiditas, KUD Mino Saroyo dapat dikategorikan “liquid” atau
mampu memenuhi kewajiban jangka pendek. Hal ini sangat penting untuk menjaga
keberlangsungan operasional koperasi dalam jangka pendek. Rata-rata current ratio KUD
Mino Saroyo dalam kisaran tahun 2009-2014 adalah 1,7437 atau 174,37%, sedangkan rata-
rata nilai quick ratio 1,1773 atau 117,73%. Berdasarkan current ratio dan quick ratio, kondisi
keuangan KUD Mino Saroyo yang paling “likuid” adalah pada tahun 2010, namun nilai cash
ratio-nya paling kecil (0,1254). Artinya pada tahun 2010, proporsi aset lancar dari KUD
Mino Saroyo dalam bentuk kas dan setara kas relatif paling kecil dalam kisaran waktu 2009-
2014. Menurut Paramasivan and Subramanian (2009), Nyabwanga, et al (2013), serta Yadav
(2014), nilai current ratio yang memuaskan adalah 200%, dan nilai quick ratio yang
memuaskan adalah 100%. Apabila mengacu pada kriteria tersebut, maka KUD Mino Sarayo
perlu meningkatkan nilai current ratio-nya.
Menurut Kirkham (2012) dan Atieh (2014), beberapa rasio cash flow lebih efektif
untuk mengukur likuiditas dibanding rasio-rasio tradisional (termasuk current ratio, quick
ratio dan cash ratio), karena rasio cash flow memberikan informasi yang lebih lengkap
mengenai komitmen pimpinan organisasi bisnis. Beberapa rasio cash flow tersebut antara
lain: cash flow ratio (yaitu net operating cash flows / total current liabilities), critical need
cash coverage (yaitu net operating cash flows + interest paid / total current liabilities +
interset paid), cash interest coverage (yaitu net operating cash flows + interest + tax /
369
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
annual interest), dan operating cash margin (yaitu net operating cash flows / net sales).
Meskipun demikian, kombinasi beberapa rasio dapat memberikan gambaran komprehensif
mengenai kondisi kinerja organisasi bisnis.
Rasio-rasio terkait solvabilitas bersifat fluktuasi, namun kisarannya tidak terlalu
besar. Pada tahun 2010, memiliki nilai total assets to total liabilities ratio yang terbesar,
sedangkan debt to total assets ratio dan debt to equity ratio memiliki nilai terkecil.
Sebaliknya, pada tahun 2013 memiliki nilai total assets to total liabilities ratio yang terkecil,
sedangkan debt to total assets ratio dan debt to equity ratio memiliki nilai terbesar. Dari
aspek solvabilitas (total assets to total liabilities ratio, debt to total assets ratio dan debt to
equity ratio), kinerja KUD Mino Saroyo relatif aman, karena nilai kewajibannya masih lebih
kecil dari pada nilai aset yang dimiliki.
Berdasarkan nilai-nilai rasio rentabilitas, terlihat bahwa KUD Mino Saroyo dapat
menghasilkan keuntungan atau sisa hasil usaha (SHU), walaupun nilainya masih relatif kecil.
Profit margin (baik gross profit margin maupun net profit margin) dari KUD Mino Saroyo
perlu ditingkatkan, sebaiknya di atas 10%. Meskipun demikian, kinerja KUD Mino Saroyo
berada di atas rata-rata koperasi perikanan di Provinsi Jawa Tengah. Meskipun nilai aset yang
dimiliki KUD Mino Saroyo (Kabupaten Cilacap) lebih kecil dibandingkan dengan KUD
Makaryo Mino (Kota Pekalongan), namun nilai SHU yang diperoleh lebih besar. Di
bandingkan dengan KUD Usaha Mina (Kota Semarang) dan KUD Mina Jaya (Kab. Kendal)
yang nilai asetnya lebih kecil, return on asset (ROA) dari KUD Mino Saroyo juga masih
lebih besar.
Menurut Khidmat and Rehman (2014), likuiditas (current ratio dan quick ratio) dan
solvabilitas (debt ratio dan debt/equity ratio) akan mempengaruhi rentabilitas (ROA dan
ROI). Dalam penelitian tersebut, rasio likuiditas memiliki hubungan positif dengan
rentabilitas, sedangkan rasio solvabilitas memiliki hubungan negatif dengan rentabilitas. Hal
itu juga diperkuat dengan hasil kajian dari Saleem and Rehman (2011). Meskipun demikian,
nilai likuiditas yang terlalu tinggi dan nilai solvabilitas yang terlalu rendah tidak selalu
mengindikasikan kinerja yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan pembanding dengan unit
bisnis sejenis, yaitu KUD mina yang lain.

Tabel 4. Perbandingan Kinerja Keuangan Koperasi Perikanan Tahun 2014


KUD Mino KUD Usaha KUD Makaryo
KUD Mina
Saroyo, Mina, Mino,
Jaya,
Kab. Kota Kota
Kab. Kendal
Cilacap Semarang Pekalongan
Likuiditas
Current ratio 1,5735 24,7816 1,1846 12,0466
Quick ratio 1,0918 25,0171 1,1316 1,1316
Cash ratio 0,2920 2,4534 0,2726 0,2726
Solvabilitas
Total assets to total
1,8285 1,0944 1,2986 47,4816
liabilities ratio
Debt to total assets
0,5469 0,9137 0,7700 0,0211
ratio
Debt to equity ratio 1,2070 10,5877 3,3486 3,3486
Rentabilitas
Return on assets 0,0121 0,0114 0,0342 0,0009
Return on investment 0,0268 0,1317 0,1487 0,1487

370
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
KUD Mino KUD Usaha KUD Makaryo
KUD Mina
Saroyo, Mina, Mino,
Jaya,
Kab. Kota Kota
Kab. Kendal
Cilacap Semarang Pekalongan
SHU (Rp) 146.041.983 15.395.710 20.887.741 20.887.741
Jumlah karyawan (orang) 99 26 31 71
Rasio SHU/karyawan 1.475.172 592.143 673.798 294.194
Rasio aktiva tetap /
36.374.228 21.872.330 1.564.240 236.682.750
karyawan
Rasio aktiva lancar /
76.086.656 27.870.538 17.525.076 77.815.378
karyawan

Berdasarkan rasio SHU/karyawan terlihat bahwa KUD Mino Saroyo memiliki


produktivitas karyawan yang lebih tinggi dibandingkan ketiga KUD lainnya. Menurut
Nyabwanga, et al (2013), nilai ROA sebaiknya adalah 10%-12%, sedangkan nilai ROA dari
KUD Mino Saroyo berada pada kisaran 0,5% hingga 1,2% pada kurun waktu 2009-2014.
Oleh karena itu, dengan aset yang dimiliki saat ini, KUD Mino Saroyo perlu meningkatkan
penerimaannya agar lebih mendekati nilai 10%. Hal itu perlu dijadikan bahan evaluasi bagi
pengurus KUD Makaryo Mino untuk meningkatkan kinerjanya. Sedangkan KUD Usaha
Mina Kota Semarang terlalu “liquid”, sehingga memerlukan manajemen modal kerja yang
lebih optimal.
Keberhasilan pencapaian kinerja dari KUD Mino Saroyo tidak terlepas dari dukungan
Pemerintah Kabupaten Cilacap. Pemerintah Kabupaten Cilacap tetap memberikan
kewenangan pengelolaan TPI kepada KUD Mino Saroyo, bahkan tidak memungut (0%)
retribusi dari raman kotor hasil pelelangan ikan untuk penghasilan asli daerah (PAD).
Manajemen administrasi KUD Mino Saroyo relatif tertib administrasi, dimana RAT (rapat
anggota tahunan) dilaksanakan secara rutin dan tidak terlambat dari jadwal. Pengurus KUD
Mino Saroyo juga melakukan diversifikasi usaha, tidak hanya mengandalkan pengelolaan
TPI. Transparansi pengelolaan koperasi, kepercayaan anggota, kesesuaian jenis layanan
koperasi dengan kebutuhan anggota, dan kompetensi pengurus dan manajer koperasi memang
termasuk sebagian faktor kunci sukses keberhasilan pengelolaan koperasi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum kondisi keuangan KUD Mino Saroyo
relatif baik, baik dari rentabilitas, solvabilitas, likuiditas, maupun perkembangan omset usaha
dan SHU. Namun, pengelola KUD Mino Saroyo perlu mengantisipasi penurunan kinerja
beberapa unit usahanya yang mengalami pertumbuhan negatif dan penurunan jumlah anggota
koperasi.

Saran

KUD Mino Saroyo perlu memberikan prioritas perhatian bagi pengelolaan kinerja
pada unit usaha BBM dan pengelolaan TPI yang menjadi tulang punggung dari usaha KUD
Mino Saroyo. Efisiensi usaha penyediaan BBM perlu dievaluasi mengingat rendahnya
margin keuntungan dari usaha tersebut. Selain itu, KUD Mino Saroyo juga perlu
menganalisis lebih lanjut penyebab utama dari penurunan kinerja beberapa jenis usaha, agar
dapat dicarikan solusi untuk perbaikan kinerjanya. Opini dari anggota koperasi juga perlu
diperhatikan dan diperkuat dengan komunikasi yang baik agar kepuasan dan kepercayaan

371
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
anggota dapat dipertahankan dan ditingkatkan, sehingga jumlah anggota dan kinerja usaha
KUD Mino Saroyo dapat semakin ditingkatkan.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada Dinas Koperasi dan UMKM provinsi Jawa Tengah, Puskud
Mina Baruna Jawa Tengah, KUD Mino Saroyo Kabupaten Cilacap, KUD Usaha Mina Kota
Semarang, KUD Mina Jaya Kab. Kendal, dan KUD Makaryo Mino Kota Pekalongan atas
data-data yang diberikan dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Faik Kurohman,
SPi, Msi yang telah terlibat dalam proses pengumpulan data.

Daftar Pustaka

Atieh, S.H. 2014. Liquidity Analysis Using Cash Flow Ratios as Compared to Traditional
Ratios in the Pharmaceutical Sector in Jordan. International Journal of Financial
Research. 5(3): 146-158.

Bajkowski, J. 2009. Financial Ratio Analysis: Putting The Numbers to Work. AAII Journal.
August 1999: 3-7.

BPS Provinsi Jawa Tengah. 2015. Jawa Tengah Dalam Angka 2015. BPS Provinsi Jawa
Tengah. page 419.

Donkor, J. and Tweneboa-Kodua, K. 2013. Profitability, Liquidity and Efficiency of Rural


Banks: Evidence from Ghana. British Journal of Economics, Finance and
Management Sciences. 8(1):1-11.

Kalayci, S., Karatas, A., Coskun, A., Kirtas, A. 2005. Financial Ratio Classification and Sub-
sector Discrimination of Manufacturing Firms Evidence from an Emerging Market.
The Journal of Entrepreneurial Finance. 10(1): 103-125.

Khidmat, W.B. and Rehman, M.U. 2014. Impact of Liquidity and Solvency on Profitability
Chemical Sector of Pakistan. Ekonomika, Management and Innovance (EMI). 6(3): 3-
13.

Kirkham, R. 2012. Liquidity Analysis Using Cash Flow Ratios and Traditional Ratios: The
Telecommunications Sector in Australia. Journal of New Business Ideas and Trends.
10(1):1-13.

Nyabwanga, R.S., Ojera, P., Simeyo, O. and Nyanyuki, N.F. 2013. An Empirical Analysis of
the Liquidity, Solvency and Financial Health of Small and Medium Sized Enterprises
in Kisii Municipality, Kenya. European Journal of Business and Management. 5(8): 1-
15.

Paramasivan, C. and Subramanian, T. 2009. Financial Management. New Age International


Publisher: New Delhi. page 264

Ryu, K. and Jang, S. 2004. Performance Measurement Through Cash Flow Ratios and
Traditional Ratios: A Comparison of Commercial and Casino Hotel Companies.
Journal of Hospitality Financial Management. 12(1): 15-25.

372
Dian Wijayanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Saleem, Q. and Rehman, R.U. 2011. Impacts of Liquidity Ratios on Profitability (Case of Oil
and Gas Companies of Pakistan). Interdisciplinary Journal of Research in Business.
1(7): 95-98

Schmidgall, R.S. and DeFranco, A.L. 2004. Ratio Analysis: Financial Benchmarks for the
Club Industry. Journal of Hospitality Financial Management. 12(1): 1-14.

Sukiennik, M. 2012. The Analysis of Mining Company Liquidity Indicators. AGH Journal of
Mining and Geoengineering. 36(3):339-344.

Tugas, F.C. 2012. A Comparative Analysis of the Financial Ratios of Listed Firms Belonging
to the Education Subsector in the Philippines for the Years 2009-2011. International
Journal of Business and Social Science. 3(21): 173-190.

Umobong, A.A. 2015. Assessing The Impact Of Liquidity And Profitability Ratios On
Growth of Profits in Pharmaceutical Firms in Nigeria. European Journal of
Accounting, Auditing and Finance Research. 3(10): 97-114.

Yadav, P. 2014. Liquidity Analysis of Selected Pharmaceutical Companies: A Comparative


Study. International Journal of Advance Research in Computer Science and
Management Studies. 2(8): 271-274.

373
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

Accurate Software Implementation For Accounting Information System Corporate


(Case Study Yanata)

Ong Felycia Christiana1,*, Rinabi Tanamal 2, and Kartika Gianina Tileng3

1 Creative Industries Faculty of Ciputra University


2 Creative Industries Faculty of Ciputra University
3 Creative Industries Faculty of Ciputra University

Abstract.

Financial bookkeeping is the most important thing in any company. Bookkeeping manually
using books and calculator, often make a lot of mistakes in calculations and accuracy. Digital
bookkeeping make easier for companies to store data and evidence for each record that will be
used in the books of each company. "Yanata" is a AC distributor company (Air Conditioner)
that located in Surabaya. Mrs. Ribkah Soerjani as the owner of "Yanata" has some problems
that add jobs and spend more time. One problem is the problem of accounting "Yanata". To
obtain accurate data is not very easy. The purpose of the author to make final project is to
provide solutions to design the flow of information systems to provide and teach accounting
software for "Yanata". By interviewing the owner of "Yanata" to find out what are the needs
for company, the author can implement Accurate software. At the end of the implementation,
the author hope that the Accurate software has answered what "Yanata" needs.

Keywords: company, software, Accurate, accounting, training

1. Introduction

Along with the times, Indonesia was also followed by rapid technological
developments. Many large companies have a long-standing challenge to follow the direction
of technological development. Usually companies do offline trading processes such as direct
selling. However, with the development new ways of online, it makes company could only sell
directly. Based on the results of a survey conducted by pcplus.co.id declared in 2014,
Indonesia is the largest Internet user at 8th in the world and the largest social network users at
4th in the world when Internet penetration is not high. With 100Gbps traffic for the past year,
and 55 million Internet users by the record in 2012, Internet penetration in Indonesia is only
22%. But in Internet traffic, the growth is very high as two million percent, with access speeds
go up 817%.
Accounting systems in every company is very important in process of monitoring and
internal control by a company. By making changes and development in the accounting system,
in particular the public more buyers can assess the company well. From the book of Joseph
Haryono. "Fundamentals of Accounting". STIE YKPN. Yogyakarta., 1997. Said that the
accounting system is the method and procedures for recording and reporting financial
information provided to the company. The accounting system consists of documentary
evidence of transactions, recording tools, reports, and procedures that companies use to record
transactions and report the results.

374
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

2. Theoritical Basis

2.1 Information, Information System, and Information Technology

Information is the result of data processing in principle have more value than the raw
data so that more useful and meaningful to the user. While the data is the fact that states an
event or physical environment that have not been managed into a form that is meaningful and
useful for the humans (Work, 2004). An example application of information systems in
software Accurate Yanata are: inventory data 'Panasonic Air Conditioner' is as follows:

Table 1. Inventory Data of Panasonic Air Conditioner from March 20th 2014 – March 23rd
2014
Date Qty
March 20th 2014 15
March 21st 2014 10
March 22nd 2014 5
March 23rd 2014 20

2.2 Accounting
"Accounting is identifying, measuring, and communicating the financial information
about economic entities to interested users." Kieso and Weygant (2002:2). Based on the above
understanding it can be concluded that accounting has several steps:

a. Identification
In regulating the accounting of a company, selection and identification process is
required to choose which information is appropriate and necessary for economic reporting.

b. Measurement of economic information


From the information that has been identified in the previous phase, the calculation of
various aspects of information acquired is necessary.

c. Information economy reporting


After perform measurements valid information from the identification and
measurement, then recording is done to keep a history of financial activities.

d. Judgment and decision making


From the results of the economic report, then company can make decisions for the next
financial activities. For example: reduction of inventory taking on one supplier.

2.3 Accurate Software


Accurate software was first invented by CPSSoft in PT. Cipta Piranti Sejahtera located
in Jakarta. First launched to the public in November 1999, using the largest computer
exhibition in Indonesia every year held in JHCC Indocomtech 1999, Jakarta. That time,
375
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

version 1.0 is launched named Accurate2000 Accounting Software. At that exhibition,


CPSSoft got a lot of valuable feedbacks from users or prospective users. Thanks to feedback
from users and keep tracking the business progress in Indonesia, Accurate always improving
themselves and adjust to these developments. Up until now, Accurate has released version 4.
Appearances version 4 is certainly provide some convenience for the user in applying the new
accounting system into Accurate. Some modules are packaged in a single package consists of:

• Sales / Accounts Receivable: Sales Order, Delivery Order, Sales Invoice, Sales Return,
Buyer Receipts.
• Purchase / Accounts Payable: Purchase Order, Receive Item, Purchase Invoice, Purchase
Return, Vendor Payment.
• Item & Inventory: Item, Warehouse, Inventory Adjustment, Item Price Adjustment,
Grouping, Item Transfer, and Job Costing.
• General Ledger: Company Information, Company Preferences, Journal Voucher, General
Ledger.
• Cash & Bank: Other Deposits, Other Payments, Bank Transfer, Reconcile, Bank Book.
• Fixed Assets: Fixed Assets Fiscal Type, Types Fixed Assets, Fixed Asset List.
• Manufacturing (for ACCURATE 3 Enterprise Edition): Item Standard Cost, Standard Cost
Convention, Bill Of Materials, Work Order, Work Order Execution, Material Release,
Adjustment Materials, Product And Result Materials, Production Cancel.

2.4 Client Server

Client - server is a network model that clearly separates which can provide network
services (servers) and where the relationship between computers in a system that only receives
service (client).
Client Server works to allow access of data between Personal Computer (PC).

2.5 Point of Sales

Definition of Point of Sales or commonly abbreviated as POS is a sales-oriented


activities as well as a system that helps transaction processing. Each POS hardware and
software consists of two components which are used to process each transaction.

2.6 Information Quality


Jogiyanto said in book Analysis and Design of Information Systems (2005:10) that the
quality of information depends on three things:

a. Accurate: the information given must be clear and reflect the intent and purposes.
b. Just in time: information related should not be out of date so the information presented is
not obsolete.
c. Relevant: information provided must be in accordance with the needs of its users.

3. Analysis Needs and System Designs

3.1 Analysis Needs

Based on the interviews that have been conducted, Yanata do sales and purchases air
conditioners and administrative activities in it. The execution of administrative activities
376
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemenen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor
N 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

Yanata still manual. Bookkeep eping returns, accounts payable - accounts receivable,
rec inventory
cards are still using simple document
do storage and manual so as to monito itor _ goods returns,
accounts payable and receivabable is still difficult to be noticed. System off ppurchases and sales
using a simple memorandum and an documents that make Yanata workers and nd owners spend a lot
of time in transaction processin
sing activity, search for important documents, ts, as well as making
the financial statements that will
w be read by the owner. By doing implemen entation of Accurate
software on Yanata, will greatl
atly assist the process of recording, storage, an
and retrieval of data.
Reports and important documeents will be stored in the software.

3.2 Data Flow Diagram of Yan


anata

Data Flow Diagram of Yanata is used to show the data flow proc rocess in the system.
Each worker has a department
nt where the department determines that the location
loc and what the
workers do. Workers do saless to
t the buyer and do purchases to supplier wh
where it is concerned
with goods.

Image 1.
1 Data Flow Diagram Level 0 of Yanata

3.3 Activity Diagram

Activity Diagram forme


med to understand the software implementation on on each feature in
Accurate software software. In this section will explain the Activity Diagram
ram for some
features in Accurate software that
th used by the company.

377
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

a) b)

Image 2. Activity Diagram

Image 2a shows that to make new user in Accurate software, user needs to access
Accurate software. User do login, choose “Setup User Profile”. User fills identity form for
new user.
Image 2b shows that to make new supplier in Accurate software, user choose feature
“Lists”, “Supplier”, “New” from Accurate software. User fills identity form for new supplier.

4. System Implementation

4.1 Users Training

This training aims to train users in using Accurate software. With practice and
explanation of this software, the user is expected to be able to operate the software properly.
Below here is a description of the training methods and constraints experienced during the
training process.

4.1.1 Training Plan


Accurate software training sessions conducted over 3 Yanata each employee. The
sessions lasted approximately 2 hours. The following the schedule of training that has been
done:

1. February 3rd, 2014: provides an explanation and overview of Accurate software for users
purchasing department. Interviews were conducted for find out what is involved in the
purchasing process.
2. February 4th, 2014: a training data input purchases some form of data suppliers and
purchases transaction data.
3. February 10th, 2014: answer the questions and problems faced by the user when entering
data purchases.
4. February 12th, 2014: provides an explanation and overview for users Accurate software
inventory section.
378
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

5. February 17th, 2014: provide a training to input inventory data.


6. February 24th, 2014: answer the questions and problems encountered by users during
inputing inventory data.
7. March 3rd, 2014: provides an explanation and overview of the software for users Accurate
software sales.
8. March 5th, 2014: provide a training to input sales data in the form of buyer data, inventory
data items being sold, and some of the sales transaction data.
9. March 13th, 2014: answer the questions and problems encountered by users when entering
sales transaction data.
10. March 17th, 2014: giving an explanation to purchase returns and sales returns to the user.
11. March 24th, 2014: deliver information to users of financial accounting statements on
purchases, sales and inventory reports.
12. April 2nd 2014: training the owner to access and using the software Accurate software
monitoring employees activities in Accurate software.

4.1.2 Issues Experienced by Users

By the time morning job, Yanata employees is preparing for goods carried by couriers.
So that all employees participate in preparing for goods. Before using computer for access
Accurate software, users always use manual typewriter for write a sales invoice so that when
the training Accurate software, users are still not used to use computer. Differences in age also
have been a factor because of the size of the problems facing the writing on a computer screen
is too small and learning new things that exist in the Accurate software.
Users in the purchasing department to get issues during the user wants to inputing
purchase invoice is not paid off and calculating debt held by Yanata. Having described and
given an idea that has Accurate software tricks in the amount of inventory that the goods are
not reduced or increased, the user is able for resolve this issues.
Similarly, the users in the sales department. Users get a similar issues during want to calculate
receivables owned by Yanata. After being given the same solution with purchases, users are
now able for resolve the issue.
In contrast to the user on the inventory. Users find that the stock of existing inventory
with the inventory data in the database there is a difference, a bit of confusion in the user
change the amount of the inventory. Having described and given the impression that has a
feature Accurate software inventory taking, then end user understands and is able to resolve
the problem users.
Another problem occurs during second computer is still in a state of repair, so that the
initial training is done on a computer. But the issue is resolved after a second computer
condition has been repaired and is ready for use by the user.

4.1.3 Success Criteria

Success criteria in implementing Accurate software is when:

1. Users were able to enter data of suppliers, buyers, inventory, purchase and sales transaction
processing without having to read and open the user's manual Accurate software book.
2. Data stored and displayed reports Accurate software data is accurate and correct.
3. Writer has conducted training on the use of Accurate software for Yanata.
4. Accurate software proven allows users to work on enterprise information systems Yanata
(viewed from the aspect of comfort, ease of access to the database from the user).

379
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

4.2 Entrepreneur Ascpects

In this final project, the author has the entrepreneurial aspectsis: Market Sensitivity. By
realizing that the development of information technology in Indonesia is not good, then need
for a new opportunity in a business in Indonesia. Based on the number of companies who do
not use digital information systems, the authors provide a solution for improve and repair the
company's information systems in companies.

4.3 Final Exam Results

After this final run, there are several results obtained, is:

1. Data of supplier, buyer data, inventory data, transaction data purchases, sales transaction
data, the data purchase returns, sales returns the data, the data purchases payments, payment
data sales, and financial statement data has been recorded into the database Accurate
software .
2. Data that is already stored in the database that can be printed in the form of a report.
3. After applying and giving instruction Accurate software on the user (employee or owner)
Yanata for 3 months, the user is able to access and use Accurate software properly.
4. Yanata has a system of accounting information in the record, store, and report data
procurement transactions in a business.

5. Conclusion and Feedback

5.1 Conclusion

Based on the results of the implementation and testing of software on the system
Accurate Yanata information, it was concluded that:

1. Usage Accurate software on Yanata company managed to improve the efficiency of time
and effort in working Yanata information systems.
2. Yanata’s financial statement needs will be easily met after applying Accurate software as a
means to enter datas that associated with the purchase, sale or supply of goods is complete
and correct.
3. Upon authors implement training on enterprise Accurate software to Yanata, Yanata
especially the employees are able to use it well.
4. Based on testing, the success criteria that author expected also deadline that author expected
in implementing Accurate software on the user held properly, based from the
implementation process is completed within the agreed deadlines and to enhance the
demand for accounting information systems are expected clients.

5.2 Feedback

There are some suggestions of Accurate software implementation for the future:

1. To perform Accurate software implementation in the future, provided the intended user's
manual for new employees who will use Accurate software for client companies.
2. For the future, it would be better if the maintenance operation after the implementation
process will be concerned by the authors as well.

380
Ong Felycia Christiana Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kartika Gianina Tileng

6. References

About.com (2014). Entity Relationship Diagrams. Retrieved January 5, 2014, from


http://databases.about.com/od/specificproducts/l/blentity-relationship-diagrams.htm

CollabNet (2009). Chapter 22: Activity Diagram Model Element Reference. Retrieved April
15, 2014, from http://argouml-stats.tigris.org/documentation/manual-
0.32/ch22.html#d0e29782

CPSSoft Accurate 4 Tutorial. 2014. Tentang Accurate. Retrieved December 10, 2014, from
http://accurate4tutorial.wordpress.com/about/

CPSSoft News Update (2014). Akses Remote Database Via Internet. Retrieved April 15,
2014, from http://blog.cpssoft.com/akses-remote-database-via-Internet/

Hall. James A. 2011. Introduction to Accounting Information Systems, International


Edition, 7th Edition, ISBN-10:1439078785.

IBM (2014). Lesson 1.2: Model Use Case Scenarios. Retrieved April 10, 2014, from
http://pic.dhe.ibm.com/infocenter/rsysarch/v11/index.jsp?topic=%2Fcom.ibm.sa.tutori
al.doc%2Ftopics%2FLess1.2_ModelUseCaseScenarios.html

Jogiyanto, HM (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi : Pendekatan Terstruktur, Teori
dan Praktik Aplikasi Bisnis. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Karya, R. (2004). Pengembangan Model Audit Sistem Informasi Berbasis Kendali, Integral,
Vol. 9 No. 1 Maret.

Kieso, Weygandt (2002). Akuntansi Intermediate, Edisi Kesepuluh, Jilid Satu, Erlangga,
Jakarta.

Logizian11 (2012). Data Flow Diagram (DFD) Tutorial. Retrieved April 1, 2014, from
http://www.visual-paradigm.com/product/lz/tutorials/dfd.jsp

Software Accurate Accounting (2010). Retrieved December 22, 2014, from


http://softwareaccurate4.blogspot.com

Tutorialspoint (2014). UML Use Case Diagram. Retrieved March 29, 2014, from
http://www.tutorialspoint.com/uml/uml_use_case_diagram.htm

Yusuf Haryono (1997). Dasar-dasar Akuntansi. STIE YKPN. Yogyakarta.

381
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI POINT OF SALES DAN INVENTORY


BERBASIS WEB UNTUK RETAIL (UD. MULIA JAYA)

Hans Setiawan1,*, Rinabi Tanamal2, and David B. Tonara3

1 Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya


2 Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya
3 Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra, Surabaya

Abstrak.

Pencatatan data adalah hal yang penting dalam sebuah usaha, khususnya usaha yang bergerak
dalam usaha retail. Pencatatan data untuk usaha retail akan lebih mudah apabila dibantu
dengan sistem informasi POS. UD. Mulia Jaya adalah salah satu usaha yang bergerak dalam
industri retail yang menjual peralatan rumah tangga berbahan baku plastik. Pembuatan tugas
akhir ini dilakukan agar dapat mempermudah UD. Mulia Jaya menjalankan bisnisnya,
khususnya dalam proses pencatatan dan pembuatan laporan, serta pencatatan stok barang yang
dimiliki oleh UD. Mulia Jaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diimplementasikan aplikasi
POS berbasis web application yang mudah diakses dari operating system apapun, Aplikasi
yang diimplementasikan adalah aplikasi berbasis PHP dengan MySQL sebagai back end
storage. Aplikasi POS juga dilengkapi dengan fitur inventory control untuk UD. Mulia Jaya.

Kata Kunci: inventory control, PHP, POS, retail, web application.

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Implementasi sistem informasi untuk perusahaan pada era digital seperti sekarang ini
sangatlah diperlukan. Kebutuhan perusahaan untuk memproses informasi secara cepat,tepat,
dan akurat membuat perusahaan mencoba untuk mengimplementasikan sistem informasi yang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga perusahaan akan memiliki keunggulan
kompetitif dan mampu bersaing dengan perusahaan yang lain.
Dengan dukungan sistem informasi yang baik, perusahaan dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas, efektivitas diukur dari berjalannya proses bisnis yang semestinya,
namun dengan efisiensi yang lebih tinggi dalam menjalankan proses bisnis mereka, dan
efisiensi dapat diukur dari waktu yang lebih singkat yang dibutuhkan perusahaan dalam
mencatat stok, atau memproses checkout ke customer. Dengan sistem yang baik pula
perusahaan akan memperoleh informasi yang akurat tentang flow bisnis yang terjadi, karena
dengan rekapitulasi dari semua transaksi yang terjadi dalam usaha, pemilik usaha dapat
menghasilkan laporan keuangan dan laporan laba rugi yang akurat, dan perusahaan bisa
mengolah data-data tersebut lebih lanjut untuk mengetahui strategi pemasaran lebih lanjut dan
membantu dalam permasalahan proses bisnis mereka. Contohnya permasalahan inventori,
perusahaan dapat menentukan kapan harus melakukan re-order pembelian pada supplier,
memutuskan untuk menghapus suatu barang dari inventori, dan mengetahui pola pembelian
konsumen.
UD. Mulia Jaya adalah perusahaan/toko yang bergerak di bidang penjualan peralatan
houseware plastik (ember,piring,alat-makan,dsb). UD. Mulia Jaya memiliki 4 karyawan yang
setiap harinya bertugas menjaga toko dan melayani customer. Setiap harinya, UD. Mulia Jaya
382
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

melakukan diatas 10 transaksi. Perusahaan ini memiliki omzet Rp. 300.000.000,- tiap
bulannya.). Perusahaan ini belum mengimplementasikan sistem informasi pada proses
bisnisnya. Segala pencatatan penjualan dan pencatatan stok, proses penjualan, dan pembuatan
laporan bulanan saat ini masih dilakukan secara manual oleh UD.Mulia Jaya sehingga
memakan waktu yang lama.

2. Landasan Teori

2.1 POS (Point Of Sales)

“POS bisa diterjemahkan secara bebas menjadi sistem kasir, namun sistem POS juga
mengatur dan menyimpan data-data inventory dan penjualan. “ (Aberle, 2010).
Menurut PC Magazine, Point Of Sales mengacu pada penyimpanan data pada waktu dan
tempat saat transaksi terjadi.

2.2 PHP

“PHP umumnya digunakan sebagai server-side scripting language. Pengertian dari


PHP (akronim dari PHP:Hypertext Preprocessor) adalah adalah bahasa pemrograman web
yang digunakan pada pemrograman web dinamis”. (Lengstorf, 2009).
Aplikasi-aplikasi yang dibangun oleh PHP pada umumnya akan memberikan hasil pada
web browser, tetapi prosesnya secara keseluruhan dijalankan di server. Pada prinsipnya server
akan bekerja apabila ada permintaan dari client. Dalam hal ini client menggunakan kode-kode
PHP untuk mengirimkan permintaan ke server.

2.3 MySQL

“Mysql adalah sistem manajemen database untuk database relasional. Sebuah database
adalah sekumpulan koleksi data, bisa berupa text, angka, atau file binary yang disimpan dan
diatur oleh sistem manajemen database” (Ullman, 2006)

2.4 Inventory Management

Manajemen persediaan menentukan jumlah persediaan yang optimal dengan biaya total
yang minimal. Persediaan atau inventory meliputi bahan mentah atau bahan baku, bahan
pembantu, bahan dalam proses atau work in process, suku cadang, dan barang jadi atau
finished good. Manajemen persediaan menentukan jumlah persediaan yang optimal dengan
biaya total yang minimal. Persediaan atau inventory meliputi bahan mentah atau bahan baku,
bahan pembantu, bahan dalam proses atau work in process, suku cadang, dan barang jadi atau
finished good.

3. Analisis dan Desain Sistem

3.1 Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sistem informasi dari UD.
Mulia Jaya secara umum. Dengan menggali kebutuhan dasar secara umum, data yang
didapatkan bisa dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan sistem informasi yang lebih detil
untuk perusahaan.

383
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

3.2 Analisa Sistem

Kegiatan utama yang dilakukan dalam bisnis milik UD. Mulia Jaya adalah penjualan
dan pembelian houseware plastik dalam kuantitas grosir. Setiap kegiatan yang dilakukan masih
dikerjakan secara manual. Pencatatan transaksi yang terjadi setiap hari dan pemotongan stok
yang dilakukan berdasarkan penjualan dan pembelian masih dilakukan secara manual. Data-
data penjualan yang diolah masih dalam bentuk hardcopy karena itu beberapa proses seperti
pencatatan stok tiap harinya membutuhkan waktu yang lama dan seringkali mengalami
kesulitan dalam pencarian data penjualan dan pencatatan stok barang berdasarkan transaksi tiap
harinya.
Dengan sistem pembukuan sederhana yang sudah ada di toko saat ini, UD. Mulia Jaya
agak kesulitan khususnya dalam hal pencatatan stok barang, karena seiring berkembangnya
bisnis, jumlah stok dan jenis barang yang ada semakin bertambah. Pencatatan yang ada saat ini
masih belum berjalan secara efisien ditinjau dari segi waktu dan sumber daya manusia yang
dibutuhkan setiap harinya dalam melakukan pencatatan stok dan penjualan. Berdasarkan hal
ini, maka dibuat sebuah sistem point-of-sale berbasis web yang akan membantu UD. Mulia
Jaya dalam pencatatan data/stok barang serta laporan-laporan yang dibutuhkan oleh UD. Mulia
Jaya. Dengan adanya sistem ini, diharapkan UD. Mulia Jaya dapat mempermudah kegiatan
bisnis yang dilakukan sehari-harinya.

3.2.1 Analisa Permasalahan


UD. Mulia Jaya sudah memiliki sistem penjualan dan pembelian yang mencakup
transaksi jual beli, pencatatan stok, dan catatan hutang namun sistem tersebut masih berjalan
secara manual. Semua pencatatan transaksi dan stok masih dalam bentuk hardcopy, mulai dari
pencatatan transaksi jual beli, pemotongan stok, pencatatan hutang ke supplier, dan pencatatan
retur barang. Data stok barang disimpan dalam sebuah buku, dan setiap hari owner UD. Mulia
Jaya harus melakukan pencatatan/pemotongan stok berdasarkan transaksi yang terjadi pada
hari itu secara manual tanpa campur tangan sistem informasi, tentunya hal ini akan memakan
tenaga dan waktu dilihat dari kuantitas barang yang dimiliki UD. Mulia Jaya sangat besar.

3.2.2 Analisa Kebutuhan


UD. Mulia Jaya membutuhkan sistem baru yang terkomputerisasi dan dapat membantu
dalam pencarian dan pencatatan data seperti data penjualan/pembelian, data stok barang, data
pelanggan, data supplier, dan laporan transaksi yang terjadi di toko setiap harinya. Sistem
penjualan baru akan melakukan pencatatan transaksi yang terjadi dan akan melakukan update
stok barang berdasarkan transaksi yang terjadi. Pencatatan transaksi ini akan memudahkan
dalam pencatatan stok dan pengevaluasian transaksi yang terjadi di toko. Sistem ini juga akan
membantu menghasilkan laporan berupa evaluasi dari transaksi-transaksi yang terjadi di toko.
Dengan implementasi sistem yang baru ini, diharapkan dapat membantu UD. Mulia Jaya
menjalankan bisnisnya dengan lebih baik.

3.3 Desain Sistem


Untuk pembuatan tugas akhir ini, sistem point of sale yang baru akan
diimplementasikan agar dapat membantu UD. Mulia Jaya dalam melakukan kegiatan transaksi
jual beli. Setiap transaksi penjualan, pembelian, pemotongan stok, dan retur masih dicatat
secara manual, dengan sistem yang baru ini, segala transaksi akan tercatat dalam sistem yang
terkomputerisasi dan diharapkan dapat membantu kinerja UD. Mulia Jaya.
384
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

Aplikasi yang akan diimplementasikan pada UD. Mulia Jaya adalah Open Source Point
Of Sales (OSPOS). Aplikasi dipilih karena fitur-fitur yang ditawarkan sesuai dengan
kebutuhan UD. Mulia Jaya, yaitu aplikasi POS yang juga memiliki fitur Inventory Control.
Selain itu, fitur pelaporan pada OSPOS cukup lengkap (Graphical Reports, Low Inventory
Reports, Inventory Summary, dll) laporan dan diharapkan dapat membantu UD. Mulia Jaya
dalam melakukan proses bisnisnya.

3.3.1 Use Case Diagram

Gambar 1. Use Case Diagram Admin

Gambar 1 adalah use case diagram untuk user admin. User admin memiliki control
penuh atas aplikasi dan dapat mengganti data-data serta mengakses setiap modul yang ada.

Gambar 2. Use Case Diagram Employee

Gambar 2 menunjukan use case diagram dari user employee/pegawai. User employee
hanya dapat mengganti data penjualan dan pembelian dan tidak memiliki hak akses untuk
modul lain.

3.3.2 Sequence Diagram

Sequence diagram digunakan untuk menjelaskan alur kerja dari sistem dan elemen-
elemen apa saja yang terlibat di dalam alur tersebut.

385
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

3.3.2.1 Add Item

Gambar 3 Sequence Diagram Add Item

3.3.2.2 Edit Item

Gambar 4 Sequence Diagram Edit Item

386
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

3.3.2.3 Delete Item

Gambar 5 Sequence Diagram Delete Item

3.3.2.4 View Report

Gambar 6 Sequence Diagram View Report

387
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

3.3.2.5 Inventory Summary

Gambar 7 Sequence Diagram Inventory Summary

3.4 ER Diagram

Gambar 8 ER Diagram Open Source Point Of Sales

388
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

3.5 Activity Diagram

Bagian ini menjelaskan Activity Diagram dari aplikasi Open Source Point Of Sales

3.5.1 Add Receiving

Gambar 9 Activity Diagram Add Receiving

389
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

3.5.2 Add Sales

Gambar 10 Activity Diagram Add Sales

390
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

4. Implementasi dan Pengujian Sistem

4.1 Implementasi Sistem

Local host server dan database harus di konfigurasi agar aplikasi dapat berjalan. Setelah
aplikasi dapat berjalan dengan sempurna di sistem, pelatihan akan dilakukan agar pegawai UD.
Mulia Jaya dapat menggunakan aplikasi yang telah diimplementasikan

4.2 Pengujian Sistem

Pengujian sistem dilakukan berdasarkan use case scenario. Pengujian akan dinyatakan
berhasil apabila hasil yang didapatkan dari pengujian sesuai dengan hasil yang diharapkan.

4.3 Hasil Pengujian

1. Tampilan user friendly


2. Aplikasi mudah digunakan
3. Kemudahan dalam akses data
4. Fitur Detailed Reports dapat membantu UD. Mulia Jaya dalam menentukan stok minimum
dan maksimum dalam suatu periode dengan menggunakan teori safety stok. UD. Mulia
Jaya juga dapat menentukan barang apa saja yang harus di stok dengan melihat barang apa
saja yang paling laku dari fitur laporan yang ada.
5. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencatatan stok dapat dikurangi, sebelumnya
perusahaan membutuhkan 60-90 menit, setelah implementasi sistem, perusahaan hanya
membutuhkan beberapa menit.

5. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari implementasi sistem di UD. Mulia Jaya adalah:

1. Web based application dapat dijalankan di operating system manapun


2. Implementasi sistem dapat membantu UD. Mulia Jaya mengurangi waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan pencatatan stok
3. Implementasi sistem membantu UD. Mulia Jaya mengurangi biaya karena tidak
perlu membayar overtime untuk pegawai
4. Open source software dipilih untuk implementasi sistem karena lebih mudah
dikembangkan untuk ke depannya.

6. Bibliography

Aberle, Craig. (2010). How To Computerize Your Business. Diakses 1 Juni 2014.

<http://pointofsale.com/20100427262/Point-of-Sale-News/How-to-Computerize-Your-

Business-ebook-Chapt-1.html>

391
Hans Setiawan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Rinabi Tanamal Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
David B. Tonara

Biediger, Shari L. (2012). Profile in Point-Of-Sale Technology. Diakses 30 Mei 2014. <

http://www.bizjournals.com/sanantonio/print-edition/2012/07/06/profile-in-point-of-

sale-technology.html?page=all>

Evans, Keith. (n.d.). Point Of Sales Processes. Diakses 1 Juni 2014.

<http://www.ehow.com/info_8039950_point-sale-processes.html>

Khurana. (2010). Information Technology in Retailing. Tata-Mcgraw Hill Education, India.

Laurie, Ben. Laurie, Peter. (2003). Apache: The Definitive Guide. O’Reilly Media Inc.,

Sebastopol.

Lengstorf, Jason. (2009). PHP For Absolute Beginners. Apress, New York.

Piasecki, Dave (n.d.). Optimizing Safety Stock. Diakses 10 Juni 2014.

http://www.inventoryops.com/safety_stock.htm

Ray, Linda. (2014). How do POS Systems Work?. Diakses 9 November 2013.

<www.ehow.com/how-does_4922753_pos- sistems-work.html>.

392
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk Dan Iklan Terhadap Keputusan
Pembelian Bedak Pixy

Annisa Intan Lestari, Endang Ruswanti


aintanlestari@yahoo.co.id, endang.ruswanti@esaunggul.ac.id
Universitas Esa Unggul

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhi Celebrity Endorser, Kualitas


Produk dan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat.
Variabel independen terdiri atas Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan, sedangkan
variabel dependent adalah Keputusan Pembelian. Jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 100 orang responden. Responden penelitian ini adalah konsumen yang
membeli dan menggunakan bedak Pixy yang berada di Wilayah Jakarta Barat. Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan
secara parsial memiliki pengaruh terhadap Keputusan Pembelian. Selain itu hasil penelitian
menunjukan bahwa secara bersama-sama Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan
memiliki pengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian.

Kata Kunci : Celebrity Endorser, Kualitas Produk, Iklan dan Keputusan Pembelian

Abstract

This study aims to determine the influence Celebrity Endorser, Product Quality and
Advertising Buying Decision Against Pixy Powder in West Jakarta area. The independent
variables consist of Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising, while the
dependent variable is the purchase decision. The samples used in this study was 100
respondents. Respondents are consumers who buy and use the powder Pixy located in the
County of West Jakarta. The analytical method used in this research is multiple linear
regression.
The results showed that the Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising
partially have an influence on the purchase decision. Also, results showed that the jointly
Celebrity Endorser, Product Quality and Advertising have significant influence on the
purchase decision.

Keywords: Celebrity Endorser, Quality Products, Advertising and Purchasing Decision

Pendahuluan

Latar Belakang

Persaingan antar pasar industri perawatan pribadi dan kosmetik semakin kompetitif.
Terbukti dengan banyaknya jenis kosmetika yang beredar baik produksi dalam negeri
maupun produksi luar negeri. Banyaknya produk kosmetika di pasaran mempengaruhi sikap
seseorang terhadap pembelian dan pemakaian barang. Pembelian suatu produk bukan lagi
untuk memenuhi kebutuhan, melainkan karena keinginan. Kosmetik merupakan salah satu
produk yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan keinginan konsumen, agar
tampil lebih cantik dan menarik.

393
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Adapun merek-merek kosmetik yang saat ini beredar di Indonesia diantaranya
Wardah, Inez, Make Over, Viva, Sari Ayu, Loreal, Pixy, Ponds, Mustika Ratu, Nivea, La
Tulipe, Revlon, Maybeline, Oriflame, Putri, Avon, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan
kosmetik tersebut berasal baik dari dalam dan luar negeri memberikan tawaran yang menarik
dan beraneka ragam untuk menarik minat konsumen sehingga menimbulkan persaingan yang
ketat. Masing-masing perusahaan berusaha menjadi pemimpin dalam pasar kosmetik yang
berarti produknya diterima dengan baik di pasar salah satunya dengan meningkatkan kualitas
produk.
Konsumen melihat suatu produk dari kemampuannya untuk melakukan fungsi-fungsi
tertentu yang tercermin dalam kualitas yang melekat pada suatu produk. Perusahaan yang
mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat
dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut membantu perusahaan untuk
meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan
oleh konsumen. Penjualan produk dengan kualitas yang bagus, orisinil, resmi akan
meningkatkan kepercayaan konsumen dalam hal keandalan produk.
PT Mandom Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan yang memproduksi
kosmetik. Bedak Pixy merupakan salah satu produk PT Mandom Indonesia Tbk.
Berikut ini terdapat data-data hasil penelitian menurut survey dari Top Brand Award
Indonesia katagori bedak wajah pada tahun 2012-2016.

Tabel 1 Top Brand index Katagori Bedak Wajah Tahun 2012-2016


Merek 2012 2013 2014 2015 2016
Pixy 18,8% 20,1% 17,3% 15,6% 14,9%
Viva 11,9% 9,5% 9,1% 8,0% 7,1%
Sariayu 11,2% 8,9% 8,9% 9,0% 7,5%
La Tulipe 7,6% 7,8% 8,4% 8,9% 6,9%
Maybeline 3,2% 6,3% 4,5% 4,5% 5,9%
Wardah - 5,7% 12,4% 17,2% 25%
Sumber : Top Brand Award, 2016

Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa produk bedak wajah Pixy mengalami
peningkatan pada tahun 2013 sebesar 1,3% menjadi 20,1%, lalu mengalami penurunan yang
signifikan pada tahun 2014 sebesar 2,8% menjadi 17,3%, kemudian pada tahun 2015 dan
2016 mengalami penurunan kembali sebesar 1,7% dan 0,7% menjadi 15,6% dan 14,9%.
Perlu bagi Pixy menyadari hal ini, persaingan produk bedak wajah semakin ketat.
Perusahaan berlomba-lomba memperluas pangsa pasarnya, mencoba menarik pelanggan
dengan cara mempengaruhi sikap konsumen agar ingin membeli produk-produk mereka.
Tuntutan konsumen terhadap suatu produk, baik berbentuk barang maupun jasa yang
ditawarkan perusahaan semakin hari semakin meningkat karena pada dasarnya konsumen
tidak akan merasa puas dalam pemenuhan kebutuhan maupun keinginanya. Perusahaan
diharapkan mempunyai strategi-strategi untuk dapat menarik konsumen dengan keputusan
pembelian.
Strategi yang harus dilakukan adalah dengan memperkenalkan produk tersebut
kepada konsumen, sehingga konsumen dapat mengetahui keberadaan produk tersebut dengan
baik yang akhirnya melekat dibenak konsumen. Iklan ditujukan untuk memperkenalkan
kemudian meyakinkan calon konsumen dan memberikan suatu stimulus yang positif kepada
konsumen yang berkaitan dengan produk dan merek. Iklan sendiri dipandang sebagai suatu
media penyedia informasi tentang kemampuan, harga, fungsi produk, maupun atribut lainnya
yang berkaitan dengan suatu produk dari sisi konsumen.

394
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Penggunaan selebriti sebagai bintang iklan diyakini memiliki daya tarik tersendiri.
Selain memiliki keuntungan publisitas dan kekuatan memperoleh perhatian dari konsumen,
selebriti juga mempunyai kekuatan untuk dijadikan sebagai alat untuk membujuk, merayu,
serta mempengaruhi konsumen sasaran, yaitu dengan ketenaran yang dimilikinya. Selebriti
dapat menjadi alat pemasaran suatu produk yang sangat penting, daya tariknya yang luar
biasa dan memiliki penggemar yang banyak bisa menjadi hal yang tidak dimiliki orang lain
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan
Terhadap Keputusan Pembelian Bedak Pixy”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka rumusan


masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy?
2. Apakah kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy?
3. Apakah iklan berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy?
4. Apakah celebrity endorser, kualitas produk dan iklan secara bersama-sama berpengaruh
terhadap keputusan pembelian bedak Pixy?
5. Faktor manakah yang paling dominan antara celebrity endorser, kualitas produk dan iklan
terhadap keputusan pembelian bedak Pixy?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui apakah celebrity endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian
bedak Pixy.
2. Untuk mengetahui apakah kualitas produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian
bedak Pixy.
3. Untuk mengetahui apakah iklan berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy.
4. Untuk mengetahui apakah celebrity endorser, kualitas produk dan iklan secara bersama-
sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy.
5. Untuk mengetahui faktor manakah yang paling dominan antara celebrity endorser,
kualitas produk dan iklan terhadap keputusan pembelian bedak Pixy?

Landasan Teori

Celebrity Endorser

Celebrity adalah tokoh (aktor, penghibur, atau atlet) yang dikenal masyarakat karena
prestasinya di dalam bidang-bidang yang berbeda dari golongan produk yang didukung
(Shimp, 2010). Celebrity endorser merupakan penggunaan nara sumber (source) sebagai
figur yang menarik atau popular dalam iklan, hal ini merupakan salah satu cara kreatif untuk
menyampaikan pesan agar pesan yang disampaikan dapat mencapai perhatian yang lebih
tinggi dan dapat diingat (Kotler dan Keller, 2012). Pemilihan celebrity yang sesuai dengan
citra sebuah merek harus sangat diperhatikan agar penyampaian pesan dapat diterima
konsumen dengan mudah dan tidak menimbulkan kesan negatif dari citra merek tersebut
(Nuraini dan Maftukhah, 2015).

395
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Dimensi Celebrity Endorser

Dimensi celebrity endorser menurut Shimp (2010) terdiri dari :

1. Trustworthiness (Dapat Dipercaya)


Trustworthiness (dapat dipercaya) mengacu pada kejujuran, integritas, dan
kepercayaan diri dari seorang sumber pesan.

2. Expertise (Keahlian)
Expertise (keahlian) mengacu pada pengetahuan, pengalaman atau keahlian yang
dimiliki oleh seorang endorser yang dihubungkan dengan merek yang didukung. Seorang
endorser yang diterima sebagai seorang ahli pada merek yang

3. Attractiveness (Daya Tarik Fisik)


Attractiveness (daya tarik) mengacu pada diri yang dianggap sebagai hal yang
menarik untuk dilihat dalam kaitannya dengan konsep kelompok tertentu dengan daya
tarik fisik.

Kualitas Produk

Kualitas produk adalah kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya,


hal itu termasuk keseluruhan daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan pengoperasian
dan reparasi produk juga atribut lainnya (Kotler dan Armstrong, 2012). Kualitas produk
merupakan kemampuan produk didalam menjalankan fungsinya dan kualitas produk dapat
diukur melalui pendapat konsumen tentang kualitas itu sendiri, sehingga selera pribadi sangat
mempengaruhi. Kualitas itu sendiri sering di anggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu
produk atau jasa. Nilai subyektifitas dari seseorang menyebabkan adanya perbedaan dalam
memberikan pengertian kualitas.

Dimensi Kualitas Produk

Garpersz (2011) mengemukakan delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan


sebagai kerangka perencanaan, yaitu :

1. Performance (Kinerja), berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang, dan juga
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang
tersebut.
2. Reliability (Kehandalan), berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang
berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu.
3. Conformance (Kesesuaian), berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
4. Durability (Daya tahan), yaitu refleksi umur ekonomis berupa daya tahan atau masa pakai
barang atau dapat juga diartikan suatu ukuran kemungkinan usia operasi produk yang
diharapkan dalam kondisi normal.
5. Service ability (Daya Guna), berkaitan dengan kecepatan, kompetisi, kemudahan, dan
akurasi dalam memberikan layanan serta dalam berbaikan barang.
6. Aesthethics (Estetika), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat
subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi atau pilihan
individual. Keindahan menyangkut tampilan produk yang dapat membuat konsumen

396
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
suka. Ini seringkali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa
merek diperbarui “wajahnya” agar lebih cantik di mata konsumen.
7. Perceived quality (Kualitas yang dipersepsikan), ini menyangkut penilaian konsumen
terhadap citra, merek, atau iklan. Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya
dipresepsikan lebih berkualitas dibanting dengan merek-merek yang tidak didengar.

Iklan

Iklan merupakan bentuk komunikasi non personal berbayar dalam menunjukkan atau
mempromosikan ide, produk dan jasa melalui media massa seperti media cetak, majalah,
televisi atau radio oleh perusahaan sponsor tertentu (Kotler dan Keller, 2012). Periklanan
sebagai suatu bentuk dari komunikasi masa yang bersifat non personal dan di danai oleh
perusahaan bisnis, organisasi nirlaba, atau individu yang diidentifikasikan dengan berbagai
cara dalam pesan iklan. Pihak pemberi dana tersebut berharap untuk menginformasikan atau
membujuk para anggota dari khalayak tertentu untuk melakukan beberapa tindakan, sekarang
atau dimasa depan (Shimp,2010).

Dimensi Iklan

Dimensi iklan menurut Kasali (2007) dapat dibagi menjadi sebagai berikut :

1. Attention (Perhatian)
Iklan harus menarik perhatian khalayak banyak, sasarannya baik pembaca, pendengar,
atau pemirsa.
2. Interest (Minat)
Iklan harus dapat membuat orang yang sudah memperhatikan menjadi berminat dan ingin
tahu lebih lanjut.
3. Desire (Keinginan)
Iklan harus berhasil merangsang keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk
yang diiklankan, kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki, memakai, atau
melakukan sesuatu dibangkitkan.
4. Action (Tindakan)
Tindakan adalah upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli agar segera mungkin
melakukan tindakan pembelian atau bagian dari proses itu.

Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian adalah keputusan yang diambil konsumen untuk melakukan


pembelian suatu produk melalui tahapan-tahapan yang dilalui konsumen sebelum melakukan
pembelian yang meliputi kebutuhan yang dirasakan, kegiatan sebelum membeli, perilaku
waktu memakai, dan perasaan setelah membeli (Kotler dan Keller, 2012).

397
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomoor 3, Juni 2015

Sumber : Data di olahh oleh penulis, 2016


Gambar 2 Model Penelitian

Berdasarkan uraian hu hubungan antar variabel dan hasil penelitian


ian terdahulu, maka
hipotesis penelitian ini adalahh sebagai berikut :

H1 : Diduga celebrity endors


orser berpengaruh terhadap keputusan pembeli
elian bedak Pixy.
H2 : Diduga kualitas produk
uk berpengaruh terhadap keputusan pembelian
an bedak Pixy.
H3 : Diduga iklan berpengagaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pix
Pixy.
H4 : Diduga celebrityy endorser, kualitas produkdan iklan seca ecara bersama-sama
berpengaruh terhadap
ap keputusan pembelian bedak Pixy.
H5 : Diduga kualitas pro roduk yang paling dominan dalam mempen pengaruhi keputusan
pembelian bedak Pixy
xy

Metode Penelitian

Populasi

Populasi adalah keseleluruhan unsur yang mencakup semua angg ggota yang di teliti.
Unsur tersebut dapat berupaa oorang, benda, perusahaan, atribut, atau unit--unit apa saja yang
terkandung dalam objek pen enelitian (Istijanto, 2005). Populasi pada penelitian
pen ini adalah
seluruh konsumen yang perna nah membeli dan menggunakan produk bedak ak Pixy yang ditemui
di Wilayah Jakarta Barat. Jum
mlahnya tidak diketahui secara pasti.

Sampel

Sampel adalah sebagia ian dari populasi yang karakteristiknya hendak


ak diteliti, dan dapat
dianggap mewakili keseluruha han populasi (Sunyoto, 2009). Karena populaslasi dalam penelitian
tidak diketahui jumlahnya mamaka untuk menentukan jumlah sampel yang ng diteliti digunakan
Quota Sampling. Quota sampl pling adalah teknik untuk menentukan sampel el dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentuu sampai jumlah atau kuota yang diinginkann (Sugiyono, 2008).
Ukuran sampel minimum dala alam penelitian adalah sebanyak 100 responden en (Hair et al, 2010).
Oleh karena itu, penulis memi
milih sampel sebanyak 100 responden.

Teknik Pengambilan Sampeel

Teknik pengambilan ssampel yang digunakan dalam penelitian ini in adalah purposive
sampling yaitu pengambilann ssampel berdasarkan kriteria tertentu (Sugiyo
iyono, 2008). Teknik
pengambilan sampel yang dilakukan
d berdasarkan karakteristik yang dditetapkan terhadap

398
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.
Berdasarkan uraian tersebut kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pernah melihat iklan Pixy minimal 3 kali


2. Pernah membeli dan menggunakan bedak Pixy minimal 2 kali
3. Berusia minimal 17 tahun.

Teknik Analisis Data

Uji Validitas

Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu
kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataaan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Sunyoto, 2009).
Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel.
Dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel atau r > 0,361 dan dinyatakan tidak valid apabila r
hitung < r tabel atau r < 0,361. Uji validitas dilakukan 30 responden, dikatakan valid apabila
nilai r > 0,361.

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur
didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Setiap alat pengukur seharusnya
memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Secara konsep,
pertanyaan dianggap konsisten jika menghasilkan jawaban yang sama atau hampis sama
dengan kelompok responden yang berbeda. Butiran kuesioner dikatakan reliable atau andal
apabila jawaban seseorang terhadap kuesioner adalah konsisten. Untuk menentukan reliable
atau tidak reliable dalam penelitian ini menggunakan Cronbach Alpha > 0,60 dan tidak
reliable juga sama dengan atau di bawah 0,60.

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara dua
atau lebih variabel independen dengan satu variabel dependen
Persamaan garis regresi untuk regresi berganda dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana :
Y = Keputusan pembelian
A = Konstanta
b1 = Koefisien regresi celebrity endorser
b2 = Koefisien regresi kualitas produk
b3 = Koefisien regresi iklan
X1 = Celebrity endorser
X2 = Kualitas produk
X3 = Iklan
e = Standard error

399
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Hasil Penelitian dan Pembahasan

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel
independent yaitu celebrity endorser (X1), kualitas produk (X2), iklan (X3) terhadap variabel
dependen yaitu keputusan pembelian (Y).

Tabel 3 Hasil Uji Regresi


Model Unstandardized Standardize t Sig
Coeficients d
Coeficients
B Std. Beta
Error
(Constant) 32.15 10.290 3.125 .002
Celebrity 2 .124 .370 3.718 .000
1 Endorser .462 .194 .046 .480 .033
Kualitas Produk .093 .147 .118 1.188 .038
Iklan .174
a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017

Berdasarkan tabel 4.8 diatas didapatkan persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 32.152 + 0.462(X1) + 0.093(X2) + 0.174(X3) + e

Dari hasil analisa diatas, diperoleh sebagai berikut :

1. Nilai konstanta (a) adalah 32.152 yang artinya jika variabel celebrity endorser, kualitas
produk dan iklan bernilai nol (0), maka keputusan pembelian bernilai 32.152.
2. Nilai koefisien regresi berganda variabel X1 bernilai positif yaitu 0.462 yang artinya,
setiap terjadi peningkatan variabel celebrity endorser sebesar satu satuan akan
meningkatkan keputusan pembelian sebesar 0.462 dengan asumsi variabel lain bernilai
tetap..
3. Nilai koefisien regresi berganda variabel X2 berbilai positif yaitu 0.093 yang artinya,
setiap terjadi peningkatan variabel kualitas produk sebesar satu satuan akan meningkatkan
keputusan pembelian sebesar 0.093 dengan asumsi variabel lain bernilai tetap..
4. Nilai koefisien regresi berganda variabel X3 bernilai positif yaitu 0.174 yang artinya,
setiap terjadi peningkatan variabel iklan sebesar satu satuan akan meningkatkan
keputusan pembelian sebesar 0.174 dengan asumsi variabel lain bernilai tetap.

Uji t

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu celebrity


endorser, kualitas produk dan iklan mempengaruhi variabel dependen yaitu keputusan
pembelian secara sendiri-sendiri.

400
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 4 Hasil Uji t
Model Unstandardized Standardize t Sig
Coeficients d
Coeficients
B Std. Beta
Error
(Constant) 32.15 10.290 3.125 .002
Celebrity 2 .124 .370 3.718 .000
1 Endorser .462 .194 .046 .480 .033
Kualitas Produk .093 .147 .118 1.188 .038
Iklan .174
a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017

Berdasarkan tabel 4.9 hasil yang didapatkan dari analisis Uji t adalah sebagai berikut :

1. Variabel Celebrity Endorser (X1) memiliki nilai signifikan 0.000 yang berarti < 0.05
dengan demikian, maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel Celebrity endorser
(X1) secara parsial (sendiri-sendiri) berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel
Keputusan Pembelian (Y). Variabel Celebrity Endorser diukur dengan 3 dimensi yaitu
Trustworthiness (Dapat Dipercaya), Expertise (Keahlian) dan Attractiveness (Daya Tarik
Fisik). Maka dari hasil menunjukan bahwa Celebrity Endorser menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi Keputusan Pembelian.
2. Variabel Kualitas Produk (X2) memiliki nilai signifikan 0.033 yang berarti < 0.05 dengan
demikian, maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel Kualitas Produk (X2) secara
parsial (sendiri-sendiri) berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel Keputusan
Pembelian (Y). Variabel Kualitas Produk (X2) diukur dengan 7 dimensi yaitu
Performance (Kinerja), Reliability (Kehandalan), Conformance (Kesesuaian), Durability
(Daya tahan), Service ability (Daya Guna), Aesthethics (Estetika), Perceived quality
(Kualitas yang dipersepsikan). Maka dari hasil menunjukan bahwa Kualitas Produk
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian.
3. Variabel Iklan (X3) memiliki nilai signifikan 0.038 yang berarti < 0.05 dengan demikian,
maka H0 ditolak. Kesimpulannya adalah variabel Iklan (X3) secara parsial (sendiri-
sendiri) berpengaruh signifikan dan positif terhadap variabel Keputusan Pembelian (Y).
Variabel Iklan (X3) diukur dengan 4 dimensi yaitu Attention (Perhatian), Interest (Minat),
Desire (Keinginan), dan Action (Tindakan). Maka dari hasil menunjukan bahwa Iklan
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian.
4. Dari ketiga variabel tersebut, yang paling dominan berpengaruh terhadap Keputusan
Pembelian bedak Pixy adalah Celebrity Endorser hal ini dapat dilihat dari nilai B paling
besar yaitu 0.462. Diantara ketiga variabel tersebut bahwa Celebrity Endorser yang
paling dilihat dalam memutuskan pembelian bedak Pixy.

Uji F

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel Celebrity Endorser, Kualitas


Produk dan Iklan sebagai variabel Independent terhadap Keputusan Pembelian sebagai
variabel dependent secara simultan atau bersama-sama.

401
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 5 Hasil Uji F
Model Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Regression 50.785 3 16.928 4.868 .003b
1 Residual 333.805 96 3.477
Total 384.590 99
a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian
b. Predictors: (Constant), Iklan, Kualitas Produk, Celebrity Endorser
Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017

Berdasarkan tabel 4.10 diatas hasil perhitungan tabel dengan menggunakan uji F
diperoleh F hitung sebesar 4.868 dengan tingkat signifikan 0.003. karena nilai probabilitas <
0.05 yaitu (0.003 < 0.005), dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Dari hasil uji F ini
variabel independen yaitu Celebrity Endorser (X1), Kualitas Produk (X2) dan Iklan (X3)
secara simulyan atau bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependent yaitu Keputusan Pembelian (Y).

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui


seberapa besar nilai variabel Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan mempengaruhi
Keputusan Pembelian. Nilai Koefisien Determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 6 Hasil Koefisien Determinasi


Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
a
1 .663 .632 .605 1.86471
a. Predictors: (Constant), Iklan, Kualitas Produk, Celebrity Endorser
Sumber : Hasil Output Software Statistik, 2017

Pada tabel 4.11 koefisien determinasi diatas, besarnya nilai Adjusterd R square adalah
0.605 hal ini menyatakan bahwa variabel independen yaitu Celebrity Endorser, Kualitas
Produk dan Iklan memberi kontribusi pengaruh kepada variabel dependen yaitu keputusan
pembelian sebesar 60,5% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak ada
dipenelitian ini.

Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas


Produk dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat.

1. Pengaruh celebrity endorser terhadap keputusan pembelian bedak Pixy.


Variabel Celebrity Endorser berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy
di Wilayah Jakarta Barat artinya semakin popular Celebrity Endorser dari bedak Pixy
maka semakin kuat daya tarik konsumen untuk mengambil keputusan pembelian bedak
Pixy. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa “Diduga celebrity endorser
berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy” diterima. Hasil penelitian ini
mendukung dan memperkuat penelitian Nuraini dan Maftikhah (2015), dimana penelitian

402
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
tersebut menemukan bahwa Celebrity Endorser memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Keputusan Pembelian.
2. Pengaruh kualitas produk terhadap keputusan pembelian bedak Pixy.
Variabel Kualitas Produk Kualitas Produk berpengaruh terhadap Keputusan
Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat artinya semakin meningkat dan sesuai
kualitas produk yang ditawarkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen melalui kinerja, keandalan, kesesuaian dan kehandalan akan meningkatkan
konsumen dalam melakukan pembelian. Sehingga hipotesis “Diduga kualitas produk
yang paling dominan dalam mempengaruhi keputusan pembelian bedak Pixy” diterima.
Hasil penelitian ini mendukung dan memperkuat penelitian Sulistyawati (2010), dimana
penelitian tersebut menemukan bahwa Kualitas Produk memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Keputusan Pembelian.
3. Pengaruh iklan terhadap keputusan pembelian bedak Pixy.
Variabel Iklan berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy di
Wilayah Jakarta Barat artinya semakin sering iklan yang ditayangkan akan meningkatkan
daya ingat konsumen dalam mengambil Keputusan Pembelian bedak Pixy. Sehingga
hipotesis “Diduga iklan berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy” diterima.
Hasil penelitian ini mendukung dan memperkuat penelitian dari Noerchoidah (2013),
dimana penelitian tersebut menemukan bahwa Iklan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Keputusan Pembelian.
4. Pengaruh celebrity endorser, kualitas produk dan iklan terhadap keputusan pembelian
bedak Pixy.
Hasil dari penelitian yang didapat dari variabel Celebrity Endorser, Kualitas Produk
dan Iklan secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
pada bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat. Dapat disimpulakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan dari Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan terhadap Keputusan
Pembelian. Sehingga hipotesis “Diduga celebrity endorser, kualitas produk dan iklan
secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan pembelian bedak Pixy” diterima.
5. Pengaruh kualitas produk sebagai variabel dominan dalam mempengaruhi keputusan
pembelian bedak Pixy
Berdasarkan koefisien regresi di atas menunjukan bahwa variabel Celebrity Endorser
paling berpengaruh dominan terhadap Keputusan pembelian bedak Poxy di Wilayah
Jakarta Barat. Hal ini menunjukan bahwa yang paling utama akan mempengaruhi
Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat adalah variabel Celebrity
Endorser. Sehingga hipotesis “Diduga kualitas produk yang paling dominan dalam
mempengaruhi keputusan pembelian bedak Pixy” ditolak.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab
sebelumnya mengenai pengaruh Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan terhadap
Keputusan Pembelian bedak Pixy di Wilayah Jakarta Barat, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :

1. Celebrity Endorser bedak Pixy berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian, semakin


memikat Celebrity Endorser maka semakin banyak konsumen melakukan pembelian. Hal
ini menunjukan Celebrity Endorser yang dilakukan bedak Pixy mampu membuat
konsumen untuk melakukan pembelian.
2. Kualitas Produk berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian, semakin meningkat
Kualitas Produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen maka semakin

403
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
banyak konsumen melakukan pembelian. Hal ini menunjukan bahwa Kualitas Produk
bedak Pixy dapat membuat konsumen melakukan Keputusan Pembelian.
3. Iklan bedak Pixy berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian. Hal ini menunjukan iklan
yang dilakukan bedak Pixy mampu meyakinkan konsumen untuk melakukan pembelian,
semakin tinggi daya tarik iklan maka semakin banyak konsumen melakukan pembelian.
4. Secara bersama-sama Celebrity Endorser, Kualitas Produk dan Iklan memiliki pengaruh
terhadap Keputusan Pembelian bedak Pixy karena adanya keterkaitan antara variabel
independent terhadap variabel dependent.
5. Variabel yang paling dominan mempengaruhi Keputusan Pembelian pada bedak Pixy
adalah Celebrity Endorser, karena Celebrity Endorser mampu memikat dan meyakinkan
konsumen untuk melakukan pembelian.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini, maka peneliti dapat
mengajukan berupa saran kepada perusahaan PT Mandom Indonesia Tbk sebagai masukan
untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada dan untuk menarik perhatian konsumen
agar melakukan Keputusan Pembelian bedak Pixy, yaitu sebagai berikut :

1. Perusahaan perlu lebih memperhatikan dan meningkatkan penggunaan Celebrity


Endorser pada produk bedak Pixy agar Keputusan Pembelian semakin meningkat, hal ini
dikarenakan konsumen lebih melihat kepada Celebrity Endorser yang popular, memiliki
kepribadian yang baik, perilaku yang baik, keahlian dalam mengkomunikasikan, memiliki
pengetahuan, dapat dipercaya, daya tarik, dapat menginspirasi serta patut diikuti pada
suatu produk.
2. Perusahaan harus lebih meningkatkan kualitas produk yag ditawarkan sehingga dapat
meni ngkatkan Keputusan Pembelian terhadap bedak Pixy. Dengan cara perusahaan harus
lebih memperbanyak keistimewaan-keistimewaan di dalam produk bedak Pixy yang bisa
membedakan dengan produk lainnya.
3. Sebuah iklan yang selalu ditayangkan di televisi dalam kurun waktu yang sangat lama
akan menimbukan kebosanan pada konsumen terhadap iklan tersebut, sebaiknya
perusahaan PT Mandom Indonesia Tbk membuat ide-ide yang inovatif seperti
meningkatkan daya tarik iklan berupa jingle iklan yang mudak diingat dan tema iklan
yang baru dan Celebrity Endorser dari produk dapat diganti dengan tetap mementingkan
kredibilitas selebriti tersebut dan menyesuaikan kecocokan selebriti dengan segmentasi
produk.

Daftar Pustaka

Alfred, Owusu. 2013. Influences of Price and Quality on Custumer Purchase of Mobile
Phone In The Kumasi Metropolis In Ghana A Comparative Study, European journal
of Business and Management. Vol.5 No.1: 1-21.

Asiani, Windi dan Endang Ruswanti. 2014. Pengaruh Celebrity Endorser Dalam Iklan
Freshcare Aromatherapy Terhadap Keputusan Pembelian. DeReMa Jurnal
Manajemen. Vol.9 No.1: 69-75.

Fatima, Samar dan Samreen Lodhi. 2015. Impact of Advertisement on Buying Behaviours of
the consumers: Study of Cosmetic Industry in Karachi City. International Journal of
Management Sciences and Business Research. Vol.4. No.10, Pp 4-5.

404
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015

Garpersz, Vincent. 2011. Total Quality Managemen. Jakarta Gramedia Pustaka Utama.

Istijanto, 2005. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Kasali, Rhenald. 2007. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.


Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2012. Prinsip-Prinsi Pemasaran. Edisi13. Jilid 1. Jakarta
: Erlangga.

Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2012. Marketing Management. Edisi 13. Jilis 2. Jakarta
: Erlangga.

Kountur, Ronny. 2008. Menguasai Riset Pemasaran. Jakarta : PT Mitra Kerjaya.

Majeed, Sohail dan Sana Razzak. 2011. The Impact of Television Advertisement Repetition,
Celebrity Endorsement and Perceived Quality on Consumer Purchase Decision.
Australian Journal of Basic and Applied Sciences. Vol.5. No.12, Pp 7-8.

Nelson, Okorei, Oyedepo Tunji dan Akhidenor Gloria. 2012. The Dysfunctional and
Functional Effect of Celebrity Endorsement on Brand Patronage. Online Journal of
Communication and Media Technologies. Vol.2. No.2: 1-12.

Noerchoidah. 2013. Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk Dan Iklan Terhadap Brand
Image Dan Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merek Kawasaki. Jurnal WIGA. Vol.
3 No.1, Pp 10-11.

Nuraini, Alfiyah dan Ida Maftukhah. 2015. Pengaruh Celebrity Endorser dan Kualitas Produk
Terhadap Keputusan Pembelian Melalui citra merek Pada Kosmetik Wardah Di Kota
Semarang. Manajemen Analysis Journal. Vol.4. No.2, Pp 2-5.

Parengkuan, Valentine, Altje Tumbel dan Rudy Wenes. 2014. Analisis Pengaruh Brand
Image Dan Celebrity Endorsment Terhadap Keputusan Pembelian Produk Shampo
Head And Shoulders Di 24 Mart Manado. Jurnal EMBA. Vol.2. No.3. Pp 11

Priyanto, Duwi. 2013. Mandiri Belajar Analisis Data Dengan SPSS. Jogyakarta: Mediakom.

Rangkuti, Freddy. 2005. Marketing Analysis Made Easy. Jakarta: PT Gramedia.

Ruswanti, Endang. 2015. Panduan Penulisan Laporan Ilmiah “Atensi Kredibilitas


Perusahaan Iklan Dua Sisi”. Yogyakarta: CV Andi Offset. ISBN: 978-979-29-5420-
3.

Shimp, Terence. 2010. Advertising, Promotion & Other Aspects of Integrated Marketing
Communications, 8th edition. Diterjemahkan oleh : Revyani Sahrial. Jakarta :
Erlangga.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

405
Annisa Intan Lestari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Endang Ruswanti Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Sulistyawati, Praba. 2010. Analisis Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk Terhadap
Keputusan Pembelian Laptop Merek Acer di Kota Semarang. Jurnal Fakultas
Ekonomi Manajemen Universitas Diponegoro Semarang. Pp 23.

Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Edisi pertama. Jogyakarta :
Media Pressindo.

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Yulianda, Siska dan Tati Handayani. 2015. The Effect of Two Aspects-Quality Products and
Consumers Psychology - Toward the Purchase Decisions of Samsung Mobile Phone.
Mediterranean Journal of Social Sciences.Vol.6. No.5, Pp 5.

Zipporah, Mwendwa Mildred dan Dr. Hellen K. Mberia. 2014.The Effects OF Celebrity
Endorsement in Advertisements. International Journal of Academic Research in
Economics and Management Sciences. Vol.3. No.5. Pp 3.

Fronster Consulting Group. 2016. Top Brand Award. www.topbrand_award.com, di akses 15


November 2016. Pukul 19:30 WIB.

PT Citra Cendekia Indonesia. 2016. Perkembangan Pasar Industri Kosmetik Di Indonesia,


2010 – 2015. http://cci-indonesia.com/2016/06/17/perkembangan-pasar-industri-
kosmetik-di-indonesia-2010-2015/, diakses 15 November 2016. Pukul 20:00 WIB.

406
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN COFFEE SHOP MELALUI
ANALISIS VARIABEL STORE ATMOSPHERE, CITRA MEREK, PREFERENSI
MEREK
COFFEE SHOP DI MEDIA SOSIAL DAN PROMOSI
(Temuan pada J.CO Paragon Mall, Semarang)

Mudiantono, Lea Handayani Sudarmono, Kholidin


Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro
mumuk_undip@yahoo.co.id., leahandayanis@gmail.com., grahakhalid@gmail.com.

Abstraks

Bersantai di Coffee Shop saat ini menjadi gaya hidup bagi masyarakat Indonesia. Coffee
Shop banyak bermunculan. J.CO sebagai salah satu Coffee Shop saat ini telah mengalami
sedikit ketinggalan dibandingkan dengan para pesaingnya. Studi ini bertujuan untuk mencari
cara meningkatkan kinerja penjualannya melalui peningkatan keputusan pembelian
konsumen dengan menganalisis variabel-variabel yang menentukannya seperti suasana toko
(Store Atmosphere), Citra Merek, Preferensi Merek di Sosial Media dan Promosi. Dari
variabel-variabel yang ada ini 8 hipotesis diformulasikan. Dengan menggunakan data dari
200 responden, data diolah dengan menggunakan AMOS 22.0 melalui Structural Equation
Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang paling besar berpengaruh
terhadap Keputusan Pembelian konsumen adalah Preferensi Merek di Media Sosial. Variabel
ini akan bisa meningkat apabila Store Atmosphere meningkat juga.

Kata Kunci : Store Atmosphere, Citra Merek, Preferensi Merek di Media Sosial, Promosi,
Keputusan Pembelian

Abstract

Relax for killing the time in Coffee Shop nowdays tends to be lifestyle in Indonesia. The
coffee shops now are growing in numbers. Based on business phenomena occured,
consumers visit a coffee shop are influenced by the preference of the brand in social media.
J.CO as one of the branded coffee shop seems to be less superior compared with its
competitors. This study aims to determine how to improve purchasing decisions as one
indicator of sales performance through analysis of influencing variables such as store
atmosphere, brand image, brand preference on social media and promotion. Eight hypothesis
are formulated in this study. By using 200 respondents, the Structural Equation Model (SEM)
which is processed by AMOS 22.0 is emplyed to analyse data. The result of this study is the
highest regression weight of variables that influences purchasing decision is Brand Image.
So, if J.CO wants to increase the purchasing decision of the customer it must increase its
brand preference in social media.. This brand preference in social media can be increased if
store atmosphere variable can be increased.

Keywords: Store Atmosphere, Brand Image, Brand Preference in Social Media, Promotion,
Purchasing Decisions.

407
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Pendahuluan

Nilai kebarat – baratan (westernized) yang telah masuk ke dalam lapisan masyarakat
telah menjadi sumbangsih awal budaya menikmati kopi di cafe modern. Maka tidak heran
apabila hobi minum kopi sekarang sudah menjadi life style tersendiri bagi semua kalangan
mulai usia remaja sampai dewasa. Selain itu gaya hidup konsumen yang cenderung
konsumtif dan menginginkan kepraktisan, juga menyebabkan berbagai jenis kedai kopi baik
berskala kecil maupun bertaraf global mulai bermunculan. Berdasarkan fenomena bisnis yang
terjadi, konsumen saat ini lebih memilih berkunjung ke kedai kopi berdasarkan preferensi
merek di media sosial (Cahyo, 2015)
Pendapat serupa dikemukakan oleh Wulansari (2014) yang menyatakan bahwa
masyarakat pengguna social media dapat menjadi sumber preferensi dan mempengaruhi
segmen konsumen lainnya untuk mengunjungi cafe yang direviu melalui pengunggahan foto
cafe, produk makanan maupun minumannya di berbagai aplikasi media sosial seperti
instagram, path, tumblr, facebook, twitter, dsb. J.CO sebagai salah satu kedai kopi bermerek
belum unggul dibanding dengan sesama pemain bisnisnya. Hal tersebut terlihat dari
penurunan citra merek yang akan ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1
Top Brand Index Cafe Kopi (2012-2014)

Sumber: www.topbrand-award.com

Berdasarkan Tabel 1, dari berbagai merek coffee shop yang ada telah menunjukkan
adanya peringkat J.CO yang terus menerus mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir.
Pada tahun 2012 J.CO menempati posisi 3 teratas sebagai brand cafe kopi terbaik di
Indonesia dengan nilai index sebesar 4,7%. Kemudian Brand index J.CO terus menerus
mengalami penurunan pada tahun 2013 dan 2014 berturut – turut sebesar 3,6% dan 2,9%.
Berdasarkan hasil survai tersebut, dapat diindikasikan bahwa ada permasalahan pada brand
image J.CO. yang berarti bahwa citra mereknya sudah mulai menurun di benak konsumen.
Selain turunnya presentase TBI (Top Brand Index) yang dapat dikaitkan dengan citra
merek, J.CO juga mengalami penurunan penjualan pada salah satu gerai cabangnya di JCO
Donuts and Coffee Paragon Mall, Semarang, yang akan ditunjukkan tabel berikut

408
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Tabel 2
Data Penjualan JCO Donuts and Coffee Paragon Mall, Semarang
Tahunn 2014 -2015

Sumber : J.CO Donuts and Coffee Paragon Mall Semarang, 2016

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa penjualan berfluktuatif seiring dengan naik
turunnya jumlah konsumen yang melakukan pembelian. Namun bila diamati secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2015, jumlah konsumen yang melakukan
pembelian pada gerai cabang J.CO di Paragon Mall Semarang mengalami penurunan yang
cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Bulan November tahun 2014, jumlah
konsumen terbanyak yang melakukan pembelian di gerai J.CO sempat mencetak angka
25.560 orang. Sedangkan pada tahun 2015, di Bulan Desember, jumlah konsumen tertinggi
yang melakukan pembelian hanya berkisar pada angka 20.160 orang. Selain itu, jika dilihat
dari jumlah terendah konsumen yang melakukan pembelian di tahun 2014 yaitu sebanyak
15.060 orang, lebih besar dibandingkan pada titik terndah pada Bulan Oktober 2015 yang
hanya berjumlah 10.140 orang.
Dari sisi penjualan, menunjukkan bahwa angka penjualan tertinggi yang mampu
diraih oleh J.CO Paragon Mall, Semarang pada tahun 2014 menembus jumlah Rp
982.782.000,- . Sedangkan pada tahun berikutnya penjualan tertinggi yang dihasilkan terjadi
pada Bulan Desember hanya mampu mencapai jumlah nominal sebesar Rp.777.168.000,-.
Hal itu berarti hasil realisasi target penjualan yang dicapai J.CO di tahun 2015 mengalami
penurunan yang nantinya juga dapat berpengaruh pada penurunan revenue yang didapatnya.
Kekalahan J.CO dibanding merek sesama pemain bisnis coffee shop lainnya tercermin
pada penurunan brand index J.CO sebagai salah satu kedai kopi terbaik, berkesinambungan
dengan bukti penurunan jumlah penjualan dan konsumen yang melakukan pembelian di
salah satu gerai cabang J.CO di Paragon Mall, Semarang. Sehingga dapat menjadi dugaan
awal bahwa mulai menurunnya keputusan konsumen untuk melakukan pembelian di gerai
J.CO dapat disebabkan salah satunya oleh turunnya citra merek J.CO dimata konsumen.
Seluruh elemen citra merek yang sudah tertanam di benak konsumen dapat
mempengaruhi keputusannya apakah akan melakukan pembelian atau tidak (Prastiwi, 2013).
Maka dapat didefinisikan pula bila citra mereknya turun, keputusan pembelian produk merek
tersebut juga ikut menurun (Prasetyani, 2014).
Selain itu, penggunaan store atmosphere yang tepat akan menimbulkan kesan estetik
dan membantu memperbaiki citra sebuah toko di persepsi pelanggan, yang tentunya akan
mendorong keputusan pembelian yang besar. Hal tersebut merupakan salah satu cara dalam

409
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
menstimulasi konsumen melalui panca indera untuk melakukan pembelian, selain untuk
menarik perhatian konsumen (Erna, 2008).
Kemudian dengan maraknya aplikasi media sosial sekarang ini, dapat djadikan
pemasar nantinya sebagai media kegiatan promosi yang efektif. Schultz dan Martin (2014)
menyatakan bahwa penggunaan sosial media oleh pihak pemasar pada usaha retail,
memungkinkan keberhasilan kegiatan promosi yang memberi dampak bagi konsumen untuk
saling berbagi preferensi maupun mengumpulkan informasi sebagai bahan pertimbangan
memutuskan pembelian suatu produk. Mengingat bahwa promosi dapat berfungsi
merangsang respon konsumen berupa perilaku (behavioral response) yaitu membeli produk.
Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan
keputusan pembelian melalui faktor – faktor yang membentuk preferensi merek coffee shop
di media sosial yang ditemukan pada J.CO Paragon Mall, Semarang.

Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Store Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian

Bloom dan Louise (2006) mengatakan bahwa sistem retail yang efektif memberikan
perhatian lebih kepada konsumennya. Salah satu motif utama konsumen saat hendak
melakukan pembelian adalah menginginkan adanya kenyamanan yang berasal dari suasana
toko itu sendiri, ditambah dengan daya tarik dari desain toko. Maka konsumen dapat
membuat penilaian akan citra toko tersebut termasuk produk yang dijualnya, yang akan
membuatnya memutuskan untuk melakukan pembelian.
Penelitian yang dilakukan Jorgi (2015) membuktikan bahwa Store atmosphere
berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen di coffee shop Kopi Progo,
Bandung. Adanya inovasi dalam mendekorasi suasana toko coffee shop dapat menarik
perhatian konsumen dan membuat konsumen merasa nyaman.
H1: Store Atmosphere berpengaruh positp terhadap Keputusan Pembelian

Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Preferensi Merek Coffee Shop di Social Media

Kotler dan Keller (2013) menjelaskan bahwa store atmosphere atau yang disebut
dengan atmosfer toko didefinisikan sebagai elemen lain dalam melengkapi toko yang harus
diperhatikan oleh retailer dengan mempertimbangkan semua indra dalam membentuk
pengalaman pelanggan. Hal tersebut sangat berkaitan karena konsumen akan cenderung
menyukai kafe yang tidak hanya menawarkan merek dan produknya saja, melainkan juga
suasana interior, eksterior, dan sisi kenyamanan yang dominan sebagai karateristik suatu
coffee shop tertentu. Hal tersebut didukung oleh penelitian Poniman dan Sentoso (2015) yang
membuktikan bahwa salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi preferensi konsumen
dalam memilih merek coffee shop di Kota Surabaya adalah atmosfer cafe, kemudian diikuti
faktor lainnya seperti kualitas layanan, harga, produk, lokasi, dan promosi. Maka dapat
dihipotesiskan bahwa:

H2: Store Atmosphere berpengaruh positif terhadap Preferensi Merek Coffee Shop di media
sosial

410
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Pengaruh Store Atmosphere terhadap Citra Merek

Utami (2010) menjelaskan suasana toko sebagai karateristik fisik toko seperti
arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, dan aroma secara
menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. Merek yang kuat akan
terbangun apabila kafe tersebut dapat membuat suasana toko yang unik dan berbeda dari
merek toko lainnya.
Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Levi dan Weitz, (2001),
yang membuktikan bahwa store atmosphere memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
mempengaruhi brand image. Adanya studi kasus pada suasana cafe Giggle Box di Bandung
membuktikan bahwa persepsi positif terhadap merek cafe Giggle Box akan muncul dari
konsumen, apabila konsumen menyukai store atmosphere yang disediakan oleh kafe tersebut
(Lusch et al, 1990). Maka dari penelitian yang mendukung dapat dihipotesiskan bahwa

H3: Store atmosphere berpengaruh positif terhadap citra merek coffee shop

Pengaruh Citra Merek Terhadap Preferensi Merek Coffee Shop di Media Sosial
Adanya persepsi dan penilaian tentang suatu merek di benak konsumen dapat
mempengaruhi pilihan konsumen akan suatu merek yang diyakini saat akan melakukan
pembelian (Hasan, 2013). Antonio dkk (2012) dan Erna (2008) membuktikan bahwa variabel
brand image dan word of mouth berpengaruh positif terhadap brand preference dalam
meningkatkan loyalitas pemakaian produk. Adanya brand image yang baik pada produk
menjadikan konsumen semakin yakin untuk memilih merek tersebut saat akan melakukan
pembelian. Maka berdasarkan pernyataan yang mendukung tersebut, dapat dihipotesiskan
pula bahwa:

H4: Citra merek berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di media sosial

Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian

Merek pada awalnya merupakan sebuah tanda agar konsumen dapat membedakan
satu produk dengan lainnya. Namun di sisi lain, merek juga membantu konsumen dalam
mengingat suatu produk dan juga mempermudah pengambilan keputusannya ketika
melakukan pembelian. Menurut Wijanarko dan Susanto (2004:9) merek adalah nama yang
dianggap mewakili sebuah obyek yang dianggap sebagai simbol dan berkembang sebagai
citra. Citra merek dianggap sebagai apa yang ada dalam benak konsumen dan citra merek
dapat memberikan manfaat ekpresi diri, dimana merek produk yang dipilih untuk dibeli dapat
meningkatkan citra pemakainya berupa prestis, kepuasan, kemewahan, unik, dan lainnya.
Pradiastiwi (2012) dalam penelitiannya tentang Starbuck Coffee Shop membuktikan
bahwa variabel merek yaitu brand image (citra merek) merupakan variabel yang paling
dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, dimana hal tersebut menunjukkan
bahwa citra merek Starbucks sebagai gerai kopi dengan brand name dan citarasa yang
mengglobal masih menjadi pertimbangan kuat dalam keputusannya untuk melakukan
pembelian selain variabel kualitas layanan dan variabel garansi.

H5: Citra Merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

411
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Pengaruh promosi terhadap preferensi merek coffee shop di social media

Kotler dan Keller (2013) mengatakan bahwa kegiatan promosi memiliki tujuan yang
dapat meningkatkan preferensi brand pada target pasar yang nantinya akan menimbulkan
kesadaran pada konsumen akan suatu merek dan produk, yang juga dapat mempengaruhi
keputusan seseorang dalam melakukan pembelian.Penelitian yang dilakukan oleh Schultz dan
Martin (2014) tentang “ Sales Promotion influencing consumer brand preferences/
purchases” telah menghasilkan bahwa sarana promosi seperti menggunakan kupon, memberi
sample product, dan menggunakan retail shopper cards dapat membangun brand preference
dan penjualan.

H6: Promosi berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di media sosial

Pengaruh Promosi Terhadap Keputusan Pembelian

Chandra (2005) mengajukan argumen bahwa promosi bermanfaat penting dalam


merangsang respon konsumen berupa perilaku (behavioral response), yang nantinya juga
dapat mendorong konsumen dalam mencoba produk baru. Selanjutnya dikatakan bahwa
promosi adalah bagian utama dari strategi perusahaan sekaligus merupakan metoda–metoda
penyampaian informasi dan pesan persuasif yang tepat kepada calon pembeli. Hal tersebut
didukung oleh Hasan (2013) telah membuktikan bahwa program promosi telah terbukti
berfungsi meningkatkan penjualan terutama melalui penggunaan sampel produk, diskon dan
kupon, maka dapat dihipotesiskan pula bahwa:

H7 : Promosi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

Pengaruh preferensi merek coffee shop di Media Sosial terhadap keputusan pembelian

Salah satu tolok ukur untuk mengetahui kemantapan keputusan konsumen saat
membeli suatu produk adalah melalui preferensi konsumen terhadap pilihan merek produk.
Sutisna (2011) mendefinisikan preferensi merek sebagai keyakinan atau informasi yang
diperoleh konsumen yang akan mempengaruhi perilakunya untuk memilih suatu merek
tertentu untuk dibeli atau tidak. Proses pembelian konsumen melewati tahap penyeleksian
sumber informasi yang ada. Pengevaluasian informasi tersebut akan menjadi suatu pilihan
alternatif dan berakhir pada suatu sikap keputusan membeli (Peter dan Olson, 1996).

H8: Preferensi merek coffee shop di media sosial berpengaruh positif terhadap Keputusan
Pembelian

412
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Sumber : Utami (2006); Fuad dkk (2006); Rangkuti (2009); Kotler dan Keller (2013).
Metode Penelitian

Variabel Penelitian

Store Atmosphere didefinisikan dengan penciptaan suasana dan desain toko melalui
komunikasi visual, warna, musik, aroma, desain interior, dsb untuk mempengaruhi konsumen
dalam membeli barang (Utami, 2006). Faktor Store atmosphere dicerminkan maknanya
melalui 3 indikator yaitu desain interior yang menarik (SA1), kenyamanan ruang (SA2), dan
display produk yang menarik (SA3).Citra Merek merupakan informasi terhadap merek yang
diberikan oleh konsumen yang ada dalam ingatan mereka (Rangkuti, 2009). Citra merek
dijelaskan maknanya oleh indikator – indikator berikut: merek populer (CM1), merek
memberi kesan baik (CM2), dan merek terpercaya (CM3).
Faktor Promosi sebagai faktor lain yang dapat berperan dalam meningkatkan
keputusan pembelian. Promosi didefinisikan sebagai kegiatan – kegiatan yang secara aktif
dilakukan perusahaan untuk mendorong konsumen membeli produk yang ditawarkan (Fuad,
206). Kegiatan promosi dicerminkan melalui 3 indikator yaitu dengan pemberian potongan
harga yang menarik (PR1), paket produk yang menarik (PR2), dan iklan yang menarik
(PR3).
Preferensi merek di Media Sosial didefinisikan sebagai keyakinan konsumen akan
merek tertentu lebih menarik dari merek lain melalui content, intensity, dan opinion di situs
jejaring sosial (Kotler dan keller, 2013). Preferensi merek di Media Sosial dicerminkan
melalui indikator – indikator lebih tertarik pada merek (PM1), mengikuti atau (mem- follow)
akun fan page coffee shop (PM2), serta merekomendasikam merek di social media (PM3).
Keputusan pembelian merupakan hasil dari proses dalam mewujudkan pilihan ke
dalam tindakan nyata yaitu membeli produk (Kotler dan Keller 2013). Keputusan pembelian
dicerminkan maknanya dengan 3 indikator yaitu: mantap memutuskan (KP1), beli secara
spontan (KP2), dan selalu membeli (KP3).

413
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Penentuan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah konsumen yang sedang melakukan pembelian
pada gerai cabang J.CO Donuts and Coffee Paragon Mall di Kota Semarang serta memiliki
akun di sosial media seperti (Facebook, Twitter, Instagram, Path,dsb). Ukuran sampel
dihitung berdasarkan pedoman dari Hair,et al. (2010) yang menyatakan bahwa model SEM
sensitif terhadap jumlah sampel. Salah satu asumsi SEM yang berlaku, menyebutkan bahwa
ukuran sampel yang harus dipenuhi minimum berjumlah 100, selanjutnya menggunakan
perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Pedoman ukuran sampel adalah
5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi; tergantung jumlah parameter yang diestimasi
(Ferdinand, 2000). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 200 responden
menggunakan kuesioner penelitian. Skala pegukur data menggunakan skala interval dengan
rentang skor 1 sampai dengan 10. Angka 1 menunjukkan bahwa responden sangat tidak
setuju terhadap pernyataan kuesioner, sedangkan angka 10 menunjukkan bahwa responden
sangat setuju terhadap pernyataan kuesioner.

Metode Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation
Model (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS 22.0. Permodelan penelitian
melalui SEM memungkinkan seseorang peneliti dapat menjawab pertanyaan penelitian yang
bersifat regresif maupun dimensional (Ghozali, 2005).

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Deskripsi Sampel Penelitian

Deskripsi sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

414
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Tabel 1
Deskripsi Sampel Penelitian

No Karakteristik Demografi Kategori Frekuensi (orang)


1. Jenis Kelamin a. Pria 83
b. Wanita 117
2. Tingkat Pendidikan a. SMA 27
b. D3 55
c. Sarjana 118

3. Usia a. ≤ 20 thn 27
b. 21 thn - 30 thn 138
c. 31 thn - 40 thn 35

4. Pekerjaan a. Pelajar/ Mahasiswa 60


b. Wiraswasta 68
c. Pegawai Swasta 72
maupun non Swasta
5. Jenis Social Media yang a.Facebook 53
sering digunakan b.Twitter 20
reponden c. Instagram 85
d. Path 37
e. Lainnya 5
Sumber : Data Primer yang diolah, 2016

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden adalah konsumen yang berpendidikan dengan


usia antara 20-30 tahun dengan pekerjaan swasta yang sering menggunakan media sosial
paling banyak instagram. Meskipun tidak dianalisis selanjutnya namun ciri-ciri responden
demikian akan mendukung terhadap hasil penelitian yang akan diperoleh.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis SEM pada tahap full model yang dilakukan diketahui bahwa
model analisis adalah model recursive. Nilai Chi-Square = 86.705 dengan nilai probabilitas
0.063. Nilai chi square yang rendah dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0.05
akan mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarian data
dan matriks kovarians yang diestimasi; dan berarti model tersebut sesuai atau fit dengan data
(Ferdinand, 2000). Pengujian Asumsi SEM pada penelitian ini

1. Evaluasi normalitas data dilakukan dengan menggunakan critical ratio skewness value
dan critical ratio multivariate dengan batas sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 0.01.
Maka data dapat disimpulkan mempunyai distribusi normal jika critical ratio skewness
value di bawah harga mutlak 2,58 (Ferdinand, 2000).
2. Uji Goodness of Fit Index
Adanya fit index yang digunakan untuk mengukur derajad kesesuaian antara model yang
dihipotesakan dengan data yang disajikan. Nilai GFI, AGFI, RMSEA, TLI, dan CFI dalam
penelitian ini sudah menunjukkan indeks yang better fit dengan memenuhi kriteria batas
nilai yang ada.

415
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
3. Evaluasi Multikolinieritas. Multikolinieritas dapat dilihat melalui determinan matriks
kovarians. Nilai determinan yang sangat kecil atau mendekati nol, menunjukkan indikasi
terdapatnya masalah multikolinieritas atau singularitas, sehingga data itu tidak dapat
digunakan untuk penelitian (Ferdinand, 2000). Berdasarkan hasil analisis AMOS 22.0
untuk penelitian ini memberikan nilai Determinant of Sample Covariance Matrix = 1.204.
Nilai tersebut jauh dari angka nol sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
masalah multikolinieritas dan singularitas pada data yang dianalisis.
4. Evaluasi Reliabilitas.
Ukuran sebuah konstruk yang menunjukkan derajad sampai di mana masing – masing
indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk atau faktor laten yang umum.
5. Interpretasi dan Modifikasi Model
Model yang baik mempunyai Standardized Residual Covariances yang kecil. Evaluasi
terhadap besarnya nilai residual diamati pada nilai standardized residual covariance
matrix. Nilai kovarians matriks yang jauh di atas ± 2.58 mengindikasikan adanya
gangguan pada kesesuaian model yang dibentuk dengan data penelitian. Dalam penelitian
ini, tidak ada standardized residual yang lebih besar dari 2.58. Oleh karena itu model
yang dikembangkan dapat diterima dengan baik sehingga tidak perlu dimodifikasi.

Berikut gambar diagram alur pada tahap full model SEM setelah melakukan analisis
konfirmatori dan diperoleh model yang fit akan indikator dalam mendefinisikan makna
masing – masing variabel.

Gambar 2
Full Structural Equation Model

Sumber: Data primer yang diolah, 2016

416
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Pengujian Hipotesis dan Implikasi Teoritis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Critical Ratio (CR) dari
suatu hubungan kausalitas adalah sebagai berikut :

Tabel 2
Pengujian Hipotesis

Sumber: data primer yang diolah, 2016

H1 : Store Atmosphere Berpengaruh Positif terhadap Keputusan Pembelian

Tabel 2 menunjukkan nilai signifikan pada CR 3.494 yang berada di atas persyaratan
CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.01 (1%) sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima. Maka H1 diterima dan terbukti bahwa store atmosphere
berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Bloom dan Louise (2006) dan Jorgi (2015)

H2 : Store Atmosphere Berpengaruh Positif terhadap Preferensi Merek di Media


Sosial

Tabel 2 menunjukkan nilai signifikan pada CR 4.730 yang berada di atas persyaratan
CR ≥ 2.00 dengan taraf signifikan 0.01 (1%) sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima. Maka H2 diterima dan terbukti bahwa store atmosphere
berpengaruh positif terhadap preferensi merek coffee shop di Media Sosial. Temuan ini
mengkonfirmasi teori yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2013) serta penelitian
yang dilakukan oleh Poniman dan Sentosa (2015).

H3 : Store Atmosphere Berpengaruh Positf terhadap Citra Merek

Nilai signifikan pada CR 4.338 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan
taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Maka H3 diterima dan terbukti bahwa store atmosphere berpengaruh positif terhadap citra
merek coffee shop. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2010), Levi dan Weitz (2001)
serta Lusch dkk (1990) telah didukung oleh penelitian ini.

H4 : Citra Merek Berpengaruh Positf terhadap Preferensi Merek di Media Sosial

Nilai signifikan pada CR 3.312 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan
taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Maka H4 diterima dan terbukti bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap preferensi

417
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
merek coffee shop di media sosial. Hasil temuan ini bisa dikatakan mendukung penelitian
yang dilakukan oleh Hasan (2013), Antonio dkk (2012) dan Erna (2008)

H5 : Citra Merek Berpengaruh Positif terhadap Keputusan Pembelian

Nilai signifikan pada CR 3.293 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan
taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Maka H5 diterima dan terbukti bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap keputusan
pembelian. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wijanarko dan Susanto (2004) dan Pradiastiwi (2012).

H6 : Promosi Berpengaruh Positf terhadap Preferensi Merek di Media Sosial

Nilai signifikan pada CR 2.008 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan
taraf signifikan 0.045 (5%), sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)
diterima. Maka H6 diterima dan terbukti bahwa promosi berpengaruh positif terhadap
preferensi merek coffee shop di media sosial. Teori yang dikemukakan oleh Kotler dan
Keller (2013) dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Schultz dan Martin (2014)
didukung oleh hasil penelitian ini.

H7 : Promosi Berpengaruh Positif terhadap Keputusan Pembelian

Nilai signifikan pada CR 2.573 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan
taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Maka H4 diterima dan terbukti bahwa citra merek berpengaruh positif terhadap preferensi
merek coffee shop di media sosial. Hasil penelitian ini tidaklah berlebihan kalau dikatakan
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2005) dan Hasan (2013).

H8 : Preferensi Merek di Media Sosial Berpengaruh Positf terhadap Keputusan


Pembelian

Nilai signifikan pada CR 4.788 yang berada di atas persyaratan CR ≥ 2.00 dengan
taraf signifikan 0.001 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Maka H4 diterima dan terbukti bahwa preferensi merek coffee shop di media sosial
berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Penelitian yang dilakukan oleh Sutisna
(2011) dan Peter dan Olson (1996) telah didukung oleh hasil penelitian ini.

Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya untuk meningkatkan kinerja


penjualan Coffee Shop di J.CO Paragon Mall, Semarang melalui analisis variabel Store
Atmosphere, Citra Merek, Preferensi Merek di Media Sosial dan Promosi. Meningkatnya
kinerja penjualan ini bisa terjadi apabila keputusan pembelian pelanggan di J.CO Paragon
Mall, Semarang juga meningkat. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua hipotesis dapat
diterima secara signifikan. Namun demikian, variabel yang paling dominan mempengaruhi
keputusan pembelian pelanggan adalah Preferensi Merek di Media Sosial. Variabel
Preferensi Merek di Media Sosial ini meningkat apabila Store Atmosphere ditingkatkan. Oleh
karena itu upaya meningkatkan kinerja penjualan dapat dilakukan melalui upaya

418
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
meningkatkan store atmosphere yang akan berdampak pada meningkatnya preferensi merek
pada media sosial sehingga akhirnya akan meningkatkan kinerja penjualan.
Variabel Store Atmosphere mempunyai 3 indikator yaitu Desain Interior yang
Menarik, Kenyamanan Ruang dan Display Produk yang Menarik. Dari ketiga indikator ini,
Kenyamanan Ruang yang mempunyai nilai paling tinggi. Oleh karenanya, pihak Coffee Shop
dalam hal ini J.CO Paragon Mall, Semarang harus selalu menatanya agar pelanggan selalu
nyaman berada di kedainya karena konsep Coffee Shop saat ini adalah tempat bersantai untuk
melakukan pertemuan. Dengan mereka betah berada di tempat diharapkan akan
mengkonsumsi lebih banyak produk yang dijual.
Variabel Preferensi Marek di Media Sosial mempunyai tiga indikator juga yaitu
Tertarik kepada Merek, Mengikuti Akun fanpage Coffee Shop dan Merekomendasikan Merek
di Media Sosial. Indikator Tertarik kepada Merek merupakan indikator yang paling tinggi
nilainya. Mereka sudah mengenal merek J.CO terlebih dahulu sehingga bisa tertarik kepada
merek Coffee Shop tersebut. Pihak J.CO harus selalu menjaga merek agar tetap dikenal oleh
pelanggannya sebagai Coffee Shop yang baik dan bermutu. Dengan demikian bisa diharapkan
para pelanggan akan tetap memutuskan memilih nongkrong di J.CO Paragon Mall, Semarang
di saat mereka santai atau melakukan pertemuan dengan teman dan rekan bisnis.

Daftar Pustaka

Antonio, N., Syarifah, H., dan Muhammad, W.2012.”Brand Image terhadap Loyalitas
Pelanggan J.CO Donuts and Coffeedi Plaza Mulia Samarinda.” h. 5-6,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article+63315&val=4591. Diakses
tanggal 5 Oktober 2015.

Bloom, N.P. dan Louise, N.B. 2006.Strategi Pemasaran Produk:18 Langkah Membangun
Jaring Pemasaran Produk yang Kokoh. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Cahyo, R.D. 2015. ”Pengaruh Penggunaan Social Media Twitter terhadap Proses Keputusan
Pembelian Pada Kafe dan Restoran di Kota Bandung.” Jurnal Market Research
Telkom University, h.n.p,
hhtp://www.repository.telkomuniversity.ac.id/pustaka/100098/pengaruh-penggunaan-
social-media-twitter-terhadap-proses-keputusan-pembelian-pada-kafe-dan-restoran-
di-kota-bandung.html.

Chandra, G. 2005. Strategi dan Program Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Erna, F.D. 2008. Merek dan Psikologi Konsumen.Yogyakarta: Graha Ilmu


.
Ferdinand, A.T. 2000. Stuctural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen.
Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Fuad, M., dkk. 2006. Pengantar Bisnis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Ghozali, I. 2005. Structural Equation Modeling Edisi 2. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.

Hair,J.F.,et al. 2010. Multivariate Data Analysis. Seventh edition. New Jersey: Pearson
Prentice Hall

419
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin
Hasan, A. 2013. Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan. Yogyakarta: Center for Academics
Publishing Service.

Jorgi, G.D. 2015. “Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian pada Vens
Coffee Shop Kopi Progo (Studi Kasus Kopi Progo Cabang Jalan Sumatera,
Bandung).” https://repository.telkomuniversity.ac.id/pustaka/102884/pengaruh-store-
atmosphere-terhadap-keputusan-pembelian-pada-coffee-shop-kopi-progo-studi-kasus-
kopi-progo-cabang-jalan-sumatera-bandung-tahun-2015-.html, diakses tanggal 8
Oktober 2015.

Kottler, P. dan K.L.Keller. 2013. Manajemen Pemasaran Jilid I. 13 ed. Jakarta : Penerbit
Erlangga

Levy, M., dan Barton, W. 2001. Retailing Management – Interational Edisi 4. New York:
McGraw-Hill.

Lusch, R.F., Dunne, P.M., Myron, G. 1990. Retail Management. Ohio: South Western
Publishing, Co.

Peter, J.P. dan Olson, J.C. 1996. Consumer Behavior.Jakarta: Penerbit Erlangga

Poniman, A.S. dan Sentoso, S. 2015. “Analisa Faktor yang Menjadi Preferensi Konsumen
dalam Memilih Coffee Shop di Surabaya.”Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa,
Vol. 1, h. 4-5. Diakses tanggal 11 Desember 2015, dari Student Journal Petra.

Pradiastiwi, F. 2012. “Pengaruh Atribut Produk Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen


di Starbucks Coffee Rest Area Kilometer 19.” Repository University Gunadarma,
h.n.phttp://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/4097. Diakses 11 Juli
2015.

Prasetyani, W.I. 2014.“Pengaruh Kualitas Pelayanan, Citra Merek Dan Kualitas Produk
Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Sepeda Motor Honda Beat Di Pt.
Nusantara Sakti Semarang.”Jurnal Ilmu Administrasi dan Bisnis, Vol.3, No.2, h. 1-7.

Prastiwi, S.A. 2013.“Pengaruh Citra Merek dan Harga Pasta Gigi Close UP Terhadap
Keputusan Pembelian Ulang Mahasiswa Universitas Negeri Padang.”Jurnal
Manajemen UNP, Vol. 2, No. 2, h. 1-10. Diakses tanggal 9 Agustus 2015, dari E-
Journal UNP

Rangkuti, F.2009. Strategi Promosi Yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing
Communication. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Schultz, D.E. dan Martin, P.B.2014. "Sales Promotion Influencing Consumer Brand
Preferences/ Purchases." Journal of Consumer Marketing, Vol. 31, Issue. 3, h. 212-
217.

Sutisna. 2011.Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Remaja.

Utami, C.W. 2006. Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.

420
Mudiantono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Lea Handayani Sudarmono Vol. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kholidin

Utami, C.W. 2010. Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis Ritel Modern di Indonesia.
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Utami, S.P. 2012. “Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Brand Image Giggle Box Cafe and
Resto Bandung ( Studi Kasus Giggle Box Cafe and Resto Pusat Jalan Progo).” Skripsi
S1 Manajemen Pemasaran Telkom University. Diakses 12 Desember 2015, dari
Telkom University Essay Repository.

Wijanarko dan Susanto. 2004. Power Branding: Membangun Merek Unggul dan Organisasi
Pendukungnya. Jakarta Selatan: Penerbit Quantum Bisnis dan Manajemen (PT.Mizan
Publika).

Wulansari,E. 2014. “Pengaruh Cafe Atmosphere Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian
Coffee Toffee Simpang.”Jurnal Pendidikan Tata Niaga, Vol.2, No.3, h.n.p,
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jptn/article/view/9498/12566. Diakses tanggal 30
Januari 2016.

421
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
MENIMBANG DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA
(dibandingkan SINGAPURA, MALAYSIA, dan THAILAND)

Vonny Setianda
vonnysetianda@ymail.com
Roos Kities Andadari
(roos.kities@staff.uksw.edu)
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana

Abstract

Experience from many countries shows that tourism contributes greatly to the economic
growth that can improve the welfare and quality of citizens’ lives. To enhance the role of the
tourism sector to improve the economy, increasing the competitiveness of this sector is the
key. For Indonesia, which has great potential in the tourism sector, tourism development
strategies are needed to improve the competitiveness of the tourism industry. The purpose of
this study is to determine the position of competitiveness in Indonesia’s tourism sector,
especially compared to some major ASEAN countries, and propose appropriate tourism
development strategies. After mapping the condition of Indonesia’s tourism competitiveness
compared to some other major ASEAN countries, this study uses STP (segmenting, targeting,
and positioning) to find appropriate tourism development strategies. This research utilizes
secondary data. The results show that compared to some other major ASEAN countries
(Singapore, Malaysia and Thailand), Indonesia's tourism competitiveness in some aspects is
low, although this condition has improved in recent years. However, given the demands of
the dynamic tourism market, the competitiveness needs to be improved continuously. This
necessitates special strategies, so that the efforts match with the target.

Keywords: Indonesian tourism, competitiveness of the tourism industry, tourism development


strategies
Abstrak

Dari pengalaman di banyak negara, sektor pariwisata berkontribusi besar pada pertumbuhan
ekonomi sehingga akan dapat memperbaiki kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.
Untuk meningkatkan peran sektor pariwisata bagi perekonomian, peningkatan daya saing
sektor ini menjadi kuncinya. Bagi Indonesia yang mempunyai potensi besar dalam bidang
pariwisata, dibutuhkan strategi pengembangan pariwisata yang tepat agar dapat
meningkatkan daya saing pariwisatanya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui posisi daya
saing sektor pariwisata Indonesia khususnya dibandingkan beberapa Negara ASEAN utama
serta mengusulkan strategi pengembangan pariwisata yang sesuai. Setelah memetakan
kondisi daya saing pariwisata Indonesia dibanding beberapa Negara ASEAN utama,
penelitian ini menggunakan STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) untuk
menemukan strategi pengembangan pariwisata yang tepat. Penelitian ini memanfaatkan data
sekunder. Hasil penelitian menunjukkan dibandingkan beberapa Negara ASEAN utama
(Singapore, Malaysia dan Thailand), daya saing pariwisata Indonesia dalam beberapa aspek
masih rendah walaupun kondisi ini sudah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun
terakhir. Namun mengingat tuntutan pasar yang dinamis daya saing perlu terus ditingkatkan.
Untuk itu diperlukan strategi khusus agar upaya yang dilakukan tepat sasaran.

Kata kunci: Pariwisata Indonesia, Daya Saing Pariwisata, Strategi Pengembangan Pariwisata

422
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015

Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan sektor yang berkontribusi besar pada pertumbuhan


ekonomi di sebuah negara (Travel Kompas, 2014). Dari sudut ekonomi sedikitnya ada
delapan keuntungan jika Negara mengembangkan pariwisata: Pertama, peningkatan
kesempatan berusaha. Kedua, peningkatan kesempatan kerja. Ketiga, peningkatan
penerimaan pajak. Keempat, peningkatan pendapatan nasional. Kelima, percepatan proses
pemerataan pendapatan. Keenam, meningkatkan nilai tambah produk hasil kebudayaan.
Ketujuh, memperluas pasar produk dalam negeri. Dan kedelapan, memberikan dampak
multiplier effect dalam perekonomian akibat transaksi yang dilakukan wisatawan maupun
para investor (Yoeti, 2008).
Indonesia merupakan negara berkembang berbentuk kepulauan terbesar di dunia
dengan keindahan alam, warisan adat istiadat serta kebudayaan yang melimpah. Berbagai
potensi tersebut apabila dikelola dengan tepat dapat mendorong meningkatnya daya saing
pariwisata Indonesia secara global (Sufika, 2015). Untuk periode tahun 2014/2015, daya
saing pariwisata Indonesia di kawasan ASEAN berada pada peringkat ke-4 dibawah
Singapura, Malaysia dan Thailand, sedangkan untuk daya saing pariwisata secara global,
Indonesia berada pada peringkat ke-50 (WEF, 2015). Meskipun telah mengalami peningkatan
yang cukup baik dibandingkan periode sebelumnya dimana daya saing pariwisata global
Indonesia berada pada peringkat ke-70, masih diperlukan pengembangan lebih lanjut karena
potensi pariwisata Indonesia yang begitu besar belum maksimal pengembangannya. Untuk
itu penting mengetahui terlebih dahulu tentang kondisi daya saing pariwisata Indonesia,
sehingga dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
kondisi daya saing pariwisata Indonesia khususnya di kawasan ASEAN khususnya
dibandingkan dengan Negara ASEAN utama. Persoalan penelitian yang diangkat adalah (1)
Bagaimana kondisi daya saing pariwisata negara Indonesia dibandingkan dengan tiga negara
ASEAN utama (Singapura, Malaysia dan Thailand)? (2) Bagaimana strategi pengembangan
pariwisata yang tepat guna meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia secara global?

Kajian Pustaka

Konsep Pariwisata

UNWTO menggambarkan pariwisata sebagai fenomena sosial, ekonomi dan budaya


yang menyebabkan seseorang/kelompok melakukan perpindahan sementara ke negara atau
wilayah diluar lingkungan asalnya selama kurang dari 12 bulan, dan pariwisata juga
menyebabkan aktivitas yang melibatkan pengeluaran (UNWTO, 2007). Di ASEAN,
berdasarkan kawasan regionalnya, wisatawan antar Negara (wisman) dapat dikelompokkan
menjadi wisman Intra-ASEAN yaitu wisman yang berasal dari negara anggota ASEAN dan
wisman Extra-ASEAN yaitu wisman yang berasal dari negara bukan anggota ASEAN (Asean
Tourism Forum, 2007).
Daya tarik pariwisata merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,
dan nilai yang berupa keanekaragaman alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran kunjungan wisatawan (UUD, 2009). Menurut Yoeti (2008), terdapat 4 motif
perjalanan wisata oleh wisatawan: (1) motif fisik, berhubungan dengan kebutuhan fisik
seperti olahraga, istirahat, kesehatan, ingin mencari suasana baru, dan sebagainya, (2) motif
budaya yang merupakan sifat dari wisatawan yaitu ingin mempelajari atau memahami tata
cara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain seperti kebiasaan, kehidupan sehari-hari, musik,

423
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
tarian, dan sebagainya, (3) motif interpersonal yang terlahir dari keinginan wisatawan untuk
bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau orang-orang tertentu seperti artis atau tokoh
politik, (4) motif status atau prestise, didasari atas anggapan bahwa orang yang pernah
mengunjungi tempat/daerah lain melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian akan
menaikkan gengsi bahkan statusnya. Namun ada pula faktor penghambat minat wisatawan
untuk mengunjungi suatu destinasi pariwisata antara lain kurangnya keramah-tamahan
masyarakat tuan rumah terhadap wisatawan, jarak yang jauh dari domisili asal wisatawan,
unsur dan biaya wisata serta waktu pelaksanaannya yang kurang sesuai dengan keadaan
wisatawan, sulitnya pencapaian ke destinasi tujuan serta strategi pemasaran suatu destinasi
pariwisata yang kurang tepat (Wahab, 1997).
Menurut Yulia (2008) dan Wibowo (2008), pariwisata dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis: (1) Berdasarkan waktu berkunjungnya dibagi menjadi Seasonal Tourism atau
pariwisata berdasarkan musim dan Occasional Tourism atau pariwisata berdasarkan event.
(2) Berdasarkan alat angkut yang digunakan dibagi menjadi Air Tourism, Land Tourism dan
Sea or River Tourism. (3) Berdasarkan letak geografisnya dibagi menjadi Local, Regional,
National, Regional-International, dan International Tourism. (4) Berdasarkan pengaruhnya
terhadap neraca pembayaran, digolongkan menjadi Inbound Tourism dan Outbound Tourism.
(5) Berdasarkan jumlah orang yang melakukan perjalanan dibagi menjadi Individual Tourism
dan Group Tourism. (6) Berdasarkan jenis kelamin wisatawan yang melakukan kegiatan
pariwisata dibagi menjadi Masculine Tourism dan Feminime Tourism. (7) Berdasarkan harga
dan kelas sosialnya dibagi menjadi Delux Tourism, Middle Class Tourism, dan Social
Tourism. (8) Berdasarkan usia wisatawan, dibagi menjadi Youth Tourism dan Adult Tourism.
(9) Berdasarkan tujuan perjalanan dibagi menjadi Bussines Tourism, Leissure Tourism, dan
Education Tourism. (10) Berdasarkan objeknya dibagi menjadi Cultural Tourism,
Recurrentional Tourism atau disebut juga pariwisata kesehatan, Sport Tourism, Commercial
Tourism serta Religion Tourism. Tabel 1 menjelaskan jenis pariwisata berdasarkan tujuan dan
objeknya.
Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia telah menjadikan sektor pariwisata sebagai
salah satu sektor prioritas untuk dikembangkan di negara masing-masing karena manfaatnya
yang besar terhadap perekonomian negara (DPR, 2014). Adapun manfaat ekonomi, sosial dan
budaya dari pariwisata adalah: (1) meningkatkan hubungan yang baik antar bangsa dan
negara, (2) membuka kesempatan kerja serta perluasan lapangan pekerjaan, (3) merangsang
dan menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat, (4) meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat, pendapatan daerah, dan devisa negara, (5) memperkenalkan dan
mendayagunakan keindahan alam serta kebudayaan (6) membantu dan menunjang gerak
pembangunan ekonomi seperti penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan, serta (7)
menjaga kelestarian flora, fauna, dan lingkungan (Tinambunan, 2014).

Daya Saing Pariwisata

Daya saing merupakan sebuah faktor yang dibutuhkan oleh sebuah negara untuk
mempertahankan pangsa pasar dan mengembangkannya (Rahmana, 2009). Porter dalam
Nurhaita (2013) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan atau keunggulan yang
digunakan untuk bersaing pada pasar tertentu dimana yang menjadi indikator daya saing
yakni harga yang bersaing, kualitas produk yang lebih baik, dan keunggulan produk daripada
produk sejenis lainnya. Guna meningkatkan daya saing, kreativitas dan inovasi sangat
penting dan harus diperhatikan (Nurhaita, 2013). Suatu industri dikatakan berdaya saing
tinggi (kompetitif) jika memiliki tingkat produktivitas faktor keseluruhan sama atau lebih
tinggi dibandingkan dengan pesaingnya (RMOL, 2015).

424
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Daya saing pariwisata adalah kemampuan suatu daerah/negara dalam
mengoptimalkan daya tarik destinasi wisata yang dimilikinya, digambarkan dengan
memberikan kualitas, inovasi, dan pelayanan pariwisata yang menarik bagi wisatawan
(OECD, 2013). Tujuan dari penciptaan daya saing pariwisata adalah untuk mendapatkan dan
memperluas pangsa pasar baik domestik maupun global dengan turut memastikan bahwa
sumber daya yang tersedia dalam mendukung kepariwisataan digunakan dengan efisien dan
berkelanjutan (OECD, 2013). Meningkatnya daya saing pariwisata yang dimiliki oleh sebuah
negara ditandai dengan meningkatnya minat wisman dalam melakukan kunjungan pariwisata
di negara tersebut (Sufika, 2015). WEF didalam TTCI Report 2007-2015, yang meneliti 141
negara, melakukan pengukuran daya saing pariwisata pada negara-negara di dunia dengan
menggunakan indikator yang dikelompokkan ke dalam beberapa subindex (WEF, 2015).
Indikator penilaian daya saing pariwisata yang digunakan dalam laporan TTCI tersebut cukup
baik untuk digunakan dalam pengukuran daya saing pariwisata pada sebuah negara, namun
ada beberapa kelemahan yang menyebabkan perlunya pendekatan lain, antara lain pada
kesahihan komparasi yang dilakukan, yaitu membandingkan negara kecil dengan negara
besar serta secara metodologis pengukuran daya saing pariwisata. Dalam laporan TTCI tidak
cukup jelas tentang hal yang diukur yaitu apakah mengukur daya saing untuk meningkatkan
kunjungan wisatawan (attractiveness) ataukah daya saing untuk meningkatkan minat
investasi bidang pariwisata di sebuah negara (Antara News, 2011).
Untuk melengkapi kelemahan tersebut, dapat digunakan pengukuran daya saing
dengan pendekatan Tourist Arrival. Pendekatan Tourist Arrival menilai daya saing pariwisata
dengan menggunakan data statistik berkaitan dengan jumlah kedatangan wisman/Inbound
Tourist (BPS, 2014). Semakin tinggi jumlah kunjungan wisman kedalam sebuah negara
(inbound tourist) dibandingkan negara lainnya dengan luas dan potensi pariwisata yang
sebanding, menggambarkan semakin tinggi daya saing pariwisata negara tersebut.

Pengembangan Pariwisata

Pengembangan pariwisata merupakan suatu rangkaian usaha mewujudkan


keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya pariwisata dengan mengintegrasikan
segala bentuk aspek di luar pariwisata yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung
pada keberlangsungan sektor pariwisata (Swarbrooke, 1999). Menurut The Globalization of
The World’s Largest Industry, sektor pariwisata global akan menjadi industri terbesar di
dunia dengan pengembangan secara terpadu (Yoeti, 2008). Dalam keberhasilan
pengembangan pariwisata, terdapat beberapa komponen penting antara lain tersedianya
Tourist Attraction yaitu obyek dan daya tarik wisata, Accessibility Facility yaitu sarana dan
prasarana yang memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata,
serta Amenities Facility yaitu sarana dan prasarana kepariwisataan yang memberikan
pelayanan kepada wisatawan selama berada di destinasi pariwisata (Yoeti, 1996).
Motif dan jenis pariwisata yang dapat dikembangkan oleh sebuah negara sangat
beragam, karena pada dasarnya suatu negara dapat menyajikan berbagai jenis atraksi wisata
yang menarik sesuai dengan sumber daya yang dimiliki yang dikelola dengan maksimal
(Spillane, 1991). Pasar dalam industri pariwisata juga memiliki segmen (karakteristik
konsumen) yang sangat beragam dimana organisasi/industri yang bergerak dalam melayani
kebutuhan pasar tersebut tidak dapat memilih untuk melayani seluruh jenis segmen yang ada
dengan maksimal (Yoeti, 2005). Oleh karena itu dibutuhkan pemasaran strategis modern
yang sesuai dengan pasar yang hendak dikembangkan dalam rangka memaksimalkan
pengembangan pariwisata di sebuah negara (Yoeti, 2005).

425
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pemasaran Pariwisata

Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang bertujuan untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang, jasa, dan
ide kepada pasar sasaran agar dapat mencapai tujuan organisasi (Swastha, 2000). Tujuan
utama dilakukannya pemasaran yaitu untuk memperoleh kepuasan pelanggan (Utama, 2008).
Sedangkan pemasaran pariwisata merupakan implementasi dari peningkatan mutu produk
pariwisata guna mencapai tujuan dari industri pariwisata yaitu memperoleh kepuasan
wisatawan sehingga mampu menarik pasar yang lebih besar dan berkelanjutan (Siahaan,
2008). Oleh karena itu, pemasaran pariwisata memiliki peranan penting dalam meningkatkan
daya saing pariwisata sebuah negara sebagai destinasi pariwisata. Untuk memperoleh
kepuasan wisatawan, sebuah destinasi dalam melakukan pemasaran pariwisata harus
memahami basic wants & needs serta travel behaviors target pasar (Yoon & Uysal, 2005).
Ada 3 jenis pemasaran yang dapat digunakan dalam pengembangan produk yaitu
pemasaran massal (mass marketing), pemasaran aneka produk, dan pemasaran sasaran
(differentiated marketing). Dalam pengembangan pariwisata, pemasaran sasaran merupakan
pemasaran yang tepat untuk dilakukan guna menganalisis segmentasi yang paling relevan
untuk dikembangkan yang didasarkan pada tingginya permintaan wisman terhadap jenis
pariwisata tertentu. Dalam menerapkan pemasaran sasaran, ada tiga tahap khusus yang harus
diperhatikan, yaitu STP atau segmentasi pasar/Segmenting, penetapan pasar
sasaran/Targeting, dan penempatan produk/Positioning (Lubis, 2004).
Segmentasi adalah suatu pengetahuan guna memahami struktur pasar, dilakukan
dengan membagi-bagi pasar yang heterogen ke dalam kelompok-kelompok yang lebih
homogen, yang responsif terhadap produk yang ingin ditawarkan pemasar (Kasali, 2007).
Segmentasi pasar dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yakni segmentasi geografis dan
segmentasi demografi (Kotler et al, 2002). Dalam industri pariwisata, segmentasi pasar
adalah membagi pasar pariwisata ke dalam kelompok-kelompok wisatawan secara tegas
sehingga mampu diperoleh pasar yang potensial untuk dikembangkan (Yoeti,
2005). Targeting adalah suatu tindakan tentang bagaimana memilih, menyeleksi, dan
menjangkau pasar (Kasali, 2007). Dalam industri pariwisata, targetting dilakukan dengan
menetapkan pasar wisatawan yang akan dilayani dengan maksimal dan bagaimana memenuhi
kebutuhan dari wisatawan berdasarkan pasar tersebut (Yoeti, 2005). Sedangkan Positioning
adalah tindakan yang dilakukan pemasar untuk membuat citra produk dan hal-hal yang ingin
ditawarkan pemasar kepada pasarnya agar berhasil memperoleh posisi yang jelas dan
mengandung arti dalam benak sasaran konsumennya (Kotler & Armstrong, 2001). Dalam
melakukan positioning produk pariwisata dilakukan dengan menanamkan keunggulan produk
pariwisata tertentu di benak wisatawan sebagai konsumen, berdasarkan persepsi manajemen/
pengelola objek wisata (Yoeti, 2005). Dalam memperoleh keberhasilan dalam positioning
pada produk pariwisata, strategi yang telah ada harus terus menerus dievaluasi,
dikembangkan, dipelihara dan dibesarkan (Yoeti, 2005).

Pariwisata ASEAN

Dalam kawasan ASEAN, terdapat berbagai perjanjian yang mengatur tentang


hubungan kerjasama antar anggota yang dibuat agar dapat memberi kemudahan dalam
berbagai bidang dengan menghilangkan hambatan antar negara. Tujuan utamanya yakni
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi negara anggota (Asean Up, 2012).
Dalam bidang pariwisata, berbagai kerjasama yang dilakukan oleh negara-negara
anggota ASEAN bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai tujuan pariwisata tunggal di
dunia (single destination). Berbagai strategi dan perjanjian antar anggota ASEAN dilakukan

426
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
guna menarik lebih banyak wisman agar melakukan kunjungan pariwisata ke negara-negara
ASEAN, khususnya dengan mengutamakan upaya pengembangan wisata budaya dan sejarah
sebagai produk unggulan dalam menarik kunjungan wisman baik intra maupun ekstra-
ASEAN, pembebasan visa, pembentukan kawasan MEA dengan berbagai kesepakatan yang
saling menguntungkan, kemudahan arus tenaga kerja profesional dalam bidang pariwisata
(Asean Tourism Forum, 2007).
Kehadiran MEA tidak hanya memberikan peluang bagi sektor pariwisata di kawasan
ASEAN untuk berkembang dan menarik lebih banyak kunjungan wisman bagi masing-
masing negara anggota ASEAN, akan tetapi juga dapat memunculkan tantangan berupa
persaingan yang semakin ketat antar anggota ASEAN. Apabila tidak mampu meningkatkan
daya saingnya, negara yang satu dapat tertinggal dengan negara yang lain dan dapat
berpengaruh terhadap rendahnya kondisi perekonomian negara mengingat sektor pariwisata
merupakan salah satu sektor dengan kontribusi yang besar terhadap perekonomian.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literatur dengan metode
analisis deskriptif yang menganalisis pengukuran daya saing pariwisata negara Singapura,
Malaysia, Thailand dan Indonesia. Jenis data yang digunakan berupa data sekunder yang
diperoleh dari jurnal, artikel media massa, laporan statistik dari organisasi bidang pariwisata
dan ekonomi dunia. Data yang menjadi sumber utama pada penelitian ini adalah data statistik
kepariwisataan negara Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia tahun 2014. Pemilihan
data tahun 2014 sebagai data utama disebabkan karena data terbaru yakni data tahun 2015
belum tersedia dengan lengkap (Januari-Desember).
Pengukuran daya saing dilakukan dengan menggunakan indikator daya saing
pariwisata TTCI Report dan pendekatan Tourist Arrival digunakan untuk melengkapi
kelemahan yang ada. Hasil penelitian berupa kondisi daya saing pariwisata negara Indonesia
dibandingkan dengan negara Singapura, Malaysia, dan Thailand serta strategi pengembangan
pariwisata yang tepat dalam meningkatkan daya saing pariwisata negara Indonesia.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pariwisata Indonesia dalam konteks ASEAN

Sektor pariwisata ASEAN berpotensi meningkatkan perekonomian anggotanya


(UNWTO, 2015). Pada tahun 2009, sektor pariwisata Indonesia menempati urutan ketiga
dalam hal penerimaan devisa setelah komoditas minyak dan gas bumi serta minyak kelapa
sawit (Kemenparekraf, 2014). Berdasarkan pengukuran tingkat daya saing pariwisata dengan
jumlah kunjungan wisman (International Tourist Arrivals), Indonesia menempati posisi ke-4
di ASEAN berada dibawah Malaysia, Thailand dan Singapura. Jumlah wisman yang
berkunjung ke Indonesia pada tahun 2014 didominasi oleh wisman Ekstra-ASEAN sebanyak
5.751.600 dan sisanya sebanyak 3.683.800 merupakan wisman Intra-ASEAN (Asean Tourism
Statistics Database, 2015). Berdasarkan pengukuran tingkat daya saing pariwisata dengan
indikator pada TTCI Report, Indonesia juga menempati posisi ke-4 di ASEAN berada
dibawah negara Singapura, Malaysia, dan Thailand.

427
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Kondisi Daya Saing Pariwisata Indonesia

1. Pendekatan International Tourist Arrival

Dari table 1 nampak bahwa diantara 10 negara anggota ASEAN, Indonesia


menduduki posisi ke-4 dalam perolehan International Tourist Arrival terbesar berada
dibawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia masih
kecil berada pada posisi ke-4. Singapura dengan luas wilayah dan potensi pariwisata yang
lebih kecil mampu memperoleh total kunjungan wisman 1,6 kali dari Indonesia. Sementara
itu Thailand dan Malaysia dengan luas wilayah yang lebih kecil, memiliki potensi pariwisata
yang mirip dengan Indonesia, mampu mendatangkan kunjungan wisman 2,6 dan 2,9 kali
lebih besar.

Tabel 1. International Tourist Arrival to ASEAN Country, 2014


2014
Country
Intra-ASEAN Extra-ASEAN Total Rank
Brunei Darussalam 1/ 3.662,2 223,4 3.885,5 9
Cambodia 1.991,9 2.510,9 4.502,8 7
Indonesia 3.683,8 5.751,6 9.435,4 4
Lao PDR 3.224,1 934,6 4.158,7 8
Malaysia 20.372,8 7.064,5 27.437,3 1
Myanmar 1.598,3 1.483,2 3.081,4 10
The Philippines 461,5 4.371,9 4.833,4 6
Singapore 6.113,0 8.982,1 15.095,2 3
Thailand 6.620,2 18.159,5 24.779,8 2
Viet Nam 1.495,1 6.379,2 7.874,3 5
ASEAN 49.223,0 55.860,8 105.083,8
Sumber : (Asean Tourism Statistics Database, 2015)

Dari Tabel 1, nampak bahwa kemampuan Indonesia dalam menarik kunjungan


wisman secara global masih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia dan Thailand. Table
tersebut juga memperlihatkan bahwa Malaysia sangat berhasil dalam menarik wisman Intra-
ASEAN, sedangkan Thailand sangat berhasil dalam menarik wisman Extra-ASEAN.

Strategi Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Malaysia

Pada tahun 2014, sebanyak 27.437.300 wisman melakukan kunjungan ke Malaysia


(Tourism Malaysia, 2014), dimana 74,25 persen-nya merupakan wisman Intra-ASEAN.
Sumber wisman utama Malaysia berasal dari Singapura dengan jumlah delapan kali lebih
besar dari wisatawan Singapura yang berkunjung ke Indonesia pada periode yang sama. Jarak
antar negara dan mudahnya akses masuk ke Malaysia bagi wisatawan Singapura merupakan
keunggulan utama Malaysia. Kemudahan akses bagi wisman Singapura yang hendak
berkunjung ke Malaysia diwujudkan dengan penyediaan beragam transportasi yang
terjangkau, aman dan nyaman. Namun kedua faktor tersebut tidak terlepas dari dukungan
penuh dari sektor kepariwisataan Malaysia terhadap pengembangan pariwisatanya.

428
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 2. Perbandingan International Tourist Arrivals –
Malaysia vs Indonesia (juta wisman)
Country of Int'l Tourist Arrivals
Residence Malaysia Indonesia
Singapura 13,93 1,74
China 1,62 0,93
Australia 0,58 1,13
Japan 0,55 0,53
Korea 0,39 0,37
Filipina 0,62 0,26
USA 0,26 0,25
UK 0,45 0,25
Taiwan 0,28 0,25
Sumber : BPS, 2014; Tourism Malaysia, 2014

Selain itu, dibandingkan Indonesia, Malaysia juga unggul dalam menarik wisman dari
pasar yang sama. Satu-satunya pasar wisman yang lebih banyak memilih melakukan
kunjungan pariwisata ke Indonesia daripada Malaysia adalah Australia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat daya saing pariwisata Indonesia masih rendah dibandingkan
dengan tingkat daya saing pariwisata yang dimiliki Malaysia. Itu berarti pengembangan
pariwisata di Indonesia masih perlu diperbaiki guna meningkatkan daya tarik pariwisatanya
agar memperoleh angka kunjungan wisman yang lebih besar.
Tingginya daya saing pariwisata Malaysia dalam menarik kunjungan wisman tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

a. Infrastruktur yang baik yang mampu mendukung kenyamanan dan kemudahan wisman
dalam melakukan kunjungan pariwisata (Okezone, 2014).
b. Pengembangan Tourist Attraction yang baik serta gencarnya promosi pariwisata yang
didukung dengan anggaran promosi pariwisata yang besar (ETN, 2015).
c. Dukungan pajak yang besar dari pemerintah bagi sektor pariwisata di Malaysia (Harian
Nasional, 2015).

Strategi Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Thailand

Pada tahun 2014, jumlah International Tourist Arrivals di Thailand sebanyak


24.779.800 orang, 73,3 persen-nya merupakan wisman Ekstra-ASEAN, sisanya 26,3 persen
merupakan wisman Intra-ASEAN. Wisman yang paling banyak mengunjungi Thailand
adalah wisatawan China. China merupakan pasar yang penting bagi pariwisata dan
perekonomian di Thailand, untuk itu Thailand menaruh perhatian yang besar pada wisatawan
asal China tersebut. Guna menarik kunjungan dari pasar China, negara Thailand melakukan
promosi pariwisata yang bertemakan “Thailand’s Lifestyle” yang dikemas dalam bentuk film,
dan strategi tersebut berhasil membuat kunjungan wisman dari China melonjak sebesar 68%
pada tahun 2013 (China.org.cn, 2015).
Kementrian Pariwisata di Thailand menggaris bawahi beberapa tindakan dibawah ini
sebagai strategi penting dalam kesuksesan pariwisata Thailand pada tahun 2013 (Muqbil,
2012) :

a. Pemerintah Thailand memiliki perhatian yang besar pada sektor pariwisatanya karena
sektor pariwisata merupakan sektor utama penggerak perekonomian Thailand (WEF,
2015). Pengembangan pariwisata diutamakan pada infrastruktur dan fasilitas pariwisata,
situs pariwisata, produk dan pelayanan pariwisata, serta pada promosi pariwisata (Melanie,
2013).

429
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
b. Mengembangkan pemasaran pariwisata yang menekankan pada Creative Tourism, dimana
wisatawan yang datang diajak untuk turut berpartisipasi (Thai boxing, Thai massage, Thai
cooking, Thai classical dancing, dan sebagainya). Selain itu, juga dilakukan promosi
pariwisata dengan menggunakan media digital sebagai fokus perhatian khusus (Melanie,
2013).
c. Meningkatkan jumlah first-time visitors dan high spenders (luxury product). Untuk jenis
niche product ditawarkan aktivitas pada jenis pariwisata Golf, Health & Wellness,
Wedding & Honeymoon, and Green Tourism sebagai daya tarik (TAT statistic, 2014).
d. Mengembangkan akses penerbangan direct flights ke berbagai negara guna mendukung
kenyamanan wisman dan penekanan biaya perjalanan (Yahya, 2015).
e. Menggunakan seluruh sarana media global yang dimiliki untuk mempromosikan
pariwisata Thailand, terutama TV Channels bidang olahraga dan minat khusus, dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh perhatian eksekutif bisnis di dunia. Celebrity Marketing
juga merupakan strategi yang dilakukan dalam menarik perhatian wisman (Melanie,
2013).

Pendekatan TTCI Report

Kondisi pariwisata Indonesia juga dapat dilihat melalui laporan TTCI nampak dalam
Table 4:

Tabel 3. Ranking Summary of Singapore, Malaysia, Thailand, and Indonesia,


TTCI Report 2007-2014 (World Ranks)
RANKING
YEAR
Singapura Malaysia Thailand Indonesia
2007/2008 8 31 43 54
2008/2009 16 32 42 80
2009/2010 10 32 39 81
2010/2011 10 35 39 81
2011/2012 10 35 41 74
2012/2013 10 35 41 74
2013/2014 10 35 43 70
2014/2015 11 25 35 50
Sumber : TTCI Report 2007-2015 (WEF)

Pada periode tahun 2014-2015, Indonesia mengalami peningkatan peringkat DSP


yang cukup baik dari yang sebelumnya berada pada peringkat ke-70, naik 20 peringkat
menjadi peringkat ke-50. Ini merupakan peningkatan terbesar yang pernah dialami Indonesia,
dan memberikan bukti bahwa usaha pemerintah dalam meningkatkan daya saing pariwisata
Indonesia mulai membuahkan hasil. Upaya untuk meningkatkan daya saing pariwisata
Indonesia masih sangat dibutuhkan mengingat posisi pariwisata Indonesia masih terendah
diantara ketiga negara lainnya, serta terdapat beberapa potensi pariwisata Indonesia yang
belum memperoleh pengembangan dengan maksimal.
Meningkatnya daya saing pariwisata Indonesia dipengaruhi oleh membaiknya daya
saing pada pilar Price Competitiveness (3rd), Prioritazion of T&T (15th), dan Natural
Resources (19th). Sementara itu kelemahan daya saing pariwisata Indonesia ditampilkan pada
Tabel 4.

430
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Tabel 4. Indonesia’s Weakness on TTCI
(Compare to Singapore, Malaysia, & Thailand)
Pillar no Weakness Value
12 Tourist Service Infrastructure 3,07
9 Environmental Sustainability 3,11
11 Ground & Port Infrastructure 3,27
Sumber : TTCI Report (WEF, 2015)

Terkait dengan pilar Tourist Service Infrastructure, kualitas dan ketersediaan hotel
dan jasa transportasi dirasa masih rendah. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan kualitas dan
ketersediaan hotel dan jasa transportasi bagi wisman di Indonesia sebagaimana yang dimiliki
oleh Singapura, serta melakukan pengembangan pada perjalanan bisnis yang
direkomendasikan serta ATM yang menerima kartu Visa di Indonesia seperti yang telah
dilakukan oleh Thailand. Buruknya daya saing Environmental Sustainability Indonesia
terutama dipengaruhi oleh buruknya penanganan terhadap jumlah spesies langka yang
terancam punah dan serta buruknya tingkat pengelolaan air limbah. Indonesia perlu
melakukan pengembangan pada kedua indikator tersebut. Lemahnya daya saing pilar Ground
& Port Infrastructure Indonesia terutama disebabkan oleh buruknya kualitas infrastruktur
pelabuhan dan pengelolaan kepadatan transportasi berbasis kereta.

Pemasaran Sasaran Pariwisata Indonesia

Mengingat banyak sekali factor yang mempengaruhi kedatangan wisman di


Indonesia, upaya pemasaran perlu terfokus dengan menetapkan Negara sasaran. Terkait
dengan pemasaran sasaran pariwisata Indonesia, ada 3 tahapan yang disebut STP
(Segmenting, Targeting dan Positioning) yang perlu dilakukan.
(1)Segmenting

Menurut data kedatangan wisman, jika diambil sepuluh Negara dengan angka
kedatangan tertinggi, sepuluh Negara yang perlu mendapat perhatian adalah Negara
berikut ( table 5).

Tabel 5. Pertumbuhan Kunjungan Wisman ke Indonesia


Tourist Arrivals (000)
Country 2013 2014 Change (%)
Singapore 1643 1740 5,90
Malaysia 1431 1486 3,84
Australia 998 1129 13,13
China 807 927 14,87
Japan 492 525 6,71
Korea 344 370 7,56
Filipina 246 253 2,85
USA 234 251 7,26
UK 229 249 8,73
Taiwan 245 244 -0,52

Sumber : BPS, 2014

431
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015

Berdasarkan Pertumbuhan Terbesar

Pasar China merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar di Indonesia.


Pertumbuhan pasar China dalam pariwisata Indonesia pada tahun 2014 yaitu sebesar 14,87
persen. Pada tahun 2014, diketahui jumlah Chinese Outbound Tourist mencapai 117 juta
wisman dimana 77,7 persennya memilih untuk melakukan kegiatan pariwisata di Asia
(WTCF, 2014). Namun dari 117 juta wisatawan China yang melakukan perjalanan
pariwisata internasional pada tahun 2014, hanya 0,8 persen (927.000 wisatawan) yang
memilih Indonesia sebagai tujuan pariwisatanya (BPS, 2014). Jumlah tersebut merupakan
angka yang sangat kecil, oleh karena itu, Indonesia perlu mengembankgan pariwisata
berkelanjutan dengan menyasar pasar China.

(2)Segmenting
Berdasarkan Kelayakan Memperoleh Pengembangan Khusus

Apabila menggunakan dasar 10 negara dengan tourist arrival terbesar di Indonesia,


pasar Taiwan merupakan negara ke-10 yang termasuk dalam pasar prioritas dalam pariwisata
Indonesia. Namun pengamatan juga perlu diberikan pada Negara diluar Negara daftar
sepuluh besar tourist arrival, yaitu India. Dari tahun ke tahun, angka pertumbuhan pasar
India lebih besar daripada angka pertumbuhan pasar Taiwan, meskipun pasar India belum
memperoleh pengembangan khusus dalam pariwisata Indonesia dan pasar Taiwan telah
memperoleh pengembangan khusus (BPS, 2014). Kunjungan dari pasar India juga selalu
mengalami pertumbuhan yang positif, sedangkan kunjungan dari pasar Taiwan setiap
tahunnya tidak selalu mengalami pertumbuhan yang positif (The Economic Times, 2013).
Selain itu, wisatawan India rata-rata melakukan kunjungan pariwisata ke Indonesia dalam
jangka waktu yang lama, yaitu selama 7-8 hari (BPS, 2014).

Tabel 1. Pertumbuhan Pasar Taiwan vs India (2010-2014)


Taiwan India
Number of Change Number of Change
Year Tourist Arrival (%) Tourist Arrival (%)
2009 203239 - 110 658 -
2010 213442 5,02 137 027 23,83
2011 221877 3,95 154 237 12,56
2012 216535 -2,41 168 187 9,04
2013 245288 13,28 201 009 19,52
2014 244003 -0,52 223 607 11,24
Sumber : BPS, 2014

Oleh karena itu, pasar India merupakan pasar yang lebih layak untuk memperoleh
prioritas dalam pengembangan 10 pasar pariwisata khusus di Indonesia dibandingkan dengan
pasar Taiwan. Dengan memperoleh pengembangan khusus, pasar India berpotensi dapat
menyaingi jumlah kunjungan dari pasar Taiwan dan mengalami pertumbuhan yang besar.

432
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Sumbangan Devisa & Lama Tinggal :
Hal lain lagi yang perlu mendapat perhatian dalam pemasaran pariwisata Indonesia
adalah sumbangan devisa dan lama tinggal (Tabel 7).
Tabel 2. Pasar Australia vs Pasar Singapura

Jumlah Wisman yang Sumbangan Devisa Rata-rata Rata-rata


Negara berkunjung ke Pengeluaran per lama
1 tahun
Indonesia wisman tinggal
Australia 1.129.000 1.802 juta USD 1.596 USD 9 hari
Singapura 1.740.000 1.145 juta USD 658 USD 4 hari
Sumber : BPS, 2014

Meskipun wisatawan Singapura merupakan wisman yang tertinggi dalam jumlah


International Tourist Arrivals di Indonesia, wisatawan Australia merupakan pasar yang
memberikan pemasukkan devisa terbesar. Karena pasar Australia merupakan pasar dengan
potensi yang besar dalam sumbangan devisa maka pasar ini layak untuk mendapat perhatian
lebih dalam pengembangan pasar pariwisata Indonesia. Sementara itu beberapa factor lain
yang perlu mendapat perhatian
Berdasarkan Pertumbuhan Terbesar

Tabel 3. Pertumbuhan Kunjungan Wisman ke Indonesia


Tourist Arrivals (000)
Country 2013 2014 Change (%)
Singapore 1643 1740 5,90
Malaysia 1431 1486 3,84
Australia 998 1129 13,13
China 807 927 14,87
Japan 492 525 6,71
Korea 344 370 7,56
Filipina 246 253 2,85
USA 234 251 7,26
UK 229 249 8,73
Taiwan 245 244 -0,52

Sumber : BPS, 2014


Pasar China merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar di Indonesia.
Pertumbuhan pasar China dalam pariwisata Indonesia pada tahun 2014 yaitu sebesar 14,87
persen. Pada tahun 2014, diketahui jumlah Chinese Outbound Tourist mencapai 117 juta
wisman dimana 77,7 persennya memilih untuk melakukan kegiatan pariwisata di Asia
(WTCF, 2014). Namun dari 117 juta wisatawan China yang melakukan perjalanan
pariwisata internasional pada tahun 2014, hanya 0,8 persen yang memilih Indonesia sebagai
tujuan pariwisatanya, yaitu sebanyak 927.000 wisatawan China yang berkunjung ke
Indonesia pada tahun 2014 (BPS, 2014). Jumlah tersebut merupakan angka yang sangat kecil,
oleh karena itu, Indonesia memerlukan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan pada
pasar China yang begitu berpotensi.

433
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Moda Angkutan

Hal penting yang harus mendapat perhatian adalah moda angkutan (lihat Tabel 9).

Tabel 4. Kedatangan Wisman Menurut Moda Angkutan

Mode of Transport
Year
Air (%) Sea (%) Land (%)
2012 71,54 27,87 0,6
2013 73,04 26,41 0,55
2014 73,95 25,42 0,63

Sumber : BPS, 2014


Moda angkutan udara merupakan yang paling banyak digunakan oleh wisman ketika
melakukan kunjungan ke Indonesia. Hambatan yang perlu diatasi terkait dengan moda
angkutan udara dalam mendorong daya saing pariwisata Indonesia yakni masalah
konektivitas, terutama direct flight (Yahya, 2015). Pengembangan pariwisata melalui moda
angkutan laut juga layak dilakukan melihat jumlah kunjungan menggunakan jalur laut cukup
banyak yaitu sebesar 25,42 persen dari total wisman yang datang. Pengembangan pada moda
angkutan laut dapat dilakukan dengan penambahan armada sehingga dapat mengangkut lebih
banyak wisman, juga perlu dilakukan pengembangan dalam penyediaan fasilitas untuk tujuan
wisata kapal pesiar di Indonesia.
Berdasarkan Pengeluaran Harian Terbesar

Wisman menurut pengeluaran rata-rata.

Tabel 5. Rata-rata Pengeluaran Wisman Top 10 Pasar Pariwisata Indonesia (USD)


Rata-Rata
N0 Negara Pengeluaran
wisman per hari
1 Australia 177
2 Singapura 165
3 Malaysia 142
4 China 176
5 Jepang 163
6 Korea 190
7 AS 147
8 Inggris 161
9 Taiwan 174
10 Filipina 140

Sumber : BPS 2014, diolah


Wisman asal Korea merupakan wisman dengan pengeluaran per hari terbesar diantara
10 pasar utama pariwisata Indonesia, yaitu sebesar US$190 per hari tinggal. Jumlah
wisatawan Korea yang melakukan kegiatan pariwisata internasional pada tahun 2014 yaitu
sebanyak 16.080.700, namun dari 16 juta wisatawan Korea tersebut sangat disayangkan
bahwa yang memilih untuk berkunjung ke Indonesia sebagai destinasi pariwisata hanya
sebesar 2,2 persen (KTO, 2015). Wisatawan Korea yang datang ke Indonesia pada tahun
2014 berjumlah sebanyak 352.004 orang wisman. Angka kunjungan wisman dari pasar
tersebut perlu ditingkatkan.

434
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Berdasarkan Pintu Masuk utama Wisman

Wisman yang berkunjung ke Indonesia sebagian besar hanya mengetahui Bali sebagai
destinasi pariwisata yang menarik. Oleh karena itu Great Bali merupakan pintu masuk utama
bagi wisman yang berkunjung ke Indonesia (BPS, 2014). Great Jakarta, Great Batam, dan
Great Medan merupakan pintu masuk wisman lainnya yang berpotensi dan perlu diberi
pengembangan agar mampu menarik lebih banyak kunjungan wisman yang terdistribusi
(BPS, 2014). Dengan begitu, destinasi pariwisata Indonesia di daerah-daerah lainnya dapat
dikenal dan diminati oleh wisman. Guna mendorong meningkatnya kunjungan wisman
melalui pintu masuk lainnya dapat dilakukan dengan menekankan pemberian visa bagi
wisman pada pintu masuk tertentu di Indonesia. Dapat juga dilakukan dengan memberikan
insentif (dapat berupa pembebasan pajak dan sebagainya) kepada perusahaan penerbangan
yang menggunakan pintu masuk tertentu di Indonesia pada penerbangan internasional menuju
Indonesia.

Berdasarkan Usia Wisman

Wisman dengan karakteristik umur 25-34 tahun/ wisman kategori dewasa merupakan
yang paling banyak datang di Indonesia, jumlahnya mencapai 2 kali dari wisman remaja
(BPS, 2014). Sehingga pengembangan pariwisata yang diperlukan yaitu dengan lebih fokus
dalam melakukan promosi pada jenis pariwisata Adult dengan konsep Middle Class hingga
Deluxe Tourism.
Berdasarkan Bulan High Season Kunjungan Wisman

Kunjungan wisman paling tinggi ke Indonesia periode tahun 2010-2014 tercatat


paling besar yaitu pada bulan Juni, Juli dan Desember serta paling kecil terjadi pada bulan
Januari dan Februari (BPS, 2014). Mendorong wisman untuk berkunjung ke Indonesia di luar
high season merupakan suatu hal yang penting. Dengan strategi tersebut, pariwisata
Indonesia akan mampu memberikan pelayanan dengan maksimal dan memuaskan kepada
wisman yang berkunjung, karena wisman yang datang akan terdistribusi pada periode
kunjungan yang berbeda-beda sehingga tidak membuat para pelaku pariwisata di Indonesia
merasa kerepotan dalam melayani wisman yang datang berbondong-bondong pada waktu
yang bersamaan. Dengan meningkatkan kualitas pariwisata Indonesia serta pelayanannya
secara maksimal dapat menciptakan citra positif terhadap pariwisata di Indonesia dan pada
akhirnya mampu meningkatkan daya saing dan jumlah kunjungan pariwisata di Indonesia.
(3)Targeting

Berdasarkan segmentasi yang telah dilakukan, pasar India, Australia, China dan
Korea merupakan pasar yang layak mendapatkan fokus utama dalam pengembangan
pariwisata Indonesia.

Pasar India

Wisata alam seperti pantai, wisata budaya dan wisata belanja baik modern maupun
tradisional merupakan yang digemari oleh wisatawan India ketika berkunjung ke Indonesia
(Kompas Travel, 2015). Wisatawan India dewasa berumur 25-34 tahun dan dengan
karakteristik pekerjaan profesional merupakan wisman yang paling banyak datang ke
Indonesia, dan dari 223.607 wisatawan India yang melakukan kunjungan ke Indonesia pada
tahun 2014, sebanyak 71,9 persen menggunakan mode angkutan udara, sebanyak 28,1 persen
menggunakan mode angkutan laut, dan sebanyak 0,09 persen menggunakan mode angkutan

435
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
darat (BPS, 2014). Hambatan utama dalam mengembangkan potensi pasar India di Indonesia
yaitu tidak adanya direct flight Indonesia-India yang meningkatkan kenyamanan wisman dan
mampu menekan biaya perjalanan wisman (Yahya, 2014).
Pasar Australia

Wisatawan Australia sangat menggemari eksplorasi dan adventure serta jenis wisata
pure relaxation (spa) dan wisata bahari seperti yang ditawarkan oleh destinasi pariwisata di
Bali (Allianz-Australia, 2012). Wisatawan Australia yang datang ke Indonesia sebagian besar
merupakan wisatawan dengan usia dewasa dan karakteristik pekerjaan sebagai profesional,
dan dari 1.128.533 wisatawan Australia yang datang ke Indonesia, paling banyak
menggunakan angkutan udara yaitu sebanyak 94,6 persen dari total wisatawan Australia yang
datang (BPS, 2014). Hambatan utama yang muncul dalam menarik wisatawan Australia
yaitu berkaitan dengan kualitas keamanan dan kenyamanan pariwisata Indonesia yang
menurun di dalam persepsi wisatawan Australia sehingga berdampak pada menurunnya
jumlah kunjungan dari pasar Australia ke Indonesia (Jawa Pos, 2015).
Pasar China

Family Tour merupakan paket wisata yang kini popular di China (WTCF, 2014).
Wisata budaya merupakan tujuan kebanyakan wisatawan China ketika mengunjungi suatu
negara (Tawil dan Tamimi, 2013). Wisatawan China juga merupakan wisatawan yang gemar
melakukan kegiatan belanja ketika sedang berlibur di luar negeri (SCMP, 2014). Wisatawan
China dengan jenis pekerjaan profesional merupakan yang paling banyak datang ke
Indonesia, dan wisatawan tersebut paling banyak memilih untuk menggunakan hotel dengan
fasilitas high-end daripada mid-range hotel (WTCF, 2014). Dari 926.750 wisman China yang
melakukan kunjungan pariwisata ke Indonesia, sebagian besar menggunakan moda angkutan
udara (84,2 persen), kemudian diikuti dengan menggunakan moda angkutan laut (15,7
persen), dan menggunakan angkutan darat (0,15 persen) (BPS, 2014). Hambatan berbahasa
merupakan hambatan utama yang perlu diperhatikan oleh sektor pariwisata Indonesia dalam
mengembangkan kualitas pariwisatanya bagi pasar China. Wisatawan China merupakan
wisatawan yang kebanyakan tidak aktif dalam menggunakan Bahasa Inggris (WTCF, 2014).

Pasar Korea

Wisatawan Korea merupakan wisatawan yang menyukai jenis wisata sightseiing,


shopping, mengunjungi pantai dan mengunjungi cultural/historical sites (Sangpikul, 2008).
Paket Honeymoon Tourism di Bali merupakan salah satu yang paling digemari oleh wisman
asal Korea karena keindahan dan kebudayaan Bali (Yahya, 2015). Wisatawan Korea yang
datang ke Indonesia sebagian besar merupakan wisatawan berusia dewasa dengan jenis
pekerjaan sebagai sales/karyawan. Mode angkutan yang paling banyak digunakan wisatawan
Korea untuk berkunjung ke Indonesia pada tahun 2014 yaitu moda angkutan udara sebanyak
76,5 persen sedangkan dengan menggunakan angkutan laut sebanyak 23,5 persen dan
menggunakan angkutan darat sebanyak 0,02 persen (BPS, 2014). Ada beberapa hambatan
yang perlu diatasi berkaitan dengan pengembangan pariwisata Indonesia bagi pasar Korea
yaitu terkait connectivity and capacity (direct flight), dan terbatasnya promosi pariwisata
Indonesia ke Korea (Yahya, 2015).
(4)Positioning

Positioning yang dapat dilakukan dalam pengembangan pariwisata pada keempat


pasar pariwisata potensial Indonesia sbb.
436
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Pasar India

Dalam melakukan promosi destinasi pariwisata Indonesia bagi pasar India, jenis
pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan yaitu Wisata Bahari, Wisata
Kapal Pesiar, Wisata Budaya, dan Wisata Belanja. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat
diposisikan sebagai konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar
India yaitu Deluxe Tourism.

Pasar Australia

Dalam melakukan promosi destinasi pariwisata Indonesia selain Bali bagi pasar
Australia, jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan yang perlu
dikembangkan di berbagai destinasi parwisata di Indonesia yaitu Wisata Adventure, Wisata
Relaxation, dan Wisata Bahari. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat diposisikan sebagai
konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar Australia yaitu
Pariwisata Middle Class dan Deluxe Tourism.
Pasar China

Jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan dalam


memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar China yaitu Wisata Keluarga, Wisata Belanja
dan Wisata Kebudayaan. Sedangkan konsep pariwisata yang tepat diposisikan sebagai konsep
pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar China yaitu Adult & Family
Tourism dan Deluxe Tourism.
Pasar Korea

Jenis pariwisata yang tepat diposisikan sebagai pariwisata unggulan dalam


memasarkan pariwisata Indonesia bagi pasar Korea yaitu Wisata Bulan Madu, Wisata Kapal
Pesiar, Wisata Belanja, dan Wisata Budaya dan Sejarah. Sedangkan konsep pariwisata yang
tepat diposisikan sebagai konsep pariwisata dalam memasarkan pariwisata Indonesia bagi
pasar Korea yaitu Pariwisata Middle Class.
Dari penjelasan diatas, upaya untuk melakukan positioning diperlukan agar
pengembangan wisata dan pemasaran yang dibuat dapat menyasar secara pasar secara tepat.

Penutup
Kesimpulan

1. Daya saing pariwisata Indonesia telah mengalami peningkatan secara signifikan dalam
beberapa tahun terkahir, namun secara umum dapat dikatakan bahwa daya saing itu
masih rendah bila dibandingkan Negara pesaing utama seperti Singapura, Malaysia dan
Thailand.
2. Pasar India, Australia, China dan Korea merupakan target pasar potensial yang layak
diberi perhatian dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Masing-masing pasar
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga positioning yang dilakukan
juga perlu dibedakan. Hambatan yang utama dalam meningkatkan daya saing pariwisata
Indonesia yaitu pada konektivitas penerbangan khususnya masalah direct flight dari
Indonesia ke sebagian besar pasar potensial Indonesia serta kurangnya promosi destinasi
pariwisata di Indonesia selain Bali. Selain itu, beberapa pengembangan lainnya yang

437
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
perlu dilakukan dalam meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia yakni
pengembangan pada: infrastruktur dan fasilitas angkutan laut di Indonesia khususnya
guna mendukung pengembangan wisata kapal pesiar; pintu masuk wisman di Jakarta,
Batam dan Medan; jenis pariwisata Adult dengan konsep Deluxe Tourism dan
mendorong kunjungan wisman pada non-high season month.
3. Pertumbuhan sektor pariwisata di ASEAN yang tinggi memiliki pengaruh positif dalam
mempercepat pertumbuhan perekonomian anggota. Berbagai perjanjian dan hubungan
kerjasama antar anggota ASEAN khususnya dalam bidang pariwisata guna mewujudkan
ASEAN sebagai tujuan pariwisata tunggal di dunia merupakan faktor utama yang telah
mendorong tingginya pertumbuhan pariwisata di kawasan tersebut. Salah satu peluang
yang dapat dimanfaatkan dengan berlakunya MEA di Indonesia yaitu dalam
meningkatkan standar pekerja pariwisata profesional sehingga dapat meningkatkan
kualitas pariwisata serta daya saing pariwisata Indonesia, dimana dengan berlakunya
MEA akan membawa kemudahan dalam arus tenaga kerja profesional.

Saran
Untuk meningkatkan daya saing pariwisata dalam menarik wisman Intra-ASEAN,
Indonesia dapat melakukan benchmarking pada strategi pariwisata yang telah dilakukan oleh
negara Malaysia yang memiliki daya saing tertinggi dalam menarik wisman Intra-ASEAN.
Sedangkan untuk meningkatkan daya saing dalam menarik wisman Ekstra-ASEAN,
Indonesia dapat melakukan benchmarking pada strategi pariwisata yang telah dilakukan oleh
negara Thailand yang memiliki daya saing tertinggi dalam menarik wisman Ekstra-ASEAN.
Selain itu, daya saing Indonesia dalam pilar Tourist Service Infrastructure, Environmental
Sustainability, dan Ground & Port Infrastructure merupakan kelemahan utama yang perlu
mendapat perhatian dalam pengembangan pariwisata Indonesia.

Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang

Penelitian ini hanya memanfaatkan informasi dari Tourist Arrivals dan laporan TTCI.
Hasil penelitian mungkin akan lebih komprehensif jika menggunakan lebih banyak
pendekatan guna mengukur daya saing pariwisata. Selain itu, penelitian dilakukan hanya
terbatas pada kawasan ASEAN sehingga hasil penelitian yang didapatkan cenderung
mengarah pada pola pariwisata di kawasan Asia. Hasil penelitian berupa strategi
pengembangan mungkin akan lebih akurat apabila penelitian selanjutnya menggunakan data
dan informasi yang berasal tidak hanya pada kawasan ASEAN dan sekitarnya saja.

Daftar Pustaka

A. Sufika. 2015. Potensi Wisata Arung Jeram Sei Bingei Dalam Pengembangan Ekowisata di
Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara.

Asean Tourism Statistics Database. 2015. ASEAN Tourism.


http://www.aseantourism.travel/downloaddoc/doc/2486. 13 Januari 2016

Allianz-Australia. 2012. Australia's Favorite International Destination.


https://www.allianz.com.au/travel-insurance/news/our-favourite-international-
destinations. 7 Januri 2016.

438
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Antara News. 2011. Daya Saing Pariwisata RI Naik, WEF Akan Revisi Indikator Penilaian.
http://www.antaranews.com/print/249341/daya-saing-pariwisata-ri-naik-wef-akan-
revisi-indikator-penilaian. 3 Desember 2015.

Antara News. 7 Desember 2014. Digitalisasi promosi pariwisata menuju 20 juta wisman.
http://www.antaranews.com/berita/467999/digitalisasi-promosi-pariwisata-menuju-
20-juta-wisman. 4 Februari 2016.

Asean Tourism Forum. 2007. Second Asean Tourism Investment Forum. Asean Tourism
Kompas. Bali. Kompas.

ASEAN Up. 2012. The Asean Population. http://aseanup.com/asean-infographics-population


market-economy/. 2 Januari 2016.

BPS. 2014. Badan Pusat Statistik. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara


(International Visitor Arrival Statistics 2014). Katalog BPS 8401011.
http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Kunjungan-Wisatawan-
Mancanegara-2014.pdf. 22 September 2015.

China.org.cn. 2015. Chinese films, TV Shows Boost Travel Destinations.


http://www.china.org.cn/arts/2015-09/30/content_36722570.htm. 15 Januari 2016.

DPR. 2014. Menjadikan Pariwisata Sebagai Sektor Unggulan Penghasil Devisa.


http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/biro-apbn-apbn-MENJADIKAN-
PARIWISATA-SEBAGAI-SEKTOR-UNGGULAN-PENGHASIL-DEVISA-
1433409452.pdf. 20 November 2015.

ETN. 24 Oktober 2015. E-Turbo News. Malaysia's Tourism Industry Receives Big Boost
From 2016 Budget. http://www.eturbonews.com/65203/malaysias-tourism-industry-
receives-big-boost-2016-budget. 4 Januari 2016.

Harian Nasional. 3 September 2015. Malaysia Bebaskan Pajak Komponen Pesawat.


http://www.harnas.co/2015/03/11/malaysia-bebaskan-pajak-komponen-pesawat. 5
Januari 2016.

Jawa Pos. 2 September 2015. Wisman Australia dan Singapura Melorot, Ada Apa Ya? dari
http://www.jawapos.com/read/2015/09/02/2501/wisman-australia-dan-singapura-
melorot-ada-apa-ya. 7 Januari 2016.

Kasali, Rhenald. 2007. Membidik Pasar Indonesia : Segmenting, Targeting, dan Positioning.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kemenparekraf. 11 April 2014. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Siaran Pers.
Pertumbuhan Pariwisata di Atas Target.
http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2780 20 Oktober 2015.

Kompas Travel. 21 November 2015. Inilah Aktivitas Wisata di Indonesia yang digemari
Turis India.
http://travel.kompas.com/read/2015/11/21/100200427/Inilah.Aktivitas.Wisata.di.Indo
nesia.yang.Digemari.Turis.India. 10 Januari 2016.

439
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
KTO. 2014. Departures of Koreans. Korea Tourism Organization.
http://kto.visitkorea.or.kr/eng/tourismStatics/keyFacts/KoreaMonthlyStatistics/eng/in
out/inout.kto?func_name=3. 6 Januari 2016.

Kotler, P., & Armstrong, G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid 1. Erlangga


.
Kotler, P., Bowen, J., & Makens, J. 2002. Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan versi
Bahasa Indonesia. Edisi Kedua, Jilid 1. Jakarta. Prenhallindo.

Lestari, R. 2013. Potensi Objek Wisata Penangkaran Taman Buaya Asam Kumbang Sebagai
Salah Satu Upaya Pengembangan Pariwisata di Kota Medan. Medan: Universitas
Sumatera Utara.

Lubis, A. N. 2004. Strategi Pemasaran Dalam Persaingan Bisnis. Universitas Sumatera utara.
Program Studi Ilmu Manajemen. Fakultas Ekonomi.

Marketeers. 11 November 2015. Tarik Hati Wisatawan dengan Wisata Tematik.


http://marketeers.com/article/tarik-hati-wisatawan-dengan-wisata-tematik.html. 3
Februari 2016.

Margi, I. K., Ariani, R. P., Widiastini, N. M., & N, S. 2013. Identifikasi Potensi Wisata
Kuliner. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 2, No. 2, Oktober 2013 ISSN: 2302-
2898.

Melanie, G. 5 Juni 2015. Thailand: Benchmark of Success in Tourism. The Freeman:


http://www.philstar.com/cebu-business/2013/07/05/961935/thailand-benchmark-
success-tourism. 15 Januari 2016.

Muqbil, I. 17 Juli 2012. Full Details: Thailand’s Tourism Marketing Action Plan 2013.
Dipetik. https://www.travel-impact-newswire.com/2012/07/full-details-thailands-
tourism-marketing-action-plan-2013/. 17 Januari 2016.

Nurhaita, Tia. 2013. Pengaruh Kreativitas Dan Inovasi Produk Terhadap Daya Saing Usaha
Cake Yo & Yo Bandung. Unikom. Bandung.

OECD. 2013. OECD Tourism Paper. Indicators for Measuring Competitiveness in Tourism.
http://www.oecd.org/cfe/tourism/Indicators%20for%20Measuring%20Competitivenes
s%20in%20Tourism.pdf. 5 November 2015.

Okezone. 19 Oktober 2015. Warga Australia Beberkan Alasan Negeri Kangguru Suka ke
Bali. http://lifestyle.okezone.com/read/2015/10/18/406/1233683/warga-australia-
beberkan-alasan-negeri-kangguru-suka-ke-bali. 7 Januari 2016.

Pendit, N. S. 1994. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Pradnya Paramita. Jakarta.
Rahmana, A. 2009. Peranan Teknologi Informasi Dalam Peningkatan Daya Saing Usaha
Kecil Menengah. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi.
RMOL. 24 Juli 2015. Kantor Berita Politik RMOL. Beginilah Definisi Daya Saing Di Dunia
Industri. http://www.rmol.co/read/2015/07/24/211920/Beginilah-Definisi-Daya-
Saing-di-Dunia-Industri-. 8 November 2015.

440
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
Sangpikul, A. 2008. Travel Motivations and Tourist Behaviors : A Case of Korean Travelers
to Thailand. Dhurakij Pundit University. Bangkok.
SCMP. 31 Desember 2014. South China Morning Post. Rude Awakening: Chinese Tourists
Have the Money, But not the Manners.
http://www.scmp.com/news/china/article/1671504/rude-awakening-chinese-tourists-
have-means-not-manners?page=all. 10 Januari 2016.
Siahaan, S. L. 2008. Visit Indonesia Year 2008 : Suatu Tinjauan Dari Perspektif Pemasaran
Destinasi Pariwisata. Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IV, Januari-Juni
2008.
Spillane, J. J. 1991. Ekonomi Pariwisata : Sejarah dan Prosepeknya. Jakarta: Kanisius.

Swarbrooke, J. 1999. Sustainable Tourism Development. New York. CABI Publishing.

Swastha, Basu. 2000. Azas-Azas Marketing. Edisi Ketiga. Liberty. Yogyakarta.

TAT statistic. 2014. Thailand Welcomed 26.7 Million Visitor Arrivals in 2013, Exceeding
Target. http://www.tatnews.org/thailand-welcomed-26-7-million-visitor-arrivals-in-
2013-exceeding-target/. 16 Januari 2016.

Tawil, R. F., & Tamimi, A. M. (2013). Understanding Chinese Tourists' Travel Motivations:
Investigating the Perceptions of Jordan Held by Chinese Tourists. Jordan:
Philadelphia University. Faculty of Administrative and Financial Series, Department
Hotel and Tourism Management.
The Economic Times. 2013. Outbound Tourism Market From India Grows : Four Emerging
Trends. http://articles.economictimes.indiatimes.com/2013-04-
14/news/38529310_1_direct-flights-indians-thai-airways. 29 Januari 2016.
Tinambunan H. S. 2014. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Wisata Iman (Studi
Deskriptif Taman Wisata Iman Dairi). Universitas Sumatera Utara.
Tourism Malaysia. 2014. Malaysia Tourism Statistics in Brief.
http://corporate.tourism.gov.my/statistics. 30 Desember 2015.
Travel Kompas. 18 Maret 2014. Kompas.com. Menparekraf : Peran Pariwisata Semakin
Penting.
http://travel.kompas.com/read/2014/03/18/1128595/Menparekraf.Peran.Pariwisata.Se
makin.Penting. 23 Juni 2015.
UNWTO. 2007. World Tourism Organization UNWTO.
http://media.unwto.org/en/content/understanding-tourism-basic-glossary. 18 Agustus
2015
UNWTO. 2015. UNWTO Tourism Highlights 2015 Edition. http://www.e-
unwto.org/doi/pdf/10.18111/978928441689910. 10 Desember 2015.
Utama, I. G. 2008. Extended Marketing Mix Sebagai Strategi Memenangkan Ceruk Pasar
Wisatawan Senior Bagi Destinasi Pariwisata Bali. Bali. Program S3 Pariwisata.
Universitas Udayana.

441
Vonny Setianda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Roos Kities Andadari Vo. 2, Nomor 3, Juni 2015
UUD. 2009. Undang-Undang Indonesia : Pariwisata. Paten Daya Tarik wisata : UUD no 10
Tahun 2009. Indonesia.
Wahab, S. 1997. Tourism, Development and Growth: The Challenge of Sustainability.
London, New York : Routledge, 1997.
WEF. 2015. The Global Travel and Tourism Competitiveness Report 2015 (TTCI Report).
http://reports.WEForum.org/travel-and-tourism-competitiveness-report-
2015/economy-rankings/. 2 Juli 2015.
Wibowo, L. A. 2008. Usaha Jasa Pariwisata. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

WTCF. 2013. World Tourism Cities Federation. Market Research Report on Chinese
Outbound Tourist (City) Consumption (2014-2015).
http://en.wtcf.travel/download/report201409en.pdf. 14 Januari 2016.

WTCF. 2014 Oktober. World Tourism Cites Federation. Market Research Report on Chinese
Outbound Tourist (City) Consumption (2014-2015). World Tourism Cities
Federation: www.wtcf.travel Oct 2015. 12 Januari 2016.

Yahya, A. 20 Oktober 2015. Meeting with Korean TO/ TA. Meeting with Korean Tour
Operators, Travel Agents, and Airline at Busan Indonesia Center, Busan. Busan:
Media Indonesia.
Yahya, A. 2014. Gerakan Akselerasi Sertifikasi Tenaga Kerja Pariwisata dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. MEA Peluang Memajukan Sektor
Pariwisata. Jakarta. Pos Kota News. . http://poskotanews.com/2014/12/06/menteri-
arief-mea-peluang-memajukan-sektor-pariwisata/. 27 Desember 2015.
Yoeti, O. A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Edisi Revisi. Angkasa. Bandung.

Yoeti, O. A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta. Pradnya
Paramita.

Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Kompas.


Jakarta.

Yoon, Y., & Uysal, M. 2005. An Examination of the Effects of Motivational and Satisfaction
on Destinaion Loyalty : A Structural Model. Tourism Management.

Yulia, C. 2008. Wisata, Pariwisata, Kepariwisataan Dan Wisatawan.


http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/
198007012005012-
CICA_YULIA/WISATA,_PARIWISATA,_KEPARIWISATAAN_DAN_WISATA
WAN.pdf. 18 November 2015.

442
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

The Influence of Capital, Number of Working Hours, Works Force and Time to Run
Business on Operating Income of Angkringan in Yogyakarta

Utik Bidayati & Salamatun Asakdiyah


Departement of Management, Faculty of Economics
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
(utik.bidayati@mgm.uad.ac.id)

Abstract

Informal business sector is the largest economic activity unit in Indonesia. Most informal
businesses have earned no more than five million rupias per year. One form of informal
business sector is angkringan. Angkringan is one of informal business forms that sales foods
and drink to lower-middle-class consumers . This type of business is mostly done in
Jogjakarta. This business is the main source of income some communities in Jogjakarta.
This research is aimed to analyze the influence of capital, number of working hours, work
force, and time to run the business on operating income of angkringan. The sample was
collected by using purposive sampling method. The respondents are 70 angkringan owners in
Jetis, Yogyakarta. Data collection was carried out by distributing questionnaire to
respondents about their operating income, amount of their capital, working hours, and work
force. Analysis instrument used in this research is multiple regression analysis, while the
hypothesis is tested by using t test and F test.
Data on this research is cross sectional. To obtained better result better, the amount of
business capital and operating income are transformed into a logarithm. Model of multiple
regression is formulated as a log y = 4,113 + 0,283 Log x1 + 0,006x2 + 0,093x3 + 0,012x4.
The result of the study showed that income level of angkringan sellers in Jetis, Yogyakarta, is
influenced by the amount of business capital, working hours, work force and time to run their
business. Number of working hours is the greatest influencing factor on angkringan income.
The result of testing the regression coefficient in partial and unison shows that all variables
significantly impact the income level angkringan sellers in Jetis, Yogyakarta. The coefficients
determination (r2) result reaches 32.5%. While the remaining 67.5% described by other
variables is not included in the model research.

Key word: Influence of capital, number of working hours, works force and time to run
business, bboperating income

Introduction

Informal sector is the largest part of business unit in Indonesia. Based on 1996
economy census, there are 16.4 million economic activity units in Indonesia and 95% of them
are informal economic activities. Most of the economic activity units are business units that
receive turnover less than five million rupiahs annually. Percentage of this particular business
group is 59%, equal to 9.7 million business units. In contrast, there are only 5.400 economic
activity units (equal to 0.03%) that receive more than 50 billion rupiahs annually (Republika,
443
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

21 July 1997).
Term of informal economic sector will be easier to recognize from its phenomenon
and activities than from its limitations or definition because there is no obvious limitation on
the definition of informal sector. Sethuraman (1987: 17) stated that informal sector is:

It consist of small-scale units engaged in the production and distribution of goods


and services with the primary objective of generating employment and incomes to
their participants notwithstanding the constraints on capital, both physical and
human, and know how.

Sethuraman's formulation limit contains 3 main criteria for informal business sector:
(1) Business scale (small-scale business unit), (2) Production orientation (generating income
and job opportunity for themself), and (3) Business atmosphere (several difficulties in
generating capital and required skills).
Applying business scale criteria as a reference to define informal business sector is
also conducted by other authors, such as Hans-Dieter Evers and Bryan Roberts. According to
Fivers' perspective, "Informal sector is an activity of shadow economy. It works in service-
and market-oriented small units, thus they offer service efficiency." However, "shadow
economy is the entire economic activities which are not covered by government's official
statistics, thus they are beyond the reach of state regulations and taxes" (Evers, 1991: 22).
Meanwhile, Bryan Roberts defines informal sectors as “the set of economic activities often,
but not exclusively, carried out in small firms or by the self-employed, which elude
government requirements such as registration, tax and social security obligations, and health
and safety rules” (Robert, 1989 : 41)
In addition of using business scale criteria, Evers and Roberts use government
regulation reachability as a criteria for informal business sector. As a matter of fact, there is a
correlation between business scale and government regulation reachability. Informal business
sector is not registered in official institution due to their small scale. In this way, they are not
subject to government's positive regulation, permit, and policy on loan, protection, and other
conveniences (Sumodiningrat: 1988). Therefore, government regulation reachability aspect is
commonly used as a discriminating criteria between informal and formal sector by using
certain terminologies, such as "protection" or "economic support". Another researcher
defines that informal sector is "a business unit that receive no or minimum official economic
protection of government" (Hidayat, 1978: 418).
In terms of protection or economic support, Hidayat (1988) considers that the main
issue is not the presence of government's economic support, but the accessibility to the
available support. In this context, Hidayat (1988) proposes additional definitions of informal
sector in Indonesia that emphasize the accessibility and quality of support as follow:

(1) Informal sector is a business sector that DOES NOT receive government's economic
support or protection.
(2) It is a business sector that HAS NOT BEEN ABLE to use the support provided by the
government due inaccessibility.
(3) It is a business sector that HAS received the support but the support does not sufficient
enough to make the business unit independent (remain as a small-scale business).

Although the definition of informal business sector has not been clearly formulated,
the main characteristics of informal economic activity has been identified. Soetjipto
444
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

Wirosardjono (1985: 5-6) suggests several characteristics of informal economic activity in


Indonesia:

Irregular activity pattern, in terms of time, capital, and revenue.


Does not subject to government's rules and regulations.
Its capital, instruments, equipment, and turnover are usually low and generated in daily
basis.
Does not have permanent business area and it is usually located separately from their
residence.
Does not have any linkage with large-scale business.
Usually done by and serve people of low-income community.
Does not require specific skill and expertise, so it can be done by anyone of any
education level.
Each business unit usually employs few employees and they are friends, come from the
same hometown, or have family relationship.
Does not use banking, accounting, loan systems, etc.

Hidayat also identify informal economic activities. Based on his research in several
cities of Indonesia, he found 11 characteristics of informal economic activities (Hidayat,
1978: 426):

1. Its business activities are not well-organized because this business unit was started
without using facilities available in formal sector.
2. They usually do not have business permit.
3. Their business activities are irregular, in terms of their workplace and working hour.
4. Government policies that help people of weak economy group do not reach this sector.
5. It is easy for the business unit to move from one subsector to another subsector.
6. They apply very basic technology.
7. Their capital and cash flow are relatively small and, thus, their operational scale is also
relatively small.
8. They do not require formal educational background to run this business since they will
learn from hands on experiences.
9. Informal business units are one-man enterprises and, if they have employees, they are
recruited from their family members.
10. Sources of their capital are their own saving or from unofficial financial institutions.
11. Their products/services are mainly used by low- and medium-income people who life
in urban/rural areas.

Informal trading business, as a matter of fact, includes various types of business unit.
There are several useful perspectives to classify types of informal trading business, as follow:

1. Based on its location and selling method (Hidayat: 1981, Soto: 1992).
2. Based on its products (Rochbini and Hamid: 1994, Hugo: 1985).
3. Based on its linkage with formal sector (Bromley: 1985; Asakdiyah et al: 1995).

Syahruddin (1987) propose more comprehensive classification of informal trading


business. It is classified based on some aspects at once that include: (1) its relationship with
their workplace, (2) types of products, and (3) linkage with formal sector.
445
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

Quantity of its business unit and high level of its dissemination are the competitive
advantage of informal trading as a distributor. Informal trading also has access to their
customers' place of activity, such as, house, school, or office (Hidayat, 1981: 13; Forbes,
1985: 372). Function and role of informal trading in urban distribution system can be
considered from two perspectives. From horizontal perspective, informal trading business is a
mediator between producers and consumers that belong to the same level of income.
Meanwhile, from vertical perspective, informal trading business connects producers and
consumers that belong to the different level of income. Informal trading businesses that work
as distributors in vertical marketing are usually more advance than those businesses that work
in horizontal marketing (Hidayat, 1981: 14). Distribution cost of informal trading business
can be minimized since they work efficiently. This advantage allows informal trading
network to be effectively utilized as a marketing channel for products of formal sector
(Swasono, et al. 1986: 87; Nasuton, 1986). Result of LP3ES survey that was conducted in
Jakarta found 213 items that were sold by informal trading business and 40.1% of them were
manufactured products. In Surabaya, percentage of manufactured merchandises was 38.8%
(Rachbini and Hamid, 1994: 102-103).
Meanwhile, percentage of formal sector products distributed in informal book trading
business is even higher. Research that was conducted by Salamatun Asakdiyah et al (1995:
29) shows that more than 75% of books sold in informal book trade center of Yogyakarta
Shopping Center were new books or books made by formal sector. In addition, by means of
efficient operational management, merchants of informal market are allowed to sell books 5 -
40 % cheaper than price set by bookstores (Asakdiyah, 1992: 55).
Level of informal trading business income is influenced by many factors.
Identification of these factors can be done by analyzing result of previous researches. Several
factors that were studied in academic researches influence income level of informal trading
business and they are described as follows:

a. Capital

Capital is a motive power of economic activity. It is directly correspond with level of


income. Bigger capital allows an economic activity unit to increase their product varieties.

b. Working Hour

Operational duration of informal trading businesses is directly related to their level


of income. Longer duration gives more opportunity to have relatively higher turnover.
Moreover, higher turnover leads to higher income, and it is proven in previous researches
conducted by Jafar (1994) and Tjiptoroso (1996).

c. Number of Manpower

Hidayat (1978: 426) propose that informal economic activity units are, in general,
one-man enterprises and their employees, if any, are their family members. Previous studies
conducted by Santayani (1996) and Syahruddin (1987) prove that manpower utilization by
informal trading business influences their level of income.

446
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

d. Term of Business Establishment

Duration of the business establishment influences the business player's


professionalism. The longer their business duration, the more knowledge of consumer
behavior and preferences they gain. Result of a study conducted by Swasono, et. al. (1986)
propose that term of business establishment influences income level of informal trading
business.
Prominence of informal trading role is mainly supported by the contribution of retail
trading business activities. Among other small-scale retail trading businesses, angkringan
business is a type of business that plays an important position and function in providing daily
meals and drinks for its surrounding communities. A study carried out by Soeratno (2000)
proposed that angkringan is categorized as sidewalk vendors and most of the vendors are at
productive age. In addition, Marfai (2005) showed that angkringan is a kind of business that
develops well although it does not require large amount of capital. Thereby, it is possible for
low-class people to start angkringan business (Santoso, 2006). Thus, it is important to
analyze angkringan business further since it is a rational and reliable alternative source of
income. The problem is finding a way for those informal business player, particularly
angkringan vendors, to gain more revenue that support their social and economic life. For
that reason, it is necessary to identify any factors that influence income level of informal
economic business player, particularly angkringan vendors in Yogyakarta.

Hypotheses

H 1. Amount of capital, working hours, number of manpower, and term of business


establishment partially influence angkringan vendor's income.
H 2. Amount of capital, working hours, number of manpower, and term of business
establishment simultaneously influence angkringan vendor's income.

Methodology

1. Population and Sample

Population of this research was informal trading business, that is angkringan vendors,
in Jetis District of Yogyakarta City. Respondents of this research were determined by means
of purposive sampling. The sample were obtained using three criteria: (a) Sidewalk
angkringan vendors, (b) Operating on a sedentary place, and (c) Selling food and drinks.

2. Data Collection Method

This research used both primary and secondary data. It’s primary data was collected
by means of face-to-face interview with the business player and by distributing questionnaire.
Meanwhile, the secondary data was obtained through literary studies on books, scientific
journals, and research papers. This secondary data was used to formulate the research
background, hypotheses, theoretic basis, and analysis instrument selection.

447
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

3. Analysis Method

Statistical analysis method was used to prove the research hypotheses. The test was
conducted by using Multiple Regression model with ordinary least square method.
Meanwhile, the hypotheses were tested using t-test and F-test methods.

Findings and Discussion

1. Population and Sampling Technique

Population of this research was informal trading business, that is angkringan vendors,
in Jetis District of Yogyakarta City. The respondent of this research were 70 angkringan
vendors which were selected by means of purposive sampling method.

2. Development of Instruments, Validity Test, and Reliability Test

There were one dependent variable in this study, that is level of income, and four
independent variables, which are capital, working hours, number of manpower, and term of
establishment. Each variable has several questions.

3. Execution of Research

The questionnaires were distributed from May 2015 until August 2015. By August
2015, 70 of 100 distributed questionnaires had been collected by the researchers. The
researchers conducted descriptive analysis on the respondents, that is the angkringan
vendors, to give a description about them.

4. Descriptive Analysis on the Respondents

A descriptive analysis was conducted as a preliminary analysis. Its result described


the respondents in some criteria, such as: age group, sex, educational background, level of
income, marital status, term of business establishment. The youngest respondent was 21 years
old and the oldest was 68 years old. There were 2 respondents (3%) whose age under 25
years old, 38 respondents (54%) whose age between 25 and 40 years old, and 30 respondents
(43%) whose age above 40 years old.
In terms of sexes, most of angkringan vendors in Jetis are male. There were 57 males
(81%) and 13 females (19%) respondents.
In terms of educational level, 18 respondents (26%) have elementary education or
uneducated, 21 respondents (30%) have junior-high education, 29 respondents (41%) have
senior-high education, while only 2 of them (3%) have graduated from university. From
marital status perspective, 2 respondents (3%) are unmarried, 66 of them (94%) are married,
while the remaining 2 respondents (3%) are divorced.
In terms of establishment duration, there was a respondent who has established his/her
vendor for 2 months, while another person has been working as angkringan vendor for 54
years. There are 27 respondents (39%) who have been doing this business for 5 years, 21
respondents (30%) have been doing it for 6 - 10 years, and the other 22 respondents (31%)
have been working in angkringan business for more than 10 years. The lowest daily income
of those angkringan vendors was Rp 50,000 and the highest income was Rp 700,000. The
448
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

number of respondents who earned less than Rp 100,000 per day were 20 people (29%) and
there were 49 respondents (70%) who earned between Rp 100,000 to Rp 500,000 per day.
Meanwhile, only one person (3%) who earned more than Rp 500,000 on daily basis.
Some of the angkringan vendors also did other activities to earn for living. The
questionnaire survey shows that 27% (19 people) of them had additional source of income
beside angkringan. The remaining 73% of the respondents (51 people) had angkringan as
their sole source of income. In running their business, 33 angkringan vendors are assisted by
more than 1 employees, while the other 37 vendors are assisted by no more than 1 person.

5. Testing the Influence of Capital, Working Hours, Number of Manpower, and Term
of Establishment on Income of Angkringan Vendors in Jetis District of Yogyakarta City

The influence of capital, working hours, number of manpower, and term of


establishment on angkringan revenue in Jetis District of Yogyakarta City can be analyzed
using double linear regression analysis. The respondent of this study were 70 angkringan
vendors in Jetis District. Since this research used cross-sectional data, the researchers
transformed the amount of capital and revenue into logarithms to obtain better result
(Gujarati, 1995).
Logarithms used in this research were formulated as follows: Log y = β0 + β1 Log x1
+ β2 x2 + β3 x3 + β4 x4, whereas:

Log y = Amount of angkringan vendors' income.


Log x1 = Amount of capital
Log x2 = Working hour
Log x3 = Number of manpower
Log x4 = Term of business establishment
Log β0 = Intercept (Constant)
β1, β2, β3, β4 = Regression coefficient of x1, x2, x3, and x4.

To partially test the influence of independent variables on dependent variable, the


researchers partially tested regression coefficient using t-test. However, the simultaneous
influence of the independent variables on dependent variable is tested by simultaneously
testing the regression coefficient using F-test.

Result of multiple linear regression analysis is shown in the following table:

Table 4.10. Result of Double Regression Analysis

Variables Coefficient Value of t Probability


Intercept (Constant) 4.113 4.692 0.000
Amount of Capital (Log x1) 0.283 2.012 0.048
Working Hour (Log x2) 0.006 3.355 0.001
Number of Manpower (Log x3) 0.093 2.144 0.036
Term of Business Establishment (Log
0.012 2.624 0.011
x4 )
R = 0.570; R2 = 32.5 %; F Calculated = 7.817; Sig. F = 0.000
Source: Processed Primary Data, 2015

449
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

Based on the table above, multiple regression model can be formulated as follows:
Log y = 4.113 + 0.283 Log x1 + 0.006x2 + + 0.093x3 + 0.012x4
According to the multiple regression model above, it is stated that the intercept
(constant) reached 4.113. It means that average income level of angkringan vendors will
increase Rp 12,971.79 (anti log 4.113) if the amount of capital, working hour, number of
manpower, and term of establishment variables are zero (if those variables were not included
in this regression equation).
Regression coefficient of capital variable was 0.283 and it showed that, in case of
increasing business capital as much as Rp 1.00 cateris paribus, income of angkringan
vendors will increase as much as Rp 1.92. Regression coefficient of working hour variable
was 0.005 and it showed that, in case of increasing working hour as much as 1 hour cateris
paribus, income of angkringan vendors will increase as much as Rp 1.01. Regression
coefficient of manpower variable was 0.093 and it showed that, in case of increasing number
of manpower as much as 1 person cateris paribus, income of angkringan vendors will
increase as much as Rp 1.03. The result of regression coefficient test with α = 5 % can be
explained as follows:

6. Result of Partially Testing the Regression Coefficients

a. Influence of x1 on y with p < 0.05 showed that capital variable was significantly and
partially influencing angkringan vendors' income.
b. Influence of x2 on y with p < 0.05 showed that working hour variable was
significantly and partially influencing angkringan vendors' income.
c. Influence of x3 on y with p < 0.05 showed that manpower variable was significantly
and partially influencing angkringan vendors' income.
d. Influence of x4 on y with p < 0.05 showed that establishment term variable was
significantly and partially influencing angkringan vendors' income.

7. Result of Simultaneously Testing the Regression Coefficients

Result of F-test with α = 5 % showed the significance of F = 0.0000 with P < 0.05. It
means that the independent variables simultaneously and significantly influenced the
dependent variable. In such a way, variables of capital, working hour, number of manpower,
and term of establishment all together significantly influenced angkringan vendors' income
level. This result supports the hypotheses mentioned earlier.

8. Determination Coefficient (R2)

R2 value of 32.5 % showed that the variables of capital, working hour, number of
manpower, and term of establishment accounted for angkringan vendors' income variable of
32.5 %. The remaining 67.5 % were accounted by other variables which were not included in
this research model.

450
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

Conclusion and Suggestion

Conclusion

1. The result showed that the income level of angkringan vendors in Jetis District of
Yogyakarta City was influenced by amount of their capital, working hour, manpower, and
term of establishment. Working hour had the biggest influence on angkringan vendors'
income.
2. The result of partial regression coefficient test showed that variables of capital, working
hour, number of manpower, and term of establishment had significant influence on
income level of angkringan vendors in Jetis District of Yogyakarta City.
3. The result of simultaneous regression coefficient test showed that independent variables
(capital, working hour, number of manpower, and term of establishment) had
simultaneous and significant influence on income level of angkringan vendors in Jetis
District of Yogyakarta City.
4. Meanwhile, the result of determination coefficient test (R2) proposed that those four
variables showed income level of angkringan vendors of 32.5 %. The remaining 67.5 %
were accounted by other variables which were not included in this research model.

Suggestions

1. Angkringan vendors in Jetis Disctrict of Yogyakarta City should increase the amount of
their capital, working hours, number of manpower, and term of their business
establishment in order to improve their prosperity.
2. It is necessary that further researches are focused on deeper analysis of other factors that
influence income of angkringan vendors in Jetis District of Yogyakarta City, such as:
location of their establishment since it also influences their business income (Setyawan,
2007).

References

Arjana, IG.B. (1997), Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Pendapatan Rumah


Tangga. Disertasi Program Pasca Sarjana IKIP Jakarta (tidak dipublikasikan).

Asakdiyah, S. (1992), Peranan Sektor Informal dalam Sistem Distribusi Produk,


Yogyakarta : kantor Kopertis Wilayah V.

__________ , et al (1995) Analisis Hubungan antar Sektor Formal dengan Sektor


Informal. Yogyakarta : kantor Kopertis Wilayah V.

Babbie, E. (1995) The Practice of Social Research, 7 th. Ed. Belmonth : Wadsworth
Publishing Company.

Bromley, R. (1985) “Organisasi, Peraturan, dan Pengusahaan Sektor Informal di Kota :


pedagang Kaki Lima di Cali, Colombia”, dalam C. Manning dan T.N. Effendi (ed.),
Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor di Kota. Jakarta : Gramedia.

451
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

Cooper, D.R. dan C.W. Emory (1995) Business Research Methodes, 5 th. ed. Chicago :
Irwin.

Effendi, T.N. (1995) Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja, dan Kemiskinan. Yogyakarta
: Tiara Wacana.

Evers, H.D. (1991) “Ekonomi Bayangan, Produksi Subsistens dan Sektor Informal”, Prisma,
No. 5, Mei, h.21-30.

Forbes, D. (1985) “Penjaja di Ujung Pandang”, dalam C. Manning dan T.N. Effendi (ed.),
Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : Gramedia.

Gujarati, D. (1995) Ekonometrika Dasar, a.b. Sumarno Zain, Jakarta : Erlangga.

Hidayat (1978) “ Peranan Sektor Informal dalam Perekonomian Indonesia”, Ekonomi dan
Keuangan Indonesia, No. 4, desember, h. 415-445.

_____________ (1998), “Peranan dan Fungsi Pedagang Pengusaha Kecil dalam


Perekonomian Kota”, Widya Pura, No. 6, Th. III, h.11-17.

_____________ (1987), “Peranan dan Profil serta Prospek Perdagangan Eceran”, Prisma,
No. 7, Th. XVI, Juli, h. 3-18.

_____________ (1998), “Pembinaan Sektor Informal dan Keterkaitannya dengan Sektor


Formal : Sub Sektor Perdagangan Eceran”, Makalah Diskusi Pembinaan Sektor
Informal, Yogyakarta, 23 Desember.

Hugo, G.J. (1985), “Partisipasi Kaum Migran dalam Ekonomi Kota di Jawa Barat”, dalam C.
Manning dan T.N. effendi (ed), Urbanisasi Pengangguran, dan Sektor Informal di
Kota. Jakarta : Gramedia.

Rachbini, D. dan A. Hamid (1994), Ekonomi Informal Perkotaan, Jakarta : LP3ES.

Robert, B.R. (1989), “Employment Structure, Life Circle, and Life Chanches : Formal and
Informal Sectors in Guadalajara”, dalam A. Portes, et al, (eds.), The Informal
Economy : Studies In Advanced and Less Developed Countries. Baltimore : The
John Hopkins University Press.

Santayani, (1996), Peranan Pendidikan dan Pengalaman Berusaha Pada Sektor Informal :
Studi Kasus PKL Makanan dan Minuman di Kotamadya Yogyakarta. Skripsi
Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Santoso, S. (2006), Kemampuan Bertahan Pedagang Warung HIK di Kota Ponorogo, Jurnal
Penelitian Humaniora, Vol. 7, No. 2, hal. 188-201.

Sethuraman, S.V. (1981), The Urban Informal Sector in Developing Countries, Geneva :
ILO.

452
Utik Bidayati Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Salamatun Asakdiyah Vol 2, Nomor 3, Juni 2015

Sigit, H. (1989), “Transformasi Tenaga Kerja di Indonesia Selama Pelita”, Prisma, No. 5, Th.
XVIII, h.3-14.

Sinungan, J.A. (1987), “Kelemahan dan Kekuatan Retail Business”, Prisma, No. 7, Th. XVI,
Juli, h. 19-22.

Soeratno (2000), Analisis Sektor Informal : Studi Kasus Pedagang Angkringan di


Gondokusuman Yogyakarta, Jurnal Optimum, Vol. 1, No. 1, September.

Sumodiningrat, G. (19950, Ekonometrika Pengantar, Yogyakarta : Erlangga.

Swasono, S.E., et al. (1987), Pengembangan Sektor Informal, Padang : PSK Universitas
Andalas.

453
AAR : 325, 328, 329, 332, 333, 334, 335, 336, 337, 338, 339, 340, 341
Accounting : 374, 375, 376, 379, 380, 381
Accurate : 374, 375, 376, 377, 378, 379, 380, 381
Bboperating income : 443
CAAR : 325, 328, 329, 332, 333, 334, 335, 336, 338, 339, 340, 341
Celebrity Endorser : 393, 395, 396, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405
Citra Merek : 407, 408, 409, 411, 413, 417, 418, 420
Company : 374, 375, 376, 377, 380
Consistency reaction : 325
Corporate governance perception index : 305, 306, 308, 313, 314, 315, 317, 319, 320
Daya Saing Pariwisata : 422, 423, 424, 425, 426, 427, 428, 429, 430, 434, 437, 438, 439
ETOP : 344, 345, 346, 348, 349, 352, 353, 354, 355, 361
Event study : 325, 330, 332,
Good corporate governance : 305, 306, 308, 311, 313, 317, 318, 319, 320, 321, 322, 323
Iklan : 393, 394, 395, 397, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405
Influence of capital : 443, 449,
Inventory control : 382, 385
Keputusan Pembelian : 393, 394, 395, 397, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405, 406
407, 409, 410, 411, 412, 413, 417, 418, 419, 420, 421
Kualitas Produk : 393, 394, 395, 396, 398, 399, 400, 401, 402, 403, 404, 405, 406
KUD Mino Saroyo : 364, 365, 366, 367, 368, 369, 370, 371, 372
Likuiditas : 364, 366, 369, 370, 371
Marketing : 344
Number of working hours : 443
Pariwisata Indonesia : 422, 423, 427, 428, 429, 430, 431, 432, 433, 434, 435, 436, 437, 438
Perencanaan strategi : 344, 345, 346, 355, 361,
PHP : 382, 383, 392
political events of Jokowi : 325
POS : 382, 383, 385, 392
Preferensi Merek di Media Sosial : 407, 408, 413, 417, 418
Promosi : 407, 410, 412, 413, 418, 420
Rentabilitas : 364, 366, 369, 370, 371
Retail : 382, 392
Return on assets : 305, 307, 313, 315, 320, 321,
SAP : 344, 345, 346, 348, 349, 351, 352, 354, 355, 360
SHU : 364, 368, 369, 370, 371
Software : 374, 375, 376, 377, 378, 379, 380, 381
Solvabilitas : 364, 366, 369, 370, 371
Store Atmosphere : 407, 409, 410, 411, 413, 417, 418, 419, 420, 421
Strategi Pengembangan Pariwisata : 422, 423, 427
SWOT : 344, 345, 346, 347, 348, 349, 354, 355, 356, 361
Tobins’q : 305, 313, 315, 320, 321,
Training : 374, 378, 379, 380
Web application : 382
Works force and time to run business : 443
Christian Meichael Renaldo Situmorang, I Made Sudana 305
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA PERUSAHAAN BUMN
YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2005-2013

Anis Sundiyah, I Made Sudana 325


REAKSI PASAR TERHADAP PERISTIWA POLITIK TERKAIT JOKOWI DI BURSA EFEK INDONESIA

Syaifuddin Fahmi 344


ANALISIS PERENCANAAN STRATEGI PEMASARAN PADA PT. HAPEEL PHARMINDO

Dian Wijayanto 364


ANALISIS KINERJA KOPERASI MINO SAROYO KABUPATEN CILACAP

Ong Felycia Christiana, Rinabi Tanamal, Kartika Gianina Tileng 374


ACCURATE SOFTWARE IMPLEMENTATION FOR ACCOUNTING INFORMATION SYSTEM CORPORATE
(CASE STUDY YANATA)

Hans Setiawan, Rinabi Tanamal, David B. Tonara 382


IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI POINT OF SALES DAN INVENTORY BERBASIS WEB
UNTUK RETAIL (UD. MULIA JAYA)

Annisa Intan Lestari, Endang Ruswanti 393


PENGARUH CELEBRITY ENDORSER, KUALITAS PRODUK DAN IKLAN
TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN BEDAK PIXY

Mudiantono, Lea Handayani Sudarmono, Kholidin 407


UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN COFFEE SHOP MELALUI ANALISIS
VARIABEL STORE ATMOSPHERE, CITRA MEREK, PREFERENSI MEREK COFFEE SHOP
DI MEDIA SOSIAL DAN PROMOSI (TEMUAN PADA J.CO PARAGON MALL, SEMARANG)

Vonny Setianda, Roos Kities Andadari 422


MENIMBANG DAYA SAING PARIWISATA INDONESIA DIBANDINGKAN
DENGAN SINGAPURA, MALAYSIA, DAN THAILAND

Utik Bidayati , Salamatun Asakdiyah 443


THE INFLUENCE OF CAPITAL, NUMBER OF WORKING HOURS, WORKS FORCE AND
TIME TO RUN BUSINESS ON OPERATING INCOME OF ANGKRINGAN IN YOGYAKARTA
@ Rp. 400.000
@ Rp. 1.000.000
@ Rp. 200.000

Fax: 031 502 6288


E-mail: fmi.pusat@gmail.com
Fax: 031 502 6288
E-mail: fmi.pusat@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai