Anda di halaman 1dari 6

MINAT MAHASISWA TERHADAP GERAKAN KEWIRAUSAHAAN

(Studi Deskriptif Analisis Pada Mahasiswa STKIP Siliwangi Bandung)

Oleh :

Melpa Butarbutar
NIM.

Latar Belakang Masalah

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang saat ini sudah mencapai

lebih dari 200 juta jiwa, bertambah pula masalah sosial utama yang terjadi, antara lain :

pengangguran, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan. Kondisi tersebut tentunya akan

mengganggu pembangunan dan stabilitas nasional. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu solusi nyata

yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut, yakni dengan meningkatkan semangat

kewirausahaan pada setiap individu yang ada di masyarakat, terutama pemuda sebagai tulang

punggung bangsa. Dalam ilmu ekonomi disebutkan bahwa kebutuhan pokok manusia untuk bisa

hidup secara wajar ada 5 (lima) kebutuhan, yaitu : (1). Pangan; (2). Sandang; (3). Papan; (4).

Pendidikan dan (5). Rekreasi/hiburan.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut setiap individu yang sudah dewasa harus

bekerja untuk memiliki sumber penghasilan. Setiap tahun terjadi peningkatan jumlah orang yang

ingin bekerja atau mendapatkan pekerjaan. Mereka mencoba melamar menjadi karyawan pada

instansi yang dianggap sesuai bermodalkan ijazah yang dimiliki dan hanya sedikit yang berpikir

untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Meskipun lowongan pekerjaan yang ditawarkan

tergolong banyak, namun angka pengangguran terus bertambah. Hal ini disebabkan jumlah

tenaga kerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia. Silalahi
(2005) menyebutkan bahwa pada tahun 2005 ada lebih dari 40 juta penganggur, ditambah 2 juta

hingga 3 juta pencari kerja baru lulusan sekolah setiap tahunnya.

Direktorat Jenderal Pemuda dan Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas menyatakan bahwa

pada tahun 2005, dari 75,3 juta pemuda Indonesia, 6.6% adalah sarjana. Dari jumlah tersebut,

82% bekerja pada instansi, dan hanya 18% yang berwirausaha. Padahal makin banyak sarjana

berwirausaha akan mempercepat pemulihan ekonomi (Silalahi, 2005).

Fenomena di atas seharusnya dapat dijadikan bahan pemikiran tentang perlunya

menciptakan lapangan kerja baru yang dapat menampung karyawan, dan tidak lagi berpikir

sekedar mempersiapkan diri menjadi calon karyawan yang hanya mencari pekerjaan, terutama

bagi individu yang terdidik seperti mahasiswa. Banyak lulusan perguruan tinggi belum dan atau

tidak mampu berwirausaha. Mahasiswa cenderung berpikir, setelah lulus mereka akan

diterima bekerja bermodalkan ijazah sarjana yang dimiliki dan mendapat gaji yang sesuai, di

swasta atau menjadi pegawai negeri.

Laporan International Labor Organization (ILO) mencatat jumlah pengangguran terbuka

pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah 9.6 juta jiwa (7.6%), dan 10% diantaranya adalah

sarjana (Nasrun, 2010). Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia mendukung pernyataan ILO

tersebut yang menunjukkan sebagian dari jumlah pengangguran di Indonesia adalah mereka yang

berpendidikan Diploma/ Akademi/ dan lulusan Perguruan Tinggi, dan tercatat hanya 10% yang

berminat wirausaha (Setiadi, 2008). Dunia kewirausahaan di Indonesia masih didominasi oleh

wirausahawan yang berpendidikan relatif rendah, dimana dari 27% orang yang berwirausaha,

60% diantaranya adalah berpendidikan menengah ke bawah, sedangkan lulusan PT sebesar 40%.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan posisi karyawan yang sebagian besar adalah lulusan PT
(40%) sedangkan pendidikan menengah atas/kejuruan, pertama, dasar dan tidak tamat sekolah

berturut-turut 27%, 16%, 9% dan 6 % (Kaswan dan Akhyadi. A.S , 2014:2).

Data-data di atas mengindikasikan bahwa pendidikan di Indonesia cenderung membangun

sifat dan kepribadian pekerja/pegawai yang hanya memikirkan hasrat keamanan/kenyamanan,

hasrat akan gaji, ketergantungan, mematuhi aturan-aturan dalam kedudukannya sebagai

pekerja/bawahan, bukannya menciptakan manusia yang berkepribadian dan memiliki sifat

wirausaha yang mampu menciptakan bisnis dan pekerjaan.

Kondisi yang dihadapi akan semakin diperburuk dengan situasi persaingan global (misal

pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) yang akan memperhadapkan lulusan

perguruan tinggi Indonesia bersaing secara bebas dengan lulusan dari perguruan tinggi asing.

Oleh karena itu, para sarjana lulusan perguruan tinggi perlu diarahkan dan didukung untuk tidak

hanya berorientasi sebagai pencari kerja (job seeker) namun dapat dan siap menjadi pencipta

pekerjaan (job creator).

Menurut Kiyosaki, sekolah dan Universitas hanya menyiapkan kaum muda untuk menjadi

karyawan yang hidupnya bergantung pada gaji dan fasilitas yang sangat terbatas. Dan di tengah

persaingan tenaga kerja terdidik, semakin lama orang-orang yang berpendidikan tinggi hanya

akan menjadi semakin miskin dan bekerja pada orang-orang yang justru kurang berpendidikan

secara formal. Dengan kata lain, makin tinggi pendidikan makin rendah kemandirian. Adapun

mereka yang pendidikannya rendah justru 49% berminat wirausaha (Masrun dalam Sumarseno,

2004).

Zimmerer (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor pendorong pertumbuhan

kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan universitas melalui penyelenggaraan

pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan


memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk

berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak perguruan tinggi perlu menerapkan

pola pembelajaran kewirausahaan yang konkrit berdasar masukan empiris untuk membekali

mahasiswa dengan pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa

untuk berwirausaha (Yohnson 2003, Wu & Wu, 2008).

Keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional

Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan (GN-MMK) merupakan bukti perhatian

pemerintah terhadap pentingnya menumbuhkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang

kuat kepada masyarakat, membudayakan semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan

kewirausahaan di kalangan masyarakat, terutama kepada generasi muda (termasuk di dalamnya

mahasiswa, penulis) sehingga berkemampuan menjadi wirausaha yang handal, tangguh, dan

unggul. Adapun sasaran GN-MMK menurut Pedoman Pelaksanaannya antara lain adalah

kelompok tertentu dalam masyarakat, yaitu generasi muda pada umumnya atau anak sekolah

dan kelompok pembina seperti Lembaga Pendidikan. Jadi jelas bahwa lembaga perguruan tinggi

termasuk di dalamnya lembaga-lembaga organisasi kemahasiswaannya dan sivitas akademika

termasuk di dalamnya unsur mahasiswanya merupakan pihak yang terkait dalam GN-MMK.

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung melalui

gerakan kewirausahaan telah menempatkan materi kewirausahaan dalam proses belajar

mengajarnya. Tujuan dari proses pembelajaran ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan

kepada mahasiswa tentang seluk beluk dunia usaha, dan diharapkan mampu menumbuhkan

minat berwirausaha serta memunculkan ketertarikan untuk melakukannya.

Sebuah pembelajaran tidak akan terpantau efektivitasnya apabila tidak dilakukan

evaluasi. Evaluasi terhadap proses dari berlangsungnya pembelajaran, dan yang penting adalah
evaluasi hasil dari pembelajaran tersebut terhadap tumbuhnya minat peserta dalam

berwirausaha (Ismadi dkk., 1991). Menilik dari uraian di atas, maka muncul permasalahan

bahwa perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data tentang proses pembelajaran

kewirausahaan yang telah berlangsung di STKIP Siliwangi Bandung, untuk memperoleh data

tentang minat berwirausaha mahasiswa, dan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

keduanya, serta untuk mengetahui sejauh mana efektivitas proses pembelajaran kewirausahaan

dapat dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa.

Mahasiswa sukses adalah mahasiswa yang selalu mempunyai dan menemukan

ide/gagasan untuk pengembangan karirnya. Terlebih-lebih jika mahasiswa tersebut

mempersiapkan diri untuk menjadi seorang entrepreneur sukses, maka kreatifitas dan inovasi

adalah kata kuncinya. Beberapa ide wirausaha dibawah ini yang mungkin sederhana namun

”membumi” dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memulai menjadi seorang Entrepreneur

Sukses, antara lain lapangan usaha bidang industri, perdagangan, dan jasa.
DAFTAR PUSTAKA

Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan
Membudayakan Kewirausahaan (GN-MMK)

Ismadi, HD, Baskoro, D, Muharam, W, Waspodo, RM, Ariani, S, Sofwan. 1991. Keberhasilan
Program Diklusepora (Suatu Penelitian Survey tentang Keberhasilan Program UPT).
On-line. Diambil dari http:// www.depdiknas. go.id/Jurnal/25/timpls.htm

Kaswan, Akhyadi A.S. 2014. Social Entrepreneurship (Mengubah Masalah Sosial Menjadi
Peluang Usaha). Bandung : Alfabeta

Nasrun, MA. 25 September, 2010. Mengapa Banyak Sarjana yang Menganggur?, Suara
Merdeka.

Setiadi, U. 2008. Suatu Pemikiran Mengenai Pendekatan Kembali Antara Dunia Pendidikan S1
Manajemen Dengan Dunia Kerja. Prosiding Konferensi Merefleksi Domain Pendidikan
Ekonomi dan Bisnis, Salatiga.

Silalahi, GJ. 2005. Kesempatan Wirausaha bagi Lulusan Perguruan Tinggi. On-line. Diambil
dari http://www.sinaraharapan.co.id/ ekonomi/usaha/ 2005/0108/ukm3.html

Wu, S. & Wu, L. 2008. The Impact of Higher Education on Entrepreneurial Intentions of
University Students in China. Journal of Small Business and Enterprise Development,
15(4): 752–774.

Yohnson. 2003. Peranan Universitas dalam Memotivasi Sarjana Menjadi Young Entrepreneurs.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(2): 97-111.

Zimmerer, W.T. 2002. Essentials of Entrepreneurship and Small Business Management. Third
Edition. New York: Prentice-Hall.

Anda mungkin juga menyukai