Anda di halaman 1dari 5

Pemberian Terakhir

Matahari kala itu sedang terik-teriknya membakar bumi, namun hujan rintik-rintik juga turut serta
menemaninya. Cuaca yang seperti itu seolah mewakili perasaanku yang sedang bimbang. Lagi-lagi
aku dihadapkan pada sesuatu yang membingungkan tentang seorang cowok bermata empat dan
hubungan kita yang sudah diujung tanduk karena kemarahanku. Lelah sebenarnya untuk marah
dengan dia, tapi kesabaranku sudah menipis. Dia lagi-lagi terlalu tenggelam dalam dimensinya dan
lagi-lagi juga dia memohon agar aku bertahan dengannya. Seperti yang dia lakukan saat ini.

“Maafin aku ya Ra.., aku janji bakal berubah kalau kamu ngasih kesempatan buat aku memperbaiki
segalanya..,” kata Ghana sambil berlutut ke arahku.

Berat sebenarnya untukku memaafkan cowok yang sudah sering sekali menyakitiku. Membuat bulir-
bulir air mata berjatuhan dari kedua bola mataku. Namun, aku sangat menyayanginya walaupun dia
tidak jarang menggoreskan luka untukku.

“Um.., Na, sebenarnya jujur agak berat buat aku maafin kamu. Ini udah kedua kalinya kamu kayak
gini Na.., aku capek kamu sakitin terus..,”

“Aku minta maaf Ra.., maaf banget.., aku janji kali ini aku nggak bakal nyakitin kamu lagi.., aku bakal
sayangin kamu.., nggak akan lagi aku nyia-nyiain kamu.., tolong Ra kasih kesempatan ke aku”

Aku menghembuskan nafas berat. Aku masih menyayangi Ghana. Aku ingin memberi kesempatan ke
tiga buat dia, tapi aku takut disakiti lagi.

“Aku bingung Na.., jujur aku sebenarnya masih sayang sama kamu, tapi aku takut kamu sakiti lagi..,
aku nggak mau sakit hati lagi.., kamu dulu juga ngomongnya kayak gitu ke aku tapi kenyataannya
lagi-lagi kamu tinggalin aku, kamu sibuk sama duniamu sendiri, nggak pernah ada waktu buat aku,
sering nggak ada kabar.”

“Sumpah Ra.., kali ini aku nggak akan kayak gitu lagi.., aku janji! Kalaupun aku ngulangin kesalahan
aku, kamu boleh ninggalin aku., kamu boleh selamanya nggak percaya lagi sama aku, tapi tolong
kasih aku kesempatan terakhir Ra..,” kata Ghana sambil menggenggam erat kedua tanganku dan
menatap kedua mataku dalam.

“Hm..., ya udah deh Na.., aku kasih kesempatan ke tiga.., tapi kalau kamu nyakitin aku lagi, aku
nggak akan mau lagi balik sama kamu”

“Oke Ra.., aku janji nggak bakal ngulangin kesalahan aku lagi.., aku janji aku bakal selalu ada buat
kamu sesibuk apapun dan secapek apapun.., aku janji bakal selalu berusaha nepatin semua janjiku ke
kamu..,” katanya dengan senang dan lantas memelukku erat.

Aku tidak tahu pasti apakah keputusanku ini benar. Namun, aku merasakan sesuatu dalam ucapan
Ghana barusan bisa aku percaya sepenuhnya. Aku percaya kali ini Ghana akan benar-benar
memegang ucapannya. Aku juga yakin, tidak akan ada lagi Ghana yang sibuk dan melupakan aku.
Tidak akan ada lagi Ghana yang melupakan janjinya padaku karena kesibukannya. Ghana akan
berusaha selalu ada buat aku karena Ghana separuh bagian dari diriku.

-///////////////////////////////////-
“Hai Rana.., hari ini kita jadi ke Cendela kan? Maaf ya baru kali ini kita beneran bisa pergi
bareng ke sana..,” kata Ghana yang sudah berdiri di depan kelasku.
“Um.., gimana ya? Aduhh maaf nih aku sibuk banget.., ya kamu tahulah aku ketua redaksi gitu..,”
kataku berusaha menggodanya.
“Wah.., sekarang gantian nihh yang sibuk.., ya udah aku pergi sendiri aja siapa tahu nanti ketemu
Sita di sana..,” katanya sambil mengerling jahil padaku.
“Oh.., jadi tetep mau pergi ke sana sendiri biar ketemu Sita? Ya udah sana sama Sita.., sana.., nggak
usah mewek tapi ya kalau aku dianter pulang sama Rio nanti...”

“Ihh kamu.., nggak boleh ah masak cewek aku yang manis dan keren ini dianter pulang sama anak
mami kayak gitu.., nggak nggak.”
“Lo kenapa? Kamu aja boleh ketemu Sita masak aku nggak boleh dianter pulang Rio?” kataku jahil.
“Nggak! Siapa juga yang mau ketemu Sita kalau aku udah punya cewek yang jauh lebih menakjubkan
dari dia..,” katanya panas.
“Ahaha.., aku menakjubkan gimana sih emang?”
“Ya kamu menakjubkan., manis.., pinter.., sayang ke aku juga tulus, sabar ngadepin aku, setia, ketua
redaksi lagi.., ya menakjubkan lah pokoknya.”
“Widih.., aku terbang nih.., ahaha.., makasih ya unyu? Ya udah.., aku hari ini nggak lagi sibuk kok jadi
kamu juga nggak bisa leluasa melototin Sita kalau ketemu di Cendela nanti, aku juga nggak bakal
dianter pulang Rio...,” kataku akhirnya menyudahi basa-basi ini.

“Ya udah.., so kita jadi kan pergi ke Cendela hari ini?”


“Yes sir!” kataku sambil hormat padanya, meniru gaya tentara-tentara pada sersannya.

“Ahaha.., ya udah ayo” kata Ghana sambil mengacak-acak rambutku.

Hari itu, Sabtu siang menjelang sore yang sangat indah. Matahari tidak begitu bersemangat
menyinari bumi. Awan kelabu juga tidak berniat menghiasi langit. Siang itu hanya angin lembut yang
setia menemani perjalananku dengan Ghana. Kami berdua berceloteh riang sepanjang perjalanan.
Aku duduk di jok belakang motornya, memeluk pinggangnya dengan nyaman. Benar-benar hari
Sabtu yang indah dan bersahabat untukku, Ghana, dan juga hubungan kita berdua.

-////////////////////////////////////////////////-

Semenjak Ghana mengucapkan janji itu padaku, dia tidak lagi terlalu sibuk dengan dunianya.
Walaupun, kita berdua tetap saja jadi orang sibuk, tapi minimal setiap hari masing-masing dari kita
masih saling berkirim kabar. Masih menjaga hubungan dan yang terpenting tidak ada lagi janji yang
ditunda lama apalagi sampai tidak ditepati. Tidak tidak, itu dulu. Iya itu dulu, hingga pertengkaran itu
terjadi lagi di Minggu malam saat rintik hujan.

“Apa Na? Kamu mau ke gunung? Besok? Hai.., besok itu annive kita! Kita udah satu tahun lo Na!
Terus kamu tiba-tiba bilang nggak bisa ngrayain bareng aku karena ada proker? Kenapa nggak bilang
ke aku dari dulu? Aku juga nggak pernah denger kalau kelompok pecinta alam bakal ngadain proker
kayak gitu!” kataku berang saat Ghana memberitahuku melalui telepon bahwa dia tidak bisa
merayakan annive bersamaku.

“Ya maaf Ra.., sebenarnya prokernya nggak diadain besok, cuma karena ada suatu hal jadi prokernya
dimajuin. Sebenarnya aku pingin ngasih tahu kamu dari dulu tapi aku lupa saking sibuknya. Kita juga
sengaja nggak ngundang dewan redaksi sekolah buat ngliput soalnya proker ini juga pinginnya intern
pecinta alam yang tahu, jadi bukan konsumsi warga sekolah lainnya. Maaf ya Ra?”

“Tapi terus ini gimana? Aku udah nyiapin semuanya buat annive kita Ghana.., aku nggak mungkin
ngebatalin apa yang udah aku siapin dong!”

“Kamu nggak perlu ngebatalin, soalnya sayang juga kalau dibatalin. Ini annive kita. Kita udah satu
tahun. Aku juga nggak jamin tahun besok aku masih ada buat kamu atau nggak. Aku udah janji bakal
selalu nepatin janji aku ke kamu dan kamu bisa pegang itu. Percaya sama aku, aku janji besok Senin
aku bakal dateng ke annive kita gimanapun caranya.”
kata-kata Ghana semakin membuatku bingung dan tak mengerti.

“Aku nggak ngerti maksud kamu, terserah kamulah Na!” kataku langsung mengakhiri pembicaraan
itu dengan menutup telepon Ghana.

Kepalaku sudah terlalu penat untuk memikirkan ucapannya. Apa sih maksudnya? Mana mungkin kan
dia dateng ke annive sementara dia jauh di sana sedang berada di alam gunung terasing kecuali
kalau dia punya kemampuan untuk menghilang dan muncul seketika seperti Ginny.

“Ah udahlah terserah!!! Mau dateng mau nggak, terserah kamu Ghana Geovani Govindaaa!!!”
teriakku dengan jengkel sambil membenamkan wajahku dibantal lalu menangis sepuasnya.

-///////////////////////////////////////-

Entah apa yang merasukiku. Namun, aku seakan yakin kalau Ghana memang akan menepati
janjinya. Aku seakan tahu kalau Ghana akan hadir malam ini jam tujuh di restoran tempat aku dan
Ghana biasa dinner buat ngrayain annive bareng-bareng sama aku. Aku bahkan sengaja memakai
gaun selutut dengan pita besar di bagian bawah dada warna soft pink yang kata Ghana akan
membuatku semakin manis. Aku juga sengaja menggulung rambutku dan menyisakan dua helai
rambut di kanan kiri pipiku dengan poni rembulan menghias wajahku. Aku melakukannya karena
Ghana pernah bilang bahwa aku akan tampak imut dengan rambut seperti itu. Aku bahkan sengaja
memakai gelang mawar pink yang dia belikan saat jalan-jalan di mall waktu itu. Malam itu entah
kenapa, aku sengaja menghias diriku habis-habisan hanya untuk Ghana yang kalau dilogika akan
mustahil datang ke annive kami.

-///////////////////////////////////////-

Setengah jam, satu jam, satu setengah jam. Sudah hampir dua jam aku menunggunya di
restoran itu. Berkali-kali pelayan restoran itu menanyakan apakah hidangannya sudah boleh dibawa
keluar atau belum dan berkali-kali pula aku mengatakan
“Tunggu sebentar, saya sedang menunggu pasangan saya” pada pelayan itu.
Pelayan itu nampaknya sudah lelah dan bosan hingga berkata
“Maaf nona, tapi sepertinya pasangan Anda tidak datang, ini pesanan Anda yang sudah siap sejak
tadi”
Aku pun terpaksa menerima pesanan itu walau Ghana belum datang juga. Akhirnya karena
menyadari ketololanku dan kenyataan bahwa Ghana memang mustahil akan datang, aku pun
beranjak hendak meninggalkan restoran itu saat aku melihat siluet tubuh Ghana menghampiri
mejaku. Dia tampak sangat pucat seperti Edward di novel Twilight.
“Ah.., akhirnya kamu datang juga Ghana” kataku senang sambil merekahkan senyum padanya.
Ghana hanya tersenyum sambil menghampiriku dan membelai pelan pipiku. Tangannya terasa
dingin sekali menyentuh pipiku.
“Ghana, kamu sakit? Tangan kamu dingin sekali, wajah kamu juga pucat” tanyaku panik.
Ghana hanya menggeleng sambil tersenyum dan memberiku setangkai bunga edelweis. Aku
terhenyak. Edelweis? Bunga ini masih terlihat segar seperti baru saja dipetik. Itu artinya Ghana benar
sudah mendaki gunung dong? Tapi kok dia bisa ada di sini? Aneh sekali. Aku hanya bisa menerima
bunga itu dengan bingung dan mengucapkan terimakasih dengan lirih.

Ghana tiba-tiba memelukku erat. Dia menangis. Tangisan pertama Ghana yang dia tunjukkan
padaku. Biasanya dia paling benci jika ketahuan habis menangis. Namun, sekarang dia malah sengaja
menangis dipelukanku.
“Ada apa Ghana? Kenapa kamu menangis?” tanyaku bingung sekaligus khawatir.
Ghana aneh sekali malam ini hingga logika pun tak bisa menyentuhnya.
“Aku sayang kamu Ra. Kamu pacar terindah aku. Kamu pacar pertama sekaligus terkahir aku. Aku
sayang kamu. Jaga diri kamu kalau aku pergi ya?” bisik Ghana di telingaku sambil terus memelukku
erat.
Entah mengapa aku merinding mendengar Ghana mengucapkannya. Hatiku tergetar. Aku menangis
hebat. Kata-kata Ghana seolah-olah dia akan pergi selamanya dariku. Tidak, aku menyayanginya.
Sangat menyayanginya, aku tidak mau dia tinggal pergi. Aku tidak bisa Ghana. Aku tidak sanggup.

Lama Ghana memelukku, hingga ia melepaskan pelukannya dan pergi begitu saja.
“Ghanaaa!!” teriakku kencang.
Namun Ghana tetap berjalan meninggalkanku tanpa mempedulikanku.
“Ghanaaa!! Aku sayang kamu!! Aku nggak bisa kehilangan kamu!! Jangan pergi Ghana!! Ghanaaa!!!”
aku berteriak-teriak layaknya orang gila hingga seluruh mata memandangku dengan tatapan aneh.
Aku hancur sekali malam itu. Seakan aku telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Ghanaku,
aku tidak bisa kehilangannya. Kaki-kakiku terasa lemas sekali, aku tidak sanggup lagi berlari mengejar
Ghana. Aku jatuh tersimpuh dan menangis sepuasku.
“Akan kulakukan semua untukmu..,
Akan kuberikan seluruh cintaku..” ringtone hpku berbunyi, dari Putri.
“Halo Put?”
“Apa? Ghana??”
Aku terhenyak, Ghana ditemukan meninggal setelah hilang di puncak.
Kalau Ghana meninggal, lalu tadi siapa? Tadi itu apa? Arwahnya Ghana? Ghana memang menepati
janjinya untuk datang walau itu arwahnya dia. Ghana.., nggak Ghanaku..., aku tidak bisa kehilangan
dia. Aku nggak mau.
Air mata terus mengalir dan semakin deras mengalir dari kedua bola mataku. Semakin lama aku
semakin merasa pusing karena terus menangis hingga aku merasakan sesak dan tiba-tiba gelap.

-/////////////////////////////////-

“Rio?” kataku melihat sosok laki-laki berambut jabrik itu saat kembali membuka mataku
setelah jatuh pingsan.
“Hai.., kamu udah sadar Rana?” tanyanya sambil mendekat ke arahku dan mengelus rambutku
lembut.
“Kok kamu ada di sini? Kita di mana?”
“kita di rumahmu, orang tuamu sedang tidak di rumah jadi aku yang menjagamu. Aku tadi nggak
sengaja ketemu kamu di restoran. Kamu kayak nunggu seseorang terus habis itu kamu ngomong-
ngomong sendiri nyebut-nyebut nama Ghana. Kamu juga lari-lari kayak ngejar Ghana terus tiba-tiba
nangis terus pingsan padahal kan Ghana waktu itu.... yah pokoknya aku panik waktu kamu nangis
nggak berhenti dan tiba-tiba pingsan lalu aku bawa kamu ke rumahmu,” jelas Rio pajang lebar
padaku.
“Oh ya.., aku mungkin waktu itu cuma berhalusinasi kali ya? Hm.., tapi Rio.., Ghana udah nggak ada
ya? Itu bohong kan Rio? Ghana nggak mungkin pergi secepat itu ninggalin aku. Aku tahu kok.” kataku
sambil menggigit bibir berusaha tidak menangis, tapi percuma. Aku tetap saja menangis.
“Udah Ra.., ikhlasin Ghana.., kamu harusnya bangga sama dia soalnya ada kabar kalau dia meninggal
karena berusaha nyelamatin temennya sesama pecinta alam. Dia pasti udah tenang di sana Ra..,
jangan sedih Ra” Rio memelukku, berusaha menenangkanku sambil membelai lembut rambutku.

-//////////////////////////////////////////////-

Esoknya aku berangkat ke sekolah dengan pakaian hitam-hitam sehitam hatiku. Pagi itu,
seluruh murid memang dikomando untuk datang ke sekolah dengan berpakaian hitam-hitam. Hari
ini jenazah Ghana akan dibawa ke sekolah untuk diadakan upacara penghormatan atas jasa Ghana
yang begitu besar. Walaupun kesedihan melandaku dengan hebat, namun terbersit kebanggan
dalam diriku. Ini karena pacar aku, Ghana rela mengorbankan nyawanya untuk teman-temannya
sesama pecinta alam saat badai ganas tiba-tiba menerpa mereka. Ghana Geovani Govinda, ketua
Pemuda Pecinta Alam yang sangat bertanggung jawab pada anggotanya hingga ia rela mati untuk
anggotanya. Aku bangga dengannya.

Upacara penghormatan itu membuatku bangga sekaligus sakit. Sakit, karena aku sadar aku
tak lagi bisa menyentuh Ghana, melihat Ghana, berbicara dengannya. Namun, aku yakin Ghana akan
selalu ada buat aku. Ghana akan selalu hidup di hati aku. Bunga edelweis itu, bunga edelweis dari
Ghana. Pemberian Ghana yang terakhir buat aku akan menguatkan dan mengingatkanku pada
Ghana.
Walaupun aku tahu kita nggak bisa lagi bersama di dunia ini, tapi kamu akan selalu hidup di hati aku
Ghana. Semoga kamu tenang di sana.

Anda mungkin juga menyukai