Anda di halaman 1dari 17

I.

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tanaman Cabai merah (Capsicum annum L.) adalah tumbuhan perdu
dengan rasa buah pedas. Cabai merupakan komoditas sayuran yang banyak
digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas
dan aromanya yang khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat
membangkitkan selera makan. Karena merupakan sayuran yang dikonsumsi setiap
saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional
sehingga perlu dilakukannya budidaya cabai yang baik untuk mencapai produksi
yang tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan permintaan cabai.
Agar dapat berhasil dengan baik budidaya cabai merah diupayakan untuk
memenuhi persyaratan teknis optimal sehingga dapat diproduksi secara teratur
sepanjang tahun dengan produksi dan mutu yang optimal sebagai tanaman
semusim yang diperlukan setiap hari.
Hal yang dapat menyebabkan kerugian langsung pada petani, antara lain
adanya penyakit dan serangan hama yang dapat mengurangi kuantitas dan kualitas
hasil. Hama merupakan salah satu penyebab yang sering menyerang tanaman
terutama tanaman cabai sehingga perlu dilakukan penanganan untuk mengurangi
serangan dari hama tersebut. Observasi lapangan merupakan salah satu upaya
yang dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh petani di
lapangan. Hasil dari permasalahan yang ditemukan di lapangan kemudian di
analisis untuk mengetahui penyebab dan solusi.
Oleh karena itu paper ini dibuat untuk memecahkan permasalahan yang
dihadapi petani dengan memberikan cara teknik budidaya tanaman yang baik dan
penanggulangan hama yang tepat.
B. Tujuan
1. Mengetahui Teknik budidaya tanaman cabai untuk menghasilkan
produksi cabai yang maksimal dan stabil.
2. Mengetahui cara penanggulangan penyakit tanaman cabai karena terserang
hama lalat buah.
II. Tinjauan Pustaka

A. Cabai Keriting
Cabai keriting merupakan salah satu komoditas hotikultura yang tergolong
tanaman semusim. Menurut Wiryanta (2002), klasifikasi tanaman cabai adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyte
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annum L.
Buah cabai dicirikan dengan bentuk buah yang panjang dan ramping serta
ujung buah lancip. Permukaan kulit buah cabai berkerut dan cenderung
mengeriting, dengan warna merah ketika buah masak. Daging buah tipis dengan
rasa pedas dan aroma yang menyengat. Daun berukuran lebih kecil daripada cabai
besar, dengan warna hijau sampai hijau tua. Pertumbuhan tanaman mampu
mencapai ketinggian 1.5 meter pada penanaman di tanah (Wahyudi, 2011).
Secara umum cabai merah dapat ditanam dilahan basah (sawah) dan lahan
kering (tegalan). Cabai merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
mempunyai ketinggian sampai 900 m dari permukaan laut, tanah kaya akan bahan
organik dengan pH 6-7 dan tekstur tanah remah (Sudiono, 2006).
Cabai dapat tumbuh pada ketinggian 100-1.000 mdpl. Derajat keasaman
(pH) tempat tumbuh adalah berkisar antara 5.5-6.8, dengan pH optimum 6.0-6.5
(Prajnanta,1995). Tanaman cabai menghendaki pengairan yang cukup. Pengairan
dengan jumlah berlebih dapat mengakibatkan kelembaban yang tinggi dan 5
merangsang tumbuhnya penyakit, jamur dan bakteri. Apabila kekurangan air,
tanaman cabai akan mengalami penurunan pertumbuhan vegetative dan juga
penurunan jumlah bunga terbentuk sehingga produksinya menurun. Suhu
optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 21-28oC. Suhu malam yang lebih
rendah daripada 15, 5oC dapat mengakibatkan gugurnya bunga cabai, bahkan pada
suhu yang lebih rendah daripada 13oC pertumbuhan tanaman dapat terhenti
(Setiadi,1987).
Dalam perawatan cabai keriting perlu adanya perompesan tunas air dan
bunga pertama. Kedua bagian tanaman cabai tersebut keberadaannya kurang
bermanfaat. Tunas air tidak produktif dan terus berkembang secara vegetative
menyebabkan tanaman terus menghabiskan energi sehingga cabang tersebut harus
dibuang, demikian juga bunga pertama kali muncul, sebenarnya tanaman masih
perlu berkembang biak secara vegetatif dan belum siap untuk berproduksi. Buang
tunas air yang tumbuhnya di ketiak daun atau di bawah titik percabangan
pertama,demikian juga dengan bunga pertama yang muncul di atas titik
percabangan (Purwa, 2007).
B. Lahan Pasir Pantai
Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal yang memiliki produktivitas
rendah. Produktivitas lahan pasir pantai yang rendah disebabkan oleh faktor
pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air rendah,
infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah dan
efisiensi penggunaan air rendah (Kertonegoro 2001;Al-Omran et al.2004).
Produktivitas tanah dipengaruhi oleh kandungan C organik, KPK, tekstur
dan warna. Pasir dicirikan struktur berbutir, konsistensi lepas, sangat porous,
sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah, miskin hara dan kurang
mendukung 6 pertumbuhan tanaman. Tekstur pasir ini sangat berpengaruh pada
status dan distribusi air, sehingga berpengaruh pada sistem perakaran, kedalaman
akar, hara dan pH (Bulmer and Simpson, 2005).
Menurut Syukur (2005) lahan pasir pantai memiliki kemampuan
menyediakan udara yang berlebihan, sehingga mempercepat pengeringan dan
oksidasi bahan organik. Lahan pasir pantai memiliki beberapa kelebihan untuk
lahan pertanian yaitu luas, datar, jarang banjir dan kedalaman air tanahnya
dangkal. Selain itu persiapan lahan pasir pantai cukup sederhana hanya dengan
membuat bedengan tidak dibuat parit-parit yang dalam, sehingga akan terjadi
efisiensi biaya dari pengolahan tanah.
Unsur-unsur utama yang terkandung dalam air laut adalah natrium,
magnesium, kalsium, potassium, strontium, klorida, sulfat, bikarbonat, bromide,
borate dan fluoride. Senyawa garam yang dominan pada lahan salin di daerah
pantai adalah NaCl (natrium klorida). Tingginya kadar NaCl di lahan
menyebabkan salinitas sehingga tidak tanaman dapat tumbuh normal (Hutabarat
dan Evans 1986). Sebanding dengan pernyataan Rosmar kam danYuwono (2001)
yang menyatakan bahwa salinitas1-3% menyebabkan penurunan hasil produksi
untuk tanaman yang sensitif, salinitas 3-5% menyebabkan penurunan hasil
produksi untuk tanaman kebanyakan, hanya tanaman tertentu yang tumbuh pada
salinitas 5-10%, serta hampir semua tanaman tidak dapat produksi pada salinitas
lebih dari 10%.
C. Pemeliharaan
1. Pemupukan
Menurut litbang (2016), penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila
kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman secara optimal. Pupuk dasar yang diberikan berupa pupuk
kandang/kompos sebanyak 5.000 kg/ha dan NPK (15:15:15) sebanyak 200 kg.
Pupuk dasar diberikan pada tengah bedengan dengan membuat larikan sedalam 10
–15 cm. Pupuk kandang ditabur pada larikan secara merata dilanjutkan dengan
pemberian pupuk NPK (15:15:15).
Pemberian pupuk kimia tergantung jenis tanah. Semakin ringan teksurnya
maka semakin tinggi dosis pupuk. Apapun jenis tanah, pupuk kandang dianjurkan
untuk diberikan pada tanah.
Dosis Pupuk yang digunakan adalah 200 gram NPK (15:15:15) + 50 gram
ZA dilarutkan dengan air 20 liter. Pupuk (NPK+ZA) yang telah dicairkan
diberikan sebanyak 100 ml (1/2 gelas plastik) per tanaman.Pemberian dilakukan
pada umur saat tanam dan 2 (dua) minggu setelah tanam dengan dosis/takaran
seperti diatas.
Pupuk susulan berikutnya adalah NPK (15:15:15) sebanyak 200 kg/ha atau
10 gram/tanaman yang diberikan pada umur 8 minggu setelah tanam.
Selain pupuk kimia sebaiknya juga diberikan Pupuk Organik Hayati
(POH) untuk memberikan ketahanan pada tanaman cabai. POH mengandung
berbagai macam jenis organisme menguntungkan yang terkandung dalam POH
sehingga dapat meningkatkan ketersedian hara yang dibutuhkan oleh tanaman
cabai. Dosis yang digunakan adalah 200 ml POH dilarutkan dalam 20 liter air dan
diberikan sebanyak 200 ml (1gelas plastik) per tanaman dan diulang setiap 10
hari.
D. Lalat Buah (Bactrocera sp.)

Gambar 3. Gejala Serangan Lalat Buah


(Foto: Surahmat, 2011)
Lalat buah menyebabkan kerusakan pada buah cabai yang masih muda
maupun buah yang sudah matang. Buah yang terserang akan membusuk dan
kemudian jatuh ke tanah. Gejala awal terlihat dari adanya titik hitam pada bagian
pangkal buah, titik hitam pada pangkal buah muncul karena aktifitas lalat buah
dewasa yang memasukkan telurnya pada buah cabai. Telur tersebut akan menetas
dan berkembang di dalam buah cabai. Larva yang terdapat di dalam buah
menimbulkan kerusakan dari dalam, buah menjadi berwarna kuning pucat dan
layu. Kualitas buah cabai yang terserang hama ini akan menurun dan tidak layak
untuk dipasarkan. Serangan berat terjadi pada musim hujan disebabkan oleh bekas
tusukan ovipositor serangga betina terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah
yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah (BPTP, 2014).

Menurut BPTP (2014),Berikut ini Pengendalian hama lalat buah :

1. Pemusnahan buah terserang


2. Pembungkusan buah
3. Pengggunaan perangkap atraktan metil eugenol (ME) atau petrogenol
sebanyak 1 ml/perangkap. Jumlah perangkap yang dibutuhkan 40 buah/Ha.
Perangkap dipasang pada saat tanaman berumur 2 minggu sampai akhir
panen dan atraktan diganti setiap 2 minggu sekali.
4. Rotasi tanaman
5. Pemanfaatan musuh alami antara lain parasitoid larva dan pupa (Biosteres sp,
Opius sp), predator semut, Arachnidae (laba – laba), Staphylinidae
(kumbang) dan Dermatera (Cecopet).
III. Hasil Observasi
A. Teknologi Budidaya
1. Penyiapan lahan/ pengolahan lahan
Lahan di bersihkan dengan cara manual yaitu dengan cangkul, kemudian
di keringkan dan di bakar. Setelah itu di beri kompos dengan takaran 1 epek / 1
kol. Pupuk kompos yang digunakan yaitu kotoran ayam petelur dan ayam potong.
Pemberian kompos dengan cara di tabur dan diratakan kemudian di traktor.
2. Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan hasil dari perbanyakan generative yaitu dari
biji. Varietas yang digunakan yaitu varietas laba. Bibit di beli dari toko jenis bibit
hibrida. Sebelum di tanam benih di semai di dalam polibek 1 polibek 1 tanaman
cabai dan disemai selama 30-35 hari. Tanah yang digunakan untuk penyemaian
yaitu tanah pasir. Diberikan pestisida dan fungisida ketika benih sudah mulai
tumbuh di berikan sekitar 5 hari sekali. Pestisida metindo, kongpidor. Fungisida
atrakol dan pedomil.
3. Penanaman dan Sistem Tanam
Jarak tanam yang digunakan yaitu 40x40 cm dengan lubang berhadapan.
Waktu tanam pada saat sore hari pada saat akhir februari (hujan mulai berkurang)
awal agustus (mulai hujan). Alat yang digunakan manual yaitu dengan tangan.
Sistem tanam monokultur. Pola tanam yaitu pergiliran cabai dan semangka.
4. Pemeliharaan
a. Pengairan
Pengairan dilakukan setiap hari jika tidak ada hujan dengan menggunakan disel.
Air yang digunakan dari sumur pantai.
b. Pemupukan
Pupuk Pupuk yang digunakan jenis Ponska dan ZA tidak ada dosis khusus.
Pemupukan 5 hari atau 1 minggu sekali dipupuk.
c. Pemangkasan
Tidak dilakukan pemangkasan
d. Pengendalian OPT
Menggunakan petrogenol yang dimasukkan dalam botol dan pestisida.
5. Panen
Pemanenan pada saat cabai umur 60-70 hari. Pemanenan dengan cara manual
yaitu pemetikan. Pemanenan 5 hari sekali.
6. Pasca panen
Dimasukkan dalam karung dikumpulkan dalam kelompok tani kemudian
di lelang. Disimpan dalam gudang sebelum pemenang lelang mengambil cabai di
sortir dipisahkan dari yang busuk. Hasil pemanenan pada saat waktu puncak 250
kg 2 kali panen pada saat awal 40 kg- 80 kg luas lahan 1500 m

B. Kasus
Pak lasalip merupakan petani cabai keriting varietas laba pada lahan pasir pantai
di kecamatan pajangan, Kulon Progo. luas area yang dimiliki oleh pak lasalip
kurang dari 1 Ha. Pak lasalip menerapkan sistem pemberian pupuk dan pestisida
seadanya tanpa ada takaran yang pasti selain itu pak lasalip juga tidak menerapkan
pemangkasan. Tanaman cabai keriting disiram pak lasalip setiap hari sekali
apabila tidak hujan. Akan tetapi pak lasalip merasa hasil panen yang diperoleh
kurang maksimal dan tidak stabil setiap panen kadang memuaskan kadang tidak
memuaskan, dan terdapat banyak lalat buah yang menyerang tanaman pak salip
serta apabila hujan angin hasil panen pak salip mengalami kegagalan. Bantulah
pak lasalip agar cabai keritingnya meminimal lisir serangan lalat buah dan panen
mampu memperoleh hasil yang stabil dan sesuai dengan potensi hasilnya.
IV. Penyelesaian Masalah
A. Identifikasi Kasus
1. Tanaman terserang hama lalat buah
2. Hasil panen tidak stabil dan tidak sesuai dengan potensi hasil tanaman
B. Analisis Masalah
1. Tanaman terserang hama lalat buah
Berdasarkan identifikasi yang ada, kondisi tanaman cabai keriting pak
Lasalip yang banyak terserang hama lalat buah dikarenakan pak Lasalip tidak
melakukan sanitasi lingkungan dan penyemprotan pestisida yang tidak tertakar
serta tidak sesuai dengan keadaan lingkungan.

Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa pemberian pestisida


yang dilakukan pak Lasalip hanya berdasarkan modal yang ada dan ketersedian
jenis pestisida yang ada ditoko lalu pestisida tersebut diaplikasikan pada lahan
tanpa melihat bahwa tanaman sedang terjangkit OPT jenis apa.

Pada lahan pak Lasalip terjangkit lalat buah gejala awal serangan terlihat
dari adanya titik hitam pada bagian pangkal buah, titik hitam pada pangkal buah
muncul karena aktifitas lalat buah dewasa yang memasukkan telurnya pada buah
cabai. Telur tersebut akan menetas dan berkembang di dalam buah cabai. Larva
yang terdapat di dalam buah menimbulkan kerusakan dari dalam, buah menjadi
berwarna kuning pucat dan layu. Kualitas buah cabai yang terserang hama ini
akan menurun dan tidak layak untuk dipasarkan. Serangan berat terjadi pada
musim hujan disebabkan oleh bekas tusukan ovipositor serangga betina
terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah yang terserang menjadi busuk dan
jatuh ke tanah.

2. Hasil panen tidak stabil dan tidak sesuai dengan potensi hasil tanaman
Berdasarkan hasil wawanacara dengan pak Lasalip produktivitas yang
dihasilkan tanaman cabai keriting pak lasalip tidak menentu setiap panennya,
tetapi apabila dilihat dari jenis varietas yang ditanam pak Lasalip yaitu varietas
Laba, potensi hasilnya dapat mencapai 15 ton/hektar. Dengan demikian
produktivitas tanaman cabai pak Lasalip hanya mencapai 50-60% dari
produktivitas sesungguhnya. Produktivitas yang cenderung rendah bisa
diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurang optimalnya
perawatan, tidak tertakarnya pemberian pupuk.

a. Pemupukan tidak tertakar


Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa pemupukan yang dilakukan pak
Lasalip hanya berdasarkan modal yang ada dan ketersedian jenis pupuk yang ada
ditoko lalu pupuk itu disebar pada lahan tanpa perhitungan dosis dan kadar pupuk.

C. Formulasi Penyelesaian Masalah


1. Tanaman terserang hama lalat buah
gejala awal serangan terlihat dari adanya titik hitam pada bagian pangkal
buah, titik hitam pada pangkal buah muncul karena aktifitas lalat buah dewasa
yang memasukkan telurnya pada buah cabai. Telur tersebut akan menetas dan
berkembang di dalam buah cabai. Larva yang terdapat di dalam buah
menimbulkan kerusakan dari dalam, buah menjadi berwarna kuning pucat dan
layu. Kualitas buah cabai yang terserang hama ini akan menurun dan tidak layak
untuk dipasarkan. Serangan berat terjadi pada musim hujan disebabkan oleh bekas
tusukan ovipositor serangga betina terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah
yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah.
Cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan tidak dapat
ditawar lagi, artinya produk buah tidak tercemar oleh bahan kimia yang
berbahaya bagi konsumen, terutama pestisida. Ketergantungan petani terhadap
penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama cukup tinggi,
sehingga perlu segera diatasi dengan mencari alternatif pengendalian lain yang
ramah lingkungan. Kebutuhan terhadap teknik pengendalian hama yang ramah
terhadap lingkungan sangat diharapkan, terutama yang efektif, efsien, dan mudah
diterapkan oleh petani di lapangan. Diantara teknologi pengendalian hama lalat
buah yang ramah lingkungan ialah pengendalian secara kultur teknis,
pengendalian secara fisik, pengendalian secara biologi, dan pengendalian secara
kimiawi. (Hasyim, 2014).
1. Secara Kultur Teknis
a. Sanitasi lahan, sanitasi lahan bertujuan untuk memutuskan daur hidup
lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi
dilakukan dengan cara mengumpulkan buah yang jatuh atau busuk
kemudian dimusnahkan dan dibakar.
b. Gunakan perangkap lem kuning yang dicampur dengan sedikit metyl
eugenol untuk menangkap lalat buah dewasa.
c. Pemasangan mulsa plastik daat menekan larva berubah menjadi pupa
dan akhirnya mengurangi populasi serangga dewasa
2. Pengendalian Secara Fisik
a. Gunakan perangkap atraktan metyl eugenol/cue lure yang dipasang
atau digantung didalam perangkap yang terbuang dari bekas air
mineral untuk menangkap lalat jantan. Bagian dasar botol diberi
sedikit air agar lalat buah mati terpendam
3. Pengendalian Secara Biologi
a. Cara biologi dapat dilakukan dengan menghasilkan lalat buah jantan
mandul, dengan melepaskan serangga jantan yang sudah mandul
maka telur yang dihasilkan dari perkawinan dengan lalat betina
menjadi steril dan populasi sedikit-sedikit menurun hingga musnah.
b. Memanfaatkan musuh alami baik parasitoid, predator, atau patogen.
Jenis parasitoid yang banyak ditemukan adalah Biosteres sp dan
Opisius sp. Predator lalat buah yang umum adalah semut, laba-laba
dan cocopet. Jenis patogen yang banyak menyerang pupa lalat buah
adalah beauveria sp.
4. Pengendalian Secara Kimia
a. Dapat dilakukan dengan cara fogging. Caranya menggunakan alat
pengabutan panas dan pestisida yang keluar berbentuk kabut/asap
karena ukuran dropletnya sangat kecil.
b. Pencampuran insektisida dengan zat penarik atau atraktan. Atraktan
yang biasanya digunakan adalah berupa protein hidrolisa yang
berasal dari limbah bir dan diberi insektisida spinosad kemudian
disemprotkan pada tanaman. Umpan beracun akan dimakan oleh
lalat buah yang akhirnya dapat membunuh lalat buah.

3. Hasil panen tidak stabil dan tidak sesuai dengan potensi hasil tanaman
a. Pemupukan tidak tertakar
Menurut litbang (2016), penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila
kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman secara optimal. Pupuk dasar yang diberikan berupa pupuk
kandang/kompos sebanyak 5.000 kg/ha dan NPK (15:15:15) sebanyak 200 kg.
Pupuk dasar diberikan pada tengah bedengan dengan membuat larikan sedalam 10
–15 cm. Pupuk kandang ditabur pada larikan secara merata dilanjutkan dengan
pemberian pupuk NPK (15:15:15).
Pemberian pupuk kimia tergantung jenis tanah. Semakin ringan teksurnya
maka semakin tinggi dosis pupuk. Apapun jenis tanah, pupuk kandang dianjurkan
untuk diberikan pada tanah. Dosis Pupuk yang digunakan adalah 200 gram NPK
(15:15:15) + 50 gram ZA dilarutkan dengan air 20 liter. Pupuk (NPK+ZA) yang
telah dicairkan diberikan sebanyak 100 ml (1/2 gelas plastik) per
tanaman.Pemberian dilakukan pada umur saat tanam dan 2 (dua) minggu setelah
tanam dengan dosis/takaran seperti diatas.
Pupuk susulan berikutnya adalah NPK (15:15:15) sebanyak 200 kg/ha atau 10
gram/tanaman yang diberikan pada umur 8 minggu setelah tanam. Selain pupuk
kimia sebaiknya juga diberikan Pupuk Organik Hayati (POH) untuk memberikan
ketahanan pada tanaman cabai. POH mengandung berbagai macam jenis
organisme menguntungkan yang terkandung dalam POH sehingga dapat
meningkatkan ketersedian hara yang dibutuhkan oleh tanaman cabai. Dosis yang
digunakan adalah 200 ml POH dilarutkan dalam 20 liter air dan diberikan
sebanyak 200 ml (1gelas plastik) per tanaman dan diulang setiap 10 hari.
V. Kesimpulan
1. Untuk menghasilkan produksi cabai yang maksimal dan stabil pak Lasalip
harus menerapkan sistem pemupukan yang sistematis dan tertakar dosisnya
sesuai dengan kebutuhan tanaman dan tepat pada waktu pemberiannya.
2. Untuk menanggulangi buah cabai yang terserang lalat buah pak Lasalip dapat
melakukan penanganan secara kultur teknis, fisik, biologi, dan kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengkaji Teknologi Pertanian. 2014. Hama Dan Penyakit Pada Tanaman
Cabai Serta Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jambi. Jambi.

Bulmer, E.C., and D. G. Simpson. 2005. Soil Compaction and Water Content as
Factors Affecting the Growth of Lodgapole Pine Seedling on Sandy Clay
Loam Soil. Can J. Soil Sci. 85: 667-679.

Hasyim, A, Setiawati, W, dan Liferdi, L. 2014, Teknologi Pengendalian Hama


Lalat Buah Pada Tanaman Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Bandung.

Hutabarat, Sahala dan Stewart M. Evans. 1986. Pengantar Oseanografi.


Universitas Indonesia Press. Jakarta. Cetakan III.

Kertonegoro, B. 2001. Gumuk Pasir Pantai di DIY: Potensi dan Pemanfaatannya


untuk Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan
Sumber Daya Lokal untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.,
Universitas Wangsa Manggala, 2 Oktober 2010

Litbang.2016. petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Cabai Merah.


http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/01JUKNIS_Cabemera%20T
T%20Jantho2016.pdf. Diakses pada tanggal 19 November 2017.

Muhammad hatta. 2012. Pengaruh Pembuangan Pucuk Dan Tunas Ketiak


Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai. Prodi Agroteknologi
Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.

Purwa. 2007. Petunjuk Pemupukan. AgroMedia. Jakarta.

Rosmarkam dan Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Setiadi. 1992. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudiono, S. 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit


Antraknosa Buah Cabai.
http://digilib.unila.ac.id/go.php?id=laptunilapp_gdl_res-
2006_sudiono_127&nodl=19&start=185. Diakses pada 18 Desember
2017.

Syukur, A. 2005. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Terhadap Sifat-Sifat


Tanah dan Pertumbuhan Caisin di Tanah Pasir Pantai. J. Ilmu Tanah dan
Lingkungan 5 (1): 30-38.

Wahyudi. 2011. Panen Cabai Sepanjang Tahun. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.


Wiryanta, B. T. 2002. Bertanam cabai pada musim hujan. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai