Puji dan syukur sudah semestinya kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kita masih dianugerahi kesehatan, kekuatan, dan
kesempatan untuk melestarikan dan memajukan kebudayaan bangsa, serta mengembangkan
diri menjadi pribadi berkarakter yang selaras dengan nilai-nilai budaya bangsa melalui
kegiatan Jelajah Budaya.
Jelajah Budaya kali ini diselenggarakan pada 28 April 2019 merupakan yang ke-14,
sekaligus digelar dalam rangka memperingati “Hari Bapak Pramuka” atau “Hari Sultan
Hamengku Buwana IX” setiap tanggal 12 April. Jelajah Budaya yang diikuti oleh 250 orang
pramuka pelajar tingkat penegak perutusan Kwartir Cabang se-Daerah Istimewa Yogyakarta
ini mengangkat tema “Mengenali Jati Diri Warisan Budaya dan Kiprah Kasultanan
Yogyakarta”.
Saat ini sebagian besar bangunan warisan budaya peninggalan Kasultanan Yogyakarta
telah mengalami perubahan, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari segi pemanfaatannya.
Wujud bangunan-bangunan warisan budaya sudah tidak utuh lagi, karena beberapa komponen
bangunannya telah rusak dan keberadaannya tidak diketahui lagi. Seiring berjalannya waktu,
pemanfaatannya pun kini sudah berbeda dengan fungsi aslinya ketika dibangun sesuai dengan
konteks zamannya. Sebagai contoh di antaranya yaitu pesanggrahan yang dulu berfungsi
sebagai tempat pesiar bagi raja beserta keluarganya dan juga ndalem sebagai tempat tinggal
kerabat raja dan bangsawan, sekarang telah beralih fungsi menjadi objek wisata dan perkantoran.
Meskipun telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi, namun jati diri warisan budaya
tersebut masih dapat dikenali malalui jejak yang ditinggalkannya, berupa bagian-bagian
komponen bangunan aslinya yang masih tampak hingga sekarang. Di dalam jejak itulah
terkandung nilai-nilai penting: sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan
hasil karya budaya leluhur yang berguna bagi generasi muda untuk menjadi pedoman dalam
menggapai masa depan.
Selamat mengikuti Jelajah Budaya. Ayo! Menjadi generasi muda yang cerdas berbudaya!
Pesanggrahan Ambarbinangun
Kiai Syihabudin akhirnya berhasil mengusir Raden Mas Said dari wilayah
Kasultanan Yogyakarta, namun batal menjadi patih karena suatu hal. Sebagai
gantinya ia diberi tanah perdikan di Dongkelan dan kemudian mendirikan masjid
serta diangkat menjadi abdi dalem Pathok Nagoro. Ia dikenal juga dengan nama
Kiai Dongkol.
Jelajah Budaya 2019 5
Masjid Dongkelan merupakan salah satu dari lima masjid Pathok Nagoro
yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta. Masjid-masjid Pathok Nagoro yaitu
masjid kagungan dalem di wilayah negaragung yang selain berfungsi religius,
juga berfungsi sebagai tempat pertahanan rakyat. Berdasarkan arti kata Pathok
Nagoro, maka masjid-masjid tersebut juga berfungsi sebagai tanda kekuasaan
raja.
4. Masjid Mlangi: terletak di sisi barat laut kota yaitu di Mlangi, Nogotirto,
Gamping, Sleman.
Ruang utama masjid memiliki empat buah saka guru yang berdiri di atas
umpak. Mihrab masjid berbentuk semi circular dengan jendela kecil di tengahnya.
Pawestren masjid terletak di sebelah utara bangunan utama. Namun saat ini sudah
tidak digunakan lagi. Bangunan serupa pawestren di sisi selatan digunakan untuk
gudang.
Serambi masjid beratap model limasan dengan 8 buah tiang yang berdiri di
atas umpak berornamen padma ganda. Di sebelah barat masjid terdapat makam.
Di kompleks makam itulah Kiai Syihabudin dimakamkan sekaligus menjadi cikal
bakal Desa Dongkelan. Makam ini terletak dalam sebuah cungkup dan sampai
saat ini masih sering dikunjungi para peziarah.
Panggung Krapyak
Panggung Krapyak
Bentuk konstruksi lainnya adalah konstruksi atap atau lantai II. Atap
ini didukung oleh dinding penyangga bagian luar dan 4 buah pilar dari
dalam. Pilar-pilar tersebut bagian atasnya melengkung ke empat arah
dengan sistem rolak, maka dengan demikian tiap ruangan langit-langitnya
berbentuk cekung sehingga ke empat pilar tersebut menjadi satu kesatuan
struktur atau pilar tersebut berfungsi juga sebagai tiang-tiang penyangga
atap (lantai II).
Dalem Wiranegaran
Dalem Jayadipuran
Dalem Jayadipuran semula bernama Dalem Dipawinata yang dibangun
tahun 1874 oleh Raden Tumenggung Dipawinata, seorang abdi dalem Bupati Anom
di Keraton Yogyakarta. Pada tahun 1917 tanah dan dalem Dipawinata dihadiahkan
kepada KRT Jayadipuran, seorang seniman dan arsitek Keraton Yogyakarta,.
Bangunan tersebut diperbaiki dan diubah bentuknya menjadi seperti yang sekarang
ini, dan akhimya terkenal dengan nama “Dalem Jayadipuran”.
Pada 1928 bangunan ini digunakan sebagai tempat Kongres Wanita I. Pada
1984 Dalem Jayadipuran dibeli oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
10 Jelajah Budaya 2019
Kemudian pada 1986 digunakan untuk Kantor Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional (BKSNT) atau yang sekarang bernama Balai Pelestarian Nilai Budaya
Yogyakarta hingga sekarang.
Bangunan ini bergaya klasik Jawa dengan atap berbentuk limasan menghadap
ke selatan, dengan kondisi lingkungan yang padat penduduk. Tampak depan
bangunan yang relatif tinggi, sehingga terkesan ada pengaruh Eropa. Bangunan
mengikuti pola rumah tradisional Jawa yang terdiri atas beberapa ruangan, yaitu
kuncungan, topengan, pendopo, pringgitan, dalem, sentong, gandok, gadri, dan
bangunan pelengkap lainnya.
Dalem Jayadipuran
3. Foto merupakan milik pribadi, orisinil, dan belum pernah diikutsertakan lom-
ba lain.
6. Foto disertai dengan caption yang menarik dan informatif, serta diberi tanda
tagar #bpcbdiy #jelajahbudaya #generasicerdasberbudaya #pramukadiy
#pramukajogja
9. Dalam giat prestasi Lomba Foto akan dipilih tiga pemenang untuk masing-
masing kategori, yaitu Juara I, II, dan III kategori Foto Art dan Juara I, II,
dan III kategori Foto Human interest.
10. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
11. Hak cipta melekat pada peserta dan pemenang, namun BPCB DIY dan
Kwarda DIY berhak mempublikasikan foto yang masuk tanpa harus izin
dari pemilik.
2. Karya tulis berbentuk feature (karya jurnalistik dengan gaya bercerita yang
menghibur), bukan dalam bentuk karya ilmiah seperti artikel, makalah dan
paper.
4. Karya tulis merupakan milik pribadi, orisinil, dan belum pernah diikutser-
takan lomba lain.
5. Hak cipta melekat pada penulis, namun BPCB DIY dan Kwarda DIY berhak
mempublikasikan karya tulis yang masuk tanpa harus izin dari pemilik.
6. Karya tulis diketik di kertas ukuran A4 huruf Times New Roman, minimal 2
halaman, maksimal 5 halaman, spasi 1,5 dengan ukuran margins: kiri 4 cm,
atas 4cm, kanan 3 cm, dan bawah 3 cm.
8. Dalam giat prestasi Lomba Menulis Cerita akan dipilih tiga pemenang, yaitu
Juara I, II, dan III
Catatan:
1. Batas waktu pengiriman karya (foto dan karya tulis) pada tanggal 6 Mei
2019.