Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH KERATON KASEPUHAN CIREBON

Disusun oleh :
Nama : KIKI HANDIAN
Kelas : XII IPS

MA MIFTAHUL ULUM KRAGILAN


TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
SEJARAH KERATON KASEPUHAN CIREBON

Disusun oleh :
Nama : KIKI HANDIAN
Kelas : XII IPS
Diajukan untuk memenuhi tugas kegiatan Observasi & Sidang
Kelulusan

Serang , 15 Januari 2023

Disetujui oleh :
Wakasek Kurikulum Wali Kelas

Lukmanul Hakim, S.Pd Komariah, S.Pd.I


Mengetahui
Kepala MA Miftahul Ulum

Ahmad Sipaudin, S.Pd


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan karya ilmiah ini dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga karya ilmiah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan saya semoga karya ilmiah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat
memperbaiki bentuk maupun isi karya ilmiah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
karya ilmiah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Serang 15 Januari 2023


Daftar Isi

 BAB I
 Pendahuluan
 Latar Belakang
 BAB II
 Kajian Pustaka
 Sejarah
 Tata letak dan Arsitektur
o Gerbang depan keraton
o Area Siti Inggil
o Area Tajug Agung
o Area utama keraton Kasepuhan
 Bangunan induk keraton
 Keraton Kasepuhan menjadi inspirasi Mataram
 Keraton Kasepuhan sebagai Objek Vital
 Sejarah kesultanan Kasepuhan
 Silsilah
 Referensi
 BAB III
 Metode Penelitian
 BAB IV
 Pembahasan
 BAB V
 Kesimpulan & Saran
BAB 1
PENDAHULUAN
latar Belakang
Keraton Kasepuhan Cirebon adalah keraton termegah dan paling
terawat di Cirebon. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun
terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi
tembok bata merah dan terdapat pendopo di dalamnya.
Keraton Kasepuhan adalah kerajaan islam tempat para pendiri cirebon
bertahta, disinilah pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon berdiri.
Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda
pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yaitu kereta
Singa Barong yang merupakan kereta kencana Sunan Gunung Jati.
Kereta tersebut saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan
pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.
Bagian dalam keraton ini terdiri dari bangunan utama yang berwarna
putih. Di dalamnya terdapat ruang tamu, ruang tidur dan singgasana
raja.
Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud keraton kasepuhan ?
2. Sebutkan salah satu koleksi keraton kasepuhan?
3. Jelaskan bagian dalam keraton kasepuhan ?

Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan tentang keratin kasepuhan
2. Menyebutkan salah satu koleksi keraton kasepuhan
3. Mengetahui bagian dalam keraton kasepuhan

Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Keraton kasepuhan
2. Untuk mengetahui macam-macam koleksi keratin kasepuhan
3. Untuk mengetahui bagian dalam keraton kasepuhan Cirebon
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
 Sejarah keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan berisi dua komplek bangunan bersejarah
yaitu Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada tahun 1430 oleh
Pangeran Cakrabuana[2][3][4][5] dan komplek keraton Pakungwati
(sekarang disebut keraton Kasepuhan) yang didirikan oleh Pangeran
Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 M [6]. Pangeran Cakrabuana
bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton
Kasepuhan dulunya bernama 'Keraton Pakungwati. Sebutan
Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti
Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia
wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam
usia yang sangat tua. Nama dia diabadikan dan dimuliakan oleh
nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton
Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.[7]

 Tata Letak dan Arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon

Foto Siti Inggil Kraton Kasepuhan pada sekitar tahun 1920 hingga 1933 yang
diambil oleh juru kamera Georg Friedrich Johannes Bley

Unduh peta tata letak keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan merupakan salah satu dari bangunan peninggalan


kesultanan Cirebon yang masih terawat dengan baik, seperti halnya keraton-
keraton yang ada di wilayah Cirebon, bangunan keraton Kasepuhan menghadap
ke arah utara .

Di depan keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu
bernama alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan
keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu
adalah Saptonan dan juga sebagai titik pusat tata letak kompleks pemerintahan
keraton. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan juga pentas perayaan
kesultanan lalu juga sebagai tempat rakyat berdatangan ke alun-alun untuk
memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman dari Sultan.

 Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah


hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
 Di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu
pasar -- sekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan
pocinya.

Model bentuk keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di


sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan
model tata letak keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir.
Bahkan sampai sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota
terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun-alun dan di
sebelah baratnya terdapat masjid.

Gerbang depan keraton

Keraton Kasepuhan memiliki dua buah pintu gerbang, pintu gerbang utama
keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di
selatan kompleks. Gerbang utara disebut Kreteg Pangrawit (bahasa Indonesia:
jembatan kecil) berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut Lawang
sanga (bahasa Indonesia : pintu sembilan). Setelah melewati Kreteg Pangrawit
akan sampai di bagian depan keraton, di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu
Pancaratna dan Pancaniti.

Bangunan Pancaratna berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah


persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang
empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di
permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya
terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat seba atau tempat yang
menghadap para pembesar desa yang diterima oleh Demang atau Wedana.
Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.

Pancaniti berarti jalan atasan, merupakan pendopo sebelah timur yang


merupakan tempat para perwira keraton melatih para prajurit ketika
diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun dan sebagai tempat pengadilan.
Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa
dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah mendukung atap sirap. Bangunan
ini memiliki pagar terali besi
Area Siti Inggil

Bangunan Mande Pengiring (tempat duduk bagi para pengiring Sultan) pada
kompleks keraton Kasepuhan

Bangunan Mande Karesmen pada kompleks keraton Kasepuhan terlihat para


Wiyaga (penabuh gamelan) sedang berdiskusi disela-sela prosesi penabuhan
gong Sekati pada Idul Fitri 2014, dari jajaran Wiyaga terlihat Ki Waryo (anak
dari Ki Empek) duduk paling kanan, Ki Adnani dan kemudian Ki Encu

Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang


cukup tinggi dengan tembok bata kokoh di sekelilingnya. Bangunan ini
bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah
duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang
tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini
didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati).

Di pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu berbentuk segi empat tempat
bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun
1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek
zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi dengan ukuran 3,70 x
1,30 x 5 m sedangkan di sebelah selatan bernama Gapura Banteng dengan
ukuran 4,50 x 9 m, pada sisi sebelah timurnya terdapat bentuk banteng. Pada
bagian bawah Gapura Banteng ini terdapat Candra Sakala dengan tulisan Kuta
Bata Tinata Banteng yang jika diartikan adalah tahun 1451.

Saka yang merupakan tahun pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok
bagian utara komplek Siti Inggil masih asli sedangkan sebelah selatan sudah
pernah mengalami pemugaran/renovasi. Di dinding tembok kompleks Siti
Inggil terdapat piring-piring dan porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan
negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M.

Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang


memiliki nama dan fungsi tersendiri.

 Mande Malang Semirang, bangunan utama yang terletak di tengah


dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman dan
jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang
melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan
tempat sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan
hukuman.
 Mande Pendawa Lima, bangunan di sebelah kiri bangunan utama dengan
jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun islam.
Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan.
 Mande Semar Tinandu, bangunan di sebelah kanan bangunan utama
dengan 2 buah tiang yang melambangkan sua kalimat Syahadat.
Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu.
 Mande Pengiring, bangunan di belakang bangunan utama yang
merupakan tempat para pengiring Sultan
 Mande Karasemen, bangunan disebelah mande pangiring, tempat ini
merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah
sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan gamelan Sekaten
(Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu
pada saat Idul Fitri dan Idul Adha.

Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang berasal
dari budaya Hindu bernama Lingga Yoni yang merupakan lambang dari
kesuburan (Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan) dan bangunan
Pengada yang berada tepat di depan gerbang Pengada dengan ukuran 17 x 9,5
m yang berfungsi sebagai tempat membagikan berkat dan tempat pemeriksaan
sebelum menghadap raja dan di atas tembok sekeliling kompleks Siti Inggil ini
terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini.
Area Tajug Agung

Tajug Agung (mushola agung) Keraton Kasepuhan dengan pos Bedug Samogiri
di sebelah kiri

Pada batas antara area siti inggil dengan halaman tajug agung (bahasa
Indonesia : mushola agung) dibatasi oleh tembok bata. Pada tembok bata bagian
utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng.

Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk ke halaman selanjutnya dengan


ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini
menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di
sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m.
Gerbang ini berbenduk kori agung (gapura beratap) menggunakan bahan bata.
Area Tajug Agung ini terbagi dua yaitu halaman Pengada dan halaman Tajug
Agung yang keduanya dipisahkan dengan tembok yang rendah.

 Halaman Pengada berukuran 37 x 37 m, berfungsi untuk memarkirkan


kendaraan atau menambatkan kuda pada masa lalu. Di halaman ini
dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda.
 Halaman Tajug Agung berukuran 37 x 17 m, merupakan halaman di mana
terdapat bangunan Tajug Agung. Bangunan Tajug Agung menghadap ke
arah timur.

Bangunan utama Tajug Agung berukuran 6 x 6 m dengan luas teras 8 x 2,5 m.


Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai sementara
setengah bagiannya lagi diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan
dinding tembok, mihrabnya berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di
dalam mihrab terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90 x 0,70 x 2 m.
Atap Tajug Agung merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap
(bahasa Cirebon : Tiritisan). Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. Tajug
Agung ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan Tajug
Agung dilengkapi pula dengan Pos / tempat bedug Samogiri.
Pos bedug Samogiri yang berada di depan Tajug Agung dan menghadap ke
timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat
bedug. Pos bedug ini dibangun tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup
atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.

Area utama keraton Kasepuhan

Bangunan Lunjuk pada area utama keraton Kasepuhan, berfungsi untuk


melayani tamu, mencatat serta melaporkan kepentingannya kepada Sultan

Area utama keraton Kasepuhan merupakan area yang berisikan bangunan induk
keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang lainnya, antara area utama
keraton dengan area Tajug Agung dibatasi tembok dengan gerbang berukuran
4x 6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika
dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (bahasa Indonesia :
guntur). Di dalam area utama keraton ini terdapat beberapa bangunan di
antaranya ;

 Taman Dewandaru, berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama


taman Bunderan Dewandaru karena bentuknya yang melingkar, filosofi
dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus
mengartikan keseluruhan, nama Dewandaru / Dewadaru yang merupakan
bahasa Cirebon dapat diartikan sebagai Pinus Dewadaru dalam bahasa
Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah Rahwana
yang menculik dewi Shinta dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap
yang banyak ditumbuhi pohon Lodra, Padmaka dan Dewadaru. Di dalam
tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa
digunakan para petapa untuk memohon berkah Siwa. Namun dalam
persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran
adalah sebagai sebuah pangeling (bahasa Indonesia : pengingat) agar
manusia selalu mencari mereka yang masih tinggal di dalam kegelapan
lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang terang yang
diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko (lambang
suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar
Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang
dinamakan meriam Ki Santomo dan Nyi Santoni
 Museum Benda Kuno, berbentuk huruf "E" dan berada di sebelah barat
taman Dewandaru berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno
kesultanan Kasepuhan
 Museum Kereta, berukuran 13,5 x 11 m dan berada di sebelah timur
taman Dewandaru berfungsi sebagai tempat penyimpanan kereta kencana
kesultanan Kasepuhan
 Tugu Manunggal, batu berukuran pendek sekitar 50 cm, dikelilingi pot
bunga melambangkan Allah swt yang satu.
 Lunjuk, berukuran 10 x 7 m, berada di sebelah Tugu Manunggal
berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya
menghadap raja.
 Sri Manganti, berbentuk bujursangkar, berada di sebelah tugu
manunggal. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, atap berbentuk joglo
dengan genteng dan didukung dengan 4 tiang saka guru, 12 tiang tengah
dan 12 tiang luar. Langit-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna
putih dan coklat. Bangunan ini berfungsi sesuai dengan namanya yaitu
sebagai tempat menunggu keputusan raja.
 Bangunan induk keraton, merupakan tempat Sultan melakukan
kegiatan kesultanan.

Bangunan induk keraton

Kutagara Wadasan dan Kuncung yang dibangun oleh Sultan Sepuh I


Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678

Bangunan Induk keraton, Bangunan induk keraton merupakan tempat Sultan


melakukan kegiatan kesultanan, di dalam bangunan ini terdapat beberapa
ruangan dengan fungsi yang berbeda, di antarannya :

 Kutagara Wadasan, berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m, dibangun


oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678. Kutagara
Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon,
gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran
wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran
tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah
menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan
rakyatnya.
 Kuncung, berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m dibangun oleh Sultan Sepuh I
Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678 yang digunakan parkir
kendaraan sultan.
 Jinem Pangrawit, berfungsi sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil
sultan dalam menerima tamu, nama Jinem Pangrawit berasal dari kata
jinem (bahasa Indonesia : tempat tugas) dan Pangrawit / Rawit (bahasa
Indonesia : kecil dan bagus), berlantai marmer, dinding tembok berwarna
putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang saka guru kayu
dengan umpak beton.
 Gajah Nguling, dibangun oleh Sultan Sepuh IX Radja Sulaeman pada
tahun 1845, yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang bulat
bergaya tuscan setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna
hijau, sesuai dengan namanya, bentuk ruangan ini mengambil bentuk
gajah yang sedang nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok
sehingga ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong dan
kemudian menyatu dengan bangsal Pringgandani, ruangan ini dibuat agar
musuh tidak langsung lurus menuju sultan.
 Bangsal Pringgandani, berada di sebelah selatan ruangan Gajah
nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau
yang berfungsi sebagai tempat menghadap para abdi dan dapat juga
dipakai sebagai tempat sidang warga keraton sewaktu-waktu.
 Bangsal Prabayasa, berada di selatan bangsal Pringgandani.
“Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar
berarti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang
besar. Pada dinding ruangan bangsal Prabayasa juga terdapat relief yang
diberi nama Kembang Kanigaran (bahasa Indonesia : lambang
kenegaraan) yang dimaksudkan sebagai pangeling (bahasa Indonesia :
pengingat) bahwa Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada
rakyatnya.
 Bangsal Agung Panembahan, dibangun bersamaan dengan bangunan
keraton sewaktu masih bernama keraton Pakungwati tahun 1529,
merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi
dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti
Panembahan.
 Pungkuran, berasal dari bahasa Cirebon pungkur (bahasa Indonesia :
halaman belakang rumah) merupakan ruangan serambi yang terletak di
belakang keraton.
 Kaputran, berada di sebelah timur Bangsal Pringgandani, berfungsi
sebagai tempat tinggal para putra
 Kaputren, berada di sebelah barat Bangsal Pringgandani, berfungsi
sebagai tempat tinggal para putri yang belum menikah
 Dapur Maulud, berada di depan Kaputren (bahasa Indonesia : tempat
para putri) menghadap timur, berfungsi sebagai tempat memasak
persiapan peringatan Maulid Nabi SAW.
 Pamburatan, berada di selatan Kaputren. Pamburatan / Burat berasal
dari bahasa Cirebon (bahasa Indonesia : membuat boreh atau bubuk),
Pamburatan berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu
untuk boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.

 Keraton Kasepuhan menjadi inspirasi Mataram

 Atap pada museum Sonobudoyo yang terinspirasi dari atap Limasan


Lambang-teplok milik Masjid Agung Sang Cipta Rasa
 Keraton Kasepuhan yang dibangun oleh Pangeran Mas Zainul Arifin
pada tahun 1529 dan dahulu dinamakan keraton Pakungwati ini telah
memberikan inspirasi bagi kesultanan Mataram dalam membangun
keraton dan bangunan penunjangnya, menurut Yuwono Suwito ( anggota
tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan
budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ) inspirasi yang
diambil oleh Mataram dari bentuk arsitektur keraton Kasepuhan salah
satunya adalah arsitektur dari Siti Inggil keraton Kasepuhan yang
diadopsi oleh Sultan Agung Mataram dengan membuat Siti Inggil bagi
keraton Mataram di Yogyakarta. Pada prosesnya, Siti Inggil keraton
Kasepuhan dijadikan dasar acuan pembuatannya.[9]

“ Beberapa arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon yang diadopsi oleh ”


Keraton Yogyakarta, dikarenakan Keraton Cirebon jauh lebih tua
dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, bahkan lebih tua dari
sejarah awal Kerajaan Mataram Islam
Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan
pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) )

 Selain Siti Inggil keraton Mataram di Yogyakarta, bangunan lain yang


terinspirasi dari kompleks keraton Kasepuhan adalah Masjid Margo
Yuwono yang terletak di dalam benteng Baluwerti (benteng Kraton)
tepatnya di Langenastran, kelurahan Panembahan,kecamatan Kraton,
Kota Yogyakarta. Arsitek pembangunan masjid Margo Yuwono yaitu Ir.
Thomas Karsten membangun brunjung (bahasa Indonesia : atap yang
paling tinggi) mesjid dengan mengadopsi dari arsitektur atap Tajug
Wantah bercukit, adapun tritisan (bahasa Indonesia : bagian
perpanjangan atau tambahan dari atap utama) yang terdapat pada bagian
utama masjid dan bagian serambinya menggunakan pola konstruksi cukit
(bahasa Indonesia : Garpu) seperti yang digunakan pada tritisan di
bangunan terbuka area Siti Inggil keraton Kasepuhan.
 Selain bangunan masjid, bangunan Museum yang juga dirancang oleh
Karsten seperti museum Sonobudoyo juga terinspirasi dari arsitektur atap
Masjid Agung Sang Cipta Rasa milik kesultanan Kasepuhan yang
berbentuk Limasan lambang-teplok dengan mengadopsi pola konstruksi
cukit pada hampir keseluruhan bangunan Museum.

 Keraton Kasepuhan sebagai Objek Vital


Keraton Kasepuhan berserta keraton Kanoman, ditetapkan menjadi objek vital
yang harus dilindungi. Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan dari
institusi kepolisian, dengan adanya penilaian tersebut maka kepolisian setempat
wajib menempatkan personilnya untuk melakukan penjagaan di keraton
tersebut, termasuk di antaranya keraton Kasepuhan.

“ di antara pertimbangannya yakni keraton merupakan situs sekaligus


aset bukan hanya kesultanan tetapi juga negara dan masyarakat kota
Cirebon, sehingga harus dijaga dan diamankan kelestariannya (Dani
Kustoni - Kapolres Cirebon Kota) ”

Sebagai bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka keraton harus dijaga
oleh personil kepolisian

 Pengamanan, 2 personil,
 Patroli 2 personil
 Pengamanan kegiatan keraton, minimal 10 personil (khusus untuk
pengamanan kegiatan yang berskala besar, maka diadakan pengamanan
penuh yang melibatkan lebih banyak personil kepolisian).

dijadikannya keraton Kasepuhan sebagai objek vital disambut baik oleh Sultan
Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, menurut Sultan Sepuh
XIV, penetapan keraton sebagai objek vital merupakan sebuah tanda atau
pengakuan akan pentingnya keraton itu sendiri.

“ Selain sebagai aset, keraton juga kan banyak didatangi wisatawan


baik lokal maupun mancanegara - (Sultan Sepuh XIV PRA Arief
Natadiningrat) ”

 Sejarah kesultanan Kasepuhan


Pada masa kepemimpinan Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji, Sultan
Sepuh V melakukan banyak perbaikan pada kompleks Taman sari Gua
Sunyaragi yang digunakan sebagai tempat mengkhusukan diri kepada Allah swt
sekaligus markas besar prajurit kesultanan dan gudang serta tempat pembuatan
senjata, disamping Taman sari Gua Sunyaragi, kesultanan Kasepuhan memiliki
markas prajurit lainnya, yaitu di desa Matangaji yang sekarang masuk dalam
wilayah administrasi kecamatan Sumber, kabupaten Cirebon. Aktifitas yang ada
di Taman sari Gua Sunyaragi kemudian menarik perhatian Belanda untuk
kemudian menyerangnya, Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin Matangaji pun gugur
pada tahun 1786, tidak lama setelah wafatnya Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin
Matangaji, saudara sultan yaitu Pangeran Raja Hasanuddin menggantikan
dirinya untuk memimpin kesultanan Kasepuhan, sementara Taman sari Goa
Sunyaragi hanya tinggal puing-puing akibat penyerangan Belanda.

Pada tahun 1852, Pangeran Adiwijaya yang kelak menjadi wali bagi Pangeran
Raja Satria, membangun kembali dan memperkuat Taman air Gua Sunyaragi,
dia memperkjakan seorang aristek beretnis tionghoa, namun kemudian arsitek
tersebut ditangkap dan dipaksa mengatakan seluk-beluk Taman air Gua
Sunyaragi kepada Belanda untuk kemudian dibunuh. Terbongkarnya aktifitas di
Taman air Gua Sunyaragi membuat Pangeran Adiwijaya memerintahkan kepada
para bawahan dan para prajurit untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan
yang akan terjadi, akhirnya keputusan diambil untuk mengungsikan seluruh
persenjataan dan para prajurit keluar dari Taman air Gua Sunyaragi, sehingga
penyerangan Belanda yang terjadi kemudian tidak mendapatkan apa-apa.
 Silsilah Kesultanan Kasepuhan
Pada masa kesultanan Cirebon

 Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) (bertahta dari 1479 - 1568)


 P. Adipati Pasarean (P. Muhammad Arifin) (hidup dari 1495 - 1552)
 P. Dipati Carbon (P. Sedang Kamuning) (hidup 1521 - 1565)
 Panembahan Ratu Pakungwati I (P. Emas Zainul Arifin) (bertahta dari
1568 - 1649)
 P. Dipati Carbon II (P. Sedang Gayam) (-)
 Panembahan Ratu Pakungwati II (Panembahan Girilaya) (bertahta dari
1649 - 1666)

Setelah pembagian kesultanan Cirebon, Kasepuhan dipimpin oleh anak pertama


Pangeran Girilaya yang bernama Pangeran Syamsudin Martawidjaja yang
kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sepuh I.[11],[12]

 Sultan Sepuh I Sultan Raja Syamsudin Martawidjaja (bertahta dari 1679 -


1697)
 Sultan Sepuh II Sultan Raja Tajularipin Djamaludin (bertahta dari 1697 -
1723)
 Sultan Sepuh III Sultan Raja Djaenudin (bertahta dari 1723 - 1753)
 Sultan Sepuh IV Sultan Raja Amir Sena Muhammad Jaenuddin (bertahta
dari 1753 - 1773)
 Sultan Sepuh V Sultan Sepuh Sjafiudin Matangaji (bertahta dari 1773 -
1786)
 Sultan Sepuh VI Sultan Sepuh Hasanuddin (bertahta dari 1786 - 1791)
bertahta menggantikan saudaranya Sultan Sepuh V Sultan Sjafiudin
Matangaji
 Sultan Sepuh VII Sultan Sepuh Djoharudin (bertahta dari 1791 - 1815)
 Sultan Sepuh VIII Sultan Sepuh Radja Udaka (Sultan Sepuh Raja
Syamsudin I) (bertahta dari 1815 - 1845[13]) menggantikan saudaranya
Sultan Sepuh VII Sultan Djoharuddin
 Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman (Sultan Sepuh Raja Syamsudin
II) (bertahta dari 1845 - 1853)
 Perwalian oleh Pangeran Adiwijaya bergelar (Pangeran Syamsudin IV)
(menjadi wali bagi Pangeran Raja Satria dari 1853 - 1871)
 Pangeran Raja Satria (memerintah dari 1872 - 1875) mewarisi tahta
ayahnya Sultan Sepuh IX Sultan Radja Sulaeman sebagai putera tertua
Sultan Sepuh IX yang sah, setelah meninggalnya walinya yaitu Pangeran
Adiwijaya sesuai dengan penegasan Residen Belanda untuk Cirebon
tahun 1867
 Pangeran Raja Jayawikarta (memerintah dari 1875 - 1880) menggantikan
saudaranya Pangeran Raja Satria
 Sultan Sepuh X Sultan Radja Atmadja Rajaningrat (bertahta dari 1880 -
1885) diangkat sebagai Sultan untuk menggantikan saudaranya yaitu
Pangeran Raja Jayawikarta
 Perwalian oleh Raden Ayu (Permaisuri Raja) menjadi wali bagi
Pangeran Raja Adipati Jamaludin Aluda Tajularifin dari 1885 - 1899
 Sultan Sepuh XI Sultan Sepuh Radja Jamaludin Aluda Tajularifin
(bertahta dari 1899 - 1942)
 Sultan Sepuh XII Sultan Sepuh Radja Radjaningrat (bertahta dari 1942 -
1969)
 Sultan Sepuh XIII Pangeran Raja Adipati DR.H. Maulana Pakuningrat.
SH (bertahta dari 1969 - 2010)[14]
 Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat. SE
(bertahta dari 2010 - sekarang).[15]
BAB 3
METODE PENELITIAN

 Waktu penelitian

 Lokasi Penelitian

 Tekhnik Pengumpulan Data


BAB 4
PEMBAHASAN
 Hasil Observasi

 Hasil Wawancara

 Hasil Dokumentasi
BAB 5
PENUTUP

 Kesimpulan

Berdasarkan konsep tersebut di atas, maka uraian ini membahas suatu


pendekatan umum yang menerangkan bahwa Keraton Kesepuhan memiliki
Peranan yang sangat penting dalam Pemeliharaan Kebudayaan di kota Cirebon
atau bahkan memberikan kontribusi yang mencangkup aspek material dan
juga spiritual melalui peninggalan-peninggalannya seperti Masjid Agung Sang
Cipta Rasa, Alat-alat musik, Arsitektur dan Interior bangunannya, serta
penyebaran Kebudayaan Islam oleh wali sanga yang harus kita junjung tinggi
nilai-nilai moral dan spiritualnya.

 Saran
Sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki nilai moral yang tinggi,
kita harus memelihara dan bangga terhadap apa yang telah diberikan
oleh nenek moyang kita terdahulu melalui peninggalan-peninggalannya.
Salah satunya ialah Keraton Kesepuhan Cirebon yang memiliki banyak
fungsi dan sejarah yang harus kita ketahui.

Anda mungkin juga menyukai