Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH CIREBONOLOGI

SENI BANGUNAN KASEPUHAN

Disusun oleh :
KELOMPOK 6
-Bahrul Ulum -Novi Zakia Rohmah
-Rizka Fatonah -Ilma Zaini Nafiah
-Wulan Qurrota Ayuni -Dhiya Gisya Aulia
-Muhamad Hanif Annafis -luxyana Permata Putri
-Naila Fadhilatur R.

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

UIN SIBER SYEKH NURJATI CIREBON

2023 H / 1445 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Cirebon merupakan wilayah yang terletak di Provinsi Jawa Barat.
Menjadi salah satu kota dengan pusat penyebaran agama Islam oleh Walisongo
di tanah Jawa pada masa abad XIV hingga abad XVI saat berakhirnya era Hindu
Budha kerajaan Mataram, Sarumban, merupakan asal kata Cirebon yang
merupakan sebuah kota kecil di daerah pantai Utara Jawa yang dibangun oleh Ki
Gedeng Tapa, lalu berkembang menjadi sebuah desa bernama Caruban yang
artinya bersatu padu, karena pada wilayah tersebut merupakan tempat
bertemunya pendatang seperti dari wilayah Jawa, Sunda, Arab, dan juga India.
Awal pembentukan Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman yaitu
berasal dari perpindahan kekuasaan dari Pangeran Girilaya di abad ke-16. Pada
saat itu Pangeran Girilaya menyerahkan tahta pada ketiga putranya yakni
Pangeran Martawijaya, Pangeran Kartawijaya, dan Pangeran Wangsakerta.
Namun, Pangeran Wangsakerta menolak tawaran tersebut dan lebih memilih
untuk mendalami ilmu Agama. Semenjak saat itu, menjadi dua penguasa yakni
Pangeran Martawijaya yang menjabat sebagai Sultan Kasepuhan dan Pangeran
Kartawiya yang menjabat sebagai Sultan Kanoman.
Dalam perkembangan arsitektur bangunan dan lanskap, pengaruh terlihat
pada keraton-keraton yang berkembang selama era Walisongo di Pulau Jawa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah bangunan di keraton kesepuhan?
2. Apa saja seni bangunan yang ada di keraton Kasepuhan?
3. Apa makna dari seni bangunan keraton Kasepuhan?
C. TUJUAN
1. Memahami sejarah bangunan keraton kasepuhan
2. Mengetahui seni bangunan yang ada di keraton kesepuhan
3. Memahami makna-makna dari bangunan keraton kasepuhan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Bangunan Kasepuhan


Keraton Kasepuhan terdiri dari dua kompleks bangunan, yaitu Dalem
Agung Pakungwati yang didirikan pada 1430 oleh Pangeran Cakrabuana dan
kompleks Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin
pada 1529. Keraton Pakungwati adalah cikal bakal Keraton Kasepuhan. Nama
Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran
Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Pada 1529, cicit Sunan
Gunung Jati yang bernama Pangeran Mas Zainul Arifin atau Panembahan
Pakungwati I membangun keraton baru di sebelah barat daya keraton lama.
Keraton baru ini dinamai Keraton Pakungwati, mengabadikan nama Ratu Dewi
Pakungwati.
Sejarah Keraton Kasepuhan berkaitan dengan runtuhnya Kerajaan
Cirebon yang dimulai pada 1666, pada masa pemerintahan Panembahan Ratu
II atau Pangeran Rasmi. Pada saat itu, Sultan Amangkurat I, penguasa Mataram
yang juga mertua Panembahan Ratu II, memanggil menantunya tersebut ke
Surakarta dan menuduhnya telah bersekongkol dengan Banten untuk
menjatuhkan kekuasaannya di Mataram. Setelah Panembahan Ratu II
diasingkan dan wafat di Surakarta pada 1667, kekosongan dalam Kerajaan
Cirebon diambil alih oleh Mataram. Pengambilalihan sepihak ini memicu
amarah dari Sultan Ageng Tirtayasa yang berkuasa di Banten. Sultan Ageng
Tirtayasa kemudian turun tangan untuk membebaskan dua putra Panembahan
Ratu II yang juga diasingkan oleh Mataram, yaitu Pangeran Kartawijaya dan
Pangeran Martawijaya. Pada 1677, terjadi konflik internal di Kesultanan
Cirebon karena perbedaan pendapat di kalangan keluarga mengenai penerus
kerajaan. Oleh karena itu, Sultan Ageng Tirtayasa memutuskan untuk membagi
Kesultanan Cirebon menjadi tiga, yaitu Kesultanan Kanoman, Kesultanan
Kasepuhan, dan Panembahan Cirebon. Sejak saat itu, Sultan Sepuh I
menempati Keraton Pakungwati yang kemudian berganti nama menjadi
Keraton Kasepuhan.
B. Bangunan-bangunan yang ada di Keraton Kasepuhan

Keraton kasepuhan merupakan bangunan sejarah yang masih terjaga sampai


sekarang, Terdapat berbagai macam bangunan di keraton kasepuhan yaitu :

1. Pancaratna dan Pancaniti


Pancaratna adalah bangunan terbuka (tanpa dinding) yang hanya
memiliki tiang-tiang yang menopang atap. Konstruksi atap ditunjang oleh empat
sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan
lantai yang lebih rendah. Bangunan in memiliki tiang yang berjumlah 16 buah
mendukung atap sirap dan memiliki pagar terali besi.
2. Siti Inggil
Siti Inggil adalah bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata yang
kokoh di sekelilingnya. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar
bergaya arsitek Majapahit.
3. Langgar Agung
Langgar Agung adalah meshola yang berada di dalam kawasan Keraton
area Langgar agung in terbagi dua yaitu halaman pengada dan halaman Langgar
Agung yang keduanya dipisahkan oleh tembok yang rendah. Bagian terasnya
berdinding kayu setengah dari permukaan lantai dan bagian setengahnya lagi
diberi terali kayu.
4. Pendopo Pengada
Pendopo pengada merupakan bangunan bangunan yang tidak memiliki
dinding dan terdapat banyak pilar. Pendopo pengada diperuntukan bagi para
pejabat panca lima. Pejabat panca lima meliputi Demang Dalem, Camat Dalem,
Laskar Dalem dan Kaum Dalem. Lima aparat keraton tugasnya untuk
resepsionis, untuk para tamu. Kemudian ke panca ratna dan kembali ke tempat
pondopo.Didepan pengada ditanami pohon kepel (artinya genggem) yang
dimaksudkan agar lima petugas saling menggenggam atau bersatu (bertanggung
jawab dalam menjalankan tugas.
Pendopo Pengada merupakan bangunan yang tidak memiliki dinding
dan terdapat banyak pilar. Pendopo Pengada diperuntukan bagi para pejabat
panca lima. Pejabat panca lima yaitu meliputi Demang Dalem, Camat Dalem,
Lurah Dalem, Laskar Dalem dan Kaum Dalem.
Pengada adalah bangunan tanpa dinding yang berada tepat di depan
gerbang Pengada dengan ukuran 17 × 9,5 m. Bangunan ini dilengkapi dengan 14
tiang penyangga, berlantai tegel, dan beratap sirap.
5. Pintu Gledegan
Dinamakan gledegan karena terdapat suara (penjaga) seperti petir dan di
beri nama gledegan. Dahulu pintu gledegan berbentuk kayu, namun sekarang
sudah di renovasi.
6. Sumur Kemandungan
Sumur kemendungan berfungsi untuk membersihkan pusaka-pusaka
didalam museum, didalamnya terdapat kereta kencana dan dibersihkan setiap 5
muharam.
7. Taman Dewandaru
Di taman ini terdapat nandi yang merupakan patung lembu kecil sebagai
lambang kepercayaan Hindu, pohon soka sebagai lambang bersuka hati, 2
patung macan putih merupakan lambang Pajajaran, meja dan bangku, dan
terdapat 2 buah meriam yang dinamai Ki Santomo dan Nyi Santoni . Di dalam
Taman dewandaru terdapat simbol-simbol
1. Patung lembu, melambangkan kepercayaan agama hindu
2. 2 patung macan putih melambangkan pajajaran
3. Kursi dan meja yang terbuat dari batu pemberian jendral dari inggris yang
bernama jendral dr, raffes yang diserahkan pada abad ke-16
4. 2 meriam yang bernama kisantoma dan nyisantomi
5. Pintu buk bacem
Dinamakan buk bacem karena buk adalah arsitektur yang melengkung dan
bacem yaitu pintu yang di rendam sebelum di ukir agar awet
6. Dapur mulud, Yaitu tempat masak ketika maulid nabi
7. Langgar alit, yaitu tempat tadarus dan ngaji setelah tarawih
8. Gajah mulung, gajah yang sedang memuak dan bangunan yang miring
karena bermaksud manusia hidup tidak berjalan lulus
9. Kaputran yaitu tempat tinggal anak sulltan laki-laki yang sudah baligh
10. Kaputren , tempat tinggal anak sultan perempuan yang sudah baligh.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keraton Kasepuhan terdiri dari dua kompleks bangunan, yaitu Dalem
Agung Pakungwati yang didirikan pada 1430 oleh Pangeran Cakrabuana dan
kompleks Keraton Pakungwati yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin
pada 1529.
Terdapat banyak sekali macam bangunan yang berada didalam wilayah
Keraton kasepuhan yang masing-masing memiliki maknanya tersendiri.
Bangunan-bangunan tersebut adalah Pncartna dan Pancaniti, Siti Inggil, Langgar
Agung, Peendopo Pengada, Pintu Gledengan, Sumur Kemandungan, dan Taman
Dewandaru.
B. Saran
Kasepuhana merupakan salah satu bangunan bersejarah dan menjadi ciri
khas bagi kota Cirebon ini, yang harus dipertahankan keutuhannya, dan dijaga
sebaik mungkin. Bagi masyarakat, ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan
untuk menjadikan Indonesia kaya
DAFTAR PUSTAKA

Yuningsih, Epi. 2021. Mengungkap makna simbolik dalam khazanah leksikon


etnoarsitektur hijau keraton. https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id

Salsabila, Dita. 2023. Memaknai pengaplikasian ornamen pada langit-langit bangunan


keraton kasepuhan Cirebon.
https://journal.unilak.ac.id/index.php/inside/article/view/15801/5423

Anda mungkin juga menyukai