Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK

Dosen Pengampu: Dr. Izzudin, MA

Disusun Oleh:

Citra Novina Ginanti (2384130088)

Tri Indah Yuli Astuti (2384130102)

Aditya Ramadhan (2384130089)

Kelas BKI 2 C

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI


CIREBON

2024
A. Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani

Munculnya ilmu akhlak pada masa Yunani dilatarbelakangi oleh munculnya


Sophisticians, yang merupakan orang-orang bijaksana sekitar zaman 500-450 SM.

1. Socrates

Sebelum Socrates, di Yunani sebenarnya ada tokoh-tokoh sofistik (500-


450 SM) yang telah membahas kajian ilmu akhlak. Mereka adalah golongan
ahli filsafat, dan menjadi guru yang tersebar di beberapa negeri. Pemikiran
mereka berbeda-beda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu menyiapkan
angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik dan
mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya. (Sofistik atau
Sophisticians (500-450 SM).

Dalam hal ini, Socrates (469-399 SM) merupakan salah seorang filsuf
Yunani yang membahas pengetahuan etika atau akhlak. Ia dikenal sebagai
perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Socrates merupakan tokoh pertama
yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip ilmu
pengetahuan. la berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan
antarmanusia, harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Menurut-nya,
keutamaan akhlak itu terdapat pada ilmu.1

2. Plato

Plato (427-347 SM) adalah seorang filsuf dari Athena yang merupakan
murid dari Socrates. Dalam pandangan Plato, akhlak didasarkan pada teori
model (paradigma). Menurutnya, di balik alam ini ada alam rohani (alam ideal),
sebagai contoh bagi alam konkret. Adapun benda-benda konkret itu, merupakan
gambaran tidak sempurna yang menyerupai model tersebut.

Keterkaitan antara alam ideal dengan alam konkret ini dijelaskan Plato
melalui materi akhlak. Plato menjelaskan bahwa contoh keterkaitan ini terdapat
pada kebaikan, yaitu arti mutlak, azali, kekal, dan sempurna. Manusia yang
dekat dengan kebaikan akan memperoleh cahaya dan lebih dekat pada
kesempurnaan. Untuk memahami gambaran tersebut, diperlukan latihan jiwa

1
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, hlm 111-126
dan akal. Oleh karena itu, hanya ahli pikir (ahli filsafat) yang mengetahui arti
keutamaan dalam bentuknya yang baik.2

3. Aristoteles

Aristoteles (394-322 SM) adalah murid Plato yang membangun suatu paham
yang khas mengenai etika. Menurut Aristoteles, yang baik adalah kebahagiaan
yang merupakan aktivitas jiwa. Di antara beberapa pendapatnya tentang akhlak
sebagai berikut:

a) Tujuan terakhir yang dikehendaki manusia dalam semua tindakannya


adalah bahagia. Namun demikian, definisi kebahagiaan yang
disampaikannya lebih luas daripada yang disampaikan paham
utilitarianisme.

b) Jalan mencapai kebahagiaan adalah menggunakan kekuatan akal pikiran


dengan sebaik-baiknya.

c) Keutamaan itu terletak ditengah-tengah, antara dua keburukan.


Dermawan adalah tengah-tengah antara sifat membabi buta dan takut.3

B. Sejarah Akhlak Pada Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan, kehidupan masyarakat Eropa dikuasai oleh gereja.


Ketika itu, gereja berusaha memerangi filsafat Yunani dan menentang
penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Oleh karena itu, tidak ada artinya lagi
penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan
filsafat boleh saja, asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan
oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Di luar
ketentuan tersebut, penggunaan filsafat tidak diperbolehkan berdirinya
Kekaisaran Roma Suci, menandai zaman dalam teori abad pertengahan, tetapi
bukan dalam praktik. Abad pertengahan terutama kecanduan dengan fiksi
hukum. Pada saat itu, fiksi itu masih tetap ada sehingga provinsi-provinsi
kawasan Barat dari bekas Kekaisaran Roma, secara de jure masih tunduk pada

2
Romihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm 50
3
Und, hlm 233-234
kekaisaran di Konstantinopel. Kekaisaran yang masih menganggap dirinya
sebagai satu-satunya sumber otoritas hukum.

Meskipun demikian, sebagian dari kalangan gereja menggunakan pemikiran


Plato, Aristoteles, dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan
mencocokkannya dengan akal. Adapun filsafat yang menentang agama Nasrani
dibuang jauh-jauh.

Dengan demikian, ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan,
dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Di antara
tokoh yang masyhur adalah Pierre Abelard (1079-1142), seorang ahli filsafat
dari Prancis.4

C. Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab Sebelum Islam

Sejarah akhlak pada Bangsa Arab sebelum masuknya Islam sangat berbeda
pada saat zaman Bangsa Yunani, yaitu tidak adanya segi filsafat dalam zaman
Bangsa Arab sebelum masuknya Islam dan ilmu pengetahuan sangat muncul
pada bangsa yang sudah maju. Tetapi, pada zaman ini Bangsa Arab mempunyai
ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang mengandung nilai-nilai akhlak, seperti
Luqman Al-Hakim,5 Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi Sulma (530-627),6 dan
Hatim Ath-Tha'i. Arab sebelum Islam telah memiliki kadar pemikiran yang
minimal pada bidang akhlak, serta pengetahuan tentang berbagai macam
keutamaan. Nilai syair pun belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang
diucapkan oleh para filsuf Yunani Kuno. Maka, Bangsa Arab sebelum
memasuki keislaman adalah bangsa yang dimana jahiliyah, tetapi nilai akhlak
sudah ada pada zaman tersebut. Hanya saja sebatas nasihat-nasihat kebaikan
yang disampaikan melalui syair-syair Arab.

4
bid, hlm 56
5
Luqman Al-Hakim adalah orang yang disebut dalam Al-Qur'an surat Luqman (32): 12-19 yang
terkenal karena nasehat-nasehatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang
Luqman adalah Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. hlm 57
6
Zuhair ibn Abu Sulma merupakan salah seorang penyair terkemuka pada masa pra-Islam. Salah satu
qasidah Zuhair termasuk dalam 7 puisi emas yang diberikan penghargaan untuk digantungkan di
Ka'bah dan terkenal dengan sebutan Al-Mu'allaqat atau dalam terjemahan ke bahasa Inggris yang
dilakukan oleh dosen American University diberi judul The Golden of Odes. Prof. Dr. Rosihon Anwar,
M.Ag. hlm 57
Zaman jahiliyah pada bangsa Arab bukanlah jaman kebodohan dalam hal
pemikiran atau akal.7 Yang dimaksud zaman jahiliyah disini adalah Bangsa
Arab yang saat itu memiliki nilai moral yang tidak baik. Serta tidak bisa
menerima kebenaran. Maka, peran Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah
untuk Bangsa Arab pada jaman jahiliyah adalah untuk memperbaiki akhlak
yang tidak baik menjadi akhlak yang mulia.

Pada saat zaman ini pula Bangsa Arab tidak mempunyai ahli filsafat untuk
mengajak atau memberikan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Bangsa Arab
tidak berkembang dalam hal ilmiah dikalangan masyarakatnya.8

D. Sejarah Akhlak Pada Bangsa Arab Setelah Islam

Islam datang pada Bangsa Arab untuk mengajak mengenal dan mempercayai
bahwa Allah SWT adalah yang menciptakan seluruh alam semesta. Nabi
Muhammad SAW menjadi peran utama dalam penyempurnaan ilmu akhlak.9
Tokoh-tokoh yang menggagas atau menulis ilmu akhlak sebagai berikut:

a. Ali bin Abi Thalib, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak
berdasarkan sebuah risalah yang ditulis untuk putranya yaitu Al-Hasan,
setelah kepulangan dari Perang Shiffin.

b. Isma'il bin Mahran Abu An-Nashr, tokoh Islam yang pertama kali menulis
ilmu akhlak dan beliau pun ulama abad ke-2 H. Beliau menulis kitab Al-
Mu'min wa Al-Fajir, kitab ini pertama kali dikenal dalam Islam.

c. Ja'far bin Ahmad Al-Qummi, menulis kitab Al-Mani'at min Dukhul Al-
Jannah.

Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran agama Islam yang mengandung


banyaknya ilmu pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan
perbuatan.10 Al-Qur'an berisi perintah dan juga mengandung larangan seperti

7
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, cetakan ke-5, hlm 62
8
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Pers,
cetakan ke-14, hlm 57
9
Lihat Asy-Syirazi, op., hlm 29-30
10
Ibid., hlm 21
larangan berbuat syirik (menyekutukan Allah dengan selain-Nya), durhaka
kepada kedua orang tua, mencuri, berzina, meminum khamar, berjudi, dan
sebagainya.11

E. Sejarah Akhlak Pada Zaman Barat (Zaman Baru)

Kebangkitan dalam bidang ilmu pengetahuan yang terjadi pada Bangsa


Barat sekitar abad ke-15 M, memunculkan kebebasan berpikir bahkan sebagian
ajaran klasik mulai dikririk. Dimana diantara ajaran yang dikritik adalah ajaran
akhlak yang dibawa oleh bangsa Yunani dan bangsa setelahnya.

1. Rene Descartes (1596-1650 M)

Merupakan seorang filsuf yang seringkali dikenal sebagai pendiri filsafat


modern yang berasal dari Prancis. Descartes menjadi tokoh yang meletakkan
dasar-dasar bagi ilmu pengetahuan seperti fisika dan astronomi baru, bahkan ia
menjadi sebuah tanda dari kepercayaan diri baru akibat adanya kemajuan sains.
Descartes dan para pengikutnya cenderung lebih mengarah pada ajaran Stoics.
Beberapa karya dari Descartes, antara lain Disours de la Methode, Essais
Philoshophiques, Principia Philosophiae, dan De la Formation du Foetus.

Berikut beberapa pemikiran khas dari Rene Descartes.

a) Tidak boleh menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu.12

b) Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum dipastikan
secara nyata. Sesuatu yang didasarkan pada sangkaan semata dan tumbuh
dari kebiasaan wajib ditolak.

c) Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan


termudah, kemudian pada yang lebih kompleks.

2. Jeremy Bentham (1748-1832 M) dan John Stuart Mill (1806-1873 M)

Bentham merupakan filsuf dari Inggris, dan pendiri dari paham


utilitarianisme. Ia juga merupakan tokoh yang berpengaruh dalam bidang
pembaruan hukum, politik, sosial, dan pendidikan. Bentham mendasarkan

11
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, hlm 59
12
Rohison Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm 60
filsafatmya pada prinsip asosiasi dan prinsip kebahagiaan terbesar. Dimana
suatu keadaan yang mencakup kebahagiaan lebih besar dari penderitaan, atau
yang lebih kecil dari kesengsaraan itu lebih baik daripada keadaan lain.
Sehingga keadaan terbaik adalah keadaan yang cakupan kebahagiaannya lebih
besar daripada penderitaannya. Hal tersebut merupakan doktrin yang dikenal
sebagai paham utilitarianisme.13 Stuart Mill merupakan filsuf dari Inggris, dan
anak dari James Mill. Struart Mill banyak belajar dari literatur Yunani dan Latin,
dan mempelajari logika secara mandiri, serta pemikirannya banyak dipengaruhi
oleh James Mill dan Jeremy Bentham. Karya yang terkenal dari Stuart Mill
yaitu dalam bidang etika yang berjudul Utilitarianisme.

3. Thomas Hill Green (1836-1882)

Merupakan seorang profesor filsafat moral yang berprofesi sebagai


akademisi, ia juga mengabdikan dirinya dalam bidang politik dan sosial.
Thomas Hill Green mengaitkan suatu paham evolusi dengan etika. Berikut
merupakan pemikirannya.

a) Cita-cita ideal adalah memimpikan suatu keadaan yang lebih, yang


menjadi tujuan terakhir.

b) Manusia dapat memahami situasi dengan baik, dan dapat


memghendakinya karena ia adalah pelaku moral.

c) Manusia dapat melakukan suatu penyelesaian, karena ia mempunyai rasa


sadar diri, dari reproduksi kesadaran diri yang abadi.

4. Spinoza (1632-1677 M)

Spinoza merupakan seorang ilmuwan Barat yang memiliki pengaruh besar


dalam bidang etika. Ia memiliki karya yang berjudul Tractatus Theologico, dan
Tractatus Politicus.14 Dan karya yang terkenalnya berjudul Ethics, dimana para
pembacanya banyak yang mengeluh karena pendekatan yang dipakai dalam
buku tersebut. Namun Spinoza memiliki alasan bahwa "Semua hal yang mulia
adalah sulit karena sangat langka".

13
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat, hlm 1008
14
Ibid. hlm 746
5. Immanuel Kant (1724-1804 M)

Immanuel Kant adalah seorang filsuf terkenal dari Jerman, dengan memiliki
karya yaitu Kritik der Vernunft pada tahun 1781. Pemikiran etikanya
menitikberatkan pada rasa kewajiban atau panggilan hati nurani untuk
melakukan sesuatu yang berpangkal pada budi pekerti atau akhlak. Ia
berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai perasaan moral yang tertanam
dalam jiwa dan hati nuraninya. Karena dengan perasaan moral itu, orang akan
memiliki kesadaran untuk melaksanakan perbuatan baik dan menjauhi
perbuatan yang buruk.15

Perintah dari dalam hati itu bersifat absolut dan universal (categorical
imperative), karena perbuatan baik yang dilakukan dan perbuatan buruk yang
dijauhi itu merupakan sebuah kewajiban bagi manusia.16

15
Humaidi Tatapangarsa, Kuliah Aqidah Lengkap, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993, hlm 45)
16
Ibid., hlm 46
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Samsul Munir Amin, M. (2016). Ilmu Akhlak (1 ed.). (D. Ulmilla, Ed.)
Jakarta: Imprint Bumi Aksara.

Prof. Dr. . Abuddin Nata, M. (Jakarta). Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. 2020:
RajaGrafindo Persada.

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. A. (2010). Akhlak Tasawuf. (M. Drs. Maman Abd.
Djaliel, Ed.) Bandung: Pustaka Setia.

Dr. KH. Nawawi, M. C. (2022). Ilmu Akhlak Tasawuf. Malang: Madani.

Anda mungkin juga menyukai