Anda di halaman 1dari 5

BAGAIMANA MEMBENTUK AHKLAK

Dosen Penggampu : Dr. Izzudin, MA

Disusun Oleh :

Muhamad Yunus ( 2384130116 )

Ineu Julia Mutiara ( 2384130105 )

Wulan Qurrota Ayuni ( 2384130120 )

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN 2024
A. Pengertian Ahklak dan Ilmu Ahklak
Kata aklak berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut
bahasa, akhlak adalah perangai, taiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti kejadian, serta eraat dengan
hubungan kata kholiq yang berarti pencipta dan mahluq yang berarti yang diciptakan.
Berdasarkan leksikal makna ini, maka hadist-hadist diatas dipahami, bahwa
apa yang kongkrit ari setiap aktivitas, sangat ditentukan oleh kondisi jiwa pelakunya
yang berupa, perangai, tabiat dan watak.
Ahlak tidak cukup hanya dipelajari, tanpa ada upaya untuk membentuk pribadi
yang ber akhlak alkarimah. Dalam konteks ahlak, prilaku seseorang akan menjadi
baik jika diusahakan pembentukannya.
B. Proses Pembentukan Akhlak
Pembentukan Akhlah memerlukan proses, berikut beberapa proses pembentukan
akhlak pada diri setiap manusia.
1. Qudwah atau Uswah ( Keteladanan )
Orang tua dan guru yang biasanya memberikan teladan prilaku baik, biasanya
akan ditiru oleh anak anak dan muridnya. Hal ini berperan besar dalam
mengembangkan pola prilaku mereka. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Imam
Al-Ghazali pernah mengibaratkan bahwa orang tua itu seperti cermin bagi anak-
anaknya. Yang Artinya perilaku atau kebiasaan orang tua akan ditiru oleh anak-
anaknya. Ihwal ini tidak terlepas dari kecenderungan anak-anak yang suka meniru
(hubbu at-taqlid).
Keteladanan orang tua sangat penting bagi pendidikan moral anak. Bahkan hal itu
jauh lebih bermakna dari sekedar nasihat secara lisan (indoktrinasi). Jangan
berharap anak akan bersifat sabar, jika orang tua memberi contoh sikap yang
selalu marah-marah. Suatu yang akan sia sia, ketika orang tua mengdanbakan
anaknya berlaku sopan dan bertutur kata lembut, namun dirinya sendiri sering
berkata kasar dan kotor. Keteladanan yang baik merupakan kiat yang mujarab
dalam mengembangkan prilaku moral bagi anak.
2. Ta’lim ( Pengajaran )
Dengan mengajarkan prilaku keteladanan, akan terbentuk pribadi yang baik.
Dalam mengajarkan hal hal yang bak, kita tidak perlu menggunakan kekuasaan
dan kekerasan. Karena cara tersebut cenderung mengembangkan moralitas yang
eksternal, Artinya dengan cara tersebut anak akan hanya berbuat baik karena takut
hukuman orangtua atau guru. Dan segala hal yang pengembangan moral yang
dibangun atas dasar takut cenderung membuat anak menjadi kurang kreatif.
Bahkan ia juga menjadi kurang inovatif dalam berpikir dan bertindak, sebab ia
selalu dibayangi rasa takut, dihukum dan dimarahi orangtua taua gurunya.
Sebaiknya Anak jangan dibiarkan takut kepada orang tua atau guru, melainkan
ditanamkan sikap hormat dan segan. Sebab jika hanya karena rasa takut, anak
cenderung berprilaku baik ketika ada orangtua atau gurunya. Namun, ketika anak
luput dari perhatian orangtua atau gurunya ia akan
3. Ta’wid (Pembiasaan)
Pembiasaan perlu ditanamkan dalam membentuk pribadi yang berakhlak. Sebagai
contoh, sejak kecil, anak dibiasakan membaca basmalah sebelum makan, makan
dengan tangan, bertutur kata baik, dan sifat-sifat terpuji lainnya. jika hal itu
dibiasakan sejak dini, kelak ia akan tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia
ketika dewasa.
4. Targhib/Reward (Pemberian Hadiah)
Memberikan motivasi, baik berupa pujian atau hadiah tertentu, akan menjadi salah
satu latihan positif dalam proses pembentukan akhlak. Cara ini akan sangat
ampuh, terutama ketika anak masih kecil.
Secara psikologis, seseorang memerlukan motivasi atau dorongan ketika hendak
melakukan sesuatu. Motivasi itu pada awalnya mungkin masih bersifat material.
Akan tetapi, kelak akan meningkat menjadi motivasi yang lebih bersifat spiritual.
Misalnya, ketika masih anak-anak, kita mengajarkan sholat jamaah hanya karena
ingin mendapatkan hadiah dari orangtua. Akan tetapi, kebiasaan tersebut lambat
laun akan mengantarkan pada kesadaran, bahwa kita beribadah karena kebutuhan
untuk mendapatkan riha dari Allah SWT.
5. Tarhib/Punishment (Pemberian Ancaman/Hukuman)
Dalam proses pembentukan akhlak, terkadang diperlukan ancaman agar anak
tidak bersikap sembrono. Dengan demikian, anak akan enggan ketika akan
melanggar norma tertentu. Terlebih, ika sanksi tersebut cukup berat. Pendidik atau
orangtua terkadang juga perlu memaksa dalam hal kebaikan. Sebab terpaksa
berbuat baik itu lebih baik, daripada berbuat maksiat dengan penuh kesadaran.
C. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Ada beberapa instansi luar yang menjadi faktor pengaruh dalam pembentukan akhlak.
1. Insting
Insting sering diartikan sebagai bawaan sejak lahir. Ia merupakan salah satu faktor
lahirnya sebuah aktivitas horizontal dalam kehidupan. Berbeda dengan kondisi
jiwa, yang secara psikis membutuhkan stimulus dari instansi luar untuk
melahirkan sebuah aktivitas, maka instink secara behaviouristik, cenderung lebih
merupakan sebuah tuntutan untuk beraktivitas.
Ahmad Dahlan membagi insting tersebut kepada:
a) Insting menjaga diri pribadi
b) Insting menjaga jenis
c) Insting takut
d) Insting ingin memiliki
e) Insting ingin tahu
f) Insting bergaul
2. Pembiasaan
Instansi luar yang lain adalah pembiasaan. Berbeda dengan behaviourisme yang
menganggap bahwa pembiasaan itu sebagai sebuah ketundukan yang
mempebudak, dalam akhlak pembiasaan, adalah merupakan sebuah keniscayaan
yang harus diwujutkan. Dalam bahasa agama, pembiasaan disebut sebagai
Istiqamah.

3. Tradisi atau Adat Istiadat.


Instansi luar yang menjadi faktor lahirnya sebuah aktivitas horizontal yang lain,
adalah tradisi atau adat istiadat. Tradisi yang terbentuk dari sebuah hasil dialog
antara individu dengan ling kungan, menjadikan individu terkerangkeng oleh
tradisi atau adat kebiasaan yang melingkarinya. Artinya: mau tidak mau, individu
akan melakukan sebuah aktivitas horizontal sesuai dengan tradisi atau adad
istiadat yang ada. Untuk itu, kalau sekiranya daya tawar kondisi jiwa sebagai
fitrah, secara individu tidak mampu untuk mewamal tradisi atau adad kebiasaan
yang ada, agama menyarankan untuk melakukan hijrah. Jangan sampai kondisi
jiwa yang fitrah terkerang keng oleh tradisi yang tidak menguntungkan, karena
semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Hijrah adalah
sebuah solusi penyelamatan kondisi jiwa sebagai fitrah yang diamanahkan oleh
Allah Swt.
4. Kehendak
Faktor lain yang dapat melahirkan aktivitas horizontal sebagai instansi di luar ‫حال‬
‫ النفس‬adalah kehendak. Ketika kehendak telah mendapatkan energi dari kondisi
jiwa, maka sebuah aktivitas hori- zontal menjadi terwujud. Menurut Sidi
Ghazalba, kehendak bersi- nonim dengan kemauan, sedang keinginan bersinonim
dengan hasrat30. Artinya: ketika keinginan atau hasrat diberi penekanan, naiklah
keinginan tersebut menjadi kemauan atau kehendak, dan ketika kehendak
disambungkan dengan kondisi jiwa atau ‫ حال النفس‬maka kehendak akan melahirkan
sebuah aktivitas horizontal. Per- soalannya, apakah kehendak itu bebas dalam
pemilihan sebuah aktivitas ataukah terikat, sehingga aktivitas yang muncul
merupakan hasil dari sebuah pilihan dari satu atau beberapa alternatif pilihan yang
mengikatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Samsul Munir Amin, M.A.2016. Ilmu Akhlak. Jakarta.
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag.2010 Akhlak Tasawuf. CV. Pustaka Setia.
Bandung.
M.Hasyim Syamhudi.2015.Akhlak Tasawuf Dalam Kontruksi Piramida Ilmu
Islam.Madani Media. Malang

Anda mungkin juga menyukai