Anda di halaman 1dari 10

Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Berikut ini dijelaskan beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pembentukan ahlak pada anak yaitu:

A. Faktor Insting dan Naluri

Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang
dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa arab disebut gharizah). Insting merupakan seperangkat
tabi”at yang dibawa manusia sejak lahir. Menurut james insting adalah suatau alat yang dapat
menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan
itu dan tiada dengan didahului latihan perbuatan

itu. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator pengerak yang
mendorong lahirnya tingkah laku, antara lain:

1. Naluri makan

Begitu manusia lahir telah memiliki hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya , begitu bayi
lahir ia dapat mencari tetek ibunya dan mehisap air susu ibunya tanpa diajari lagi.

2. Naluri berjodoh

Laki-laki menginginkan wanita, dan wanita menginginkan laki-laki.dalam Al-Qur’an diterangkan:Dijadikan


indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-
anak, harta yang banyak (QS. Ali Imran : 14 )

3. Naluri keibubapakan

Ta’biat kecintaan orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.

4. Naluri berjuang

Ta’biat manusia yang selalu mempertahankan dirinya, dari gangguan dan tantangan, jika seseorang
diserang oleh musuh, maka ia akan membela dirinya.

5. Naluri bertuhan

Ta’biat manusia yang merindukan Penciptanya yang memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini
disalurkan dalam naluri beragama.

Selain kelima insting tersebut, masih banyak lagi insting yang sering dikemukakan oleh para ahli
psikologi, misalnya insting ingin tahu dan memberitahu, insting suka bergaul, insting suka meniru, insting
takut, dan lain-lain. Insting merasa takut berpakar para manusia, mengikutinya mulai masa kanak-kanak
sampai masuk liang kubur. Antar insting ini dengan insting lainnya saling berdesak-desakan. Seperti
marah, suka mencipta, suka mengetahui, dan bercumbu-cunbuan. Sehingga menghambat untuk
lahirnya insting takut atau menjadikan sebab akan keragu-raguan.

Dengan potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka corak perilaku sesuai pula dengan corak
instingnya. Prilaku seseorang akan mencerminkan akhlaknya, jika prilaku baik maka akhlaknya juga baik.

B. Faktor Bawaan

Secara individu kepribadian Muslim mencerminkan cirri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut diperolah
berdasarkan potensi bawaan. Dengan demikian secara potensi (pembawaan) akan dijumpai adanya
perbedaan kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Namun perbedaan itu terbatas
pada seluruh potensi yang mereka miliki, berdasarkan factor pembawaan masing-masing meliputi aspek
jasmani dan rohani. Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik
lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, maupun sikap
emosi.

Sebaliknya dari aspek roh, ciri-ciri itu menyatu dalam kesatuan fitrah untuk mengabdi kepada
penciptannya. Latar belakang penciptaan manusia menunjukkan bahwa secara fitrah manusia memiliki
roh sebagai bahan baku yang sama. Menurut Hasan Langgulung, pernyataan tersebut mengandung
makna antara lain, bahwa Tuhan memberikan manusia beberapa potensi yang sejalan dengan sifat-
sifatnya. Kepibadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya
pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang
dimiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab
Nabi mengemukakan “ Orang mukmin yang paling sempurna imannya, adalah orang mukmin yang
paling baik akhlaknya.

Disini terlihat ada dua sisi penting dalam pembentukan kepribadian muslim, yaitu iman dan akhlak. Bila
iman dianggap sebagai konsep batin, maka batin adalah implikasi dari konsep itu yang tampilanya
tercermin dalam sikap perilaku sehari-hari. Keimanan merupakan sisi abstrak dari kepatuhan kepada
hukum-hukum Tuhan yang ditampilkan dalam lakon akhlak mulia.

Menurut Abdullah al-Darraz, pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi
sebagai pengisi nilai-nilai keislaman. Dengan adanya cermin dari nilai yang dimaksud dalam sikap dan
perilaku seseorang maka tampillah kepribadiannya sebagai muslim. Muhammad Darraz menilai materi
akhlak merupakan bagian dari nilai-nilai yang harus dipelajari dan dilaksanakan, hingga terbentuk
kecendrungan sikap yang menjadi ciri kepribadian Muslim.
Usaha yang dimaksud menurut Al-Darraz dapat dilakukan melalui cara memberi materi pendidikan
akhlak berupa :

1. Pensucian jiwa

2. Kejujuran dan benar

3. Menguasai hawa nafsu

4. Sifat lemah lembut dan rendah hati

5. Berhati-hati dalam mengambil keputusan

6. Menjauhi buruk sangka

7. Mantap dan sabar

8. Menjadi teladan yang baik

9. Beramal saleh dan berlomba-lomba berbuat baik

10. Menjaga diri (iffah)

11. Ikhlas

12. Hidup sederhana

13. Pintar mendengar dan kemudian mengikutinya (yang baik)

Pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan upaya untuk mengubah sikap kearah
kecendrungan pada nilai-nilai keislaman. Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan. Semua
berlajan dalam sautu proses yang panjang dan berkesinambungan. Diantara proses tersebut
digambarkan oleh danya hubungan dengan obyek, wawasan, peristiwa atau ide(attitude have referent),
dan perubahan sikap harus dipelajari (attitude are learned), menurut Al-Ashqar. Ada hubungan timbale
balik antara individu dengan lingkungannya. Selanjutnya kata Al-Ashqar, jika secara konsekwen tuntutan
akhlak seperti yang dipedomankan pada Al-Qur’an dapat direalisasikan dalam kehidupan sehar-hari,
maka akan terlihat ciri-cirinya. Ia memberikan rincian ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:

1. Selalu menepuh jalan hidup yang didasarkan didikan ketuhanan dengan melaksanakan ibadah dalam
arti luas.

2. Senantiasa berpedoman kepada petunjuk Allah untuk memperolah bashirah (pemahaman batin) dan
furqan (kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk).
3. Mereka memperoleh kekuatan untuk menyerukan dan berbuat benar, dan selalu menyampaikan
kebenaran kepada orang lain.

4. Memiliki keteguhan hati untuk berpegang kepada agamanya.

5. Memiliki kemampuan yang kuat dan tegas dalam menghadapi kebatilan.

6. Tetap tabah dalam kebenaran dalam segala kondisi.

7. Memiliki kelapangan dan ketentraman hati serta kepuasan batin hingga sabar menerima cobaan.

8. Mengetahui tujuan hidup dan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir yang lebih baik.

9. Kembali kepada kebenaran dengan melakukan tobat dari segala kesalahan yang pernah dibuat
sebelumnya.

Dalam hal ini Islam juga mengajarkan bahwa factor genetika (keturunan) ikut berfungsi dalam
pembentukan kepribadian Muslim. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam memberikan pedoman
dalam pendidikan Prenatal (sebelum lahir), Pembuahan suami atau istri sebaiknya memperhatikan
latarbelakang keturunan masing-masing pilihan (tempat yang sesuai) karena keturunan akan membekas
(akhlak bapak akan menurun pada anak).

Kemudian dalam proses berikutnya, secara bertahap sejalan dengan tahapperkembangan usianya,
pedoman mengenai pendidikan anak juga telah digariskan oleh filsafat pendidikan Islam. Kalimat tauhid
mulai diperdengarkan azan ketelingan anak yang baru lahir. Kenyataan menunjukkan dari hasil
penelitian ilmu jiwa bahwa bayi sudah dapat menerima rangsangan bunyi semasa masih dalam
kandungan. Atas dasar kepentingan itu, maka menggemakan azan ketelingan bayi, pada hakikatnya
bertujuan memperdengarkan kalimat tauhid diawak kehidupannya didalam dunia.

Pada usia selanjutnya, yaitu usia tujuh tahun anak-anak dibiasakan mengerjakan shalat, dan perintah itu
mulai diintensifkan menjelang usia sepuluh tahun. Pendidikan akhlak dalam pembentukan pembiasaan
kepada hal-hal yang baik dan terpuji dimulai sejak dini. Pendidikan usia dini akan cepat tertanam pada
diri anak. Tuntunan yang telah diberikan berdasarkan nilai-nilai keislaman ditujukkan untuk membina
kepribadian akan menjadi muslim. Dengan adanya latihan dan pembiasaan sejak masa bayi, diharapkan
agar anak dapat menyesuaikan sikap hidup dengan kondisi yang bakal mereka hadapi kelak.
Kemampuan untuk menyesuikan diri dengan lingkungan tanpa harus mengorbankan diri yang memiliki
ciri khas sebagai Muslim, setidaknya merupakan hal yang berat.
Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan
kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlak al-karimah. Untuk itu setiap Muslim diajurkan
untuk belajar seumur hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik) hingga diakhir hayat.

Pembentukan kepribadian Muslim secara menyeluruh adalah pembentukan yang meliputi berbagai
aspek, yaitu:

1. Aspek idiil (dasar)

Dari landasan pemikiran yang bersumber dari ajaran wahyu.

2. Aspek materiil (bahan)

Berupa pedoman dan materi ajaran yang terangkum dalam materi bagi pembentukan akhlak al-karimah.

3. Aspek sosial

Menitik beratkan pada hubungan yang baik antara sesama makhluk, khususnya sesama manusia.

4. Aspek teologi

Pembentukan kepribadian muslim ditujukan pada pembentukan nilai-nilai tauhid sebagai upaya untuk
menjadikan kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang setia.

5. Aspek teologis (tujuan)

Pembentukan kepribadian Muslim mempunyai tujuan yang jelas.

6. Aspek duratife (waktu)

Pembentukan kepribadian Muslim dilakukan sejak lahir hingga meninggal dunia.

7. Aspek dimensional

Pembentukan kepribadian Muslim yang didasarkan atas penghargaan terhadap factor-faktor bawaan
yang berbeda (perbedaan individu).

8. Aspek fitrah manusia

Pembentukan kepribadian Muslim meliputi bimbingan terhadap peningkatan dan pengembangan


kemampuan jasmani, rohani dan ruh.

Pembentukan kepribadian muslim merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh,


terarah dan berimbang. Konsep ini cenderung dijadikan alasan untuk memberi peluang bagi tuduhan
bahwa filsafat pendidikan Islam bersifat apologis (memihak dan membenarkan diri). Penyebabnya
antara lain adalah ruang lingkupnya terlalu luas, tujuan yang akan dicapai terlampau jauh, hingga dinilai
sulit untuk diterapakn dalam suatu sistem pendidikan.

C. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup. Lingkungan manusia merupakan apa yang
melingkunginya dari negeri, lautan, sungai, udara dan bangsa. Lingkungan ada dua macam yaitu:

a. Lingkungan alam

Lingkungan alam telah menjadi perhatian para ahli-ahli sejak zaman Plato sehingga sekarang ini.dengan
memberi penjelasan-penjelasan dan sampai akhirnya membawa pengaruh. Ibnu Chaldun telah menulis
dalam kitab pendahuluannya. Maka tubuh yang hidup tumbuhnya bahkan hidupnya tergantung pada
keadaan lingkungan yang ia hidup didalamnya.

Kalau lingkungan tidak cocok kepada tubuh, maka tubuh tersebut akan mati. Udara, cahaya, dan apa
yang ada di sungai, serta di lautan sangat mempengaruhi dalam kesehatan penduduk dan keadaan
mereka yang mengenai akal dan akhlak. Demikian juga akal, yakni saling mempengaruhi antara akal
dengan lingkungan, dan antara apa yang melingkunginya. Akal tidak tetap atau meningkat ke atas
kecuali dengan mempergunakan pikirannya dalam keadaan di kanan-kirinya dan mengambil paedah dari
lingkungan yang berada disekitarnya.

b. Lingkungan pergaulan

Lingkungan pergaulan meliputi manusia, seperti rumah, sekolah, pekerjaan, pemerintah, syiar agama,
ideal, keyakinan, pikiran-pikiran, adat istiadat, pendapat umum, bahasa, kesusastraan, kesenian,
pengetahuan dan akhlak. Pendeknya apa yang dihasilkan oleh kemajuan manusia.

Manusia pada umumya lebih banyak terpengaruh pada “lingkungan alam”. Apabila ia telah mendapat
sedikit kemajuan, “lingkungan pergaulan”lah yang menguasainya, sehingga ia dapat mengubah
lingkungan atau menyesuaikan diri kepadanya. Contohnya ketika udara panas ia mengunakan pakaian
tipis dan putih, agar dapat menolak hawa panas, dan membangun rumahnya menurut aturan tertentu
dan dapat menyejukkan.

Walaupun manusia terpengaruh oleh lingkungan alam atau lingkungan pergaulan namun dengan akal ia
dapat membatasi dan menentukan lingkungan yang cocok untuknya.

D. Faktor Kebiasaan

Adat atau kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-
ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adat
kebiasaan, tidak cukup hanya di ulang-ulang saja, tetapi harus disertai kesukaan dan kecendrungan hati
terhadapnya.

Segala perbuatan, baik atau buruk, akan menjadi adat kebiasaan karna dua faktor: “ kesukaan hati
kepada sesuatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu dengan melahirkan sesuatu perbuatan, dan
dengan di ulang- ulang secukupnya”. Adapun berulangnya sesuatu perbuatan saja, (yakni mengerakkan
anggota tubuh dengan perbuatan), tidak ada gunanya dalam pembentukan adat kebiasaan. Seperti
seseorang yang sakit yang berulang-ulang menelan obat yang sangat pahit yang tidak di sukainya,
mengharap lekas sembuh supaya tidak menelannya lagi, baginya penelanan obat itu tidak menjadi adat
kebiasaan. Seperti seorang murid yang malas pergi ke sekolah, dia pergi kesekolah hanya karna tekanan
orang tua, sehingga apabila tidak ada tekanan orang tua tersebut ia tidak mau pergi ke sekolah. Akan
tetapi kita melihat peminum minuman keras yang di ulang- ulangi meminum minuman keras tersebut.

Alasan dalam contoh ini adalah, bahwa orang yang sakit itu hatinya tidak suka minum obat, padahal ia
ingin sehat kembali. Maka karna kesukaan hati dalam suatu perbuatan dan mengulanginya tidak nyata
ada, sehingga tidak menjadi adat kebiasaan. Demikian juga seorang murid yang hatinya tidak suka pergi
kesekolah, dimana ia hanya pergi karna tekanan orang tua, hal itu tidak dikatakan kebiasaan. Ada pun
peminum minuman keras yang suka meminum minuman keras dan kesukaan ini diualng - ulanginya,
maka hal inilah yang menjadi adat kebiasaan.

Mengulangi sesuatu hal, dengan kesukaan hati saja tidak cukup dikatakan suatu kebiasaan. Barang siapa
yang ingin berulang kali ingin meminum minuman keras, akan tetapi tidak mengulangi maka hal itu tidak
menjadi kebiasaan. Dengan demikian suatu hal yang akan menjadi suatu adat kebisaan karna keinginan
hati dan dilakukannya, serta di ulang - ulanginya.

Fungsi kebiasaan adalah:

a. Memudahkan perbuatan

Seperti percakapan yang kita lakukan, yang menghabiskan beberapa tahun untuk mempelajarinya, dan
mempergunakan kerongkongan, lidah, langit - langit, dan bibir. Dan terkadang untuk mengucapkan
sepatah kata mempergunakan semua anggota tersebut. Anak kecil berangsur - angsur dari
mengucapkan beberapa huruf yang mudah kepada yang sukar, sehingga terbentuk adat kebiasaan, dan
dapat berbicara dengan tidak terasa sukar sedikitpun.
b. Menghemat waktu dan perhatian

Perbuatan yang diulang-ulang dan menjadi kebiasaan, maka seseorang dapat melakukan dalam waktu
yang lebih singkat dan tidak menghajatkan kepada perhatian yang banyak. Contohnya kita menulis,
yang membutuhkan beberapa waktu dan perhatian yang sempurna dan mempersiapkan segala pikiran
yang ada, akan tetapi setelah menjadi kebiasaan dapatlah seseorang menulis beberapa halaman dalam
waktu yang sama ketika ia menulis satu baris, dan dapat pula sambil menulis pikirannya melayang ke
lain jurusan. Maka kehidupan kita bertambah - tambah ratusan kali karna kebiasaan.

Contoh lain yaitu, perbandingan antara tangan kanan dan tangan kiri merupakan kebiasaan yang
menjadikan tangan kanan lebih tangkis, lebih cepat mempelajarinya, dan apabila tangan kanannya
hilang, orang dapat mengerjakan dengan tangan kirinya, apa yang dikerjakan tangan kanannya, bahkan
banyak orang yang hilang kedua tangannya, lalu bisa mengerjakan dengan kedua kakinya apa yang
dahulu dikerjakan dengan kedua tangannya.

Ada beberapa cara untuk dapat merubah kebiasaan yang buruk, yaitu:

a. Berniat sungguh - sungguh.

Niat tersebut tidak ada perasaan ragu - ragu. Kita harus mau meletakkan diri ketempat yang cocok
dengan kebiasaan yang baik. Kemudian mengikat lawan adat kebiasaan yang buruk. Janganlah
mengulangi perbuatan yang buruk lagi.kerjakan niat tersebut dengan kekuatan yang besar.

b. Menghindari kebiasaan yang buruk, sekaligus meninggalkannya

c. Carilah waktu yang baik untuk memperbaiki niatmu, kemudian ikutilah segala gerak jiwa yang
menolong perbaiki niat tersebut.

d. Jagalah pada dirimu kekuatan penolak dan peliharalah agar selalu hidup dalam jiwamu, dengan
mendarmakan perbuatan yang kecil-kecil tiap hari, untuk mengekang hawa nafsumu, karna yang
demikian itu dapat menolong engkau untuk menghadapi segala penderitaan kalau datang waktunya.

E. Faktor Pendidikan

Dunia pendidikan, sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku, dan akhlak seseorang.
Bebagai ilmu diperkenalkan agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada
dirinya. Begitu pula apabila, siswa diberi pelajaran “AKHLAK”, maka memberi tahu bagaimana
seharusnya manusia itu bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya, dan pernciptanya(Tuhan).
Dengan demikian , strategis sekali dikalangan pendidiakn dijadikan pusat perilaku yang kurang baik
untuk diarahkan menuju keperilaku yang baik. Maka dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan,
untuk bisa dijadikan agent perubahan sikap dan perilaku manusia.

Dari tenaga pendidik (pengajar) perlu memiki kemampuan profesionallitas dalam bidangnya. Dia harus
mampu memberikan wawasan, materi, mengarahkan dan membimbing anak didiknya, ke hal yang baik.
Dengan penuh perhatian, sabar, ulet, tekun, dan berusaha terus menerus, pengajar hendaknya
melakukan pendekatan psikologis.

Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah materi pengajaran. Apabila materi pengajaran yang
disampaikan oleh pendidik menyimpang dan mengarah ke perubahan perilaku yang menyimpang, inilah
suatu keburukan dalam pendidikan. Tetapi sebaliknya, apabila materinya baik dan benar setidaknya
siswa akan terkesan dalam sanubari pribadinya. Bekasan materi itu akan memotivasi bagaimana harus
bertindak yang baik dan benar. Penguasaan metodologis pengajaran yang dilakukan pendidik juga akan
berperan aktif dalam mempengaruhi akhlak siswa.

Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan tempat bertemunya semua watak. Perilaku dari
masing-masing anak yang berlainan. Ada anak yang nakal, berprilaku baik dan sopan dalam bahasanya,
beringas sifatnya, lancar pembicarannya, pandai pemikirannya dan sebagainya. Kondisi kepribadian anak
yang sedemikian rupa, dalam interaksi antara anak satu, dengan anak lainnya akan saling
mempengaruhi juga pada kerpribadian anak.

Dengan demikian lingkungan pendidikan sangat memengaruhi jiwa anak didik. Dan akan diarahkan
kemana anak didik dan perkembangan kepribadiannya. Jika lingkungan pendidikan anak itu baik maka
akhlaknya juga baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Imam S, Tuntunan Akhlaqul Karimah (Jakarta: LEKDIS, 2005)

Moh. Amin, Drs. Pengantar Ilmu Akhlaq (Surabaya: EXPRESS, 1987)

Mustofa. A. Drs. H. Akhlak Tasawuf (Bandung CV. Pustaka Setia, 1999)


Nata. MA, Abuddin, Prof. Dr. H, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)

Jalaludin, Teologi Pendidikan.Raja Gafindo Persada .Jakarta: 2002

-----------, Teologi Pendidikan Islam. (Edisi Revisi) Raja Grafindo Persada. Jakarta : 2003

Anda mungkin juga menyukai