Anda di halaman 1dari 4

MAKALAH

KEPRIBADIAN ISLAMI

MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA


KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEMESTER GENAP

Dosen Pengampu: Dra. Rohmi Lestari, M.Pd

NIP: 196812012008012023

Makalah ini disusun oleh:

Cindy Nur Anggreani (K3319024)

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2020
Kepribadian Islami
A. Manusia sebagai Makhluk Unik
Manusia terbentuk dari dua unsur yang berbeda, yaitu dalam bentuk fisik-biologis
berasal dari tanah dan aspek spiritual yang berasal dari ruh Tuhan (Kertanegara, 2007:
12). Dalam wujud jasmani, manusia memiliki semua unsur yang ada dalam tanah, mampu
tumbuh dan berkembangbiak, bergerak dengan bebas, dan sebagainya. Dengan kekuatan
spiritualnya, manusia dapat melakukan perenungan sehingga mampu memahami
kehendak Tuhan melalui wahyu-Nya untuk mencapai kesempurnaan dirinya (insan
kamil).
Manusia juga memiliki akal yang dapat digunakan untuk memahami fenomena
rasional dan untuk menguasai IPTEKS dalam usaha mengasah kemampuan karya, karsa,
dan rasa sebagai bagian menjalankan tugas khalifah Allah Swt. di bumi. Allah Swt.
melalui Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa manusia memiliki fitrah (potensi). Potensi
manusia tersebut yaitu manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk yang
ingin beragama, manusia mencintai wanita dan anak-anak, manusia mencintai harta
benda yang banyak dari emas dan perak, manusia mencintai kuda-kuda pilihan
(kendaraan untuk kondisi sekarang ini), dan manusia mencintai ternak dan sawah ladang
(investasi).
Di sisi lain, manusia juga memiliki dua kecenderungan yang kontradiktif, yaitu
takwa sebagai sifat positif yang senantiasa menjadi kesucian jiwanya dan fujur (berbuat
dosa) sebagai sifat negatif. Pada sisi pertama, manusia dengan kekuatan spiritualnya
(keimanan) melahirkan perilaku positif atau amal saleh untuk meraih kebahagiaan (aflah)
dan ridha-Nya. Pada sisi kedua, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu untuk
berperilaku buruk yang menantang kehendak Tuhan sehingga mendatangkan murka-Nya.
B. Kepribadian dalam Perspektif Islam
Dari segi bahasa, syakhshiyah berasal dari kata syakhshun yang mengandung makna
pribadi, kemudian ditambah huruf ya sehingga menjadi kata benda syakhshiyah yang
berarti kepribadian (Yusuf & Nurihsan, 2007: 212). Secara istilah, kepribadian dalam
psikologi Islam adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang
menimbulkan tingkah laku (Mujib & Mudzakir, 2000: 58). Kalbu (fitrah ilahiyah)
sebagai aspek supra kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa). Akal (fitrah
Insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kognisi (cipta).
Sementara itu, nafsu (fitrah hayawaniyah) sebagai aspek pra atau bawah kesadran
manusia yang memiliki daya konasi (karsa),
Akal merupakan natur insaniah yang memiliki kekuatan kognitif dan berguna untuk
memahami sesuatu yang realistik dan rasionalistik. Akal dapat bekerja dengan baik dan
menghasilkan daya pikir yang jernih jika mampu mengikat dan menahan nafsu, bukan
mengikat dan menahan kalbu. Hakikat nafsu adalah mengarah pada perintah untuk
berbuat buruk (amarah bi al-su’). Yusuf dan Nurihsan (2007: 214-217) mengelompokan
kepribadian manusia menjadi tiga tipe. Pertama, kepribadian mukmin (orang yang
beriman) dengan ciri-ciri berakidah lurus; beribadah sesuai dengan rukun Islam;
berakhlak karimah dalam kehidupan sosial, keluarga, pekerjaan; dan senantiasa
bertafakur terhadap alam semesta dalam rangka berzikir kepada Allah SWt.. Kedua,
kepribadian kafir (orang yang menolak kebenaran), yaitu kepribadian yang memiliki
karakteristik tidak beriman kepada Allah Swt. dan rukun iman lainnya; menolak
beribadah kepada Allah Swt.; berakhlak madzmumah; dan tidak bersyukur kepada Allah
Swt.. Ketiga, kepribadian munafik (orang yang meragukan kebenaran) dengan ciri-ciri
ragu dalam imannya, beribadah dengan riya dan malas, dan berakhlak madzmuma.
1. Membangun Kepribadian Islami
Dalam membangun kepribadian Islam, menurut Sapuri (2009: 113), yang harus
diperhatikan adalah pengembangan kalbu dan jasmani. Pertama, kalbu (hati)
merupakan tempat bermuara segala kebaikan Illahiyah karena ruh ada di dalamnya.
Kedua, pengembangan jasmani (fisik), yaitu dengan menjaga kondisi tubuh tetap
sehat melalui olahraga serta memberikan asupan ke dalam tubuh dengan makanan
yang halal dan tayib (sehat dan bergizi).
Pengembangan kepribadian Islami menurut Abdul Mujib (dalam Sapuri, 2009:
15) dilakukan melalui pendekatan konten. Pendekatan konten adalah serangkaian
metode dan materi dalam pengembangan kepribadian yang secara hierarkis
dilakukan oleh individu, dari jenjang yang terendah menuju jenjang paling tinggi,
untuk menyembuhan dan peningkatan kepribadiannya.
Pendekatan ini melalui tiga tahap (sapuri, 2009: 115-116) dalam
mengembangkan kepribadian Islam seseorang.
a. Tahapan awal (al-bidayah). Tahapan ini dilalui oleh manusia dengan melakukan
pembersihan dosa (tazkiyah atau takhalli).
b. Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujahadah). Pada
tahapan ini, kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan
maksiat, kemudian mengisi dirinya dengan perilaku yang mulia, baik yang
dimunculkan dari kepribadian mukmin, muslim, maupun muhsin. Caranya
dengan melakukan 1) musyarathan (menetapkan syarat-syarat pada jiwa); 2)
muraqabah (mawas diri dan waspada); 3) muhasabah (introspeksi diri); 4)
mu’aqabah (menghukum diri); 5) mujahadah (berusaha menjadi baik); 6)
mu’atabah (menyesali dan mencela diri terhadap perbuatan dosa yang
dilakukan); 7) mukasyafah (kekuatan jiwa).
c. Tahapan merasakan (al-mudziqat). Pada tahapan ini seorang hamba tidak
sekadar menjalankan perintah Allah Swt. dan menjauhi larangan-Nya. Namun,
dalam menjalankan ibadah, dia telah merasakan kelezatan iman, rasa rindu yang
mendalam, dan kedekatan dengan-Nya.
2. Berkepribadian Islami
Sikap kepribadian muslim tercermin dalam beberapa aspek berikut.
a. Ruhiyah (ma’nawiyah)
Ruhiyah merupakan motor utama yang menggerakan perilaku seseorang.
Tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong
untuk beramal saleh, dan juga memperkokoh jiwa manusia dalam menyikapi
berbagai problematika kehidupan. Aspek-aspek yang sangat terkait dengan
ma’nawiyah seseorang adalah aspek akidah dan aspek akhlak.
b. Fikriyah (‘aqliyah)
Kejernihan fikriyah dan kekuatan akal seseorang akan memunculkan
amalan, kreativitas, dan akan lebih dirasakan daya manfaat seseorang untuk
orang lain. Fikriyah yang dimaksud meliputi wawasan keislaman, pola pikir
Islami, dan disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam.
c. Amaliyah
Amaliyah adalah satu diantara tiga tuntutan iman dan Islam seseorang. Tiga
tuntutan tersebut adalah al-iqror bil-lisan (mengucapkan dengan lisan), at-
tashdiq bil-qalb (meyakini dengan hati), dan al-amal bil-jawarih (beramal
dengan seluruh anggota badan. Alasan seseorang harus beramal yaitu karena
kewajiban diri pribadi, kewajiban terhadap keluarga, dan kewajiban terhadap
dakwah.
Kesimpulan:
Manusia diciptakan oleh Allah lengkap dengan pancaindera dan akal dimana keduanya nanti
digunakan untuk memahami perkembangan IPTEKS yang realistik dan rasionalistik. Manusia
di ciptakan oleh Allah dengan dua kecenderungan yaitu kecenderungan berbuat positif atau
negatif. Seorang muslim yang baik pastinya memiliki kepribadian Islam yang baik sehingga ia
cenderung lebih sering melakukan perbuatan yang positif.

Anda mungkin juga menyukai