Anda di halaman 1dari 16

Friday, December 23, 2005

URGENSI TARBIYAH ISLAMIYAH

BY : UKKI UNSOED TEAM

Dalam kehidupan pribadi atau masyarakat, pendidikan (tarbiyah) menududki posisi yang sangat
penting. Sebab melalui proses pendidikan pribadi seorang dapat tumbuh dan berkembang secara
baik, sesuai yang diharapkan. Tarbiyah dapat membentuk kepribadian seseorang selaras dengan
nilai-nilai dan prinsip yang mendasarinya sehingga menjadi kepribadian yang sepenuhnya
mencerminkan nilai-nilai dan prinsip Islam.
Seseorang yang telah dididik dengan pola pendidikan Islam, sikap dan perilakunya akan
merupakan refleksi total dari keutuhan dirinya yang telah tersibghah nilai-nilai Islam. Akibatnya
integritas Islamnya kukuh dan gaya hidupnya Islami. Tidak akan terjadi split personality
(kepribadian pecah) yang mengakibatkan seorang muslim kehilangan kepribadiannya dan
terseret ke dalam arus gaya hidup yang lain.
Pendidikan Islam mengarahkan kehidupan seorang muslim berkembang dan terus semakin
matang. Sikap, perilaku, dan gaya hidupnya bersifat spesifik islami yang berinteraksi secara
posiif, baik internal maupun eksternal. Sehingga ia dapat memancarkan arus Islam si tengah-
tengah lingkungannya. Ia menjadi manusia yang tangguh yang tidak mudah diombang-
ambingkan oleh berbagai arus kehidupan yang melandanya. Tegasnya ia menjadi muslim yang
muttaqin.

ARTI PENTING TARBIYAH ISLAMIYAH


Barangkali tidak akan ada yang menyangkal bahwa Muslim yang istiqomah dengan Islam atau
dengan kata lain yang berpegang teguh pada din Allah merupakan modal dasar terbenuknya
masyarakat Islam. Ia adalah batu bata yang dapat disusun menjadi bangunan. Semakin tinggi dan
besar suatu bangunan maka semakin memerlukan batu bata yang kuat dan kukuh. Di sisi lain
berpegang teguh dengan din Allah adalah dasar umum bagi penyelesaian krisis keimanan yang
melanda kaum muslimin terutama para pemudanyya. Karena ittu peranan tarbiyah dalam upaya
mengatai munculnya gejala krisis konfedensi di kalangan kaum muslimin yang diakibatkan oleh
derasnya arus ghazwl fikri (perang pemikiran) semakin jelas. Secara ringkas urgensi dari
tarbiyah Islamiyah ini terlihat jelas pada peranannya dalam kehidupan ini.

1. Membentuk generasi yang Islami


Pendidikan islami (tarbiyah Islamiyah) adalah satu-satunya cara terbaik dalam membentuk
individu berkepribadian, masyarakat yang ideal dan peradaban kemanusiaan yang tinggi.
Hubungan ketiga aspek tersebut saling terkait, karena terbentuknya masyarakat ideal. Sedangkan
terbentuknya masyarakat ideal merupakan medium terbentunya peradabn kehidupan manusia
yang tinggi.
Apabila ketiga aspek tersebut terwujud maka akan melahirkan kebaikan-kebaikan dan
kebahagiaan hidup. Semua itu dapat diwujudkan melalui Tarbiyah Islamiyah.

2. Merupakan kebutuhan manusia


Manusia adalah makhluk Allah yang mempunyai insting, watak, dan kecenderungan yang
berbeda-beda. Ada orang yang didalam kehidupannya dijajah oleh nafsu. Perilaku tersebut tidak
ubahnya seperti binatang. Tetapi ada pula manusia yang mampu meningkatkan derajadnya ke
tingkat yang paling tinggi. Namun ada juga manusia yang mengikuti kehendak syetan.
Jika manusia dibiarkan dengan kecenderungan dan watak masing-masing tanpa ada upaya
pembentukan melalui media pendidikan yang sesuai dengan fitrah kejadiannya, niscaya
panorama bumi akan diwarnai dengan kezaliman dan permusuhan.
Sehubungan dengan itu satu-satunya media untuk menyelamatkan manusia dari kenistaan dan
jeratan konflik akibat adanya pertentangan ialah tarbiyah islamiyah yang menyeluruh terutama
pembinaan iman dan keyakinan.

3. Tarbiyah Islamiyah adalah suatu kewajiban agama


Pendidikan islam adalah wajib, karena ia merupakan sarana terlaksananya kewajiban din yaitu
ibadah. Ta’lim adalah bagian dari tarbiyah dan ibadah tidak sah tanpa mengetahui hokum dan
syarat sahnya ibadah. Atas dasar tersebut Rasulullah SAW bersabda “ Menuntut ilmu itu ajib
bagi setiap Muslim”.

Itulah beberapa bukti dan pertimbangan yang memastikan urgensi tarbiyah islamiyah salam
kehidupan. Tetapi perlu kita sadari bahwa tanpa adanya tarbiyah yang terarah dan sistemik
mustahil akan mencetak insan yang memiliki Syakhsiyah Islamiyah.

PENGERTIAN TARBIYAH ISLAMIYAH


Dari segi bahasa tarbiyah islamiyah bermakna: Rabba-yarbu (tumbuh berkembang), rabbiya-
yarba (tumbuh secara alami), rabba-yarabbu (memperbaiki, meningkatkan). Sedangkan secara
istilah Tarbiyah Islamiyah adalah memperbaiki sesuatu, menjaga serta memeliharanya.
Tarbiyaah memiliki pengertian cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara
langsung (dengan kata-kata) ataupun secara tidak langsung (dengan keteladanan) untuk
memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik.
Tarbiyah Islamiyah berarti proses mempersiapkan orang dengan persiapan yang menyenuh
seluruh aspek kehidupan meliputi jasmani, ruhani, dan akal pikiran. Demikian juga dengan
kehidupan duniawinya, dengan segenap aspek hubungan dan kemaslahatan yang mengikatnya,
dan kehidupan akhirat dengan segala amal yang sihisabnya yang membuat Allah ridha atau
murka.
Jadi secara ringkas tarbiyah islamiyah adalah proses penyiapan manusia yang saleh, yakni agar
tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan.
Keseimbangan potensi yang dimaksud adalah hendaknya jangan sampai kemunculan potensi
menyebabkan lenyapnya potensi yang lain atau suatu potensi sengaja dimandulkan agar muncul
potensi yang lain.
Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani, dan akal pikiran, keseimbangan antara
kebutuhan primer dan sekundernya, antara cita-cita dan realitasnya, antara jiwa ambisi pribadi
dan jiwa kebersamaannya, antara keyakinan kepada alam ghaib dan keyakinan pada alam kasat
mata, keseimbangan antara makan, minum, pakaian, dan tempat tinggalnya, tanpa adanya sikap
berlebih-lebihan si satu sisi dan pengabaian di sisi yang lain. Benar-benar keseimbangan yang
mengantarkan pada sikap yang adil dalam segala hal.

TUJUAN TARBIYAH ISLAMIYAH


Secara umum terbiyah islamiyah bertujuan membentuk manusia yang hanya beribadah kepada
Allah SWT dan memakmurkan bumi hanya dengan aturan-aturan Allah baik yang berupa wahyu
atau pun sunatullah, sehingga lahir suasana kehidupan yang islami di bumi ini.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut dijabarkan dalam tiga tujuan utama dari tarbiyah
islamiyah, yaitu:
1. Terbentuknya Tashawur (persepsi) Islami yang jelas.
Islam sebagai din, sebagai pedoman hidup dari Allah SW mencakup seluruh aspek kehidupan
dan perilaku untuk seluruh zaman dan ummat manusia. Ketidakmenyeluruhan persepsi terhadap
Islam akan mengakibatkan Islam terisolasi dari pentas kehidupan, juga menjadi sumber bid’ah,
khurafat, takhayul, dan tradisi jahiliyah serta berbagai kontradiksi. Bahaya persepsi yang parsial
(Juz’I) dijelaskan dalam firman Allah Q.S. Al Baqarah:85 sedangkan kejelasan dan
keuniversalan Islam terlihat pada firman Allah Q.S. An-Nisaa’:89.
2. Membentuk Syakhsiyah Islamiyah (pribadi yang Islami)
Pribadi yang Islami adalah pribadi yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai bahan utama
pembentuk kepribadiannya, sehingga identitas dirinya benar-benar mencerminkan keislamannya.
Komponen dasar bagi terbentuknya kepribadian seseorang adalah keyakinan, pendirian,
perasaan, pemikiran, watak, performa, dan perilaku. Dan akidah islamiyah adalah dasar
pembentukan dari semua komponen tersebut.
Tarbiyah ilamiyah diharapkan menghasilkan buah yang baik. Buah yang diharapkan dari
pembinaan islami (tarbiyah islamiyah) adalah terciptanya sosok pribadi Muslim yang ideal,
pribadi muslim yang kaffah. Yaitu pribadi muslim yang mengimplemetasikan nilai-nilai Islam
secara keseluruhan, tidak hanya bagian per bagian.
Beberapa deskripsi tentang pribadi muslim yang kaffah yang harus diketahui oleh seorang
muslim, antara lain:
1. Lurus aqidahnya
Kelurusan akidah merupakan pokok terpenting bagi pribadi muslim. Demikian pula yang
dilakukan Rasulullah SAW pertama kali dapat ditelusuri bahwa ayat-ayat Al Qur’an Makiyyah
turun selama 13 tahun yang menjelaskan kalimat Laailaaha illallah. Yang demikian itu karena
din ini seluruhnya tegak di atas kalimat Laa ilaaha illallah. Memahamkan pada manusia bukan
membuat tertarik pada cabang-cabang Islam saja, namun dengan pemahaman akidah dalam hati
mereka yang kemudian secara otomatis akan melaksanakan segala syariatnya.
2. Benar Ibadahnya
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa perkataan,
kepasrahan, dan ketundukan yang sempurna serta membebaskan diri dari segala yang
bertentangan. Dengan demikian serang muslim harus paham bahwa ibadah kepada Allah
merupakan kebutuhan dan kepentingan manusia, baik ibadah khusus (khashah), shalat, puasa,
zakat, dsb. Ataupun ibadah umum (ammah), menuntuk ilmu, jual beli, dsb. Seorang muslim
dalam beribadah haruslah benar yaitu niat ikhlas karena Allah dan berdasar atas syariat Islam.
3. Terpuji Akhlaknya
Islam mengatur dalam segala aspek dari mulai bangun tidur smpai pada pagi berikutnya.
Sehingga gerak langkah seorang muslim senantiasa indah karena mengikuti irama kehidupan
yang diatur oleh Allah SWT. Seorang muslim yang berakhlak membawa dampak tidak hanya
pada dirinya sendiri tapi juga lingkungan sekitar. Sehingga nantinya akan tercipta umat yang
berakhlak mulia. Kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat dari kualitas akhlaknya.
4. Berwawasan Luas
Wawasan disini bermaksud senantiasa memikirkan sesuatu yang membangun, memperbaiki
bukan membuat hal yang tidak berguna, dan menjauhkan diri dari sifat yang merendahkan.
Karena pentingnya berwawasan luas inilah maka setiap muslim diwajibkan untuk senantiasa
menuntut ilmu, baik ilmu keagamaan maupun ilmi-ilmu alam dan ilmu yang lainnya.
5. Kuat Fisiknya
Rasulullah bersabda “ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin
yang lemah pada keduanya ada kebajikan” (HR. Muslim)
Rasulullah telah menegaskan pentingnya pembentukan badan yang sehat dan menjaga dari
berbagai penyakit. Kewajiban dan tanggung jawab pribadi muslim ideal tidak akan terlaksana
dengan baik tanpa adanya badan/fisik yang sehat.

Setidaknya ada dua alasan mengapa tarbiyah Islamiyah menjadi hal yang sangat penting. Pertama,
ditinjau dari aspek internal ajaran Islam, dan kedua, ditinjau dari aspek individu umat Islam.

A. Aspek Internal Ajaran Islam


Rasul diutus oleh Allah ke dunia ini adalah untuk mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan, dan
menjadikannya sebagai khairu ummah. Untuk melaksanakan tugas ini, Rasulullah melaksanakan sebuah
metode pendidikan (tarbiyyah) yang bermula dari tilawah, kemudian tazkiyyah, dan setelah itu ta’limul
kitab wal hikmah (2:151, dan 62:2).
Metode ini kami anggap paling tepat (atau bahkan baku) sebab, ketika Nabi Ibrahim AS berdoa kepada
Allah: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka (anak cucu kami) seorang rasul dari kalangan mereka, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al
Hikmah, serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(2:129), Allah menjawabnya dengan; “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara
kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu, mensucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Al
Kitab dan Al Hikmah, serta mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum kamu ketahui” (2:151). Pada
do’a Nabi Ibrahim ta’limul kitab wal hikmah mendahului tazkiyyah dan pada jawaban Allah tazkiyyah
mendahului ta’limul kitab wal hikmah. Metode ini terbukti mampu mencabut akar-akar kejahiliyahan
dari dada ummat dan kemudian menjadikannya sebagai ummat yang terbaik.
Setelah jahiliyyah berhasil ditumbangkan pada masa rasul, ada yang beranggapan bahwa jahiliyyah tidah
akan pernah muncul lagi. Seolah-olah, menurut mereka, jahiliyyah merupakan salah satu fase sejarah
yang telah lampau dan tidak akan terulang lagi.
Salah bukti adanya anggapan (pandangan) ini adalah adagium yang dikembangkan oleh Dunlop, yang
menyatakan: “Orang-orang Arab pada masa jahiliah suka menyembah patung dan berhala,
menguburkan anak perempuan hidup-hidup, suka minum khamr dan main judi, suka merampok dan
menodong. Lalu datanglah Islam untuk melarang semua itu.”
Apa yang salah dari ungkapan di atas? Selintas ungkapan itu benar adanya. Islam diturunkan untuk
menghancurkan kejahiliahan. Tetapi kalau dicermati secara lebih teliti, ungkapan yang dimuat dalam
planning pendeta yang datang ke Mesir pada masa pendudukan Inggris itu, mengandung maksud untuk
menggambarkan bahwa misi Islam telah selesai dan tak ada lagi peranan yang bisa dilakukan oleh Islam
untuk kaum muslimin dan umat manusia lainnya.
Kalau sekarang umat menengok ke sekelilingnya, mereka tidak akan menemukan patung-patung
sebagaimana yang disembah oleh orang Arab Jahiliah. Mereka juga tidak akan mendapati orang yang
menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Lebih dari itu, mereka juga akan kesulitan untuk
menemukan peminum khamr, pemain judi, dan perampok dalam bentuk tradisionalnya. Dengan
hilangnya atribut-atribut kejahiliyyahan tersebut, apa lagi peran yang dapat dimainkan oleh Islam?
Demikianlah, dalam benak mereka, seolah Islam telah kehilangan misinya dan tak mungkin lagi
melakukan peran baru. Sebab jahiliah, menurut mereka, telah berlalu dengan dibawanya Islam oleh
Muhammad saw, sehingga sekarang ini tidak ada lagi jahiliah.
Benar, kalau kita melihat tampilan luarnya saja. Penyembahan patung-patung tidak ada lagi, anak-anak
perempuan tidak lagi dikubur hidup-hidup, bahkan anak-anak perempuan diperjuangkan persamaan
haknya. Tetapi kalau kita lihat tampilan dalam (hakikat/substansi) jahiliah itu, niscaya kita akan
menjumpai bahwa kejahiliyahan pada zaman modern ini telah tampil dengan kuantitas dan kualitas yang
jauh melebihi kejahiliahan Arab sebelum Islam.
Penyembah patung-patung mungkin telah tiada tetapi penyembah berhala-berhala maknawi (segala
sesuatu yang berstatus berhala) jumlahnya telah melebihi setengah jumlah manusia dunia. Orang yang
membunuh anak-anak perempuannya mungkin juga telah tiada, tetapi orang yang “membunuh” anak
perempuannya dengan cara yang sangat canggih -yaitu dengan cara memberikan “kebebasan” dalam
model pakaian, pergaulan, dan kebebasan lainnya- jumlahnya sangat besar. Demikian pula halnya
dengan minuman keras dan judi, bentuk tradisionalnya memang hampir tidak ada lagi tetapi bentuk
barunya, luar biasa banyaknya.
Untuk mengenali ada tidaknya jahiliyyah pada sebuah masyarakat, kita tidak dapat hanya mengandalkan
pada penilaian tampilan-tampilan luarnya saja. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, penilaian harus
dilakukan dengan membandingkan antara kondisi sebuah masyarakat dengan ciri-ciri khusus yang
melekat pada masyarakat jahiliyyah. Ciri-ciri tersebut adalah; jahl (kebodohan), dzillah (kehinaan), faqr
(kefakiran), dan tanafur (perpecahan).
Menurut istilah Al Quran, jahl mengandung makna tidak mengetahui hakikat Tuhan, menyangkut jiwa
dan perilaku, dan tidak mengikuti apa yang diturunkan Allah. Beberapa contoh dari Al Quran, misalnya
pada Al A’raf ayat 138, “Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka
sampai ke suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: ‘Hai Musa, buatlah
untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mereka mempunyai beberapa tuhan
(berhala).’ Musa menjawab: ‘Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang jahil.’” Yang dimaksud jahil di
sini adalah tidak mengetahui hakikat Tuhan sehingga mendorong mereka menyuruh Musa membuat
Tuhan berupa patung yang bisa disentuh dan dilihat untuk mereka sembah. Seandainya mereka tahu
bahwa Allah Yang Maha Mencipta tak ada yang serupa dengan-Nya dan tak bisa dilihat dengan mata,
niscaya mereka tak akan menuntut itu dari Musa.
“Mereka meyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata: ‘Apakah
ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini.” (QS 3:154) Orang jahiliah menduga
bahwa seseorang bisa campur tangan bersama Allah menentukan suatu permasalahan. Sementara itu
mereka tidak tahu bahwa hanya Allah saja yang mengatur segala sesuatu tanpa ada sekutu dan segala
sesuatu itu hanya terjadi atas kehendakNya. Kejahilan mereka adalah pada sifat Allah yang mempunyai
kewenangan mutlak.
“Yusuf berkata:’Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku.
Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk
(memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang jahil.’” (Yusuf: 33). Jahil
yang ditakuti Yusuf adalah perbuatan yang menyalahi perintah Allah dan yang diharamkannya.
Pada zaman modern ini betapa banyaknya orang yang menyembah tuhan lain untuk hal-hal “di luar
agama”. Dan betapa banyaknya pula orang yang terjerumus dalam perbuatan yang Nabi Yusuf as
berlindung kepada Allah untuk tidak melakukannya. Ini adalah sebagian bukti, bahwa orang-orang yang
hidup pada zaman modern ini, juga masih mengidap penyakit “jahl”.
Di samping itu, untuk membuktikan bahwa karakteristik jahiliyyah yang lain –dzillah, faqr, dan tanafur-
juga melekat sangat erat pada masyarakat di zaman modern ini, juga tidak terlalu sulit. Oleh karena itu,
tidaklah berlebihan jika Muhammad Qutb menyebutnya sebagai jahiliyyah abad 20.
Itulah pandangan yang benar tentang jahiliyyah. Jahiliah tidak terbatas pada penyembahan patung,
mengubur anak perempuan hidup-hidup, minum khamr, main judi atau melakukan perampokan. Semua
itu hanya tampilan luar dari Jahiliah di Arab sebelum kedatangan Islam. Adapun jahiliah itu adalah suatu
esensi yang darinya muncul tampilan luar tadi. Mungkin saja tampilannya berbeda menurut tempat dan
waktu, sebagaimana tercatat dalam sejarah. Jahiliah bisa terulang kapan saja dan di mana saja, bila ada
unsur dan sarana yang mendukungnya. Namun esensinya tetap sama, yaitu sama-sama tidak
mengetahui hakikat Tuhan dan tidak mengikuti apa yang diurunkan Allah.
Dan esensi itu, sekarang ini melanda mayoritas manusia penghuni bumi. Artinya, kejahiliahan adalah
sesuatu yang nyata pada hari ini yang menunggu kembalinya Islam untuk berperan. Mengembalikan
umat manusia dari kejahiliahan, dari kesesatan (dhalalun mubin). “Sesungguhnya Allah telah memberi
karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa)
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
kedatangan nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Ali Imron : 164
Orang jahiliyah benar-benar sesat. Persis seperti orang yang terus-menerus berputar di dalam kota
mencari jalan ke luar kota, tetapi ia tidak mendapatkannya. Ia telah kehilangan kompas dan petanya.
Meskipun ia telah seharian mencari jalan keluar, tetap tak menemukannya.
Ia telah merasa menempuh jalan kehidupan dan sampai diujungnya. Tetapi ketika sampai di ujung apa
yang dicari ternyata tidak ada di sana. Ia tak menemukannya. Ternyata perjalanan hidupnya telah salah
arah. Salah orientasi. Perjalanannya tidak membawa ia kepada arti hidup sesungguhnya. Perjalanannya
menjadi tidak berarti. Menjadi kehilangan makna. Itulah yang sekarang juga dirasakan oleh kejahiliahan
Barat. Dan juga akan dirasakan oleh umat Islam ketika ia mengikuti arah perjalanan jahiliah Barat,
dengan mencampakkan kompas dan peta yang Allah sudah persiapkan.
Untuk mengembalikan perjalanan sejarah kehidupan manusia dari kesalahan arah, diturunkanlah Islam
dari sisi Allah SWT yang membawa misi untuk mengeluarkan manusia dari kungkungan lingkaran jahiliah
menuju pencerahan kehidupan manusia berlandaskan petunjuk Allah. Sebagaimana telah kami sebutkan
di awal pembahasan ini, misi itu direalisasikan dengan suatu proses, sebagaimana firman Allah QS 2:151,
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami keapada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui”. Proses itu adalah tarbiyah Islamiyah atau pembinaan yang terdiri dari langkah-
langkah tilawah (membaca/dibacakan), tazkiyah (pembersihan diri) dan ta’limul kitab wal hikmah (Al
Quran dan Sunnah)
Hanya dengan proses tarbiyah seperti itulah kita akan memperoleh nikmat yang mengantarkan kita
menuju khairu ummah “Kamu adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu
menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali
‘Imran: 110) yang memiliki ciri-ciri; ilmu (pengetahuan/pemahaman), ‘izzah (terhormat), ghina
(kekayaan), ukhuwah (persaudaraan).

B. Aspek individu
Dilihat dari sudut individu, manusia membutuhkan tarbiyah islamiyah karena dua hal; 1) hakikat setiap
jiwa manusia membutuhkan pembinaan 2) realitas ummat dewasa ini yang terserang virus ghutsai.
1) Hakikat Setiap Jiwa Manusia Membutuhkan Pembinaan
Hakikat jiwa manusia selalu menghadapi dua persoalan, yaitu internal dan eksternal. Secara internal,
fitrah jiwa manusia senantiasa berada pada persimpangan jalan, jalan kefasikan dan jalan ketakwaan.
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah oarng yang mengotorinya”
(91:8-10). Untuk bisa tetap bertahan pada jalan yang lurus (jalan takwa) manusia memerlukan
pengawalan ketat secara terus-menerus. Hal ini hanya bisa terlaksana dengan tarbiyah islamiyah, yang
senantiasa memastikan setiap individu berjalan di atas jalan ketakwaan.
Kalau boleh diibaratkan, jiwa manusia adalah seperti kereta yang ditarik oleh lima kuda. Kelima kuda itu
adalah penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Setiap hari dan setiap saat kereta ini
ditarik sesukanya oleh kuda penglihatan, kuda pendengaran, dan kuda-kuda indera lainnya. Kalau jiwa
ini dibiarkan saja ditarik secara liar kesana kemari oleh kuda-kuda indera ini, ia akan selalu dalam kondisi
kebingungan, tanpa arah, dan tidak tahu tujuan. Nafsu kalau dibiarkan akan menarik manusia menjauhi
fitrahnya.
Oleh karena itu, kereta jiwa ini harus dikendalikan oleh kusir yang selalu memegang kendali kuda-kuda
liar indera. Ia akan menundukkan pandangan manakala kuda penglihatan menarik kereta jiwa ke jalan
mengumbar mata. Ia akan menutup telinga ketika kuda pendengaran mengajaknya mendengarkan
perkataan yang mengotori jiwanya. Ia akan menghentikan langkahnya, ketika nafsu berusaha
memerosokkan ke jurang dosa. Ia akan mengendalikan semuanya.
Namun itu bukan perkara mudah. Bahkan sang kusir kadang tidak mampu berbuat banyak, ketika kuda-
kuda ini menariknya secara liar. Agar sang kusir ini mampu mengendalikan kudanya, ia harus dilatih dan
dididik. Ia harus ditarbiyah.
Seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya; “Ketahuilah di dalam jasad manusia terdapat
segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, tetapi jika rusak maka rusaklah seluruh
jasadnya. Ketahuilah ia adalah hati.”
Melihat manusia, dikaitkan dengan hadits Rasul di atas, sebaiknya dimulai dari hatinya. Sebenarnya ia
adalah makhluq spiritual (ruhani) yang mempunyai pengalaman manusia, dan bukan manusia yang
mempunyai pengalaman spiritual. Kalau mau meluruskan arah hidupnya, maka luruskanlah dulu hati
dan jiwanya, rahkan ruhaninya, bimbinglah jiwanya, kuatkanlah hatinya. Niscaya perjalanannya akan
senantiasa benar. Agar kereta berjalan di jalan yang semestinya, dan tidak masuk ke dalam jurang,
latihlah dan didiklah dulu kusirnya. Bimbinglah ia sampai mahir mengendalikan kuda.
Disamping persoalan internal tersebut, secara eksternal Umat Islam menghadapi musuh yang senantiasa
menginginkan kekalahan umat islam (2:168-169). Musuh umat islam mengerahkan segala kekuatan dan
kemampuannya, mereka membuat berbagai perencanaan dan kemudian merealisasikannya.
Untuk menggambarkan bagaimana musuh Islam ini senantiasa mengerahkan segala kekuatannya untuk
menghancurkan Islam, kita simak penuturan ustadz Hasan Al Banna; “Sejalan dengan kekuatannya yang
besar dan kekuasaannya yang luas, factor-faktor penghancur secara perlahan namun pasti merasuk ke
sela-sela kehidupan umat qurani ini, ia semakin tumbuh, menyebar dan semakin lama semakin kuat,
hingga mampu merobek bangunan ini dan mengikis habis pusat daulah islamiah yang pertama pada
abad ke-6 hijriah oleh bangsa Tartar, kemudian yang kedua pada abad ke-14 hijriah. Dua penghancuran
itu mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai. Mereka hidup di negara-negara kecil yang sulit
menuju kesatuan dan bangkit kembali.”
Aspek social, “orang-orang Eropa telah bekerja keras untuk menenggelamkan seluruh negeri Islam yang
mereka kuasai dengan gelombang kehidupan materialis dengan gaya hidup rusak dan virus-virus yang
mematikan. Mereka menjerumuskan negeri-negeri Islam itu ke dalam nasib buruk di bawah
kekuasaannya. Disamping itu, Eropa berambisi kuat untuk memonopoli berbagai unsur kebaikan dan
kekuatan ilmu pengetahuan, industri, dan system yang bermanfaat. Mereka telah membuat rencana
dan melaksanakan langkah-langkah perang jenis ini secara sempurna dengan dukungan kelicikan politik
dan kekuasaan militer hingga tercapailah apa yang mereka inginkan.”
“Gelobang itu menyebar secepat kilat sampai ke tempat-tempat yang belum terjamah sebelumnya dan
menyentuh jiwa seluruh lapisan masyarakat. Musuh-musuh Islam telah berhasil menipu kaum
intelektual muslim. Mereka letakkan tabir yang menutupi mata orang lain agar tidak bisa melihat
mereka yang sebenarnya, dengan cara mengambarkan Islam dengan gambaran terbatas pada masalah-
masalah aqidah, ibadah dan akhlaq, di samping spiritual, mistik, khurafat, dan berbagai fenomena
keagamaan yang kering tak jelas sumbernya. Tipu daya ini ditopang dengan kebodohan kaum Muslimin
terhadap agama mereka sehinga banyak di antara mereka yang merasa senang, tenteram, dan puas
dengan persepsi tersebut. Persepsi tersebut melekat amat lama pada diri mereka hingga sulit
memahamkan salah seorang di antara bahwa Islam adalah sebuah system social sempurna yang
mencakup semua aspek kehidupannya.”
Hasil perpaduan “yang serasi” antara kebodohan ummat Islam dan tipu daya musuhnya adalah krisis
ekonomi, krisis politik (hegemoni dan diktatorisme), krisis jati diri, pemikiran dan referensi, seperti yang
kita saksikan pada hari-hari ini.
Untuk dapat keluar dari krisis multidimensional ini, diperlukan suatu kerja keras dan cerdas yang
dibingkai dalam wadah amal jamai (kerja sama). Dan amal jamai tidak akan wujud kecuali apabila diawali
dengan proses tarbiyah islamiyah para pendukungnya.

2) Realitas Ummat Dewasa Ini Yang Terserang Virus Ghutsai.


Seharusnya umat ini berjaya, dan memang mereka dilahirkan ke dunia untuk itu. Tetapi dewasa ini,
kenyataannya tidaklah demikian. Kaum muslimin kini terpuruk dan terpinggirkan. Hampir di seluruh sisi
kehidupan, mereka kehilangan peran utama. Umat ini lebih mirip dengan buih yang tidak punya arus.
Persis seperti apa yang pernah diprediksi oleh Rasul.
“Akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan memperebutkan kalian, sama seperti anjing-
anjing yang memperebutkan makanan” demikian rasul pernah bersabda kepada para sahabatnya. Salah
seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kita sedikit ketika itu?” Rasulullah menjawab, “(Tidak)
bahkan ketika itu sangat banyak, tetapi kalian itu bagai buih yang mengapung di atas arus air. Sungguh
Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan
menanamkan wahn dalam hati kalian.” Salah seorang bertanya, “Apakah wahn itu wahai Rasulullah”?
Rasululllah menjawb, “Cinta dunia dan takut mati.”
Penjelasan rasul ini menggambarkan secara gamblang bahwa sebab kelemahan dan kehinaan suatu
kaum adalah kelemahan hati dan jiwa. Hati mereka kosong dari karakter luhur dan mulia, sekalipun
jumlah mereka banyak dan secara materi mereka melimpah.
Itulah “virus” mematikan, yang lazim disebut virus buih (ghutsai). Virus ini membuat ummat islam
menjadi ringan timbangannya, sehingga menjadikannya tidak punya arus. Virus ghutsai menyebabkan
kaum muslimin menjadi santapan yang nikmat bagi para taghut (musuh-musuh Allah SWT). Penyebab
timbulnya virus ghutsai ini adalah kecintaan kaum muslimin kepada dunia sekaligus membenci
kematian.
Sesungguhnya suatu ummat yang telah terbuai dalam kenikmatan, terbuai oleh kemewahan, tenggelam
dalam kemilau harta, tertipu pesona dunia, dan lupa kepada kemungkinan menghadapi tragedy dan
kekerasan, serta perjuangan menegakkan kebenaran; kepada umat seperti itu, tinggal dikatakan kepada
mereka, “Selamat jalan untuk kehormatan dan cita-cita.”
Berlarutnya krisis yang merundungi negeri ini merupakan contoh yang terlalu jelas untuk dilewatkan.
Kita tidak perlu melihat secara detail bagaimana rakyat banyak telah terjangkiti penyakit jiwa ini.
Cukuplah kita perhatikan bagaimana para pembesar negeri. Jangankan berkorban untuk mengangkat
umat dan bangsa dari kehinaan, para pembesar itu justru mengeruk kekayaan rakyat dan memasukkan
ke pundi-pundi kekayaan pribadi dan golongannya. Kekuasaan yang ada pada mereka tidak
dipergunakan untuk melanyani umat, justru mereka memposisikan diri sebagai yang harus dilayani. Jiwa
pengorbanan merosot ke titik nadir, dan memunculkan jiwa mencari korban.
Perilaku para pemimpin ini dituruti oleh generasi yang lebih muda. Mereka menjadi generasi yang
kehilangan semangat juang dan berkorban untuk mengemban misi mulai kehidupan. Sementara itu
mereka terlena oleh kenikmatan remeh-temeh, kesenangan sesaat. Mereka menjadi generasi hasil
didikan generasi pendahulunya, sehingga hasilnya setali tiga uang, tidak terlalu jauh berbeda dengan
seniornya.
Sekedar contoh, lihat apa yang terjadi. Dalam tiga tahun, pengguna narkoba di Jakarta mengalami
peningkatan luar biasa, 400 persen. Tercatat, tahun 1996 ada 1.729 pengguna narkoba dan pada tahun
1999 naik menjadi 8.823 orang. Remaja di Jakarta dalam sehari membelanjakan uangnya sekitar Rp1,3
milyar hanya untuk membeli ekstasi, shabu-shabu, narkotika, dan obat-obatan terlarang lainnya.
Sebanyak 200 sekolah dari 600 SLTA di Jakarta telah masuk daftar hitam penyalahgunaan narkoba
selama tahun 2000. Selain itu sebanyak 181 sekolah dari 600 SLTP juga tercantum dalam daftar hitam
tersebut. Sekitar 1.200 pelajar SLTA tercatat kecanduan. Tidak kurang dari 1.100 pelajar SLTP terjerat
kasus penyalahgunaan narkoba
Bercermin dari kondisi di atas, wajar memang kalau kemudian umat ini menjadi umat yang mempunyai
hati yang lembek, loyo dan tidak berbobot. Maka menjadi semakin banyak bukti dari prediksi Rasulullah
di atas.
Itu baru sekedar dilihat dari sisi moral. Kalau saja kita mau melihat secara lebih luas dan detail, niscaya
kita akan semakin mengerti mengapa umat ini menjadi seperti buih yang tidak mampu membuat arus
dan terjebak dalam krisis multi dimensional. Sisi ekonomi, perundangan, teknologi, pendidikan adalah
bagian lain letak kelemahan umat, yang semakin menambah ketidakmampuannya membuat arus
peradaban dunia.
Untuk menterapi virus tersebut, kita membutuhkan terapi yang disebut tarbiyah. Dengan proses
tarbiyah, insya Allah akan menambah berat timbangan dan membuat arus, sehingga kita mampu
menghancurkan taghut.

Solusi Islam
Semua alasan tersebut menjadikan tarbiyah menjadi penting dan urgen. Kegagalan pendidikan (sekolah)
dalam mencetak kader-kader umat dan bangsa, membuat kita bertanya. Apa yang salah dengan system
pendidikan kita?
Pendidikan telah mengalami penyempitan makna sekadar menjadi pengajaran dan pelatihan.
Pembinaan, tarbiyah, pendidikan tidak identik dengan pengajaran dan pelatihan. Pelatihan itu berurusan
dengan praktik, dengan belajar melakukan. Pengajaran lebih kepada transfer pengetahuan atau proses
mengembangkan potensi intelektualitas. Sementara pendidikan, pembinaan dan tarbiyah adalah proses
untuk menemukan dan kemudian mengaktualisasi segenap potensi diri manusia. Pembentukan
karakter-karakter mulia manusia seperti integritas, tekad kuat, jujur, kerendahan hati, kesetiaan,
keadilan, kesabaran, kesungguhan, lapang dada dan karakter mulia tidak lainnya mungkin dilakukan
dengan pengajaran, ia hanya bisa dilakukan dengan pembinaan, pendidikan dan dilatih.
Yang terlupakan oleh metode pendidikan dewasa ini adalah bahwa manusia tidak saja mempunyai fisik
dan pikiran, tetapi juga mempunyai hati. Ini yang jarang atau bahkan tidak pernah disentuh dalam dunia
pendidikan. Bahkan barangkali dipandang tidak ada hubungan antara fisik dan akal dengan hati.
Bukankah ini cara memandang manusia secara keliru?
Dibutuhkan suatu pendekatan yang komprehensif dalam mendidik umat. Hal terpenting yang harus
menjadi perhatian pertama dalam mendidik umat adalah mengupayakan kebangkitan spiritual,
kebangkitan ruhani, kehidupan hati, kebangkitan hakiki manusia dan perasaannya. Tidak cukup
menjejali manusia dengan pengetahuan. Ia hanya akan menjadi orang yang tahu, punya pengetahuan.
Tetapi kemauan seseorang untuk merealisasi pengetahuan menjadi karakter dan akhlaq diri tidak
diperoleh dari pengajaran. Diperlukan wadah dan hati yang kuat dalam diri manusia yang akan diisi
pengetahuan, agar bisa mendorongnya menjadi manusia yang mempunyai karakter luhur dan mulia.
Penting untuk menengok kepada Guru Besar Kehidupan, Rasulullah saw, bagaimana beliau mampu
mendidik dan membina generasi terbaik umat manusia yang pernah dilahirkan di muka bumi ini. Yang
kemudian dari mereka nantinya dua imperium adidaya kala itu, Romawi dan Persi, bisa ditundukkan.
Yang kemudian dari generasi ini memunculkan generasi yang memperbarui peradaban dunia.
Memuliakan kemanusiaan manusia dan mengeluarkan dari kebinatangan manusia. Membebaskan
manusia dari belenggu ikatan materi menuju ikatan ketauhidan.
Penting untuk disimak apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membina dan mentarbiyah para
sahabatnya, yaitu bahwa Rasulullah membina dan mempersiapkan para sahabatnya dengan pembinaan
yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya: ruhani, jasmani dan fikiran. Dan untuk membina
kekuatan ruhani, kekokohan jiwa, pancaran spiritual, sampai-sampai dibutuhkan waktu paling tidak 13
tahun. Sebelum akhirnya Rasul mengajarkan aspek-aspek lain dari kehidupan ini. Dilihat dari sudut
pandang seperti ini, bukankah apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat ini dalam mendidik umat
menjadi terbalik?
Para pengikut Rasulullah dibentuk dan diproses melalui Tarbiyah Islamiyah yang merealisasikan
‘ubudiyahnya hanya kepada Allah saja; ‘ubudiyah yang meliputi i’tiqad, ibadah dan aturan yang benar-
benar diterapkan dalam segala aktivitas hidup mereka. Proses ‘ubudiyah seperti ini akan membersihkan
jiwa, hati, dan spiritualitas mereka dari beriman kepada selain Allah dan meluruskan aktivitas mereka
dari orientasi yang lain daripada Allah semata-mata.
Mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Rasul, kebangkitan kembali umat ini memerlukan tarbiyah
islamiyah. Model pembinaan yang komprehensif untuk membangkitkan umat dari keterpurukannya.
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti kurang lebih penjagaan, pengasuhan dan
pendidikan. Tarbiyah Islamiyah adalah penjagaan, pengasuhan dan pendidikan berasaskan Al-Quran dan
sunnah Rasulullah SAW. Sumber-sumber ini adalah sumber-sumber rabbani. Dengan sumber inilah
generasi sahabat dididik oleh Rasulullah SAW sehingga melahirkan generasi rabbani yang mendapat
julukan dan pujian dari Allah: “Kamu adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu
menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali
‘Imran: 110)
Tarbiyah ingin mewujudkan kondisi yang kondusif bagi manusia untuk dapat hidup di dunia secara lurus
dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridho dan pahala Allah swt. Tarbiyah membentuk
pribadi muslim yang mempunyai karakteristik: mempunyai aqidah yang lurus, ibadahnya benar, akhlak
terpuji, fikiran yang kaya dengan ilmu, tubuh yang kuat, mampu berusaha untuk mencari rizki, mampu
mengendalikan hawa nafsu dan mau melakukan mujahadah pada dirinya, memiliki waktu dengan
teratur, urusan dan pekerjaannya ditata dan diatur dengan disiplin, dan bermanfaat bagi orang lain.
Tarbiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu keseimbangan dalam
potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan. Keseimbangan potensi artinya
kemunculan suatu potensi tidak boleh memandulkan potensi yang lain atau untuk memunculkan
potensi yang satu dimandulkan potensi yang lain. Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani,
dan akal pikiran; keseimbangan antara keruhanian manusia dan kejasmaniannya.
Tarbiyah mendorong seseorang untuk memiliki dinamika yang tinggi di seluruh kehidupannya bersama
diri dan orang-orang yang ada disekitarnya, bahkan lingkungan alam sekitarnya. Tarbiyah istimewa
karena mampu mengiringi fitrah manusia dalam menghadapi realitas hidupnya di bumi dan alam materi.
Tarbiyah islamiyah merupakan cara ideal berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung
(dengan kata-kata) atau tidak langsung (berupa keteladanan dan sarana yang lain), untuk memproses
perubahan dalam diri manusia menjuju kondisi yang lebih baik. Secara global tarbiyah islamiyah
bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dalam segala sisi-sisinya, khususnya dalam sisi
aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perilaku, pergerakan, keoganisasian dan manajerial,
sehingga seluruh kegiatan tarbiyah akan mengembangkan potensi ruhani, jasmani dan akal pikiran
manusia.
Coba cermati firman Allah yang menciptakan manusia beserta segala kehidupannya, di surat Ali Imran
164: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di
antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.” Senada dengan ayat tersebut adalah surat Al Baqarah ayat 151: “Sebagaimana (Kami telah
menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab
dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Atau ayat
2 surat Al Jumuah: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang yang nyata.”
Banyak sisi yang bisa dilihat dari membaca ayat-ayat di atas. Dari sisi tarbiyah islamiyah kita bisa
mengambil makna bahwa sebelumnya kaum mukmin ini benar-benar tersesat. Mereka menuhankan
batu-batu yang dianggapnya bisa memberikan kebaikan dan mencegah keburukan dari mereka. Gaya
hidup hedonisme orang Arab jahiliyah yang berkecenderungan kepada materialisme duniawi, tergambar
dalam salah satu syair Tarafah pra Islam:
Cari aku di kumpulan orang-orang, kau akan menemukan aku di sana
Buru aku di kedai minuman, kau akan menangkapku di sana
Datangi aku di pagi hari, akan kuberi kau secangkir penuh anggur. Bila kau menolak, tolaklah sesukamu
dan jadilah penghibur yang baik.
Syair di atas menunjukkan kebiasaan minum orang Arab jahiliyah yang merupakan sumber kenikmatan.
Kira-kira tidak berbeda dengan kebiasaan banyak orang jahiliyah masa kini.
Kemudian diutuslah Rasul untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa mereka, dan
mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum diketahui.
Diutuslah Rasulullah untuk mentarbiyah, mendidik dan membina masyarakat arab jahiliyah. Mensucikan
jiwa mereka, mengisi hati mereka, menguatkan ruhani, mengajarkan kepada mereka ayat-ayat Allah,
memutuskan ikatan-ikatan duniawi kemudian mengikatkan kepada ikatan aqidah. Menumbuhkan
perasaan takut kepada Tuhannya, perasaan rendah di hadapan Tuhan, hidup dengan ketinggian akhlaq.
Dengan proses seperti inilah generasi terbaik umat ini dilahirkan. Melalui proses ini lahirlah ummat yang
akan menjadi dasar penyelesaian problematika kemanusiaan secara keseluruhan. Masalah manusia hari
ini tidak akan dapat diurai dan dipecahkan kecuali kembali kepada Islam. Dan Islam tidak akan dapat
memainkan perannya kecuali jika terdapat pendukung yang komitmen terhadapnya. Pendukung yang
komit terhadap Islam tidak akan dapat diwujudkan kecuali dengan pembinaan, dengan tarbiyah
islamiyah.

Model Tarbiah
Pengertian tarbiah Islamiyah, sebagaimana telah disinggung di muka, adalah cara ideal dalam
berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (kata-kata) maupun secara tidak langsung
(keteladanan dan sarana lain), untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang
lebih baik. Secara global tarbiah Islamiah bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dari
segala sisinya, khususnya sisi aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perlilaku, pergerakan,
keorganisasian dan manajerial, sehingga seluruh kegiatan tarbiah akan mengembangkan potensi ruhani,
jasmani, dan akal manusia. Tujuan akhir tarbiah adalah menyiapkan seseorang untuk dapat mengemban
tanggung jawab da’wah dan menghadapi rintangan dalam da’wah.
Sasaran tarbiah
Sasaran tarbiah untuk tingkat individu mencakup sepuluh point yaitu; salimul aqidah, setiap individu
dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah yang hanya dapat diperoleh melalui pemahaman terhadap Al
Quran dan As-Sunnah
Shahihul ibadah, setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan
kepada Rasulullah saw. Pada dasarnya, ibadah bukanlah ijtihad seseorang karena ibadah itu tidak dapat
diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan atau penyesuaian dengan kondisi kemjuan zaman.
Matinnul khuluq, setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlaq/karakter sehingga mampu
mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.
Qadirun ‘alal kasbi, setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan kretivitasnya dalam
dunia kerja.
Mutsaqqaful fikri, setiap individu dituntut untyuk memiliki keluasan wawasan. Artinya, dia harus mampu
memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.
Qawiyul jism, setiap individu dituntut untuk memliki kekuatan fisik melalui sarana-sarana yang
dipersiapkan Islam.
Mujahidun li nafsi, setiap individu dituntut untuk mengendalikan hawa nafsunya dan senatiasa
mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal saleh. Artinya, ia dituntut untuk
berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia pada kejahatan dan kebatilan.
Munadzam fi syu’unihi, setiap individu dituntut mampu mengatur segala urusannya sesuai dengan
keteraturan Islam. Pada dasarnya, setiap pekerjaan yang tidak teratur hanya akan berakhir pada
kegagalan.
Haritsun ‘ala waqtihi, setiap individu dituntut untuk memelihara waktunya sehingga dia akan terhindar
dari kelalaian. Dengan begitu, diapun akan mampu menghargai waktu orang lain sehingga dia tidak
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kesia-siaan, baik untuk kehidupan dunia
maupun akhiratnya. Tampaknya, tepat sekali apa yang dikatakan oleh ulama salaf bahwa waktu itu
ibarat pedang. Jika ia tidak ditebaskan dengan tepat, ia akan menebas diri kita sendiri.
Nafi’un li ghairihi, setiap individu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Perangkat tarbiah
Untuk merealisasikan sasaran dalam proses tarbiyah diperlukan berbagai sarana anatara lain; halaqoh,
mabit, rihlah, mukhayyam, dan tatskif. Di antara beberapa sarana tarbiyyah tersebut, halaqoh
merupakan sarana yang memiliki peran penting karena beberapa alasan;
pertama, dalam tarbiah dengan system halaqoh ini didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di bawah
asuhan seorang murabbi. Sehingga setiap kecenderungan dan perubahan yang terjadi segera bisa
dipantau dan diarahkan oleh murabbi. Sedang programnya bersumber dari Kitabullah dan sunnah rasul,
dengan jadwal yang sudah diatur.
Kedua, tarbiah melalui halaqoh merupakan ‘tujuan yang terkandung dalam perangkat.’ Demikian itu
karena penyiapan seorang individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran, aqidah, dan
perilaku merupakan aktivitas yang memerlukan kesinambungan dan kontinuitas, sekaligus menjadi
tujuan abadi. Kendati sarana ini termasuk perangkat, namun karena kuatnya keterkaitan dengan tujuan,
mengharuskan system ini memiliki kontinyuitas.
Ketiga, sepanjang perjalanan tarbiah, hanya sistem halaqoh yang mampu memantapkan proses
penyiapan individu islami secara integral. Oleh karenanya system ini harus tetap berlanjut, meski daulah
islam telah berdiri karena ia yang akan menjadi penyuplai kebutuhan pemerintahan akan sumber daya
manusia dengan proses yang baik.
Keempat, taruhlah pemerintah dapat menguasai system pengajaran dan informasi, namun keduanya
tidak akan mampu mentarbiyah. Meskipun tarbiah yang integral, yang menanamkan dalam jiwa sifat
keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap tanggung jawab memang berhubungan erat dengan
proses pengajaran dan informasi.
Kompetensi Tarbiah
Diperlukan kajian yang komprehensif untuk mendorong terealisasikannya sasaran tarbiah, yang meliputi
seluruh segi yang memungkinkan mencuatnya segala potensi kebaikan. Secara garis besar ada empat
kelompok kajian, yaitu; dasar-dasar keislaman, pengembangan diri, dakwah dan pemikiran islam, serta
social kemasyarakatan.
Dasar-dasar keislaman mencakup al qur’an dan ulumul qur’an, hadist dan ulumul hadits, aqidah, fiqh,
akhlaq, sirah dan kepribadian muslim. Pengembangan diri terdiri dari metodologi berfikir dan riset,
belajar mandiri, rumah tangga muslim, manajemen, bahasa arab, kesehatan dan kekuatan fisik,
kependidikan dan keguruan. Dakwah dan pemikiran meliputi fiqh dakwah, sejarah dan peradaban umat,
dunia islam kontemporer, pemikiran, gerakan dan organisasi pembaharuan, islam dan kekuatan lawan.
Dan social kemasyarakatan meliputi tata social kemasyarakatan, perundang-undangan, system politik
dan hubungan internasional, ekonomi, seni dan budaya, iptek dan lingkungan, serta isu kontemporer
social politik dakwah islam.
Demikian sekilas tentang urgensi tarbiah islamiah, yang dari sana kita berharap kebangkitan umat akan
menjadi kenyataan. Untuk merealisasikan kembali julukan indah yang pernah diberikan kepada generasi
sahabat, “khairu ummah.”

broh :

Kaab bin Malik RA yang lupa menyiapkan diri ikut perang Tabuk, setelah rasul pulang
dia dan dua orang sahabatnya yang lain yaitu Murarah bin Rabi’ah al-Amiri dan Hilal bin
Umayah al-Waqifi mengungkapkan kejujuran alasan kenapa dia tidak ikut dalam jihad
tersebut bersedia menerima sangsi yang diberikan oleh nabi SAW sangsi yang
diterimanya merupakan bagian dari tarbiyah bagi dirinya. Saat terkena sangsi itu dia
mendapat  tawaran suaka politik dan jabatan penting dari raja Ghassan tapi dengan
kejelasan fikrah yang ia miliki, ia menjawab surat ajakan tersebut dengan merobek dan
berkata : “Ayyu musyibatin hadzihi ? “(musibah apa lagi ini..) Peristiwa Kaab yang
mendapat ampunan langsung dari Allah tertuang dalam Q.S Attaubah 118

Sahabat Saad bin Abi Waqas RA merupakan salah satu contoh jiwa tertarbiyah yang
tetap istiqomah memperjuangkan Islam walaupun beliau menduduki kursi gubernur,
beliau sempat berkata : “Aku adalah salah satu dari tujuh sahabat( dari 10 sahabat
yang dijanjikan masuk surga) dahulu kami bersama rasulullah SAW dalam sebuah
perjalanan, kami tidak memiliki makanan sehingga kami makan daun-daunan sampai
perih tenggorokan kami, akan tetapi sekarang kami yang tujuh ini seluruhnya jadi
gubernur dibeberapa daerah, maka kami berlindung kepada allah agar tidak menjadi
orang yang merasa besar ditengah-tengah manusia tetapi kecil disisi allah SWT.”

PENGERTIAN.

Ada beberapa kata dalam bahasa arab yang searti dan senada dengan kata tarbiyah
yaitu : ziyadah (penambahan), nas’ah (pertumbuhan), taghdiyyah (pemberian gizi),
ri’ayah (pemeliharaan) dan muhafazhah (penjagaan).

Atau bila dilihat dari kaidah ilmu nahu berasal dari kata raba-yarbu (tumbuh
berkembang), rabiya-yarba (tumbuh secara alami) dan rabba-yarubbu (memperbaiki,
meningkatkan).

ALASAN PERLU TARBIYAH :

DARI ASPEK INTERNAL AJARAN ISLAM


Ar-Rasul membimbing umat manusia untuk keluar dari kebodohan.Dengan ciri-ciri :
kebodohan (ajahl), kehinaan (Dzillah), kemiskinan (faqr) dan perpecahan (tanafur).

Kondisi umat Islam sekarang tidak memahami Islam itu sendiri sehingga akhirnya
terjebak dalam kondisi kejahiliyahan modern dengan kesesatan yang lebih dahsyat dan
nyata (QS.3:164) sehingga umat Islam berada pada tahap pengkeroposan yang
diakibatkan oleh : a). kecintaan pada dunia yang berlebihan dan takut mati. b). saling
berpecah belah c). mengkotak-kotakan ajaran Islam d). penyimpangan ajaran Islam
seperti meng-sipilis-mekan (sekularesme,pluralisme dan liberalisme) Islam e).
terbelenggu sinkritisme berbau TBC (tahayul, bid’ah & churofat) f). meninggalkan jihad.

Jalan keluar dari kesesatan salah satunya melalui pembinaan yang didalamnya
diajarkan tilawah (dibaca & dibacakan), tazkiyah (pembersihan diri) dan ta’limul kitab
wal hikmah (belajar Al-qur’an dan hadits) (QS. 2:151). Sehingga akan memperoleh
nikmat yang akan mengantarkan kepada khoiru ummah (QS.3:110) dengan ciri-ciri :
berpengetahuan (ilmu), terhormat (izzah), kekayaan (ghina) dan persaudaraan
(ukhuwah).

DARI ASPEK INDIVIDU.

Hakikat jiwa yang membutuhkan pembinaan (QS.91:8-10), hakikat jiwa tersebut


menghadapi persoalan :  secara fitrah jiwa yang pada dirinya terdapat kecenderungan
kepada taqwa dan kecenderungan kepada dosa.

Adanya musuh bebuyutan (2:168-169) yang tidak hanya membuat perencanaan yang
matang tapi juga merealisasikan (5:82) yang keduanya bagian dari langkah syetan (35:
6). Untuk menangkal serangan musuh diperlukan amal jama’i dikalangan kaum
muslimin tak akan terjadi kecuali jika didahului oleh tarbiyah.

PERANAN TARBIYAH DALAM KEHIDUPAN

 Peranannya dalam penerapan system Islam.(4:65)


 Menjamin konsistensi muslim terhadap jamaahnya. (18:28)
 Membentuk generasi Islami, keluarga Islami dan peradaban Islami. (3:110,
2:143,3:104)
 Menumbuhkan kemakmuran yang penuh berkah (QS 7:96).
 Mewujudkan ketentraman dan kestabilan masyarakat.(QS.106:3-4, 89:27-28)
 Kebutuhan kemanusiaan.
 Kewajiban agama.(9:122,2:174, 17:36,58:11, 66:6)

 CIRI-CIRI TARBIYAH

 Apa yang dilakukan semata-mata mencari ridho Allah dan memakmurkan bumi
dengan aturan Allah (Rabbaniyah).
 Menggunakan sarana dan akhlak islami (Akhlaqiyyatu al-wasa’il).
 Pembinaan secara menyeluruh antara potensi akal, jasad dan ruh manusia
(Syumuliyah)

TUJUAN TARBIYAH :

 Memahami gambaran yang jelas mengenai Islam yang sempurna dan benar.
 Membentuk kepribadian muslim secara utuh.
 Menumbuhkan harga diri dan pribadi yang tidak mudah dipecah belah
 Keimanan  dan  ketakwaan penduduk merupakan asas terwujudnya
kemakmuran yang penuh berkah.
 Mewujudkan ketentraman dan kestabilan masyarakat.

URGENSI TARBIYAH ISLAMIYAH
A. MAKNA DAN HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM

“Tarbiyah bukanlah segala – galanya, namun dengan tarbiyah segalanya bisa tercapai”

Dalam bahasa arab, pendiidkan islam disebut At tarbiyah al Islamiyah


secara bahasa, tarbiyah memiliki beberapa arti :
- Raba-Yarbu yang artinya tumbuh berkembang
- Rabiya-yarbu yang artinya tumbuh secara alami
- Rabba-yarabbu yang artinya memperbaiki, meningkatkan

berarti proses pendiidkan islam seharusnya menumbuh kembangkan secara alami, juga sebagai
proses perbaikan peningkatan diri bagi ornag yang terlibat di dalamnya. pendidikan islam bukan
hal yang mengada-ada, dia memang ada.

Secara istilah makna tarbiyah adaalh:


1. menyampaikan sesuatu samapi pada tingkat sempurna sedikit demi
sedikit (Al Badhawi).
2. menumbuhkan sesuatu sdikit demi sedikit sampai dengan tahap
sempurna (Al Asmahadi).

B. MENGAPA PENDIDIKAN ISLAM DIPERLUKAN

a. mnelihat kondisi nyata umat islam :


– saat banyak ini banyak sekali manusia yang mengaku beragama islam namun tidak mengerti
hakikat dari Islam itu sendiri, sehingga banyaknya umat yang terjebak dalam kondisi kebodohan,
kelemahan dan kehinaan.
– Umat islam dalam keterpurukan, yang disebabkan karena
1. Cinta Dunia
Banyak manusia yang sangat mencintai dunia secara berlebihan sedangkan Mati adalah hal yang
ditakuti, padahal kematian bukanlah akhir dari kehidupan justru kematian adalah awal kehidupan
kita yang sesungguhnya.
Kita hidup di Dunia hanyalah tempat ujian bagi seluruh umat Manusia, Dan bahkan kenikmatan
yang ada di Bumi itupun merupakan Ujian yang Allah berikan. Semua Ujian yang Allah Swt.
berikan adlah sebagai penentu apakah kita penghuni Neraka Atau Penghuni Syurga.

2. Saling Berpecah belah

Memang dalam Al – Qur’an pun sudah dikatakan bahwasannya Umat islam memang akan
berpecah belah namun Wajib untuk bersatu. Perpecahan umat Islam ini merupakan takdir kauny
(kehendak Allah untuk menciptakannya) bahwa pada akhir zaman umat Nabi Muhammad SAW.
pasti berpecah-belah, akan tetapi bukan berarti kita boleh berpecah-belah, Ketahuilah perpecahan
umat ini merupakan ujian bagi orang yang beriman, hendaknya mereka memilih jalan yang benar
dan meninggalkan kelompok tersesat lainnya. Adapun dalil wajibnya kita bersatu, tidak boleh
berpecah-belah dan bergolong-golongan.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-
orang yang bersaudara” [Ali-Imran ; 103]

Rasulullah Saw bersabda.

“Sesungguhnya Allah meridhoi kamu tiga perkara dan membenci kamu tiga perkara ; Dia
meridhoi kamu apabila kamu beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu kepada-
Nya, dan apabila kamu berpegang teguh kepada tali Allah semua dan kamu tidak berpecah-
belah” [HR Muslim : 3236]

3. Mengkotak – kotakan Ajaran Islam

Banyaknya Umat islam kini yang mengkubu – kubukan antar golongan, yang sehingga dapat
menyebabkan pebedaan antara golongan satu dengan yang lain, Misalkan HTI, SALAFI,
MUHAMMADIYAH, NAHDATHUL ‘ULAMA, dll yang dimana semua itu dalam satu visi dan
misi namun hanya karena perbedaan manhaj sehingga tampak adanya perbedaan fikroh.

4. Meninggalkan Jihad

BELUM SELESAI …. hehe afwan karna waktu yang sudah mepet nich jadi mesti Off dulu U/
pembaca Yang sabar yua… InsyaAllah secepatnya akan di selesaikan tulisannya.. :):)

Anda mungkin juga menyukai