Dalam kehidupan pribadi atau masyarakat, pendidikan (tarbiyah) menududki posisi yang sangat
penting. Sebab melalui proses pendidikan pribadi seorang dapat tumbuh dan berkembang secara
baik, sesuai yang diharapkan. Tarbiyah dapat membentuk kepribadian seseorang selaras dengan
nilai-nilai dan prinsip yang mendasarinya sehingga menjadi kepribadian yang sepenuhnya
mencerminkan nilai-nilai dan prinsip Islam.
Seseorang yang telah dididik dengan pola pendidikan Islam, sikap dan perilakunya akan
merupakan refleksi total dari keutuhan dirinya yang telah tersibghah nilai-nilai Islam. Akibatnya
integritas Islamnya kukuh dan gaya hidupnya Islami. Tidak akan terjadi split personality
(kepribadian pecah) yang mengakibatkan seorang muslim kehilangan kepribadiannya dan
terseret ke dalam arus gaya hidup yang lain.
Pendidikan Islam mengarahkan kehidupan seorang muslim berkembang dan terus semakin
matang. Sikap, perilaku, dan gaya hidupnya bersifat spesifik islami yang berinteraksi secara
posiif, baik internal maupun eksternal. Sehingga ia dapat memancarkan arus Islam si tengah-
tengah lingkungannya. Ia menjadi manusia yang tangguh yang tidak mudah diombang-
ambingkan oleh berbagai arus kehidupan yang melandanya. Tegasnya ia menjadi muslim yang
muttaqin.
Itulah beberapa bukti dan pertimbangan yang memastikan urgensi tarbiyah islamiyah salam
kehidupan. Tetapi perlu kita sadari bahwa tanpa adanya tarbiyah yang terarah dan sistemik
mustahil akan mencetak insan yang memiliki Syakhsiyah Islamiyah.
Setidaknya ada dua alasan mengapa tarbiyah Islamiyah menjadi hal yang sangat penting. Pertama,
ditinjau dari aspek internal ajaran Islam, dan kedua, ditinjau dari aspek individu umat Islam.
B. Aspek individu
Dilihat dari sudut individu, manusia membutuhkan tarbiyah islamiyah karena dua hal; 1) hakikat setiap
jiwa manusia membutuhkan pembinaan 2) realitas ummat dewasa ini yang terserang virus ghutsai.
1) Hakikat Setiap Jiwa Manusia Membutuhkan Pembinaan
Hakikat jiwa manusia selalu menghadapi dua persoalan, yaitu internal dan eksternal. Secara internal,
fitrah jiwa manusia senantiasa berada pada persimpangan jalan, jalan kefasikan dan jalan ketakwaan.
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah oarng yang mengotorinya”
(91:8-10). Untuk bisa tetap bertahan pada jalan yang lurus (jalan takwa) manusia memerlukan
pengawalan ketat secara terus-menerus. Hal ini hanya bisa terlaksana dengan tarbiyah islamiyah, yang
senantiasa memastikan setiap individu berjalan di atas jalan ketakwaan.
Kalau boleh diibaratkan, jiwa manusia adalah seperti kereta yang ditarik oleh lima kuda. Kelima kuda itu
adalah penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Setiap hari dan setiap saat kereta ini
ditarik sesukanya oleh kuda penglihatan, kuda pendengaran, dan kuda-kuda indera lainnya. Kalau jiwa
ini dibiarkan saja ditarik secara liar kesana kemari oleh kuda-kuda indera ini, ia akan selalu dalam kondisi
kebingungan, tanpa arah, dan tidak tahu tujuan. Nafsu kalau dibiarkan akan menarik manusia menjauhi
fitrahnya.
Oleh karena itu, kereta jiwa ini harus dikendalikan oleh kusir yang selalu memegang kendali kuda-kuda
liar indera. Ia akan menundukkan pandangan manakala kuda penglihatan menarik kereta jiwa ke jalan
mengumbar mata. Ia akan menutup telinga ketika kuda pendengaran mengajaknya mendengarkan
perkataan yang mengotori jiwanya. Ia akan menghentikan langkahnya, ketika nafsu berusaha
memerosokkan ke jurang dosa. Ia akan mengendalikan semuanya.
Namun itu bukan perkara mudah. Bahkan sang kusir kadang tidak mampu berbuat banyak, ketika kuda-
kuda ini menariknya secara liar. Agar sang kusir ini mampu mengendalikan kudanya, ia harus dilatih dan
dididik. Ia harus ditarbiyah.
Seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya; “Ketahuilah di dalam jasad manusia terdapat
segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, tetapi jika rusak maka rusaklah seluruh
jasadnya. Ketahuilah ia adalah hati.”
Melihat manusia, dikaitkan dengan hadits Rasul di atas, sebaiknya dimulai dari hatinya. Sebenarnya ia
adalah makhluq spiritual (ruhani) yang mempunyai pengalaman manusia, dan bukan manusia yang
mempunyai pengalaman spiritual. Kalau mau meluruskan arah hidupnya, maka luruskanlah dulu hati
dan jiwanya, rahkan ruhaninya, bimbinglah jiwanya, kuatkanlah hatinya. Niscaya perjalanannya akan
senantiasa benar. Agar kereta berjalan di jalan yang semestinya, dan tidak masuk ke dalam jurang,
latihlah dan didiklah dulu kusirnya. Bimbinglah ia sampai mahir mengendalikan kuda.
Disamping persoalan internal tersebut, secara eksternal Umat Islam menghadapi musuh yang senantiasa
menginginkan kekalahan umat islam (2:168-169). Musuh umat islam mengerahkan segala kekuatan dan
kemampuannya, mereka membuat berbagai perencanaan dan kemudian merealisasikannya.
Untuk menggambarkan bagaimana musuh Islam ini senantiasa mengerahkan segala kekuatannya untuk
menghancurkan Islam, kita simak penuturan ustadz Hasan Al Banna; “Sejalan dengan kekuatannya yang
besar dan kekuasaannya yang luas, factor-faktor penghancur secara perlahan namun pasti merasuk ke
sela-sela kehidupan umat qurani ini, ia semakin tumbuh, menyebar dan semakin lama semakin kuat,
hingga mampu merobek bangunan ini dan mengikis habis pusat daulah islamiah yang pertama pada
abad ke-6 hijriah oleh bangsa Tartar, kemudian yang kedua pada abad ke-14 hijriah. Dua penghancuran
itu mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai. Mereka hidup di negara-negara kecil yang sulit
menuju kesatuan dan bangkit kembali.”
Aspek social, “orang-orang Eropa telah bekerja keras untuk menenggelamkan seluruh negeri Islam yang
mereka kuasai dengan gelombang kehidupan materialis dengan gaya hidup rusak dan virus-virus yang
mematikan. Mereka menjerumuskan negeri-negeri Islam itu ke dalam nasib buruk di bawah
kekuasaannya. Disamping itu, Eropa berambisi kuat untuk memonopoli berbagai unsur kebaikan dan
kekuatan ilmu pengetahuan, industri, dan system yang bermanfaat. Mereka telah membuat rencana
dan melaksanakan langkah-langkah perang jenis ini secara sempurna dengan dukungan kelicikan politik
dan kekuasaan militer hingga tercapailah apa yang mereka inginkan.”
“Gelobang itu menyebar secepat kilat sampai ke tempat-tempat yang belum terjamah sebelumnya dan
menyentuh jiwa seluruh lapisan masyarakat. Musuh-musuh Islam telah berhasil menipu kaum
intelektual muslim. Mereka letakkan tabir yang menutupi mata orang lain agar tidak bisa melihat
mereka yang sebenarnya, dengan cara mengambarkan Islam dengan gambaran terbatas pada masalah-
masalah aqidah, ibadah dan akhlaq, di samping spiritual, mistik, khurafat, dan berbagai fenomena
keagamaan yang kering tak jelas sumbernya. Tipu daya ini ditopang dengan kebodohan kaum Muslimin
terhadap agama mereka sehinga banyak di antara mereka yang merasa senang, tenteram, dan puas
dengan persepsi tersebut. Persepsi tersebut melekat amat lama pada diri mereka hingga sulit
memahamkan salah seorang di antara bahwa Islam adalah sebuah system social sempurna yang
mencakup semua aspek kehidupannya.”
Hasil perpaduan “yang serasi” antara kebodohan ummat Islam dan tipu daya musuhnya adalah krisis
ekonomi, krisis politik (hegemoni dan diktatorisme), krisis jati diri, pemikiran dan referensi, seperti yang
kita saksikan pada hari-hari ini.
Untuk dapat keluar dari krisis multidimensional ini, diperlukan suatu kerja keras dan cerdas yang
dibingkai dalam wadah amal jamai (kerja sama). Dan amal jamai tidak akan wujud kecuali apabila diawali
dengan proses tarbiyah islamiyah para pendukungnya.
Solusi Islam
Semua alasan tersebut menjadikan tarbiyah menjadi penting dan urgen. Kegagalan pendidikan (sekolah)
dalam mencetak kader-kader umat dan bangsa, membuat kita bertanya. Apa yang salah dengan system
pendidikan kita?
Pendidikan telah mengalami penyempitan makna sekadar menjadi pengajaran dan pelatihan.
Pembinaan, tarbiyah, pendidikan tidak identik dengan pengajaran dan pelatihan. Pelatihan itu berurusan
dengan praktik, dengan belajar melakukan. Pengajaran lebih kepada transfer pengetahuan atau proses
mengembangkan potensi intelektualitas. Sementara pendidikan, pembinaan dan tarbiyah adalah proses
untuk menemukan dan kemudian mengaktualisasi segenap potensi diri manusia. Pembentukan
karakter-karakter mulia manusia seperti integritas, tekad kuat, jujur, kerendahan hati, kesetiaan,
keadilan, kesabaran, kesungguhan, lapang dada dan karakter mulia tidak lainnya mungkin dilakukan
dengan pengajaran, ia hanya bisa dilakukan dengan pembinaan, pendidikan dan dilatih.
Yang terlupakan oleh metode pendidikan dewasa ini adalah bahwa manusia tidak saja mempunyai fisik
dan pikiran, tetapi juga mempunyai hati. Ini yang jarang atau bahkan tidak pernah disentuh dalam dunia
pendidikan. Bahkan barangkali dipandang tidak ada hubungan antara fisik dan akal dengan hati.
Bukankah ini cara memandang manusia secara keliru?
Dibutuhkan suatu pendekatan yang komprehensif dalam mendidik umat. Hal terpenting yang harus
menjadi perhatian pertama dalam mendidik umat adalah mengupayakan kebangkitan spiritual,
kebangkitan ruhani, kehidupan hati, kebangkitan hakiki manusia dan perasaannya. Tidak cukup
menjejali manusia dengan pengetahuan. Ia hanya akan menjadi orang yang tahu, punya pengetahuan.
Tetapi kemauan seseorang untuk merealisasi pengetahuan menjadi karakter dan akhlaq diri tidak
diperoleh dari pengajaran. Diperlukan wadah dan hati yang kuat dalam diri manusia yang akan diisi
pengetahuan, agar bisa mendorongnya menjadi manusia yang mempunyai karakter luhur dan mulia.
Penting untuk menengok kepada Guru Besar Kehidupan, Rasulullah saw, bagaimana beliau mampu
mendidik dan membina generasi terbaik umat manusia yang pernah dilahirkan di muka bumi ini. Yang
kemudian dari mereka nantinya dua imperium adidaya kala itu, Romawi dan Persi, bisa ditundukkan.
Yang kemudian dari generasi ini memunculkan generasi yang memperbarui peradaban dunia.
Memuliakan kemanusiaan manusia dan mengeluarkan dari kebinatangan manusia. Membebaskan
manusia dari belenggu ikatan materi menuju ikatan ketauhidan.
Penting untuk disimak apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membina dan mentarbiyah para
sahabatnya, yaitu bahwa Rasulullah membina dan mempersiapkan para sahabatnya dengan pembinaan
yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya: ruhani, jasmani dan fikiran. Dan untuk membina
kekuatan ruhani, kekokohan jiwa, pancaran spiritual, sampai-sampai dibutuhkan waktu paling tidak 13
tahun. Sebelum akhirnya Rasul mengajarkan aspek-aspek lain dari kehidupan ini. Dilihat dari sudut
pandang seperti ini, bukankah apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat ini dalam mendidik umat
menjadi terbalik?
Para pengikut Rasulullah dibentuk dan diproses melalui Tarbiyah Islamiyah yang merealisasikan
‘ubudiyahnya hanya kepada Allah saja; ‘ubudiyah yang meliputi i’tiqad, ibadah dan aturan yang benar-
benar diterapkan dalam segala aktivitas hidup mereka. Proses ‘ubudiyah seperti ini akan membersihkan
jiwa, hati, dan spiritualitas mereka dari beriman kepada selain Allah dan meluruskan aktivitas mereka
dari orientasi yang lain daripada Allah semata-mata.
Mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Rasul, kebangkitan kembali umat ini memerlukan tarbiyah
islamiyah. Model pembinaan yang komprehensif untuk membangkitkan umat dari keterpurukannya.
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti kurang lebih penjagaan, pengasuhan dan
pendidikan. Tarbiyah Islamiyah adalah penjagaan, pengasuhan dan pendidikan berasaskan Al-Quran dan
sunnah Rasulullah SAW. Sumber-sumber ini adalah sumber-sumber rabbani. Dengan sumber inilah
generasi sahabat dididik oleh Rasulullah SAW sehingga melahirkan generasi rabbani yang mendapat
julukan dan pujian dari Allah: “Kamu adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu
menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali
‘Imran: 110)
Tarbiyah ingin mewujudkan kondisi yang kondusif bagi manusia untuk dapat hidup di dunia secara lurus
dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridho dan pahala Allah swt. Tarbiyah membentuk
pribadi muslim yang mempunyai karakteristik: mempunyai aqidah yang lurus, ibadahnya benar, akhlak
terpuji, fikiran yang kaya dengan ilmu, tubuh yang kuat, mampu berusaha untuk mencari rizki, mampu
mengendalikan hawa nafsu dan mau melakukan mujahadah pada dirinya, memiliki waktu dengan
teratur, urusan dan pekerjaannya ditata dan diatur dengan disiplin, dan bermanfaat bagi orang lain.
Tarbiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu keseimbangan dalam
potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan. Keseimbangan potensi artinya
kemunculan suatu potensi tidak boleh memandulkan potensi yang lain atau untuk memunculkan
potensi yang satu dimandulkan potensi yang lain. Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani,
dan akal pikiran; keseimbangan antara keruhanian manusia dan kejasmaniannya.
Tarbiyah mendorong seseorang untuk memiliki dinamika yang tinggi di seluruh kehidupannya bersama
diri dan orang-orang yang ada disekitarnya, bahkan lingkungan alam sekitarnya. Tarbiyah istimewa
karena mampu mengiringi fitrah manusia dalam menghadapi realitas hidupnya di bumi dan alam materi.
Tarbiyah islamiyah merupakan cara ideal berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung
(dengan kata-kata) atau tidak langsung (berupa keteladanan dan sarana yang lain), untuk memproses
perubahan dalam diri manusia menjuju kondisi yang lebih baik. Secara global tarbiyah islamiyah
bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dalam segala sisi-sisinya, khususnya dalam sisi
aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perilaku, pergerakan, keoganisasian dan manajerial,
sehingga seluruh kegiatan tarbiyah akan mengembangkan potensi ruhani, jasmani dan akal pikiran
manusia.
Coba cermati firman Allah yang menciptakan manusia beserta segala kehidupannya, di surat Ali Imran
164: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di
antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan
sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.” Senada dengan ayat tersebut adalah surat Al Baqarah ayat 151: “Sebagaimana (Kami telah
menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab
dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Atau ayat
2 surat Al Jumuah: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
dalam kesesatan yang yang nyata.”
Banyak sisi yang bisa dilihat dari membaca ayat-ayat di atas. Dari sisi tarbiyah islamiyah kita bisa
mengambil makna bahwa sebelumnya kaum mukmin ini benar-benar tersesat. Mereka menuhankan
batu-batu yang dianggapnya bisa memberikan kebaikan dan mencegah keburukan dari mereka. Gaya
hidup hedonisme orang Arab jahiliyah yang berkecenderungan kepada materialisme duniawi, tergambar
dalam salah satu syair Tarafah pra Islam:
Cari aku di kumpulan orang-orang, kau akan menemukan aku di sana
Buru aku di kedai minuman, kau akan menangkapku di sana
Datangi aku di pagi hari, akan kuberi kau secangkir penuh anggur. Bila kau menolak, tolaklah sesukamu
dan jadilah penghibur yang baik.
Syair di atas menunjukkan kebiasaan minum orang Arab jahiliyah yang merupakan sumber kenikmatan.
Kira-kira tidak berbeda dengan kebiasaan banyak orang jahiliyah masa kini.
Kemudian diutuslah Rasul untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa mereka, dan
mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum diketahui.
Diutuslah Rasulullah untuk mentarbiyah, mendidik dan membina masyarakat arab jahiliyah. Mensucikan
jiwa mereka, mengisi hati mereka, menguatkan ruhani, mengajarkan kepada mereka ayat-ayat Allah,
memutuskan ikatan-ikatan duniawi kemudian mengikatkan kepada ikatan aqidah. Menumbuhkan
perasaan takut kepada Tuhannya, perasaan rendah di hadapan Tuhan, hidup dengan ketinggian akhlaq.
Dengan proses seperti inilah generasi terbaik umat ini dilahirkan. Melalui proses ini lahirlah ummat yang
akan menjadi dasar penyelesaian problematika kemanusiaan secara keseluruhan. Masalah manusia hari
ini tidak akan dapat diurai dan dipecahkan kecuali kembali kepada Islam. Dan Islam tidak akan dapat
memainkan perannya kecuali jika terdapat pendukung yang komitmen terhadapnya. Pendukung yang
komit terhadap Islam tidak akan dapat diwujudkan kecuali dengan pembinaan, dengan tarbiyah
islamiyah.
Model Tarbiah
Pengertian tarbiah Islamiyah, sebagaimana telah disinggung di muka, adalah cara ideal dalam
berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (kata-kata) maupun secara tidak langsung
(keteladanan dan sarana lain), untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang
lebih baik. Secara global tarbiah Islamiah bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dari
segala sisinya, khususnya sisi aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perlilaku, pergerakan,
keorganisasian dan manajerial, sehingga seluruh kegiatan tarbiah akan mengembangkan potensi ruhani,
jasmani, dan akal manusia. Tujuan akhir tarbiah adalah menyiapkan seseorang untuk dapat mengemban
tanggung jawab da’wah dan menghadapi rintangan dalam da’wah.
Sasaran tarbiah
Sasaran tarbiah untuk tingkat individu mencakup sepuluh point yaitu; salimul aqidah, setiap individu
dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah yang hanya dapat diperoleh melalui pemahaman terhadap Al
Quran dan As-Sunnah
Shahihul ibadah, setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan
kepada Rasulullah saw. Pada dasarnya, ibadah bukanlah ijtihad seseorang karena ibadah itu tidak dapat
diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan atau penyesuaian dengan kondisi kemjuan zaman.
Matinnul khuluq, setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlaq/karakter sehingga mampu
mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.
Qadirun ‘alal kasbi, setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan kretivitasnya dalam
dunia kerja.
Mutsaqqaful fikri, setiap individu dituntut untyuk memiliki keluasan wawasan. Artinya, dia harus mampu
memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.
Qawiyul jism, setiap individu dituntut untuk memliki kekuatan fisik melalui sarana-sarana yang
dipersiapkan Islam.
Mujahidun li nafsi, setiap individu dituntut untuk mengendalikan hawa nafsunya dan senatiasa
mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal saleh. Artinya, ia dituntut untuk
berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia pada kejahatan dan kebatilan.
Munadzam fi syu’unihi, setiap individu dituntut mampu mengatur segala urusannya sesuai dengan
keteraturan Islam. Pada dasarnya, setiap pekerjaan yang tidak teratur hanya akan berakhir pada
kegagalan.
Haritsun ‘ala waqtihi, setiap individu dituntut untuk memelihara waktunya sehingga dia akan terhindar
dari kelalaian. Dengan begitu, diapun akan mampu menghargai waktu orang lain sehingga dia tidak
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kesia-siaan, baik untuk kehidupan dunia
maupun akhiratnya. Tampaknya, tepat sekali apa yang dikatakan oleh ulama salaf bahwa waktu itu
ibarat pedang. Jika ia tidak ditebaskan dengan tepat, ia akan menebas diri kita sendiri.
Nafi’un li ghairihi, setiap individu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Perangkat tarbiah
Untuk merealisasikan sasaran dalam proses tarbiyah diperlukan berbagai sarana anatara lain; halaqoh,
mabit, rihlah, mukhayyam, dan tatskif. Di antara beberapa sarana tarbiyyah tersebut, halaqoh
merupakan sarana yang memiliki peran penting karena beberapa alasan;
pertama, dalam tarbiah dengan system halaqoh ini didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di bawah
asuhan seorang murabbi. Sehingga setiap kecenderungan dan perubahan yang terjadi segera bisa
dipantau dan diarahkan oleh murabbi. Sedang programnya bersumber dari Kitabullah dan sunnah rasul,
dengan jadwal yang sudah diatur.
Kedua, tarbiah melalui halaqoh merupakan ‘tujuan yang terkandung dalam perangkat.’ Demikian itu
karena penyiapan seorang individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran, aqidah, dan
perilaku merupakan aktivitas yang memerlukan kesinambungan dan kontinuitas, sekaligus menjadi
tujuan abadi. Kendati sarana ini termasuk perangkat, namun karena kuatnya keterkaitan dengan tujuan,
mengharuskan system ini memiliki kontinyuitas.
Ketiga, sepanjang perjalanan tarbiah, hanya sistem halaqoh yang mampu memantapkan proses
penyiapan individu islami secara integral. Oleh karenanya system ini harus tetap berlanjut, meski daulah
islam telah berdiri karena ia yang akan menjadi penyuplai kebutuhan pemerintahan akan sumber daya
manusia dengan proses yang baik.
Keempat, taruhlah pemerintah dapat menguasai system pengajaran dan informasi, namun keduanya
tidak akan mampu mentarbiyah. Meskipun tarbiah yang integral, yang menanamkan dalam jiwa sifat
keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap tanggung jawab memang berhubungan erat dengan
proses pengajaran dan informasi.
Kompetensi Tarbiah
Diperlukan kajian yang komprehensif untuk mendorong terealisasikannya sasaran tarbiah, yang meliputi
seluruh segi yang memungkinkan mencuatnya segala potensi kebaikan. Secara garis besar ada empat
kelompok kajian, yaitu; dasar-dasar keislaman, pengembangan diri, dakwah dan pemikiran islam, serta
social kemasyarakatan.
Dasar-dasar keislaman mencakup al qur’an dan ulumul qur’an, hadist dan ulumul hadits, aqidah, fiqh,
akhlaq, sirah dan kepribadian muslim. Pengembangan diri terdiri dari metodologi berfikir dan riset,
belajar mandiri, rumah tangga muslim, manajemen, bahasa arab, kesehatan dan kekuatan fisik,
kependidikan dan keguruan. Dakwah dan pemikiran meliputi fiqh dakwah, sejarah dan peradaban umat,
dunia islam kontemporer, pemikiran, gerakan dan organisasi pembaharuan, islam dan kekuatan lawan.
Dan social kemasyarakatan meliputi tata social kemasyarakatan, perundang-undangan, system politik
dan hubungan internasional, ekonomi, seni dan budaya, iptek dan lingkungan, serta isu kontemporer
social politik dakwah islam.
Demikian sekilas tentang urgensi tarbiah islamiah, yang dari sana kita berharap kebangkitan umat akan
menjadi kenyataan. Untuk merealisasikan kembali julukan indah yang pernah diberikan kepada generasi
sahabat, “khairu ummah.”
broh :
Kaab bin Malik RA yang lupa menyiapkan diri ikut perang Tabuk, setelah rasul pulang
dia dan dua orang sahabatnya yang lain yaitu Murarah bin Rabi’ah al-Amiri dan Hilal bin
Umayah al-Waqifi mengungkapkan kejujuran alasan kenapa dia tidak ikut dalam jihad
tersebut bersedia menerima sangsi yang diberikan oleh nabi SAW sangsi yang
diterimanya merupakan bagian dari tarbiyah bagi dirinya. Saat terkena sangsi itu dia
mendapat tawaran suaka politik dan jabatan penting dari raja Ghassan tapi dengan
kejelasan fikrah yang ia miliki, ia menjawab surat ajakan tersebut dengan merobek dan
berkata : “Ayyu musyibatin hadzihi ? “(musibah apa lagi ini..) Peristiwa Kaab yang
mendapat ampunan langsung dari Allah tertuang dalam Q.S Attaubah 118
Sahabat Saad bin Abi Waqas RA merupakan salah satu contoh jiwa tertarbiyah yang
tetap istiqomah memperjuangkan Islam walaupun beliau menduduki kursi gubernur,
beliau sempat berkata : “Aku adalah salah satu dari tujuh sahabat( dari 10 sahabat
yang dijanjikan masuk surga) dahulu kami bersama rasulullah SAW dalam sebuah
perjalanan, kami tidak memiliki makanan sehingga kami makan daun-daunan sampai
perih tenggorokan kami, akan tetapi sekarang kami yang tujuh ini seluruhnya jadi
gubernur dibeberapa daerah, maka kami berlindung kepada allah agar tidak menjadi
orang yang merasa besar ditengah-tengah manusia tetapi kecil disisi allah SWT.”
PENGERTIAN.
Ada beberapa kata dalam bahasa arab yang searti dan senada dengan kata tarbiyah
yaitu : ziyadah (penambahan), nas’ah (pertumbuhan), taghdiyyah (pemberian gizi),
ri’ayah (pemeliharaan) dan muhafazhah (penjagaan).
Atau bila dilihat dari kaidah ilmu nahu berasal dari kata raba-yarbu (tumbuh
berkembang), rabiya-yarba (tumbuh secara alami) dan rabba-yarubbu (memperbaiki,
meningkatkan).
Kondisi umat Islam sekarang tidak memahami Islam itu sendiri sehingga akhirnya
terjebak dalam kondisi kejahiliyahan modern dengan kesesatan yang lebih dahsyat dan
nyata (QS.3:164) sehingga umat Islam berada pada tahap pengkeroposan yang
diakibatkan oleh : a). kecintaan pada dunia yang berlebihan dan takut mati. b). saling
berpecah belah c). mengkotak-kotakan ajaran Islam d). penyimpangan ajaran Islam
seperti meng-sipilis-mekan (sekularesme,pluralisme dan liberalisme) Islam e).
terbelenggu sinkritisme berbau TBC (tahayul, bid’ah & churofat) f). meninggalkan jihad.
Jalan keluar dari kesesatan salah satunya melalui pembinaan yang didalamnya
diajarkan tilawah (dibaca & dibacakan), tazkiyah (pembersihan diri) dan ta’limul kitab
wal hikmah (belajar Al-qur’an dan hadits) (QS. 2:151). Sehingga akan memperoleh
nikmat yang akan mengantarkan kepada khoiru ummah (QS.3:110) dengan ciri-ciri :
berpengetahuan (ilmu), terhormat (izzah), kekayaan (ghina) dan persaudaraan
(ukhuwah).
Adanya musuh bebuyutan (2:168-169) yang tidak hanya membuat perencanaan yang
matang tapi juga merealisasikan (5:82) yang keduanya bagian dari langkah syetan (35:
6). Untuk menangkal serangan musuh diperlukan amal jama’i dikalangan kaum
muslimin tak akan terjadi kecuali jika didahului oleh tarbiyah.
CIRI-CIRI TARBIYAH
Apa yang dilakukan semata-mata mencari ridho Allah dan memakmurkan bumi
dengan aturan Allah (Rabbaniyah).
Menggunakan sarana dan akhlak islami (Akhlaqiyyatu al-wasa’il).
Pembinaan secara menyeluruh antara potensi akal, jasad dan ruh manusia
(Syumuliyah)
TUJUAN TARBIYAH :
Memahami gambaran yang jelas mengenai Islam yang sempurna dan benar.
Membentuk kepribadian muslim secara utuh.
Menumbuhkan harga diri dan pribadi yang tidak mudah dipecah belah
Keimanan dan ketakwaan penduduk merupakan asas terwujudnya
kemakmuran yang penuh berkah.
Mewujudkan ketentraman dan kestabilan masyarakat.
URGENSI TARBIYAH ISLAMIYAH
A. MAKNA DAN HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
“Tarbiyah bukanlah segala – galanya, namun dengan tarbiyah segalanya bisa tercapai”
berarti proses pendiidkan islam seharusnya menumbuh kembangkan secara alami, juga sebagai
proses perbaikan peningkatan diri bagi ornag yang terlibat di dalamnya. pendidikan islam bukan
hal yang mengada-ada, dia memang ada.
Memang dalam Al – Qur’an pun sudah dikatakan bahwasannya Umat islam memang akan
berpecah belah namun Wajib untuk bersatu. Perpecahan umat Islam ini merupakan takdir kauny
(kehendak Allah untuk menciptakannya) bahwa pada akhir zaman umat Nabi Muhammad SAW.
pasti berpecah-belah, akan tetapi bukan berarti kita boleh berpecah-belah, Ketahuilah perpecahan
umat ini merupakan ujian bagi orang yang beriman, hendaknya mereka memilih jalan yang benar
dan meninggalkan kelompok tersesat lainnya. Adapun dalil wajibnya kita bersatu, tidak boleh
berpecah-belah dan bergolong-golongan.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-
orang yang bersaudara” [Ali-Imran ; 103]
“Sesungguhnya Allah meridhoi kamu tiga perkara dan membenci kamu tiga perkara ; Dia
meridhoi kamu apabila kamu beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu kepada-
Nya, dan apabila kamu berpegang teguh kepada tali Allah semua dan kamu tidak berpecah-
belah” [HR Muslim : 3236]
Banyaknya Umat islam kini yang mengkubu – kubukan antar golongan, yang sehingga dapat
menyebabkan pebedaan antara golongan satu dengan yang lain, Misalkan HTI, SALAFI,
MUHAMMADIYAH, NAHDATHUL ‘ULAMA, dll yang dimana semua itu dalam satu visi dan
misi namun hanya karena perbedaan manhaj sehingga tampak adanya perbedaan fikroh.
4. Meninggalkan Jihad
BELUM SELESAI …. hehe afwan karna waktu yang sudah mepet nich jadi mesti Off dulu U/
pembaca Yang sabar yua… InsyaAllah secepatnya akan di selesaikan tulisannya.. :):)