Anda di halaman 1dari 7

AKHLAK ISLAMI

Dosen Pengampu: Dr. Izzudin, MA

Disusun Oleh:

Kelompok 4
1. Muhammad Rangga (2384130095)
2. Hanifiyyah Muthohharoh (2384130098)
3. Luxyana Permata putri (2384130117)

Kelas: BKI 2C

Program Studi Bimbingan Konseling Islam


Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
2024
A. Pengertian Akhlak Islami
Akhlak Islami dapat diartikan dengan akhlak yang berlandaskan ajaran Islam
atau akhlak yang bersifat Islami. Jadi, akhlak Islami merupakan perbuatan yang
dilakukan dengan mudah, disengaja serta sudah menjadi suatu kebiasaan yang
didasarkan pada ajaran Islam. Jika dilihat dari sifatnya yang universal, maka akhlak
Islami juga bersifat universal. Dalam hal ini, di samping mengakui adanya nilai-nilai
universal sebagai dasar bentuk akhlak juga mengakui nilai-nilai yang bersifat lokal dan
temporal sebagai penjabaran atas nilai-nilai yang universal tersebut. Misalnya,
menghormati kedua orang tua merupakan akhlak yang bersifat mutlak dan universal.
Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormatinya itu dapat diwujudkan oleh
hasil pemikiran manusia sendiri yang dipengaruhi oleh kondisi dan situasi di mana
orang yang menjabarkan nilai universal itu berada. Misalnya, menghormati kedua
orang tua bagi orang Jawa yakni dengan cara sungkem sambil menggelesor di lantai.
Bagi orang Sunda, menghormati kedua orang tua dengan cara mencium tangannya.
Sedangkan bagi orang Sumatera dengan cara merawat dan menjaga orang tuanya,
layaknya kedua orang tuanya merawat mereka saat kecil. Dan bagi orang barat, berbuat
baik kepada kedua orang tuanya dengan memberikan serta memfasilitasi kehidupannya.
Namun, akhlak dalam ajaran agama tidak bisa disamakan dengan etika ataupun
moral, meskipun etika atau moral diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang
berdasarkan agama (akhlak Islami). Hal ini disebabkan karena etika terbatas hanya
sopan santun kepada sesama manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku
lahiriah saja. Menurut Quraish Shihab, akhlak Islami tidak hanya berkaitan dengan sifat
lahiriah saja tetapi berkaitan dengan sikap bathiniah serta pikiran.1 Selain itu, akhlak
Islami berdasarkan kepada ketentuan Allah, dalam hal ini melakukan perbuatan yang
baik harus merujuk kepada ketentuan Allah.2
B. Ruang Lingkup Akhlak Islami
Ruang lingkup akhlak Islami mencakup beberapa aspek, dimulai dari akhlak
terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan benda-benda yang tak bernya). 3

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2020) hal. 126.
2
Ibd. hal. 126.

3
Ibd. hal. 126-127.

2
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai
sang pencipta. Terdapat beberapa alasan mengapa manusia perlu berakhlak
kepada Allah. Pertama, karena Allah telah menciptakan manusia. Berdasarkan
QS. Al-Mu’minun: 12-13, Allah mengatakan bahwa manusia diciptakan dari
tanah yang kemudian diproses menjadi benih lalu disimpan dalam rahim,
sehingga terbentuk menjadi segumpal darah lalu segumpal daging, akhirnya
terbentuknya tulang yang dibalut dengan daging yang selanjutnya diberi roh.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita berterimakasih kepadang sang pencipta.
Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan kesempurnaan dengan
melengkapinya pancaindera berupa penglihatan, pendengaran, akal pikiran
serta hati, disamping anggota badan yang kokoh. (Berdasarkan QS An-
Nahl:78). Ketiga, sebab Allah telah menyediakan berbagai fasilitas yang
diperlukan bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti adanya makanan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, adanya air, udara, binatang ternak dan
sebagainya. (Berdasarkan QS Al-Jatsiyah: 12-13). Keempat, Allah telah
memuliakan manusia dengan diberi kemampuan untuk menguasai daratan dan
lautan. (Berdasarkan QS Al-Isra’:70). Banyak cara yang dapat dilakukan dalam
berakhlak kepada Allah, diantaranya dengan tidak menyekutukan-Nya,
senantiasa bertawakkal kepada-Nya, ikhlas dan ridha dengan semua kehendak-
Nya, serta dengan beribadah dan bertaubat.
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Salah satu bentuk berakhlak kepada sesama manusia yaitu dengan tidak
melakukan hal-hal yang negatif dan merugikan, seperti membunuh, menyakiti
fisik maupun hati seseorang serta menceritakan aib seseorang. Selain itu, tidak
berprasangka buruk kepada seseorang, dan menjadi seseorang yang pemaaf serta
dapat mengendalikan nafsu amarah.
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan disini yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia, baik itu binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa. Salah contoh satu akhlak kepada tumbuh-tumbuhan yaitu dengan
tidak memetik bunga sebelum mekar ataupun memetik buah yang belum matang,

3
karena hal ini tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai
tujuan penciptaanya. Hal ini berarti manusia dituntut untuk menghormati proses
yang sedang berjalan serta agar tidak membuat kerusakan.

C. Ciri-ciri Akhlak Islami


1. Kebaikan yang Absolut
Berdasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah, kebaikan dalam akhlak Islami bersifat
absolut (mutlak). Islam menjamin kebaikan yang mutlak karena Islam telah
menciptakan akhlak luhur yang menjamin kebaikan yang bersih baik dalam
mementingkan diri sendiri maupun golongan, juga bersih dari pengaruh hawa nafsu
dan lingkungan.4 Oleh karena itu, akhlak Islami bersifat absolut (mutlak) dan tetap.
Hal ini berbeda dengan akhlak wad’iyah (akhlak ciptaan manusia) karena sifatnya
yang berubah-ubah.
2. Kebaikan yang Universal (Menyeluruh)
Kebaikan dalam akhlak Islami juga bersifat universal, karena kebaikan yang
terdapat di dalamnya dapat digunakan untuk seluruh umat manusia, kapan saja, dan
dimana saja. Islam telah menciptakan akhlak yang sesuai dengan fitrah manusia, di
samping diterima oleh akal sehat.
3. Kemantapan
Berdasarkan sumbernya yaitu Al-Qur’an dan sunnah, Allah menjamin akan selalu
menjaga serta memelihara agama-Nya sehingga akan tetap, langgeng, dan mantap
tidak akan terjadi perubahan apapun. Hal ini berarti, ajaran akhlak dalam Islam
sifatnya tetap berlaku sejak Islam diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW
hingga akhir zaman tidak akan berubah.
4. Kewajiban yang Dipatuhi
Karena bersumber dari wahyu, akhlak Islami mempunyai kekuatan yang ketat,
dapat menguasai lahir dan batin dalam keadaan suka maupun duka. Hal ini karena
yang menguasai adalah Allah, oleh karena itu manusia merasa terikat dan tunduk
kepada Allah. Bahkan manusia pun merasa yakin bahwa kepatuhannya itu akan
mewujudkan kebaikan dan mendekatkan kepada keridhaan Allah. Jadi, ajaran-

4
Samsul Munir A, Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016) hal. 64.

4
ajaran akhlak dalam Islam akan dipatuhi oleh pemeluknya, karena mereka merasa
harus melaksanakan kewajiban agama sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tentu
berbeda dengan akhlak yang diciptakan oleh hasil pemikiran manusia.
5. Pengawasan yang Menyeluruh
Agama merupakan pengawas yang kuat dan menyeluruh. Sama halnya dengan hati
nurani dan akal yang hidup berdasarkan bimbingan agama juga merupakan
pengawas. Akal dan hati Nurani dapat dijadikan ukuran dalam menetapkan hukum
dan ikhtiar. Misalnya dalam memberikan keputusan dan petunjuk kepada yang baik,
yang hak dan yang halal terhadap suatu perkara yang tidak dijelaskan dalam nash.
Oleh karena itu, akhlak dalam Islam pengawasannya bersifat menyeluruh bagi
seluruh umat manusia pemeluk agama Islam. Pengawasan tersebut berasal dari
ajaran agama, maka setiap pemeluk agama harus mengetahui nilai-nilai akhlak yang
sesuai dengan ajaran Islam.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akhlak Manusia


1. Faktor Pembawaan Naluriah (Garizah atau Instink)
Menurut Ahmad Amin, garizah yaitu suatu pembawaan yang menyebabkan dapat
berbuat apa yang akan dikehendakinya tanpa lebih dahulu memikirkan apa yang
akan diperbuatnya.5 Garizah atau naluri tidak pernah berubah sejak manusia itu
lahir, tetapi pengaruh negatifnya yang bisa dikendalikan oleh faktor pendidikan.
Kecenderungan naluriah dapat dikendalikan oleh akal atau tuntunan agama,
sehingga manusia dapat mempertimbangkan kecenderungannya apakah itu baik
atau buruk. Karena faktor naluri ini sangat terkait dengan nafsu, maka sering dapat
membawa manusia terhadap kehancuran moral.
2. Faktor Sifat-sifat Keturunan (Al-Warasah)
Ahmad Amin mengungkapkan bahwa perpindahan sifat-sifat dari orang tua kepada
keturunannya disebut dengan warasah (warisan sifat-sifat). 6Warisan sifat-sifat
orang tua kepada keturunannya, ada yang sifatnya langsung (mubasyarah) dari
kedua orang tua kepada anaknya. Dan ada juga yang tidak langsung (ghairu
mubasyarah), misalnya sifat-sifat itu tidak langsung turun kepada anaknya, tetapi
bisa menurun kepada cucunya atau anak cucunya. Sifat-sifat ini juga kadang

5
Mahjuddin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak, (Jakarta: Kalam Mulia, 2000) hal. 25.
6
Ibd. hal. 26.

5
turunan dari ayah atau ibunya. Dan kadang anak mewarisi kecerdasan (sifat al-
aqliyah) dari ayahnya, lalu mewarisi sifat baik (sifat al-khuluqiyah) dari ibunya
ataupun sebaliknya.
3. Faktor Lingkungan dan Adat Kebiasaan
Pembentukan akhlak manusia, sangat ditentukan oleh lingkungan alam dan
lingkungan sosial (faktor adat kebiasaan). Dalam ilmu pendidikan disebut dengan
faktor empiris (pengalaman hidup manusia). Pertumbuhan dan perkembangan
manusia, ditentukan oleh faktor dari luar dirinya, yaitu faktor pengalaman yang
disengaja, maupun yang tidak. Pengalaman yang disengaja, termasuk pendidikan
dan pelatihan, sedangkan yang tidak disengaja yakni termasuk lingkungan alam.
Faktor dalam diri manusia yaitu pembawaan yang selalu membentuk akhlak baik
manusia, sedangkan faktor dari luar yaitu pengaruh dari lingkungan alam dan
lingkungan sosialnya, ada kalanya berpengaruh baik, dan ada kalanya berpengaruh
buruk. Ketika manusia lahir di lingkungan yang baik, maka akan berpengaruh pada
akhlak yang baik, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, pentingnya pendidikan
dan bimbingan akhlak sangat diperlukan untuk membentuk akhlak yang baik bagi
manusia agar tidak terpengaruh lingkungan.
4. Faktor Agama (Kepercayaan)
Agama sebagai suatu sistem kepercayaan, maka ia harus selalu menjadi pegangan
dalam kehidupan spiritual yang berbentuk ajaran keimanan dan ketakwaan, yang
akan menjadi motivasi dan pengendali dalam setiap sikap dan perilaku hidup
manusia.

6
DAFTAR PUSTAKA

Mahjuddin, (2000). Konsep Dasar Pendidikan Akhlak. Jakarta: Kalam Mulia.

Munir, S. (2016). Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah.

Nata, Abuddin. (2020). Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Depok: PT Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai