Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Cagar Budaya merupakan sebuah kekayaan budaya bangsa yang sangatlah penting untuk
dilestarikan dan dilindungi, karena Cagar Budaya adalah aset bangsa dan warisan leluhur untuk
dijaga ke asriannya serta dipelihara guna memupuk kesadaran dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Definisi Cagar Budaya yang diatur dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat (1)
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yaitu bahwa
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.1

Dalam upaya mengelola dan melestarikan Cagar Budaya, maka pemerintah membentuk
unit Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). BPCB sendiri merupakan salah satu Unit Pelayanan
Teknis dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang menangani pelestarian cagar budaya.
Tugas BPCB yang dijelaskan dalam Permendikbud No. 52 tahun 2012 tentang Organisasi dan tata
kerja BPCB Pasal 2 bahwa BPCB mempunyai tugas melaksanakan perlindungan, pengembangan
dan pemanfaatan serta fasilitasi pelestarian cagar budaya di wilayah kerjanya. Pelestarian harus
dilakukan berdasarkan studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis,
teknis, dan administratif.2

BPCB terdiri dari 12 satuan kerja yang tersebar di wilayah Indonesia, salah satunya yaitu
BPCB Banten. Ada empat Provinsi yang menjadi wilayah kerja dari BPCB Banten yaitu terdiri
dari Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Lampung. Keempat Provinsi wilayah kerja

1
Mas Budiansyah dan Tito Inneka, Manajemen Pengelolaan Cagar Budaya : Antara Kebijakan, Aksi Komunitas dan
Sejarah, (Malang: Kerjasama Asosiasi Ilmu Pemerintahaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (AIPPTM) dengan
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang, 2019),
hal 198
2
Erlinda Rizki Aprilia, Sutjitro dan Sri Handayani, Peran Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Koordinator
Wilayah Jember dalam Pelestarian Cagar Budaya di Kabupaten Jember, Jember: Artikel Ilmiah Mahasiswa no.1
vol.1 (2014), hal 1-2
dari BPCB Banten akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini dan Provinsi tersebut adalah
Jawa Barat.

Jawa Barat merupakan salah satu Provinsi yang banyak meninggalkan sebuah situs
peninggalan bersejarah, khususnya Kota Garut. Kota Garut sendiri berawal dari pembubaran
Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Deandels yang beralasan produksi kopi di daerah
Limbangan menurun drastris hingga titik paling rendah dan bupatinya menolak perintah menanam
nila. Pada tanggal 16 Februari 1813 Letnan Gubernur di Indonesia yang pada Saat itu di jabat oleh
Raffles, telah mengeluarkan surat keputusan tentang pembentukan Kembali Kabupaten
Limbangan yang ber ibu kota di Suci. Namun untuk sebuah kota Kabupaten keberadaan Suci
dinilai tidak memenuhi persyaratan, sebab daerah tersebut kawasannya cukup sempit.

Berkaitan dengan hal tersebut, Adipati Adiwijaya selaku Bupati Limbangan (1813-1831)
membentuk panitia untuk menemukan tempat yang cocok bagi ibu kota Kabupaten. Pertamakali,
panitia menemuykan daerah Cimurah sekitar 3 Km sebelah Timur Suci. Namun ditempat tersebut
sulit untuk mendapatkan air bersih, sehingga tidak dapat dijadikan Ibu Kota. Setelah itu panitia
menemukan lokasi sekitar 5 Km ke Barat Suci dan mendapatkan tempat yang cocok untuk
dijadikan sebuah Ibu Kota. Lokasi tersebut memiliki tanah yang subur dan memiliki mata air yang
mengalir ke sungai Cimanuk serta pemandangannnya yang indah dengan dikelilingi oleh gunung-
gunung.

Saat ditemukan mata air yang tertutup semak belukar yang berduri, (Marantha) seorang
panitia yang tangannya tergores atau “kakarut” sampai berdarah. Dalam rombongan panitia
tersebut, adapula seorang dari Belanda yang ikut membenahi tempat tersebut. Begitu melihat
tangan salah satu panitia yang berdarah, orang Belanda tersebut bertanya mengenai apa yang dia
lihat. Seketika itu panitia yang mengalami goresan ditangannya menjawab dengan kata kakarut.
Orang Belanda tersebut mengulagi kata kakarut dengan lidah yang kurang fasih sehingga
sebutannya menjadi “gagarut”. Sejak saat itu, para pekerja dan juga rombongan panitia
memberikan nama tanaman berduri dengan sebutan “Ki Garut” dan telaganya diberi nama “Ci
Garut”. Deangan ditemukannya Ci Garut, daerah sekitar itu diberi nama Garut. Nama Garut
tersebut lalu di setujui oleh Bupati Kabupaten Limbangan untuk dijadikannya Ibu Kota Kabupaten
Limbangan.
Tanggal 15 September 1813 dilakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan sarana
dan prasarana Ibu Kota, seperti tempat tinggal, pendopo, kantor asisten residen, alun-alun dan
masjid. Setelah tempat-tempat tersebut selesai dibangun, Ibu Kota Kabupaten Limbangan pindah
dari suci ke Garut sekitar tahun 1821. Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jendral No: 60 pada
tanggal 7 Mei 1913, Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut dengan beribu kota
Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Pada waktu itu Bupati yang sedang menjabat yaitu RAA
Wiratanudatar (1871-1915).3

Kabupaten Garut memiliki Situs peninggalan sejarah yaitu candi, candi tersebut bernama
Candi Cangkuang. Candi Cangkuang terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten
Garut, Jawa Barat. Candi Cangkuang dan situsnya adalah produk dari masa arkeologi klasik
Indonesia yang memiliki rentang waktu antara abad ke-7 hingga ke-8 M. para arkeolog
berpendapat bahwa Candi Cangkuang diperkirakan berasal dari abad ke-8 M seperti Candi Muncul
di Jawa Tengah, berdasarkan perbandingan arsitektural candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Oleh karna itu, Situs Candi cangkuang harus dilindungi secara hukum dikarenakan telah
berusia ratusan tahun. Oleh karna itu, sesuai dengan. Monumenten Ordinantie (MO) tahun 9131
staatblad 238 khususnya pada pasal 1 yang menyatakan bahwa setiap benda bergerak atau tidak
bergerak yang beryusia 50 tahun atau lebih dianggap sebagai benda yang patut dilindungi oleh
undang-undang sebagai benda cagar budaya.4

Candi Cangkuang yang diperkirakan dibangun abad 8 M berbeda dengan biasanya candi-
candi yang ada di Jawa Timur maupun yang di Jawa Tengah, baik itu dari bahan, model rancang
bangunan, maupun hiasannya. Pada Candi Cangkuang tidak ada sedikitpun hiasan relif atau
gambar, baik yang digunakan sebagai cerita seperti pada bangunan Candi Borobudur atau candra
sangkala/pertanggalan seperti pada mihrab Masjid Agung Demak, jadi Candi Cangkuang sangat
sederhana dalam bentuk bangunannya.

Situs Cangkuang memiliki daya Tarik tersendiri, karena berbagai hal disekitar candi juga
bisa di nikmati sebagai objek wisata sejarah yang menarik, seperti pemukiman adat Kampung Pulo
yang ada disebelah selatan Candi Cangkuang. Kampung Pulo sendiri merupakan salah satu bagian

3
https://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1045#:~:text=Sejarah%20Kabupaten%20Garut%berawal%20dari,perinta
h%20menanam%20nila%20(indigo). Diakses pada 14 Februari pukul 9.00 WIB
4
Nurhasan, Candi Cangkuang dan Masjid Agung Manonjaya, (Survei Kesejarahan Cagar budaya di Jawabarat),
Jurnal Al-Turas, Vol. 13, No. 2 (Mei, 2007), hal 207-208.
dari cagar budaya yang ada di Desa Cangkuang yang masih satu komplek dengan Candi
Cangkuang itu sendiri. Kampung Pulo juga memiliki sejarah yang sangat menarik, dimana
kampung ini tempat penyebaran agama Islam pertama yang ada di Desa Cangkuang dan bahkan
ada yang mengatakan tempat penyebaran agama islam pertama di Garut.

Penyebaran agama islam disini dilakukan oleh tokoh yang bernama Arif Muhammad atau
sering dikenal dengan Embah Dalem Arif Muhammad, yang juga memberikan kontribusi dalam
mendirikan peradaban di daerah tersebut. Masyarakat adat Kampung Pulo merupakan keturunan
asli dari beliau. Tokoh Arif Muhammad sendiri merupakan panglima perang yang berasal dari
Kerajaan Mataram. Beliau saat menjabat sebagai panglima, diutus oleh Sultan Agung untuk pergi
berperang melawan VOC di Batavia. Namun dalam pertempuran tersebut mengalami kekalahan
oleh VOC dan pergi ke daerah Garut. Beliau menetap di Garut tepatnya di Desa Cangkaung dan
bertekad untuk menyebarkan ajaran islam disana. Saat ini makam Embah Dalem Arif Muhammad
berada dekat dengan Candi Cangkuang.5

Kampung Pulo merupakan sebuah kapung kecil yang terdiri dari enam buah rumah dan
enam kepala keluarga. Sudah menjadi ketentuan adat di Kamapung Pulo bahwa jumlah rumah dan
kepala keluarga itu harus enam orang dengan susunan rumah tiga rumah di sebelah kiri dan tiga
rumah disebelah kanan yang saling berhadapan, juga di Kampung Pulo terdapat satu bangunan
masjid sebagai tempat ibadah masyarakat Kampung Pulo. Oleh karna itu kedua deretan rumah
tersebut tidak boleh ditambah ataupun dikurangi. Jika seseorang anak sudah dewasa dan menikah,
maka paling lambat dua minggu setelah pernikahannya harus meninggalkan rumah tempat asalnya,
keluar dari lingkungan keenam rumah adat tersebut, dan bisa Kembali keasalnya bila salah satu
keluarga meninggal dunia dengan syarat harus anak wanita dan ditentukan atas pemilihan keluarga
setempat.

Berdasarkan latarbelakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis sangat tertarikuntuk
mengangkat persoalan kedalam sebuah penelitian untuktugas ahir yang berjudul: “Peran Balai
Pelestarian Cagar Budaya Banten Dalam Pelestarian Situs Cangkuang Sebagai Cagar Budaya di
Leles Kabupaten Garut Tahun 1966-2021”.

5
Rafika Ilham, Candi Cangkuang, Candi Hindu Unik di Tengah Situ Cangkuang Garut, Dalam
https://www.bandoeng.co.id/candi-cangkuang-garut. Diakses pada 15 Februari pukul 18.13
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas untuk mempermudah dalam
penyusunan dalam skripsi ini dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana asal usul Situs Cagar Budaya Cangkuang di Leles Kabupaten Garut?
2. Bagaimana peran Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten dalam pelestarian Situs
Cangkuang sebagai cagar budaya di Leles Kabupaten Garut tahun 1966-2021?

C. Tujuan Penelitian
Adapun dilaksanakannya penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui asal usul Situs Cagar Budaya Cangkuang di Leles Kabupaten Garut.
2. Untuk mengetahui peran Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten dalam pelestarian Situs
Cangkuang sebagai cagar budaya di Leles Kabupaten Garut tahun 1966-2021.

D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka yaitu telaah terhadap literatur yang menjadikan landasan pemikiran
penelitian dan adapun dalam kajian Pustaka itu yaitu berupa sumber baik buku-buku, skripsi, jurnal
dan sumber-sumber lain yang sesuai dengan topik penelitian ini. Penulis menemukan sumber yang
sesuai dengan topik diantaranya:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Aldi Muhammad Fitrah seorang mahasiswa yang berasal
dari Universitas Pasundan, Fakultas Ilmu Seni dan Sastra tahun 2020 yang berjudul “Identifikasi
Candi Cangkuang Sebagai Bangunan Peninggalan Kerajaan Sunda Kuno Dengan Teknik
Sanding”. Dalam skripsi ini membahas tentang metode studi visual proses fotografi deangan
Teknik sanding untuk mendokumentasikan ciri-ciri bangunan Candi Cangkuang sehingga
didapatkan deskripsi dan gambaran yang jelas. Menjelaskan juga bagaimana Studi Visual bisa
memberikan pemahaman dan penafsiran yang lebih baik terhadap perbandingan ciri-ciri candi
dengan media fotografi sehingga bisa memberikan informasi yang lebih detail untuk proses
Analisa yang ada. Studi visual fotografi dengan Teknik sanding ini juga akan dipakai sebagai data
untuk mengkonfirmasi dan memvalidasi data yang sudah dikumpulkan oleh para ahli yang terkait
sehingga akan bisa lebih memperjelas hasil analisa yang ada tentang kemungkinan danasal usul
dari candi.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Dini Wahidah Islamiah seorang mahasiswi yang berasal
dari Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Adab dan Humaniora tahun
2016 yang berjudul “Fungsi Museum Situs Cagar Budaya Candi Cangkuang Leles Kabupaten
Garut dalam Pengembangan Pariwisata Budaya Islam Tahun 1974-2014”. Dalam skripsi ini
membahas mengenai sejarah berdirinya dan fungsi Museum Situs Cagar Budaya Candi Cangkuang
Leles Kabupaten Garut dalam pengembangan pariwisata budaya Islam pada tahun 9174-2014.
Dalam skripsi ini banyak membahas mengenai sejarah islam di Situs Candi Cangkuang, dengan
Islam yang dibawa oleh Mbah Dalem arif Muhammad ke Desa Cangkuang.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Siti Faatimah Oktapianti seorang mahasiswi yang berasal
dari Universitas Pasundan Bandung, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2016 yang berjudul
“Fungsi Iklan dalam Meningkatkan Minat Wisata Candi Cangkuang Oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Garut”. Dalam skripsi ini membahas mengenai bagaiamana fungsi iklan
dalam meningkatkan minat para wisatawan Candi Cangkuang dan hambatan-hambatan apa saja
yang terjadi dalam fungsi iklan dalam meningkatkan minat wisatawan Candi Cangkuang oleh
dinas pariwisata Kabupaten Garut. Lalu bagaimana usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan yang dihadapi Dinas Pariwisata Seni dan Budaya dalam meningkatkan minat wisatawan
Candi Cangkuang Kabupaten Garut.

Keempat, skripsi yang ditulis oleh Rizki Raynaldi seorang mahasiswa dari Universitas
Pendidikan Indonesia, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial tahun 2014 yang berjudul
“Konsep Pengembangan Fasilitas Interpretasi Wisata Budaya dalam Meminimalisir Aktivitas
Vandalisme di Kawasan Wisata Candi Cangkuang Kabupaten Garut”. Dalam Skripsi ini
membahas bagaimana fasilitas interpretasi di kawasan wisata Candi Cangkuang, lalu bagaimana
kondisi fisik alam dan buatan di kawasan wisata Candi cangkuang dan analisis konsep
pengembangan fasilitas interpretasi yang sesuai dalam meminimalisir aktivitas vandalisme di
kawasan wisata Candi Cangkuang.

Perbedaan dari semua skripsi diatas dengan judul yang ingin saya tulis terletak pada materi
yang ingin saya sampaikan, yaitu bagaimana peran dari Badan Pelestarian Cagar Budaya Banten
dalam penetapan Situs Cangkuang sebagai cagar budaya di Leles Kabupaten Garut.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian,
karena memiliki kaitan yang sangat erat dengan sebuah kebenaran dan keilmiahan hasil penelitian.
Metode penelitian sejarah ini memiliki tujuan untuk menemukan suatu evaluasi sistematis, objektif
dan sintesis bukti-bukti untuk mendatangkan sebuah fakta dan dapat ditarik kesimpulan mengenai
fenomena atau kejadian yang terjadi pada masa lampau.6 Metode penelitian sejarah biasa juga
disebut metode sejarah, metode sendiri yaitu cara atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis.
Menurut Gilbert J.Garraghan, bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan
dan prinsip sitematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya
secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dalam
cara meneliti sejarah, para ahli sepakat bahwa menetapkan empat kegiatan pokok. Istilah yang
dipergunakan dalam kegiatan atau langkah itu berbeda-beda, namun makna dan maksudnya sama.
Gottchalk mensistematiskan langkah-langkah itu sebagai berikut:
1. Pengumpulan objek yang berasal dari satu zaman dan pengumpulan bahan-bahan tulisan
dan lisan yang relevan;
2. Menyingkirkan bahan-bahan (atau bagian-bagian darinya) yang tidak otentik;
3. Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya berdasarkan bahan-bahan yang otentik;
4. Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau penyajian yang
berarti.
Langkah-langkah ini bisa diistilahkan juga dengan: Heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi.7 Dibawah ini langkah-langkah dari metode penelitian sejarah:
1. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber yang dilakukan untuk
mendapatkan data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah yang relevan dengan tema
penelitian.8 Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuriskein, yang artinya sama dengan to find
yang berarti tidak hanya menemukan, tapi juga mencari terlebih dahulu. Ditahapan ini,
kegiatan diarahkan pada penjajakan, pengumpulan sumber-sumber dan pencaria yang akan
diteliti, baik yang terdapat di lokasi penelitian, temuan benda maupun sumber lisan. Sumber

6
Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hal-75.
7
Abdurrahman Dudung, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Perpustakaan Nasional, 1999), hal 44.
8
Suhartono W. Pranoto, Teori Dan Metodologi Sejarah, 1st ed. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal 15.
sejarah terbagi menjadi tiga macam. Pertama yaitu sumber tertulis, semua keterangan dalam
bentuk laporan yang tertulis memuat bukti-bukti sejarah secara jelas. Sumber tertulis dapat di
temukan di dinding gua, batu, kayu, kertas. Kedua yaitu sumber lisan, sumber lisan merupakan
sumber pertama yang dilakukan oleh manusia dalam mewariskan sejarah, akan tetapi kadar
kebenarannya yang terbatas karena bergantung pada kesan, ingatan dan tafsiran pencerita.
Ketiga yaitu sumber benda, sumber ini dapat ditemukan pada benda-benda yang terbuatdari
batu, logam, kayu, tanah.9
Ada beberapa langkah yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data untuk penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sumber Primer
Sumber primer merupakan sumber-sumber yang ditemukan pada waktu terjadinya
peristiwa sejarah atau dibuat oleh pelaku dan saksi sejarah baik itu bersifat tertulis maupun
tidak tertulis.10
Adapun sumber primer yang ditemukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

a. Sumber Benda Berupa Foto


a) Candi Cangkuang
b) Komplek rumah adat Kampung Pulo
c) Masjid adat Kampung Pulo
d) Makam Mbah Dalem Arif Muhammad
e) Museum Situs Cangkuang
f) Naskah Al-Qur’an abad XVII
g) Gambaran proses penelitian dan penggalian Candi pada tahun 1967-
1968
h) Gambaran proses pemugaran Candi pada tahun 1974-1976
i) Lukisan gambar Mbah Dalem Arif Muhammad
j) Situ Cangkuang
k) Kegiatan masyarakat adat Kampung Pulo
l) Kegiatan kunjungan para wisatawan

9
Sulasman. Metode Penelitian Sejarah.(Bandung: Pusaka Setia, 2014), hal 93.
10
Sulasman, Metode…...,hal 94
b. Sumber lisan
a) Wawancara dengan Bapak Umar selaku koordinator di site Museum
Situs Cangkuang Kabupaten Garut dan Beliau keturunan dari Mbah
Dalem Arif Muhammad.
b) Wawancara dengan Bapak Jiji Suparji selaku juru pelihara di site
Museum Situs Cangkuang Kabupaten Garut.
c) Wawancara dengan Ibu Sri selaku warga masyarakat Kampung Pulo
dan sekaligus sebagai pedagang dikawasan Situs Cangkuang Kabupaten
Garut.
d) Wawancara dengan Bapak Wawan selaku kepala UPT (Unit Pelaksana
Teniks) Kepariwisataan Situs Cangkuang.
e) Wawancara dengan Ibu Yuningsih selaku warga masyarakat Kampung
Pulo dan sekaligus penjual kopi di Situs Cangkuang.
f) Wawancara dengan Bapak Fajar Satya Burnama selaku Kepala Unit
Dokumentasi dan Publikasi di Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang,
Banten.

c. Sumber Tulisan
a) Buku Laporan Registrasi Cagar Budaya Bergerak Situs Cangkuang
b) Buku Penanganan Kasus Pemanfaatan Candi Cangkuang

1. Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber-sumber yang dapat dijadikan tambahan atau
penguat dalam suatu kegiatan penulisan sejarah. Sumber ini dapat berupa buku, skripsi,
jurnal, artikel dan majalah.11
Adapun sumber sekunder yang ditemukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

a. Buku
a) Buku yang berjudul “Candi – candi di Nusantara” yang ditulis oleh
Lea Lina pada tahun 2020.

Sulasman. Metode……,hal 95
11
b) Buku yang berjudul “Candi-candi bersejarah di Indonesia” yang
ditulis oleh Aldriyanto Trimaryanto pada tahun 2019.
c) Buku yang berjudul “Candi-candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta”
yang di tulis oleh Artbanu Whisnu Aji pada tahun 2018.
d) Buku yang berjudul “Candi Indonesia” yang ditulis oleh Edi
Sedyawati, Dkk pada tahun 2013.
e) Buku yang berjudul “Cagar Budaya Candi Cangkuang dan
Sekitarnya” yang ditulis oleh Zaki Munawar pada tahun 2022.
f) Buku yang berjudul “Legenda Candi Cangkuang” yang ditulis oleh
Asep Setiawan pada tahun 2005.
g) Buku yang berjudul “Profil Peninggalan Sejarah dan Purbakala Di
Jawabarat” yang ditulis oleh Agus Arismunandar pada tahun 2011.
h) Buku yang berjudul “Arkeologi Untuk Publik” yang ditulis oleh
Supratikno Raharjo tahun 2012.
b. Jurnal
a) Jurnal yang berjudul “Folkor Candi Cangkuang: Destinasi Wisata
Berbasis Budaya, Sejarah, dan Religi” yang ditulis oleh Sri
Rustiyanti tahun 2018.
b) Jurnal yang berjudul “Candi Cangkuang dan Masjid Agung
Manonjaya: Survei Kesejarahan Cagar Budaya di Jawa Barat” yang
ditulis oleh Nurhasan tahun 2007.
c) Jurnal yang berjudul “Rumah Adat Kampung Pulo Cangkuang
Kabupaten Garut Sebagai Konsep Hunian Masa Kini” yang ditulis
oleh Nani Sriwardani dan Savitri tahun 2019.
d) Jurnal yang berjudul “Folkor Candi Cangkuang: Destinasi Berbasis
Budaya, Sejarah, dan Religi” yang ditulis oleh Sri Rustiyanti tahun
2018.
e) Jurnal yang berjudul “Naskah Tafsir Al-Qur’an Candi Cangkuang”
yang ditulis oleh Dadang darmawan dan Irma Riyani tahun 2019.
f) Junal yang berjudul “Simbol Nilai-Nilai Kultural Rumah Adat Kampung
Pulo” yang ditulis oleh Nia Emilda dan Ai Juju Rohaeni tahun 2019.
g) Jurnal yang berjudul “Rumah Adat Kampung Pulo Cangkuang
Kabupaten Garut Sebagai Konsep Hunian Masakini” yang ditulis oleh
Nani Sriwardani dan Savitri tahun 2019.
h) Jurnal yang berjudul “Perlindungan Hukum Warisan Budaya Tak Benda
Berdasarkan Convention The Safeguarding Of The Intangible Cultural
Heritage 2003 dan Penerapannya di Indonesia” yang ditulis oleh Eva
Juliana Purba tahun 2020.

2. Kritik
Kritik adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk menyeleksi dan menguji
sumber-sumber yang dikumpulkan pada tahapan heuristik, baik itu sumber tertulis, sumber
benda, dan sumber lisan yang bertujuan untuk mengetahui semua data itu sesuai dengan
fakta-fakta sejarah sesungguhnya.12

Tahapan kritik ini terbagi kedalam dua macam, yaitu kritik eksternal dan kritik
internal.

Kritik eksternal harus dilakukan oleh sejarawan untuk mengetahui kebenaran atau
keorisinilan sumber. Kritik eksternal adalah metode yang dilakukan dengan cara pengujian
terhadap aspek yang terdapat pada luar sumber sejarah.

Kritik internal adalah metode yang dilakukan dengan cara pengujian terhadap
aspek yang terdapat pada isi dari sumber sejarah. Sejarawan harus menegaskan kesaksian
itu dapat digunakan atau tidak.13

a. Kritik Eksternal
Kritik eksternal yaitu cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap
aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Atas dasar berbagai alasan atau syarat,
setiap sumber harus dinyatakan dahulu autentik dan integralnya. Saksi mata
atau penulis harus diketahui sebagai orang yang dapat dipercaya (credible).14

12
A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakat: penerebit Ombak 2012), hal 66.
13
Sulasman, Metodologi……, hal 54.
14
Sjamsuddin, Helius, Metode Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), hal 84.
Dalam tahapan kritik eksternal, penulis harus bisa atau mempu
memverifikasi sumber apakah sumber tersebut otentik atau tidak dan apakah
sumber tersebut layak atau tidak untuk dijadikan sumber.
Dari hasil penelitian melalui kritik eksternal ditemukan beberapa sumber
diantaranya yaitu:
1. Foto Candi Cangkuang
Foto Candi Cangkuang yang penulis dapatkan merupakan sumber
yang asli. Penulis mendapatkan foto Candi tersebut langsung dari
tempat penelitian dan memfotonya secara langsung. Sumber tersebut
juga telah bertahan tanpa adanya perubahan dan tambahan.
2. Komplek Rumah Adat Kampung Pulo
Penulis mendapatkan foto Komplek Rumah Adat Kampung Pulo
langsung pada saat penelitian. Komplek rumah adat Kampung Pulo dari
dulu sampai sekarang tidak pernah berubah baik dari jumlah maupun
bentuk bangunan.
3. Masjid Adat Kampung Pulo
Masjid tersebut merupakan tempat beribadah masyarakat Kampung
Pulo dan wisatawan yang berkunjung ke tempat tersebut. Bentuk
bangunan dari masjid tersebut sangatlah sederehana dengan menolak
modernisasi. Penulis mendapatkan foto masjid tersebut langsung
ditempat penelitian.
4. Makam Mbah Dalem Arif Muhammad
Foto makam yang penulis dapatkan merupakan Makam Mbah
Dalem Arif Muhamad yaitu tokoh yang sangat berperan penting dalam
penyebaran agama Islam di Kampung Cinunuk Kecamatan Leles.
Penulis mendapatkan foto makam langsung dari tempat penelitian.
5. Museum situs Candi Cangkuang
Penulis memfoto museum dan benda-benda koleksi yang ada
didalamnya sebagai bahan untuk bukti bahwa adanya sumber primer.
6. Naskah Al-Qur’an abad XVII
Penulis mendapatkan foto naskah Al-Qur’an tersebut langsung pada
saat penelitian. Naskah Al-Qur’an tersebut menjadi salah satu bukti
nyata peninggalan Mbah Dalem Arif Muhammad dalam menyebarkan
agama Islam dikawasan Leles tepatnya di Kampung Cangkuang.
7. Gambaran proses penelitian dan penggalian Candi pada tahun 1967-
1968
Foto proses penelitian dan penggalian candi di tahun 1967 ini
penulis dapatkan langsung dilokasi penelitian. Foto tersebut dipajang
dan dijadikan sebagai koleksi museum.
8. Gambaran proses pemugaran Candi pada tahun 1974-1976
Foto proses pemugaran candi juga penulis dapatkan langsung
ditempat penelitian. Foto tersebut memperlihatkan gambaran proses
pemugaran Candi Cangkuang di tahun 1974-1976.
9. Lukisan gambar Mbah Dalem Arif Muhammad
Foto lukisan tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Desa
Cangkuang tersebut didapatkan langsung dari tempat penelitian.
Lukisan Mbah Dalem Arif Muhammad terpampang di dinding museum
situs Candi Cangkuang supaya pengunjung bisa melihat gambarah
tokoh tersebut.

10. Situ Cangkuang


Penulis menemukan bukti adanya Situ Cangkuang yang menjadi
objek pariwisata Cangkuang pada saat penelitian. Penulis juga
mendapatkan foto tersebut secara langsung memfotonya pada saat
penelitian.
11. Kegiatan masyarakat adat Kampung Pulo
Foto kegiatan masyarakat Kampung Pulo didapatkan langsung
ditempat penelitian. Pada saat penelitian, penulis melihat kegiatan
masyarakat disana sedang melakukan kegiatan sehari-hari seperti
bertani, mencari ikan dikawasan Situ Cangkuang, menjemur gerabah,
dan lian-lain. Sehingga kegiatan masyarakat tersebut diabadikan
langsung oleh penulis.
12. Kegiatan kunjungan para wisatawan
Kegiatan para wisatawan baik lokal maupun mancanegara
diabadikan melalui sebuah foto yang diambil langsung oleh penulis
pada saat penelitian.
Untuk sumber lisan yang penulis dapatkan melalui wawancara
secara langsung dengan narasumber, para narasumber memberikan
informasi mengenai objek yang diteliti dalam kondisi fisik yang sehat,
masih memiliki ingatan yang baik, dan yang pasti memberikan informasi
dalam keadaan sadar. Informasi yang diberikan oleh narasumber semuanya
sama mengenai apa yang diteliti. Oleh karna itu dapat dipastikan bahwa
sumber yang penuilis dapatkan adalah asli.

b. Kritik Intern
Kritik intern yaitu bagian dari kerja peneliti sejarah yang berusaha
membuktikan bahwa kesaksian yang diberikan oleh sumber bisa dipercaya,
yang inti pernyataannya terdapat dalam sumber atau dokumen yang
berkaitan. Kritik intern ini merupakan serangkaian Langkah yang harus
dilakukan oleh seorang sejarawan yang bertujuan untuk melihat apakah
sumber itu kredibel atau tidak. Kegiatan ini dilakukan setelah melakukan
kritik ekstern terhadap sumber selesai, dan sejarawan telah mendapatkan
sumber yang relevan sesuai dengan apa yang dibutuhkan nya. Dalam
tahapan ini difokuskan untuk membuktikan bahwa kesaksian yang
diberikan oleh sumber dapat dipercaya.15
Sumber yang telah diperoleh penulis yaitu berupa sumber lisan dan
juga berupa foto-foto yang bisa dijadikan sumber untuk penelitian ini.
Sumber lisan yang didapat oleh penulis dapat dipercaya karena narasumber
yang memberikan informasi adalah orang yang ada dilingkukang Situs
Cangkuang. Seperti yang penulis wawancarai adalah kepala Dinas

15
Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah ,(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014). hal 79.
Kebudayaan, kepala Dinas Kepariwisatan, para petugas yang menjaga di
Situs Candi Cangkuang,dan Masyarakat asli Kampung Pulo.
Orang-orang yang penulis wawancarai dalam keadaaan sehat, dalam
artian sadar tidak pikun dan jawaban yang didapat dari narasumber
mengenai pertanyaan yang diberikan banyak sekali kesamaan. Oleh karna
itu sumber yang diperoleh dapat dipercaya, meskipun narasumber bukanlah
saksi yang sejaman dengan dibangunnya Candi Cangkuang.
Selain wawancara, banyak juga foto-foto yang bisa dijadikan
sumber. Seperti foto Candi Cangkung yang menjadi simbol utama dari Situs
Cangkuang itu sendiri, makam Mbah Dalem Arif Muhammad yang menjadi
central dari Situs Cangkuang, Museum Situs Cangkuang yang menjadi
tempat benda-benda peninggalan dari Mbah Dalem Arif Muhammad,
rumah Adat Kampung Pulo yang menjadi bagian dari Situs Cangkuang, dan
danau atau situ yang menjadi daya tarik dari Situs Cangkuang.

3. Interpretasi
Interpretasi yaitu kegiatan untuk menafsirkan fakta-fakta atau bisa disebut analisis
sejarah. Interpretasi sering disebut juga dengan analisis sejarah, analisis yang berarti
menguraikan dan secara terminologi berbeda sintesis yang berarti menyatukan. Tujuan dari
tahapan interptetasi ini adalah untuk melakukan penggabungan atas fakta-fakta yang
diperoleh dari sumber sejarah dan teori yang kemudian disusun fakta-fakta tersebut dalam
interpretasi yang menyeluruh.

Teori yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah teori “Challenge and
Responces”, yang dimaksud dari teori challenge dan responces ini adalah kebudayaan
terjadi dan dilahirkan karena tantangan dan jawaban antara manusia dengan alam
sekitarnya.16 Alam akan memberikan sebuah tantangan kepada manusia untuk memberikan
pengalaman hidup yang akan berkembang menjadi sebuah kebudayaan. Teori ini karya
dari Arnold Joseph Toynbee seorang sejarwan Inggris yang menganalisis naik turunnya
sebuah peradaban. Dalalm teorinya tersebut mengungkapkan setiap gerakan sejarah karna
adanya sebuah rangsangan, sehingga akan memicu reaksi yang melahirka perubahan.

16
Sulasman, Metodologi……,hal 158.
Rangsangan ini cenderung dilakukan oleh sebagian orang yang dinamakan dengan
kelompok minoritas dominan.17

4. Historiografi
Tahapan terahir dalam metode penelitian sejarah adalah tahapan historiografi.
Historiografi berasal dari Bahasa Yunani yaitu historia dan grafein. Historia yaitu
penyelidikan tentang gejala alam fisik (physical research), sedangkan grafein yaitu
gambaran, lukisan, tulisan atau uraian (description). Secara harfiah historiografi dapat
diartikan juga sebagai uraian atau tulisan tentang hasil peelitian mengenai gejala alam.18
Historiografi juga merupakan hasil rekontruksi imajinatif dari masa lampau sesuai dengan
rekam jejaknya yang nanti akan diaplikasikan dalam sebuah karya tulis yang menjadi suatu
kisah atau cerita sejarah.

BAB I merupakan BAB pendahuluan yang di dalamnya memuat latar belakang


masalah yang menjadi sebab penelitian ini menarik untuk dilakukan, setelah itu rumusan
masalah atau persoalan yang akan diangkat oleh penulis, yang selanjutnya yaitu kajian
Pustaka yang merupakan sumber-sumber yang digunakan dan nantinya akan menjadi
sebuah perbandingan, dan yang terahir yaitu metode penelitian yang meliputi heuristik,
kritik, interpretasi, dan historiografi.

BAB II merupakan BAB yang membahas mengenai Situs Cagar Budaya


Cangkuang yang meliputi sejarah ditemukannya Candi Cangkuang yang menjadi simbol
utama dari Situs Cagar Budaya ini, lalu membahas tentang sejarah makam Mbah Dalem
Arif Muhammad yang letaknya disamping Candi Cangkuang, dan membahas Kampung
Adat Pulo yang masih menjadi bagian dari Situs Cagar Budaya Cangkuang yang samapi
sekarang masih mempertahankan budayanya.

BAB III merupakan BAB yang membahas mengenai peran Balai Pelestarian Cagar
Budaya Banten dalam penetapan Situs Cangkuang sebagai cagar budaya di Leles,
Kabupaten Garut. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan jawaban dan informasi yang

17
Muhammad Saifuddin Umar, Teori Tantangan dan Tanggapan Arnold Toynbee dalam
https://id.scribd.com/document/597333274/03-Tugas-01-Teori-Arnold-Toynbeee-Tanggapan-Dan-Tanggapan.
Diakses pada 08 Desember 2022, pukul 11.35
18
Sulasman, Metode…..., hal 147.
terdapat pada rumusan masalah, disini akan dibahas tuntas bagaimana peranan Balai
Pelestarian Cagar Budaya Banten terhadap Situs Cagar Budaya Cangkuang.

BAB IV merupakan BAB yang berisi kesimpulan dari pembahsan, kesimpulan dari
pembahasan tentang Situs Cagar Budaya Cangkuang dan Peranan Balai Pelestarian Cagar
Budaya Banten di Situs Cangkuang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai