ِإ ّن ْال َح ْم َد ِ ه ِ
ّلِل ن َْح َم ُدهُ َونَ ْست َ ِع ْينُهُ َونَ ْست َ ْغ ِف ُرهُ َونَعُ ْوذُ بِا ِ
هلل ِم ْن
ض ّل لَهُ ت أ َ ْع َما ِلنَا َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَالَ ُم ِ سيّئَا ِ ش ُر ْو ِر أ َ ْنفُ ِسنَا َو َُ
ِي لَهُ
ض ِل ْل فَالَ هَاد َ َو َم ْن يُ ْ
أ َ ْش َه ُد أ َ ْن الَ ِإلهَ ِإالّ هللاُ َوأ َ ْش َه ُد أ َ ّن ُم َح ّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُ
س ْولُهُ
ص َحا ِب ِه َو َم ْن على آ ِل ِه ِوأ َ ْ على ُم َح ّم ٍد َو َ سلّ ْم َ
ص ّل َو َ اَلل ُه ّم َ
ان ِإلَى يَ ْو ِم ال ّديْن
س ٍ .ت َ ِبعَ ُه ْم ِبإ ِ ْح َ
يَاأَيّ َها الّ َذي َْن آ َمنُ ْوا اتّقُوا َ
هللا َح ّق ت ُ َقا ِت ِه َوالَ ت َ ُم ْوت ُ ّن ِإالّ
َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْونَ
اح َدةٍ َو َخلَقَ َاس اتّقُ ْوا َربّ ُك ُم الّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو ِ يَاأَيّ َها الن ُ
سا ًء َواتّقُوا َ
هللا ث ِم ْن ُه َما ِر َجاالً َكثِي ًْرا َونِ َِم ْن َها زَ ْو َج َها َوبَ ّ
هللا َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِ ْيبًاام ِإ ّن َ سا َءلُ ْونَ ِب ِه َواْأل َ ْر َح َ
الَذِي ت َ َ
أَ ّما بَ ْع ُد
Ma’asyiral rahimakumullah
Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Takwa yang juga dapat mengantarkan
kita kepada kebaikan hubungan dengan sesama manusia. Lebih khusus lagi, yaitu
sambunglah tali silaturahmi dengan keluarga yang masih ada hubungan nasab
(anshab). Yang dimaksud, yaitu keluarga itu sendiri, seperti ibu, bapak, anak lelaki,
anak perempuan ataupun orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari
orang-orang sebelum bapaknya atau ibunya. Inilah yang disebut arham atau
ansab. Adapun kerabat dari suami atau istri, mereka adalah para ipar, tidak
memiliki hubungan rahim atau nasab.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling
mengunjungi, saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain.
Sambunglah silaturahmi ini dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah
berseri, memuliakan, dan dengan segala hal yang mudah dikenal manusia dalam
menyambung silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang besar akan diperoleh
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Silaturahmi menyebabkan seorang hamba tidak
akan putus hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat.
Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Ayyub al-Anshari
radhiallahu ‘anhu:
هللا أ َ ْخبِ ْرنِي بِ َما يُ ْد ِخلُنِي ال َجنهةَ َويُبَا ِع ُدنِي ِ س ْو َل ُ يَا َر:أَ هن َر ُج ًال قَا َل
لَقَ ْد ُو ِفّقَ أَ ْو قَا َل لَقَ ْد:سله َم َ ُصلهى هللا
َ علَ ْي ِه َو َ ي ُ ار فَقَا َل النه ِبِ ِمنَ النه
:سله َم
َ علَ ْي ِه َو َ ُصلهى هللا َ ي ُ الر ُج ُل فَقَا َل النه ِب َ عا َد َها َ َ ت فَأ َ ْف قُ ْل
َ ِي َكي َ ُهد
ص َل ِ َي الزَ َكاةَ َوت َ ص َالة َ َوتُؤْ ِت
َ ش ْيئًا َوت ُ ِق ْي ُم ال
َ هللا َو َال ت ُ ْش ِر ُك ِب ِه َ ت َ ْعبُ ُد
س َك ِإ ْن تَ َم ه:سله َم
َ علَ ْي ِه َوَ ُصلهى هللا َ ي ُ َذا َر ِح ِم َك فَلَ هما أ َ ْدبَ َر قَا َل النه ِب
َِب َما أَ َم ْرتُهُ ِب ِه َد َخ َل ال َجنهة
Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan
aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi
hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itu pun mengulangi
perkataannya. Setelah itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau
beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun
menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”.
Setelah orang itu pergi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika dia
melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”.
َ َط َع ِن ْي ق
ُطعَهُ هللا َ َصلَهُ هللاُ َو َم ْن ق َ الر ِح ُم ُم َعلهقَةٌ ِبالعَ ْر ِش تَقُ ْو ُل َم ْن َو
َ صلَنِ ْي َو َ
Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata, ‘Barangsiapa yang menyambungku,
maka Allah akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutusku, maka Allah
akan memutus hubungan dengannya’. (Muttafaqun ‘alaihi)
Yang amat disayangkan, ternyata ada sebagian orang yang tidak mau
menyambung silaturahmi dengan kerabatnya, kecuali apabila kerabat itu mau
menyambungnya. Jika demikian maka sebenarnya yang dilakukan orang ini
bukanlah silaturahim, tetapi hanya sebagai balasan. Karena setiap orang yang
berakal tentu berkeinginan untuk membalas setiap kebaikan yang telah diberikan
kepadanya, meskipun dari orang jauh.
صلَ َها
َ ت َر ِح ُمهُ َو ْ اص ُل الهذ
ْ َِي ِإ َذا قُ ِطع َ اص ُل بِال ُم َكافِ ِئ َولَ ِك ْن
ِ الو ِ الو َ لَي
َ ْس
“Orang yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung
hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi
ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus.”
(Muttafaqun ‘alaihi).
ّ ِ َض َوتُق
طعُوا أَ ْر َحا َم ُك ْم ِ س ْيت ُ ْم ِإ ْن ت َ َوله ْيت ُ ْم أ َ ْن ت ُ ْف ِسدُوا فِي ْاأل َ ْر َ فَ َه ْل
َ ع
ار ُه ْم
َ صَ ص هم ُه ْم َوأ َ ْع َم َٰى أَ ْب أُو َٰلَئِ َك الهذِينَ لَعَنَ ُه ُم ه
َ َ َّللاُ فَأ
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di
muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-
orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya
penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23).
Dari Jubair bin Muth’im radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ِ ََال يَ ْد ُخ ُل ال َجنهةَ ق
اط ٌع
“Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus (tali silaturahmi).” (Muttafaqun
‘alaihi).
Memutus tali silaturahmi yang paling besar yaitu memutus hubungan dengan
orang tua, kemudian dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat selanjutnya.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َّللا قَا َل ُ أ َ َال أُنَ ِبّئ ُ ُك ْم ِبأ َ ْكبَ ِر ْال َكبَا ِئ ِر ث َ َالثًا قَالُوا بَلَى يَا َر
ِ سو َل ه
وق ْال َوا ِل َدي ِْن
ُ ُعق ِ اك ِب ه
ُ اّلِل َو ُ اْل ْش َر ِْ
Apakah kalian mau aku beritahu dosa besar yang paling besar?” Beliau
menyatakannya tiga kali. Mereka menjawab: “Mau, wahai Rasulullah”. Maka
Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Demikianlah, betapa beasr dosa seseorang yang durhaka kepada orang tua. Dosa
itu disebutkan setelah dosa syirik kepada Allah Ta’ala. Termasuk perbuatan
durhaka kepada kedua orang tua, yaitu tidak mau berbuat baik kepada keduanya.
Lebih parah lagi jika disertai dengan menyakiti dan memusuhi keduanya, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam Shaihain, dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma, sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ada sebagian orang tidak suka melihat kedua orang tuanya yang dulu pernah
merawatnya kecuali dengan pandangan menghinakan. Dia memuliakan istrinya,
tetapi melecehkan ibunya. Dia berusaha mendekati teman-temannya, akan tetapi
menjauhi ayahnya. Apabila duduk dengan kedua orang tuanya, seolah-olah ia
sedang duduk di atas bara api. Dia merasa berat apabila harus bersama kedua
orang tuanya. Meski hanya sesaat bersama orang tua, tetapi ia merasa begitu
lama. Dia bertutur kata dengan keduanya, dengan rasa berat dan malas. Sungguh
jika bperbuatannya demikian, berarti ia telah mengharamkan bagi dirinya
kenikmatan berbakti kepada kedua orang tua dan balasannya yang terpuji.
Ada pula seseorang yang tidak mau memandang dan menganggap sanak
kerabatnya sebagai keluarga. Dia tidak mau bergaul dengan karib kerabat dengan
sikap yang sepantasnya diberikan kepada keluarga. Dia tidak mau bertegur sapa
dan melakukan perbuatan yang bisa menjalin silaturahmi. Begitu pula, ia tidak
mau menggunakan hartanya untuk hal itu. Sehingga ia dalam keadaan serba
kecukupan, sedangkan keluarganya dalam keadaan kekurangan. Dia tidak mau
menyambung hubungan dengan mereka. Padahal, terkadang sanak keluarga itu
termasuk orang-orang yang wajib ia nafkahi karena ketidakmampuannya dalam
berusaha, sedangkan ia mampu menafkahinya, tetapi tetap saja ia tidak mau
menafkahinya.
Para ulama mengatakan, setiap orang yang mempunyai hubungan waris dengan
orang lain, maka ia wajib untuk memberi nafkah kepada mereka apabila orang
lain itu membutuhkan atau lemah dalam mencari penghasilan, sedangkan ia
dalam keadaan mampu. Yaitu, sebagaimana dilakukan seorang ayah untuk
memberikan nafkah. Barangsiapa yang bakhil, maka ia berdosa dan akan dihisab
pada hari kiamat.
ت اَلله ُه هم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْس ِل ِميْنَ َو ْال ُم ْس ِل َماتَِ ،و ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنَا ِ
ْب ال هد َع َوا ِ
ت ْب ُم ِجي ُ س ِم ْي ٌع قَ ِري ٌاء ِم ْن ُه ْم َواْأل َ ْم َواتِِ ،إنه َك َ .اْأل َ ْحيَ ِ
غ قُلُوبَنَا بَ ْع َد ِإ ْذ َه َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِم ْن لَ ُد ْن َك َر ْح َمةً ۚ َربهنَا َال ت ُ ِز ْ
اس ِليَ ْو ٍم َال َري َ
ْب فِي ِه ۚ ام ُع النه ِ
ابَ .ربهنَا ِإنه َك َج ِ ت ْال َو هه ُ ِإنه َك أ َ ْن َ
ف ْال ِميعَا َدَّللا َال يُ ْخ ِل ُ
ِإ هن ه َ
اط َل با َ ِطالً ار ُز ْقنَا اتِ ّبَا َعهَُ ،وأ َ ِرنَا ْالبَ ِاَلله ُه هم أ َ ِرنَا ْال َح هق َحقًّا َو ْ
اآلخ َرةِ سنَةً َوفِي ِ اجتِنَابَهَُ .ربهنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َ ار ُز ْقنَا ْ َو ْ
اجنَا َوذُ ِ ّريها ِتنَا ارَ .ربهنَا هَبْ لَنَا ِم ْن أ َ ْز َو ِ اب النه ِ سنَةً َو ِقنَا َع َذ َ َح َ
ب ْال ِع هزةِ س ْب َحانَ َر ِبّ َك َر ّ ِ اجعَ ْلنَا ِل ْل ُمت ه ِقينَ ِإ َما ًماُ .
قُ هرة َ أ َ ْعيُ ٍن َو ْ
ب س ِليْنَ َو ْال َح ْم ُد ِ ه ِ
ّلِل َر ّ ِ سالَ ٌم َعلَى ْال ُم ْر َ صفُ ْونَ َ ،و َ َع هما يَ ِ
.العَالَ ِميْنَْ
اء ذِي القُ ْربَى ان َو ِإ ْيت َ ِس ِ هللا يَأ ْ ُم ُر ِب ْالعَ ْد ِل َو ِ
اْل ْح َ هللا ِ :إ هن َ ِعبَا َد ِ
ظ ُك ْم لَعَله ُك ْم تَذَ هك ُر ْونَ َاء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي ِ يَ ِع ُ
َويَ ْن َهى َع ِن ْالفَ ْحش ِ
هللا ا َ ْكبَ ُر
َولَ ِذ ْك ُر ِ