Setiap umat pasti akan mengalami pasang dan surut, ada yang berjaya dan ada
yang terpuruk. Bahkan, menyebabkan kebinasaan. Roda perputaran seperti ini
selalu terjadi karena sudah menjadi sunnatullah. Allah Subhaanahu Wata’aalaa
berfirman,
“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang
mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali
sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan. Dan orang-orang yang
zalim hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan. Dan mereka adalah
orang-orang yang berdosa.” (Huud: 116)
Dari ayat di atas, paling tidak disebutkan tiga sebab terjadinya kebinasaan suatu
umat.
Terjadinya kerusakan di muka bumi, baik itu berupa kerusakan fisik, lingkungan
hidup, kerusakan moral, dan peradaban manusia merupakan faktor utama terjadinya
kehancuran dan kebinasaan suatu umat dan bangsa. Hal ini karena Allah
Subhaanahu Wata’aalaa tidak suka kepada siapa pun yang melakukan kerusakan,
sebagaimana firman-Nya,
“... dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash: 77)
Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita untuk mencegah manusia melakukan
kerusakan di bumi ini. Allah Subhaanahu Wata’aalaa berfirman,
“Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami
selamatkan orang-orang yang melarang orang berbuat jahat dan Kami timpakan
kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu
berbuat fasik.” (al-A’raaf: 165)
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (All ‘Imraan: 104)
“Akan datang suatu masa di mana kamu akan diperebutkan oleh umat lain
sebagaimana makanan lezat diperebutkan oleh orang yang lapar.” Para sahabat
bertanya, “Apakah pada saat itu jumlah kami sedikit wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab; “Tidak, bahkan jumlah kamu banyak, namun bagaikan buih di lautan
karena kalian terserang penyakit “wahn.” Mereka bertanya lagi, “Apakah penyakit
wahn itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab; “Terlalu cinta terhadap dunia dan
takut kepada mati.” (HR Abu Dawud)
Manusia tidak boleh terlena dalam kenikmatan dunia, karena setelah kehidupan ini
masih ada kehidupan yang kekal, yakni kehidupan akhirat. Oleh karena itu,
Rasulullah saw. Memberikan perumpamaan dunia dengan akhirat seperti tetesan air
dari jari, dengan air yang ada di lautan. Beliau bersabda,
“Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari
tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya.”
(HR Muslim dan Ibnu Majah)
Oleh karena itu, kehidupan hakiki adalah untuk mencari bekal menuju kehidupan
akhirat. Bukan sebaliknya, menjadikan dunia sebagai tujuan. Allah Subhaanahu
Wata’aalaa berfirman,
Dosa adalah penilaian buruk yang diberikan Allah Subhaanahu Wata’aalaa atas
perbuatan manusia karena melanggar aqidah, syari’ah, dan akhlak Islam. Dosa akan
menjadi faktor kebinasaan bagi suatu umat atau bangsa. Mereka akan mendapatkan
adzab yang besar, termasuk di dalamnya permusuhan antar manusia akan
menyebabkan perpecahan yang sangat sulit untuk dipersatukan kembali. Allah
Subhaanahu Wata’aalaa berfirman,
“Dialah yang berkuasa mengirimkan adzab kepadamu, dari atas atau dari bawah
kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongangolongan (yang saling
bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang
lain.” Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda
(kekuasaan Kami) agar mereka memahaminya.” (al-An’aam: 65)
Dalam ayat yang lain, dikemukakan tentang akibat dosa yang membuat mereka
binasa dengan adzab yang diberikan Allah Subhaanahu Wata’aalaa. Sebagaimana
firman-Nya,
WhatsApp Link
https://chat.whatsapp.com/FnDcbILEYBx3ASSQr1Qq71
Semoga bermanfaat