Anda di halaman 1dari 28

NASEHAT ULAMA DIBALIK MUSIBAH GEMPA BUMI

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan orangorang yang mengikuti petunjuk beliau. Amma badu: [Gempa Bumi, Di Antara Tanda Kekuasaan Allah] Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua yang dilaksanakan dan ditetapkan. Sebagaimana juga Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua syariat dan semua yang diperintahkan. Allah menciptakan berbagai tanda-tanda kekuasaanNya sesuai yang Dia kehendaki. Dia pun menetapkannya untuk menakut-nakuti hamba-Nya. Dengan tanda-tanda tersebut, Allah mengingatkan kewajiban hamba-hamba-Nya, yang menjadi hak Allah azza wa Jalla. Hal ini untuk mengingatkan para hamba dari perbuatan syirik dan melanggar perintah serta melakukan yang dilarang. Allah Taala berfirman,

Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti. (QS. Al-Israa: 59) Allah Taala juga berfirman,

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu. (QS. Fushilat: 53) Allag Taala pun berfirman,

Katakanlah (Wahai Muhammad) : Dia (Allah) Maha Berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebahagian yang lain (QS. Al-Anam: 65) Imam Bukhari meriwayatkan di dalam kitab shahihnya, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhuma, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tatkala turun firman Allah Taala dalam surat Al Anam [ ], beliau shallallahu alaihi wa sallam berdoa: Aku berlindung dengan wajah-Mu. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melanjutkan (membaca) [ ], beliau shallallahu alaihi wa sallam berdoa

lagi, Aku berlindung dengan wajah-Mu. Diriwayatkan oleh Abu Syaikh Al Ash-bahani, dari Mujahid tentang tafsir surat Al Anam ayat 65 [ ], beliau mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah halilintar, hujan batu dan angin topan. Sedangkan firman Allah [ ], yang dimaksudkan adalah gempa dan tanah longsor. Jelaslah, bahwa musibah-musibah yang terjadi pada masa-masa ini di berbagai tempat termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah guna menakut-nakuti para hamba-Nya. [Musibah Datang Dikarenakan Kesyirikan dan Maksiat yang Diperbuat] (Perlu diketahui), semua musibah yang terjadi di alam ini, berupa gempa dan musibah lainnya yang menimbulkan bahaya bagi para hamba serta menimbulkan berbagai macam penderitaan, itu semua disebabkan oleh perbuatan syirik dan maksiat yang diperbuat. Perhatikanlah firman Allah Taala,

Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (QS. AsySyuura: 30) Allah Taala juga berfirman,

Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri. (QS. An-Nisaa: 79) Allah Taala menceritakan tentang umat-umat terdahulu,

Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-Ankabut: 40) [Kembali pada Allah Sebab Terlepas dari Musibah] Oleh karena itu, wajib bagi setiap kaum muslimin yang telah dibebani syariat dan kaum muslimin lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten di atas agama, serta

menjauhi larangan Allah yaitu kesyirikan dan maksiat. Sehingga dengan demikian, mereka akan selamat dari seluruh bahaya di dunia maupun di akhirat. Allah pun akan menghindarkan dari mereka berbagai adzab, dan menganugrahkan kepada mereka berbagai kebaikan. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Taala.

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-Araaf: 96) Allah Taala pun mengatakan tentang Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani),

Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (QS. Al-Maidah: 66) Allah Taala berfirman, , , Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-Araaf : 97-99)

[Perkataan Para Salaf Ketika Terjadi Gempa]


Al Allaamah Ibnul Qayyim rahimahullah- mengatakan, Pada sebagian waktu, Allah Subhanahu wa Taala memberikan izin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Akhirnya, muncullah rasa takut yang mencekam pada hamba-hamba Allah. Ini semua sebagai peringatan agar mereka bersegera bertaubat, berhenti dari berbuat maksiat, tunduk kepada Allah dan menyesal atas dosa-dosa yang selama ini diperbuat. Sebagian salaf mengatakan ketika terjadi goncangan yang dahsyat, Sesungguhnya Allah mencela kalian. Umar bin Khatthab -radhiyallahu anhu-, pasca gemba di Madinah langsung menyampaikan khutbah dan wejangan. Umar -radhiyallahu anhu- mengatakan, Jika terjadi gempa lagi, janganlah kalian tinggal di kota ini. Demikian yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim -

rahimahullah-. Para salaf memiliki perkataan yang banyak mengenai kejadian semacam ini. [Bersegera Bertaubat dan Memohon Ampun pada Allah] Saat terjadi gempa atau bencana lain seperti gerhana, angin ribut dan banjir, hendaklah setiap orang bersegera bertaubat kepada Allah subhanahu wa taala, merendahkan diri kepada-Nya dan memohon keselamatan dari-Nya, memperbanyak dzikir dan istighfar (memohon ampunan pada Allah). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana bersabda, Jika kalian melihat gerhana, maka bersegeralah berdzikir kepada Allah, memperbanyak doa dan bacaan istighfar.

[Dianjurkan Memperbanyak Sedekah dan Menolong Fakir Miskin]


Begitu pula ketika terjadi musibah semacam itu, dianjurkan untuk menyayangi fakir miskin dan memberi sedekah kepada mereka. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sayangilah (saudara kalian), maka kalian akan disayangi. Juga sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Orang yang menebar kasih sayang akan disayang oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang di muka bumi, kalian pasti akan disayangi oleh Allah yang berada di atas langit Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Orang yang tidak memiliki kasih sayang, pasti tidak akan disayang. Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz rahimahullah- bahwasanya saat terjadi gempa, beliau menulis surat kepada pemerintahan daerah bawahannya agar memperbanyak shadaqah.

[Yang Mesti Diperintahkan Pemimpin Kaum Muslimin kepada Rakyatnya]


Di antara sebab terselamatkan dari berbagai kejelekan adalah hendakanya pemimpin kaum muslimin bersegera memerintahkan pada rakyat bawahannya agar berpegang teguh pada kebenaran, kembali berhukum dengan syariat Allah, juga hendaklah mereka menjalankan amar maruf nahi mungkar. Allah Azza wa Jalla berfirman,

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana (QS. At-Taubah: 71) Allah Taala berfirman, , Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang maruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar ; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. Al-Hajj : 40-41) Allah Taala berfirman,

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. AthThalaaq: 2-3) Ayat-ayat semacam ini amatlah banyak.

[Anjuran untuk Menolong Kaum Muslimin yang Tertimpa Musibah]


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa menolong saudaranya, maka Allah akan selalu menolongnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Barangsiapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan

akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya. Hadits-hadits yang mendorong untuk menolong sesama amatlah banyak. Hanya kepada Allah kita memohon agar memperbaiki kondisi kaum Musimin, memberikan pemahaman agama, menganugrahkan keistiqomahan dalam agama, dan segera bertaubat kepada Allah dari setiap dosa. Semoga Allah memperbaiki kondisi para penguasa kaum Muslimin. Semoga Allah menolong dalam memperjuangkan kebenaran dan menghinakan kebathilan melalui para penguasa tersebut. Semoga Allah membimbing para penguasa tadi untuk menerapkan syariat Allah bagi para hamba-Nya. Semoga Allah melindungi mereka dan seluruh kaum Muslimin dari berbagai cobaan dan jebakan setan. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa untuk hal itu. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari pembalasan. Mufti Aam Kerajaan Saudi Arabia Ketua Hai-ah Kibaril Ulama, Penelitian Ilmiah dan Fatwa Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz[9] Sumber: Majmu Fatawa Ibnu Baz, 9/148-152, Majmu Fatawa wa Maqolaat Mutanawwiah Li Samahah As Syaikh Ibnu Baz, Mawqi Al Ifta. Silakan klik di sini. Panggang, 14 Syawwal 1430 H *** Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal

Muhasabah Bencana (MP3) - 1,8 Mb


http://www.mediafire.com/file/mqhgjmtnzo0/Indonesiaku.mp3

Edit Terakhir: 12 Oktober 2009, 10:32:40 oleh ihsan Tercatat

Al-Qur'an Online+Tafsir+Asb-Nuzul http://c.1asphost.com/sibin KUPAS FENOMENA ALAM GHOIB http://d.1asphost.com/assalamghoib/ Waspadai Ajaran Sesat & Antek2nya http://myquran.org/forum/index.php/topic,28703.0
Re:NASEHAT ULAMA DIBALIK MUSIBAH GEMPA BUMI
ihsan

myQ Pejuang Tgl Gabung: Apr 2006 Tulisan: 3.391 Jenis kelamin:
o o

Jawab #1 pada: 14 Oktober 2009, 02:09:15

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un


Kemarin Tasikmalya Gempa kembali mengguncang di sepanjang pesisir pantai selatan pulau Jawa dan Bali. Gempa yang berkekuatan 7,6 skala richter telah menghancurkan ribuan rumah penduduk, sejumlah bangunan yang ada di kota-kota di pantai selatan Pulau Jawa. Gempa yang mempunyai kekuatan cukup tinggi ini juga mengakibatkan ratusan orang meninggal dan ratusan lainnya yang menderita luka. Gempa ini juga menimbulkan kepanikan luar biasa bagi para pekerja di gedung-gedung bertingkat di pusat kota Jakarta. Akibat panik itu mereka berhamburan meninggalkan gedung perkantoran mereka untuk menyelamatkan diri. Gempa yang terjadi pukul 14.55, saat menjelang shalat Ashar itu mengakibatkan pula kelumpuhan total, baik di kantor-kantor maupun di jalanjalan di seluruh Jakarta. Bahkan, banyak para pekerja di kantor-kantor gedung bertingkat mengalami luka-luka akibat berebut meninggalkan kantor mereka. Para pekerja di kantor-kantor itu bergegas meninggalkan kantor mereka, dan langsung pulang ke rumah masing-masing. Banyak acara penting yang berhenti mendadak. Termasuk saat rapat dengar pendapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengn Komisi XI, yang membidangi keuangan, dan sedang membahas kasus Bank Century. Bahkan, rapat intern DPD yang akan

membahas tentang tata tertib anggota DPD yang baru, langsung bubar, tanpa ditutup.

Ini merupakan musibah terbesar yang terjadi di bulan Ramadhan, dan ini merupakan warning kepada umat Islam, agar lebih melakukan introspeksi diri, dan
saatnya mengingat kembali atas semua peristiwa yang terjadi akhi-akhir ini.

Sejak tahun 2004 telah peristiwa besar yang menyebabkan hancurnya Aceh, yaitu
tragedi tsunami. Akikbat tsunami ini telah memporak-porandakan Aceh, dan menelan korban ratusan ribu jiwa. Dan, tak terhitung lagi jumlah bangunan dan rumah serta jalan-jalan yang hancur akibat tsunami. Peristiwa ini menggugah perhatian masyarakat dunia, dan mereka memberikan bantuan kepada Aceh.

Perisitwa musibah lainnya terjadi gempa di Yogyakarta, tahun 2007, yang


mengakibatkan kerusakan yang sangat luar biasa. Hampir seluruh pantai selatan Yogya, terutama kota Bantul, mengalami kerusakan yang cukup parah. Gempa yang mencapai 7 skala richter itu, merusak bangunan menimbulkan korban jiwa. Di akhir kampanye pemilu 2009, tanggul Situ Gintung jebol, yang melarutkan rumah-rumah penduduk sepanjang aliran sungai Situ Gintung. Banyak korban jiwa, termasuk rumah-rumah yang ada disepanjang aliran Situ Gintung rusak dan hanyut. Belum lagi, peristiwa musibah, seperti jatuhnya pesawat terbang baik sipil maupun militer. Tentu, yang paling getir adalah jatuh pesawat Adam Air di wilayah Sulawesi, yang sampai sekarang tidak diketemukan satupun jenazah dari korban pesawat itu. Masih ditambah tenggelamnya kapal laut yang berulang-ulang. Musibah lainnya, meletus gunung berapi, tentu yang menyedot perhatian adalah meletus gunung Merapi, yang tidak jauh dari kota Yogyakarta.

Jadi, sejak tahun 2004, hingga kini seakan belum habis-habis musibah yang mendera bangsa dan umat islam Indonesia. Ini harus benar-benar menjadi bahan renungan dan introspeksi (muhasabah) terhadap diri masing-masing, mengapa bangsa dan umat ini terus mendapatkan musibah dan cobaan yang demikian berat dari Allah Taala.
Katakanlah, Siapakah yang akan menjaga kamu pada waktu malam dan siang dari (siksaan) Allah Yang Maha Pengasih?. Tetapi mereka enggan mengingat Tuhan mereka. Ataukah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat memelihara mereka dari (adzab) Kami? Tuhantuhan mereka itu tidak sanggup menolong diri mereka sendiri dan tidak (pula) mereka melindungi dari (adzab) Kami. (Al-Quran, Surah Al-Anbiya : 42-43). Marilah kembali kepada jalan Islam dan menjadi orang yang bertakwa, dan menjauhi segala bentuk yang dibenci dan dimurkai Allah Azza Wa Jalla, termauk melakukan perbuatan kemusyrikan dan fasik, yang dikutuk oleh Allah. Takutlah akan adzab yang akan ditimpakan Allah kepada diri kita, bila tidak mau taat kepada-Nya. Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun. (m) [eramuslim] http://www.dakta.com/dakta_ok.php?module=detailberita&id=1906

Berbagai Kerusakan Di Muka Bumi


KH. Abdul Rasyid AS Allah SWT berfirman:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar Ruum:41).

Tafsir Al Ustadz Muhammad Ali As Shaabuni dalam Shafwatut Tafaasiir Juz II/442 menafsirkan kalimat zhaharal fasaadu fil barri wal bahri bima kasabat aidinnaas menerangkan bahwa telah tampak berbagai bencana di bumi, baik di daratan maupun di lautan, adalah disebabkan oleh berbagai kemaksiatan dan dosa-dosa manusia. As Shaabuni mengutip Al Baidlowi yang berkata: maksud dari kalimat al fasad dalam ayat tersebut adalah: paceklik, banyaknya kasus kebakaran dan kasus tenggelam, hilangnya keberkahan, dan banyaknya kemudaratan adalah karena kemaksiatan manusia dan usaha-usaha mereka. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan: bahwa segala kekurangan hasil pertanian dan buah-buahan adalah karena berbagai kemaksiatan. Sebab, menurutnya kebaikan langit dan bumi adalah lantaran ketaatan manusia kepada Allah SWT. Abu al Aliyah berkata : siapa saja yang durhaka kepada Allah di muka bumi, sungguh dia telah merusak bumi. Sebab kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Dalam hal ini ada suatu hadits:

"

"

Sungguh ditegakkannya satu hukum hudud saja di muka bumi adalah lebih baik bagi penduduk bumi daripada mereka mendapatkan turunnya hujan pagi-pagi selama 40 hari (HR. Abu Dawud).

Dalam hal ini sebabnya adalah dengan ditegakkan hudud kebanyakan manusia akan tercegah dari berbagai perbuatan haram. Dan perbuatan-perbuatan maksiat adalah sebab dari hilangnya barakah dari langit dan bumi.

Oleh karena itu, turunnya Isa bin maryam a.s. pada akhir zaman lalu memerintah dengan syariat Islam yang suci pada waktu itu, dengan membunuh babi, memecahkan salib, dan meletakkan jizyah dan meninggalkannya, lalu tidak menerima kecuali Islam atau pedang, maka tatkala Allah menghancurkan Dajjal dan para pengikutnya serta Yajuj dan Majuj pada zaman tersebut, maka dikatakan kepada bumi: keluarkanlah keberkahanmu! Maka satu buah delima bisa dimakan banyak orang dan cukup susu hirup untuk orang banyak. Hal itu tidak lain karena berkah dari pelaksanaan syariat Rasulullah saw. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, semakin banyak keberkahan dan kebajikan. As Shaabuni mengatakan bahwa maksud Allah SWT menampakkan berbagai kerusakan di muka bumi tersebut adalah agar manusia bisa merasakan akibat dari sebagian perbuatan mereka di dunia sebelum Dia SWT mengadzab mereka di akhirat lantaran perbuatan kemasiatan mereka semua. Itulah makna dari kalimat : liyudziiqahum badlalladzi amiluu. Tujuannya adalah mudah-mudahan mereka mau bertobat dan kembali kepada Allah, laallahum yarjiuun, yakni dengan meninggalkan apa saja dosa-dosa dan kemasiatan yang mereka lakukan selama ini. Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan maksud dan tujuan Allah SWT dalam memberikan berbagai musibah dan bencana tersebut menghubungkan dengan firman-Nya yang lain: { }

dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).(QS. Al Araf 168). Refleksi Berbagai bencana dan musibah telah menimpa bangsa dan umat Islam Indonesia lima tahun terakhir ini yang terus mengguncang bangsa dan negara muslim terbesar di dunia ini, sejak

Tsunami Kubra di Aceh pada 2004 hingga Tsunami Sughra di Situ Gintung Ciputat tahun 2009 ini. Berbagai kejadian musibah yang terus-menerus tiada hentinya.
Gempa di Yogya dan sekitarnya, longsor sampah di Bandung, kapal tenggelam di Laut Jawa, pesawat hilang di Sulawesi, pesawat gagal landing di Yogya, Hercules jatuh di Madiun, Heli jatuh di Bogor, ledakan di markas Brimob Kelapa dua yang beberapa waktu kemudian disusul kebakaran di asrama di komplek yang sama, banjir di mana-mana, juga kekeringan di manamana bahkan hingga kebakaran hutan dank abut asap di daerah Riau. Dan masih banyak lagi

Tentu semua itu membuat kita merenung dan bertanya: apa yang salah dari bangsa ini? Pemimpinnya? Rakyatnya? Padahal mayoritas orang Islam di negeri ini sholat, walau
masih banyak yang tidak aktiv sholat jamaah. Pelaksanaan sholat Jumat selalu penuh. Bahkan aktivitas di bulan Ramadhan selalu semarak. Jamaah haji pun tiap tahun lebih dari 200 ribu. Itu pun masih banyak yang tunggu antrian 3 tahun ke depan walau sudah lunas hari ini. Jilbab bertebaran dimana-mana. Orang-orang kaya pun sudau mulai banyak yang rajin bersedekah serta membayar zakat sehingga disamping ada Baznas, Lazis pun ada di mana-mana.

Bang Syariah dan produk-produk ekonomi syariah semakin tumbuh walau market share-nya baru 2,5%. Namun di sisi lain, pornografi belum tersentuh sekalipun sudah ada UU Pornografi. Yang jualan majalah porno masih berani di jalan-jalan di Jakarta. Tayangan film sinetron remaja yang mengumbar aurat terus diproduksi. Bahkan mulai muncul film-film yang mendiskreditkan syariat dan komunitas pesantren. Belum lagi riba yang masih dominant di samping Bank Syariah. Bahkan gembongnya riba di APBN yang tahun ini saja 117 triliun rupiah belum dihapuskan. Selain hal-hal di atas, mungkin ada kezaliman yang merajalela tanpa disangka bahwa itu kezaliman. Sebut saja, semakin banyak orang yang terlilit utang riba hingga harta bendanya amblas. Semakin banyak rakyat yang sudah bekerja keras tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya secara layak, sementara di sisi lain tidak sedikit orang yang ongkang-ongkang setiap hari tapi semakin kaya-raya. Semakin banyak yang di-phk sehingga menambah deretan puluhan juta barisan pengangguran, sementara disisi lain triliunan uang pemda parkir di Bank Indonesia. Di satu sisi kemiskinan rakyat tidak bisa dientaskan, disisi lain banyak modal negara bocor dan lari hingga ke luar negeri. Maka jika kezaliman sudah merajalela, akan terjadi fitnah dimana-mana. Sebagaimana firman Allah SWT: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. AL Anfal 25). Kesimpulan Kemaksiatan adalah sumber kerusakan di muka bumi. Ketaatan adalah sumber keberkahan dari Allah SWT. Untuk membentuk masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, yakni masyarakat yang senantiasa taat menjalankan ibadat kepada Allah SWT serta terikat dengan syariat-Nya dalam seluruh aspek kehidupan mereka, maka diperlukan penguasa yang taat kepada Allah SWT dalam seluruh kepribadiannya sehingga dapat memimpin umat dan bangsa ini di jalan-Nya. Wallahualam! http://suara-islam.com/index.php/Ibrah/Berbagai-Kerusakan-Di-Muka-Bumi.html

Posting Digabung: 14 Oktober 2009, 02:10:30

Mencoba Memahami Musibah ini


08-09-2009 / 09:09:19

Siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukanlah termasuk golongan mereka

Musibah melanda negeri ini secara bertubi-tubi. Belum rampung penyelesaian satu musibah muncullah musibah lain. Bersedih sesuatu hal yang wajar karena kita memiliki hati
nurani, kita memiliki empati ketika kita atau saudara kita tertimpa musibah. Namun kita harus mencoba memahami setiap musibah yang kita dapatkan. Segala musibah terjadi dengan seijin Allah, musibah sendiri memiliki peran yang bermanfaat bagi kehidupan. Di antaranya: UJIAN Sungguh mengagumkan (sikap) orang yang beriman, dan itu tidak terjadi selain pada orang beriman. Jika ia menerima kebahagiaan ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia menerima musibah ia bersabar, maka itu jadi kebaikan baginya.(H.R. Muslim) Musibah merupakan salah satu cara Allah dalam menilai keimanan seseorang kepada takdir, karena seorang mukmin yakin bahwa segala sesuatu yang diterimanya adalah ketentuan dari Allah swt. Allah berkehendak melakukan apapun yang dikehendakinya. Oleh karena itu ucapan seorang mukmin ketika mendapati musibah ialah Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepadanya. PENGHAPUS DOSA Jika seorang mukmin menerima musibah dengan penuh kesabaran, keimanan dan tawakal maka hal itu akan menjadi penghapus dosa-dosanya, bahkan bisa jadi musibah yang datang bertubitubi itu mengantarkan kita kepada Allah dalam keadaan tidak membawa dosa karena semua sudah dihapuskan oleh Allah swt. Karena bisa saja musibah yang Allah berikan adalah bentuk kasih sayang yang Allah berikan. Akan terus menerus ujian menimpa mukmin dan mukminah yang menimpa jiwanya, anaknya dan hartanya hingga dia berjumpa Allah Taala dalam keadaan tidak punya dosa (H.R. Tirmidzi) PERINGATAN ALLAH SWT TERHADAP ORANG-ORANG YANG LALAI Dengan musibah Allah mengingatkan kita bahwa Allah berkuasa untuk melakukan apapun yang dikehendaki-Nya. Kalau selama ini kita hanya mendengar, membaca kisah banjir besar yang terjadi pada jaman Nabi Nuh, dengan peristiwa gelombang tsunami atau luapan lumpur di sidoarjo jawa timur, Allah menegaskan bahwa hal itu bukan hal yang sulit untuk dipertontonkan kembali. Tidak ada Sesuatu kekuatan apapun yang dapat menghalang-halangi proyek dan rencana Allah swt. Jika dalam banyak ayat Allah mengingatkan bahwa kiamat datang tiba-tiba, rasanya

musibah gempa di tasik Malaya kemarin rabu siang telah membuktikan hal itu. Peristiwa itu juga menjadi peringatan bahwa kita, manusia, tidak memiliki apa-apa. Ketika gempa kemarin menimpa bangsa ini kita cukup menyadari bahwa kita semakin kecil dihadapan Allah. Jika diri, anak, istri, sanak family adalah miliki kita, mengapa kita tidak bisa mempertahankan kehidupan mereka? Jika ladang, rumah, kendaraan adalah milik kita, mengapa kita tidak dapat mempertahankannya? Ternyata kita tidak punya apa-apa, kita begitu kecil dihadapan-Nya, bahkan untuk menolak dengan apa yang tidak sukai pun kita tidak mampu.

ADZAB ALLAH BAGI ORANG DZALIM


Jangan dilupakan, tidak mustahil musibah besar ini merupakan azab dari Allah swt bagi orangorang zalim dan orang-orang durhaka. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang tidak berdosa dalam pandangan Allah?padahal mereka termasuk dalam terjangan bencana itu. Wahai Aisyah sesungguhnya Allah jika menurunkan azabnya kepada orang yang berhak mendapatkan siksa-Nya sementara ditengah-tengah mereka ada orang-orang shaleh, mereka semua terkena bencana bersama orang-orang itu lalu akan dibangkitkan berdasarkan niat mereka masing-masing. (H.R Ibnu Hibban). BERSYUKUR BAGI YANG TIDAK TERKENA MUSIBAH Bagi yang tidak terkena musibah, selain turut berduka, ia juga wajib bersyukur. Bersyukur yang paling produktif adalah dengan membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah atau yang menjadi korban dalam bencana ini. Bayangkan jika semua yang menimpa saudara-saudara kita di berbagai tempat itu menimpa kita, Bayangkan jika malaikat datang menawari kita: anda mau mengorbankan anak, istri, ibu, bapak ataukah mau mengeluarkan uang?Bayangkan jika malaikat masih memberikan pilihan itu kepada kita. Apa yang akan kita pilih? Ini adalah kesempatan kita, bahu membahu bergandengan tangan untuk memberikan pertolongan kepada korban bencana alam ini. Rasulullah mengingatkan Siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin, maka ia bukanlah termasuk golongan mereka Wallahu alam. Author : PercikanIman.ORG http://www.percikaniman.org/detail_artikel.php?cPub=Hits&cID=560
Posting Digabung: 14 Oktober 2009, 02:20:55

Siksaan Tidak Hanya Menimpa Orang Zalim


Allah SWT berfirman:

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Qs. al-Anfaal [8]: 25).

Makna Umum
Ayat di atas amat mengagumkan, namun juga memberikan peringatan keras kepada kita. Ayat ini berkaitan dengan penegakan amar maruf nahi munkar. Banyak kitab dakwah yang menjadikan ayat di atas sebagai pendorong aktivitas amar maruf nahi munkar.1 Ayat tersebut berisi peringatan untuk berhati-hati (hadzr) akan siksaan (azab) yang tidak hanya menimpa yang zalim saja, tetapi menimpa secara umum baik yang zalim maupun yang tidak zalim. Karena itu secara syari, wajib hukumnya bagi orang yang melihat kezaliman atau kemunkaran dan mempunyai kesanggupan, untuk menghilangkan kemunkaran itu.2 Inilah cara menghindarkan diri dari siksaan itu, yakni dengan melakukan amar maruf nahi munkar kepada yang berbuat zalim atau munkar.3 Subjek yang melakukan kezaliman ini sifatnya umum (bisa siapa saja), baik individu, kelompok, maupun negara (penguasa). Jika kewajiban amar maruf nahi munkar ini tidak dilaksanakan, maka semuanya berdosa sehingga layak menerima azab Allah yang ditimpakan secara merata baik yang berbuat munkar maupun yang tidak. Inilah salah satu makna bahwa Allah itu amatlah keras siksaan-Nya.4

Pendapat Para Mufassir


Imam Al-Baghawi (w. 510 H) dalam dalam Maalim At-Tanzil (II/204) menerangkan makna fitnah dalam ayat tersebut, dengan mengutip pendapat Ibnu Zaid, adalah terpecah-belahnya kesatuan kata (iftiraq al-kalimah) dan saling menyelisihi satu sama lain. Makna ayat ialah, peliharalah dirimu dari siksaan yang menimpa orang zalim dan orang yang tidak zalim. Kemudian Al-Baghawi meriwayatkan pendapat para mufassir seperti Al-Hasan Al-Bashri, AzZubair bin al-Awwam, As-Sudi, Muqatil, Adh-Dhahhak, dan Qatadah yang mengatakan bahwa ayat ini berkaitan dengan suatu kaum di antara shahabat Rasulullah, yang tertimpa cobaan pada Perang Jamal (36 H). Al-Baghawi juga menukil Ibnu Abbas yang berkata ;

Allah SWT telah memerintahkan orang-orang mu`min untuk tidak membiarkan kemunkaran di hadapan mereka sehingga Allah meratakan azab kepada mereka yang menimpa orang zalim dan tidak zalim.
Al-Baghawi kemudian meriwayatkan hadits yang mendukung makna ayat, di antaranya, sabda

Nabi SAW, Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu, hingga masyarakat umum melihat kemunkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian, maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu. [HR. Ahmad dan Ath-Thabrani, dalam Al-Awsath].5 Imam Ibnu Al-Arabi (w. 543 H) dalam Ahkamul Qur`an (Juz IV/228) menjelaskan, pengertian kata fitnah dalam ayat tersebut artinya adalah al-baliyah yang berarti cobaan/ujian (pendapat Al-Hasan Al-Bashri), atau ada yang mengatakan artinya al-azab (siksaan). Beliau secara umum menafsirkan ayat di atas dengan mengambil perkataan Ibnu Abbas, yakni bahwa Allah telah memerintahkan orang-orang mu`min untuk tidak membiarkan kemunkaran yang terjadi di hadapan mereka, sehingga Allah meratakan azab kepada mereka. Kemudian beliau juga memaparkan beberapa hadits SAW yang menerangkan makna ayat di atas. Diriwayatkan, ada shahabat yang bertanya ;

Wahai Rasulullah apakah kami akan binasa, sedang di tengah kami ada orangorang saleh? Nabi menjawab, Ya, jika keburukan telah meluas. [HR. Muslim].6
Imam Al-Qurthubi (w. 671 H) Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an (VI/392), menerangkan, arti fitnah yang dimaksud adalah meluasnya kemaksiatan (zhuhur al-maashi), menyebarnya kemunkaran (intisyar al-munkar), dan tidak adanya upaya mengubah kemunkaran (adam attaghyir). Beliau meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas seperti dalam tafsir al-Baghawi. Al-Qurthubi menukil ta`wil Zubair bin Al-Awwam, As-Sudi, dan Al-Hasan Al-Bashri yang menyatakan bahwa ayat itu secara khusus berkenaan dengan Ahl Badr (peserta Perang Badar) yang tertimpa fitnah pada Perang Jamal sehingga saling berbunuhan.7 Imam Al-Baidhawi (w. 685 H) dalam kitab tafsirnya Tafsir Baidhawi (III/46), mengartikan fitnah dalam ayat tersebut sebagai dzanbun (dosa). Jadi, makna ayat adalah, peliharalah dirimu dari dosa yang pengaruhnya akan merata mengenai kamu, yaitu seperti dosa mengakui kemunkaran yang nampak di hadapan kamu, bersikap menjilat (mudahanah) dalam amar maruf nahi munkar, terpecah-belahnya kesatuan kata (iftiraq al-kalimah), munculnya bidah, dan melalaikan jihad.8 Imam As-Suyuthi (w. 911 H) dalam kitabnya Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil, meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas terhadap ayat ini.9 Sementara dalam kitab Tafsir Jalalain/b], As-Suyuthi menerangkan bahwa cara menghindarkan diri dari siksaan atau azab, adalah dengan mengingkari kemungkaran yang menjadi penyebab siksa.10 Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H) dalam kitab Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir (hal. 230) ringkasan tafsir Fathul Qadir karya Asy-Syaukani karya Al-Asyqar, diterangkan bahwa makna ayat, peliharalah dirimu dari siksaan, yang tidak hanya mengenai orang zalim, sehingga menimpa orang saleh dan tidak saleh. Menurut Asy-Syaukani, orang yang ditimpa siksaan itu ialah yang tidak memenuhi

perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak mendukung yang haq dan tidak mengingkari yang batil. Menurut beliau, bahwa di antara kerasnya siksaan Allah, ialah ditimpakannya azab bagi orang-orang yang tidak berbuat zalim. Ini terjadi karena mereka tidak beramar maruf nahi munkar, sehingga kerusakan menjadi luas lalu hukuman ditimpakan secara umum.11 Imam Ibnu Katsir (w. 1372 H) dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir (II/300), berkata bahwa kata fitnah dalam ayat tersebut artinya ikhtibar (ujian) dan mihnah (cobaan).12 Ibnu Katsir menerangkan, dalam ayat ini Allah memberi peringatan akan adanya cobaan yang merata yang menimpa orang yang berbuat buruk dan yang tidak berbuat buruk. Cobaan ini tidak hanya menimpa pelaku maksiat atau pelaku dosa, tetapi merata dan tidak dapat dihindari dan dilenyapkan. Beliau selanjutnya menerangkan pendapat Az-Zubair, Al-Hasan AlBashri, dan As-Sudi bahwa ayat ini berkaitan dengan sebagian shahabat yang terlibat dalam Perang Jamal. Selanjutnya, beliau menukil penafsiran Ibnu Abbas, yang dikomentarinya sebagai, Ini tafsir yang bagus sekali. (hadza hasan jiddan). Kemudian Ibnu Katsir memaparkan beberapa hadits Nabi SAW yang mendukung makna ayat. Berdasarkan hadits-hadits itu, menurut beliau, peringatan pada ayat ini berlaku umum untuk para shahabat dan selain shahabat, meskipun ayat ini berkenaan dengan shabahat. Imam Nawawi Al-Jawi dalam Marah Labid (I/350) berkata, arti ayat di atas ialah, berhatihatilah/waspadalah kamu terhadap fitnah, yang jika menimpa kamu, tidak hanya mengenai orang zalim saja, tetapi akan mengenai kamu semua baik orang yang saleh maupun yang tidak saleh. Berhatiu-hati terhadap fitnah itu adalah dengan cara melarang kemunkaran. Maka, wajib atas orang yang melihat kemunkaran untuk menghilangkan kemungkaran jika ia mempunyai kesanggupan melakukannya. Jika dia mendiamkan kemunkaran itu, maka semuanya telah berbuat maksiat. Yang melakukan kemunkaran bermaksiat karena perbuatan munkarnya, yang mendiamkan kemunkaran juga bermaksiat karena rela dengan kemunkaran itu. Allah telah menjadikan orang yang rela terhadap kemunkaran sama kedudukannya dengan orang yang melakukan kemunkaran. Maka keduanya disamakan dalam hukumannya.

Ciri rela terhadap kemunkaran adalah tidak merasa sedih melihat penyimpangan agama oleh perbuatan maksiat. Jadi, orang tidak dikatakan benci, kecuali jika ia merasa
sedih seperti kesedihannya karena kehilangan harta dan anaknya. Maka siapa saja tidak seperti itu, berarti dia telah rela terhadap kemunkaran sehingga hukuman dan musibah akan terjadi secara merata. Demikian menurut Imam Al-Jawi.13

Pentingnya Amar Maruf Nahi Munkar


Ayat di atas menekankan betapa pentingnya umat Islam melakukan amar maruf nahi munkar kepada siapa saja yang berbuat zalim atau munkar. Sebab jika kewajiban ini ditinggalkan, akan muncul siksaan atau cobaan yang menimpa secara umum, baik menimpa pelaku maksiat maupun

orang-orang yang taat. Pelaku kezaliman ini bisa siapa saja, baik individu, kelompok, atau penguasa. Karena frasa alladzina zhalamu (orang-orang zalim) bersifat umum, sesuai kaidah ushul bahwa isim mawshul (di antaranya alladzina) memberikan arti umum.14 Mengenai kemunkaran individu, Imam AlGhazali dalam Ihya` Ulumiddin, menjelaskannya bermacam-macam kemunkaran berdasarkan tempat, seperti kemunkaran di masjid, di pasar, di jalanan, dan sebagainya.15 Dalam konteks kekinian, tentunya tempat kemunkaran itu semakin luas dan banyak, seperti kemunkaran di tempat rekreasi, tempat hiburan, hotel, penginapan, salon, kafe, bioskop, kampus, dan sebagainya. Kemunkaran yang dilakukan kelompok, misalkan kemungkaran segerombolan perampok, partai politik nasionalis (sekuler) yang tidak berasaskan Islam, sebagian partai politik Islam yang mempunyai ide, program, atau langkah yang menyalahi Islam, serta kelompok yang mengadopsi ide liberal yang kafir dan menafsirkan Islam agar tunduk pada kaidah-kaidah ideologi kapitalisme yang sekuler. Kemunkaran penguasa, misalnya menjadikan sekularisme sebagai dasar kehidupan bernegara, menjalankan sistem demokrasi dalam bidang politik (memberangus dakwah dan Jihad), dan sistem kapitalisme dalam bidang ekonomi (menaikan harga BBM, Mencabut Subsidi Pendidikan, Menaikan Tarif Dasar Listrik, Menjual aset-aset negara kepada pihak asing. Semua itu termasuk kemunkaran atau kezaliman yang kita diwajibkan untuk menghilangkannya sesuai kesanggupan yang kita miliki. Jika umat diam saja serta rela terhadap semua itu, serta tidak melakukan amar maruf nahi munkar, maka berhatilah-hatilah dan waspadalah, karena berbagai cobaan, bencana, dan kerusakan akan bisa menimpa kita semua secara merata. Hancurnya kewibawaan umat, amburadulnya kondisi politik, serta porak porandanya kondisi ekonomi, merupakan sekelumit akibat buruk yang bisa kita alami secara bersama-sama akibat kelalaian kita beramar maruf nahi munkar terhadap kemunkaran yang dilakukan sebagian dari kita. Jelaslah, bahwa Islam adalah dien yang lurus yang mengajarkan adanya kepedulian dan tanggung jawab terhadap kepentingan dan kebaikan masyarakat, bukan ideologi individualis yang hanya mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan bersama masyarakat. Itulah dien yang telah mewajibkan amar maruf nahi munkar sebagai ciri khas yang hanya dimiliki umat Islam, sebagai umat terbaik di antara seluruh umat manusia (Qs. Ali Imran [3]: 110). Inilah ciri khas yang berbeda dengan ciri khas kaum Bani Israil terlaknat yang tidak melarang kemunkaran yang dilakukan di antara mereka (Qs. al-Maa'idah [5]: 79), dan berbeda pula dengan ciri khas kaum munafik yang malah melakukan amar munkar dan nahi maruf (Qs. At-Taubat [9]: 67). Wallahu alam [ ]

Catatan Kaki:

1. Lihat misalnya Ibnu Taymiyah, Menuju Umat amar Maruf Nahi Munkar (Al-Amru bil-Maruf wa an-Nahyu an Al-Munkar), terjemahan oleh A.H. Hasan, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1988. hal. 36; Mohammad Natsir, Fiqhud Dawah, Cetakan XI, Jakarta : Media Dakwah, 2000, hal. 112. 2. Muhammad Nawawi Al-Jawi, 1994, Marah Labid Tafsir An-Nawawi, Beirut : Darul Fikr, Juz I, hal. 350 3. Jalaluddin As-Suyuthi , Tafsir Al-Qur`an Al-Azhim (Al-Jalalain), Beirut : Darul Fikr, 1991, hal. 133. 4. Muhammad Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir (Mukhtashar Tafsir Asy-Syaukani), Kuwait : Wuzarah Al-Awqaf wa Asy-Syu`un Al-Islamiyah, 1985, hal. 230. 5. Al-Husain ibn Masud Al-Farra` Al-Baghawi, Maalim At-Tanzil, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1993, Juz II, hal. 203; penafisiran semakna lihat Ala`uddin Al-Khazin (w. 741 H), Lubab At-Ta`wil fi Maan At-Tanzil (Tafsir Al-Khazin), Beirut : Darul Fikr, tanpa tahun, Juz II, hal. 22-23. 6. Imam Ibnu Arabi, Ahkamul Qur`an, Juz IV, hal. 228. 7. Imam Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, Juz VI, hal. 391. 8. Nashiruddin Al-Baidhawi, Anwar At-Tanzil wa Asrar At-Ta`wil (Tafsir Baidhawi), Beirut : Darul Fikr, tanpa tahun, Juz III, hal. 46-47. 9. Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Iklil fi Istinbath Al-Tanzil, Kairo : Darul Kitab Al-Arabi, tanpa tahun, hal. 113; Lihat juga Abu Thahir Al-Fairuzabadi, Tanwir AlMiqbas min Tafsir Ibn Abbas, hal. 147. 10. Jalaluddin As-Suyuthi , Tafsir Al-Qur`an Al-Azhim (Al-Jalalain), Beirut : Darul Fikr, 1991, hal. 133. 11. Muhammad Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Zubdah At-Tafsir min Fath Al-Qadir (Mukhtashar Tafsir Asy-Syaukani), Kuwait : Wuzarah Al-Awqaf wa AsySyu`un Al-Islamiyah, 1985, hal. 230 12. Tafsir Ibnu Katsir, Juz II, hal. 300. 13. Muhammad Nawawi Al-Jawi, 1994, Marah Labid Tafsir An-Nawawi, Beirut : Darul Fikr, Juz I, hal. 350. 14. Imam Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, Beirut : Darul Fikr, tanpa tahun, hal. 121; Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, Damaskus : Darul Fikr, 2001, Juz I, hal. 248. 15. Lihat Imam Al-Ghazali, Amar Maruf Nahi Munkar, Ihya` Ulumiddin, terjemahan oleh Imron Abu Amar, Jakarta : Pustaka Amani, 1984, hal. 101-119.

sumber: http://suaraislam.com/index.php?option=com_content&view=section&id=4&layout=blog&Itemid=69

Muhasabah Bencana (MP3) - 1,8 Mb


http://www.mediafire.com/file/mqhgjmtnzo0/Indonesiaku.mp3

Posting Digabung: 14 Oktober 2009, 02:25:53

MUI Jatim: Bencana Karena Kemaksiatan Merajalela


SURABAYA--KH Abdushomad Bukhori, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, mengaku perihatin dengan bencana bertubi-tubi yang menimpa bangsa Indonesia. Menurutnya bencana ini terjadi bukan datang tiba-tiba tanpa sebab. Tetapi bencana ada dan datang karena kemaksiatan dan kebathilan telah merajalela di negara yang mayoritas berpenduduk muslim ini. Sedangkan pemerintah dan ulama berjalan sendiri-sendiri tidak pernah melakukan langkah untuk membicarakan bersama bencana yang sudah dianggap sebagai siksaan ini. "Yang paling bertanggungjawab adalah pemerintah termasuk DPR sebagai wakil rakyat. Mestinya pemerintahan harus sudah mengambil langkah membicarakan bencana ini dengan para ulama dan kyai yang sampai saat ini tidak pernah diajak berbicara selama pemerintah ini berlangsung," kata KH Abdushomad Bukhori kepada //Republika, Ahad.

Menurt Abdhushomad, saat ini bencana yang sudah tidak terhitung berapa kali meluluh lantakan kehidupan masyarakat Indonesia ini hanya diselesaikan dengan memberi bantuan dan kunjungan pejabat untuk ikut berbelasungkawa. Sedangkan penyebabnya tidak pernah dibicarakan dengan ulama yang mestinya ikut berperan menyelesikan persoalan bangsa. "Bangsa ini sudah dikuasai perzinaan dan kebatilan pada fase yang menghawatirkan yang nota bene adalah berpenduduk masyoritas Muslim. Bencana tidak cukup diselesaikan hanya dengan memberikan sumbangan. Sumbangan selesai bencana datang lagi karena kemaksiatan tetap terjadi bahkan semakin merajalela," tegasnya Abdushomad mengatakan, Alquran secara tegas mengatakan bencana datang karena umatnya sudah melupakanya, maka diturunkanlah siksa berupa banjir gempa dan lain sebagainya yang sudah pernah dialami oleh masyarakat Indonesia. Namun kejadian berulang-ulang dan menyengsarakan masyarakat tidak pernah disadari oleh ulama dan umara. "Allah menyebutkan ada enam bencana yakni banjir, gempa, angin topan, hujan batu, kemarau, dan kelaparan yang lebih banyak disebut oleh Alquran sebagai siksa," tandasnya. Pihaknya berharap pemerintah mampu mereduksi kemaksiatan yang sudah menguasai bangsa ini, dengan harapan bencana bisa menghambat karena sudah tidak terhitung nyawa melayang. Seperti perilaku korupsi, perzinaan terjadi dimana-mana karena dilegalkan. Jika tidak, besar kemungkinan bencana akan terus melanda bangsa ini. "Dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang engkau (wahai Muhammad) berada diantara mereka, dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka senantiasa istighfar minta ampun" ucap Abdushomad mengutip surat Al-Anfal 4.33 Dijelaskan Abdushomad, ayat tersebut menjelaskan ada dua benteng yang dapat menyelamatkan bangsa dan kita dari bencana dan musibah yang besar, pertama adalah keberadaan Rasulullah ditengah umatnya, karena kemuliaannya. Maka Allah berjanji tidak akan mengazab umatnya dihadapan mata kepalanya. Kedua adalah benteng istighfar, minta ampun dan tobat kepada Allah swt. Selanjutnya benteng pertama sudah tidak ada lagi (Rasulullah SAW telah wafat), maka tinggal satu lagi benteng yang menyelamatkan kita dari bencana dan musibah. "Ya bentengnya istighfar dan minta ampun, tobat kepada Allah SWT. Yang mempunyai hajat tersebut sekarang adalah pemerintahan. Ulama sebagai pendukung pemerintahan mengharap pemerintah melakukan langkah tidak sekedar memberikan bantuan finansial tetapi melupakan Allah swt," pungkasnya. http://www.republika.co.id/berita/74657/MUI_Jatim_Bencana_Karena_Kemaksiatan_Merajalela
Posting Digabung: 14 Oktober 2009, 02:35:06

Bencana dan Kemusyrikan


KotaSantri.com : Setiap bencana yang menimpa manusia selalu memiliki tiga arti yang berbeda. Bagi orang-orang yang tidak terkena bencana, maka bencana yang menimpa orang lain merupakan peringatan dan teguran sebagai bentuk kasih sayang dari Allah agar mereka kembali pada jalan-Nya. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beriman, maka bencana yang menimpa merupakan azab dan siksa dari Allah yang diakibatkan oleh perilakunya yang melakukan kedurhakaan terhadap perintah Allah dan rasul-Nya. Ini sebagaimana Allah janjikan, ''Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.'' (QS. 65 : 2). Sebaliknya, bagi orang-orang yang beriman, maka bencana yang menimpa merupakan salah satu bentuk ujian keimanan. Ujian ini merupakan sunatullah, sebagaimana Allah firmankan, ''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, 'Kami telah beriman', sedangkan mereka tidak diuji lagi?'' (QS. 29 : 2). Dengan bencana, Allah hendak menunjukkan kepada manusia, mana orang-orang yang benar keimanannya dan mana yang tidak. Allah menjelaskan keadaan ini dalam firman-Nya, ''Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.'' (QS. 22 : 11). Dalam ayat lainnya Allah menerangkan, ''Dan apabila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhannya dengan kembali bertobat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat dari-Nya, tiba-tiba sebagian dari mereka mempersekutukan Tuhannya.'' (QS. 30 : 33). Kedua ayat di atas juga memberikan petunjuk bahwa bencana merupakan salah satu sebab banyaknya manusia yang kembali kepada kemusyrikan. Kemusyrikan tersebut dipicu oleh adanya rasa putus asa manusia terhadap rahmat dan pertolongan Allah. Dan, manusia tidak menyadari bahwa bencana merupakan akibat dari kesalahan mereka sendiri. Hal ini sebagaimana Allah jelaskan dalam ayat berikutnya, surat Ar-Ruum, ''Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.'' (QS. 30 : 36). http://arsip.kotasantri.com/mimbar.php?aksi=Cetak&sid=67
Posting Digabung: 07 Oktober 2009, 01:22:04

Sunnatullah, Sebuah Pelajaran


Allah telah membuat ketetapan (sunnah) yang selalu berlaku bagi makhluk-Nya, yang tidak akan berubah dan berganti. Kapan dan di mana pun manusia hidup, maka akan mendapati ketetapan Allah itu sebagai sesuatu yang berlaku. Ketetapan-ketetapan tersebut adalah: 1. Segala Sesuatu Tidak Akan Tetap dalam Satu Keadaan. Merupakan sunnatullah, bahwasanya Dia selalu mengubah keadaan hamba-hamba-Nya. Dia membolak-balikkan mereka dari suatu kondisi ke kondisi yang lain. Hari-hari dan kehidupan secara terus menerus Dia putar dan pergilirkan, sebagaimana firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); Dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang- orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada (QS. Ali Imran: 140) Terkadang manusia mengalami kesempitan dan kadang pula mendapat-kan keluasan, suatu saat ia kaya, namun setelah itu miskin. Hari ini mulia dan besoknya hina, kemarin pejabat dan kini menjadi rakyat. Oleh karena itu, maka tidak selayaknya seseorang merasa berputus asa dari rahmat Allah, ketika mendapatkan kesempitan hidup. Karena ketika kondisi sempit, maka urusan akan menjadi lapang, ketika tali melilit de-ngan kuat, maka ia telah mendekati pu-tus, ketika malam telah larut dan gulita, maka artinya fajar telah makin dekat. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyrah: 5-6) Merupakan hikmah dari Allah, bahwasanya Dia menciptakan sesuatu secara berpasangan, yaitu adanya dua hal yang selalu bertentangan. Yang demikian ini adalah masalah yang lumrah dalam kehidupan dan akan selalu ada di setiap tempat dan waktu. Namun yang jelas masing-masing keduanya memiliki batas yang telah ditetapkan, kesulitan dan kemudahan, kebahagiaan dan kesedihan, bencana dan kelapangan, sehat dan sakit, hidup dan mati, kaya dan miskin, pertolongan dan kehancuran merupakan sesuatu hal yang terus berlaku di dalam kehidupan. Al-Quran telah memberikan pe-tunjuk dan bukti dari semua itu, berapa banyak kisah di dalamnya yang meng-gambarkan kehidupan sebuah umat, bangsa atau pun pribadi perorangan yang mereka dulunya dalam suatu keadaan tertentu, lalu Allah mengubah keadaan mereka dengan yang sebaliknya. 2. Musibah, Bencana dan Fitnah Akan Memilah Manusia Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, Artinya, Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mumin). (QS. Ali Imran : 179)

Juga firman-Nya yang lain, Artinya, Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, Kami telah ber-iman, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al- Ankabut: 1-2) Kalau saja tidak ada ujian dan coba-an, maka tidak akan diketahui mana orang yang benar keimanannya dan mana orang yang di dalam hatinya ada penyakit. Salah satu kisah yang memberikan pelajaran berharga kepada kita semua adalah yang terjadi pada masa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , ketika terjadi perang Ahzab, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya. Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga). Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari. (QS. Al-Ahzab:12-13)
Maka musibah dan cobaan yang Allah turunkan, akan menyingkap hakikat keimanan seseorang dan agar setiap jiwa dapat menilai diri masing-masing. Bisa saja setiap orang meng-klaim dirinya mukmin, namun sekedar pengakuan tanpa dapat memberikan bukti nyata tidaklah cukup. Dengan cobaan dan ujian masing-masing diri akan merenungi apa yang ada pada dirinya. 3. Allah Tidak Mengangkat Sesuatu Kecuali Akan Menurunkannya Juga. Atau dengan kata lain ketika seseorang berada di puncak, maka tak ada lagi arah yang ia tuju, kecuali turun ke bawah. Ini merupakan sunnah rabbaniyah (ketetapan Allah) yang selalu berlaku di dalam kehidupan. Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malikz,, bahwasanya Rasulullah memiliki seekor unta yang dikenal dengan nama 'Adlba' dan larinya sangat cepat tak terkalahkan. Kemudian datang seorang Arab Badui dengan seekor unta muda mengajak beliau berpacu, dan ternyata Orang Badui tersebut menang. Maka para shahabat merasa berat dengan kekala-han ini, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam lalu bersabda, Merupakan hak Allah, bahwasanya tidaklah Dia mengangkat sesuatu dari (urusan) dunia, kecuali Dia akan menurunkannya juga. (HR. Abu Dawud dan an-Nasai) Mungkin sepintas lalu kita me-nganggap biasa-biasa saja dengan kisah di atas, namun sungguh di dalamnya ada pelajaran yang amat besar. Di dalamnya ada pengajaran dari manusia paling mulia Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tentang sunnatullah di alam raya ini. Tentunya bukanlah terbatas pada Unta Arab Badui yang mengalahkan unta Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , namun lebih dari itu, bahwa segala yang tinggi di dunia ini pasti akan turun sete-lah mencapai puncaknya. Manusia meskipun memiliki kekuatan dan kehebatan, namun suatu saat akan lemah juga, dan meskipun mempunyai kemuliaan, suatu ketika akan hilang dan lengser juga, yang demikian akan terus mengalir dalam kehidupan manusia. Kekuatan dan kemuliaan yang mutlak hanyalah milik Allah, tak akan berubah dan berganti, Dialah yang Maha Esa, Maha Perkasa, Maha Mulia dan

Maha Memaksa, milik Allah seluruh izzah (kemuliaan), Dialah Yang Maha Kuat dan Perkasa. Jika kita menginginkan contoh yang lebih banyak lagi, kita dapat membuka buku-buku tarikh yang meyebutkan jatuh bangunnya negri-negri dan kerajaan-kerajaan di masa lalu, masa keemasan dan kemundurannya, sebagaimana pula contoh-contoh seperti itu juga ada di dalam alQuran. Hal ini merupakan sebuah hakikat kenyataan hidup, bahwa tidaklah Allah mengangkat sesuatu, melainkan juga akan menurunkannya dan bahwa segala yang ada di muka bumi pasti akan binasa. Maka segala apa saja yang telah berdiri dan tegak, resikonya adalah akan jatuh atau runtuh, sebagaimana apa saja yang telah hidup, maka suatu saat pasti mengalamai kematian. Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS. Ar-Rahman: 26-27)

4. Tidaklah Bencana Turun Kecuali Karena Dosa dan tidaklah Ia Diangkat Kecuali dengan Taubat.
Ketetapan ini telah diterangkan dengan gamblang oleh Allah di dalam kitab-Nya, demikian pula dengan Sunnah Nabi juga memberikan penjelasan dan keterangan tentangnya, namun amat banyak manusia yang tidak mau mengetahui, bahkan masih banyak umat Islam yang tidak percaya serta mengingkari sunnatullah ini. Cobalah kita perhatikan firman Allah Subhannahu wa Ta'ala berikut, Artinya, Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-Ankabut : 40) Perhatikan bagaimana Allah telah menjadikan dosa sebagai sebab dari bencana dan siksa. Bahkan ia merupa-kan sebab terbesar yang menyebabkan Allah menurunkan murka dan siksaNya, sebagaimana yang telah terjadi pada kaum Nabi Nuh, Aad, Tsamud, Qarun, Firaun, Haman dan selain mereka. Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala , Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu) dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah. (QS. Al-Ahzab: 62) Maka sekali-kali kamu tidak akan men-dapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (QS. Faathir: 43) Di antara dosa-dosa yang telah membuat orang-orang terdahulu dibinasa-kan adalah kufur kepada Allah, mendustakan para rasul dan menghalang-halangi dari jalan Allah, berencana membunuh dan memerangi rasul, melakukan kekeji-an (zina dan liwath/homo sex), terlena dengan penangguhan yang diberikan Allah serta merasa aman dari siksa-Nya dan masih banyak lagi dosa yang lain.

Maka merupakan sunatullah, bahwasannya Allah tidak akan membiarkan orang-orang melakukan dosa dan kekejian tanpa adanya balasan yang setim-pal. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami ? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu.
(QS. Al-Ankabut: 4) 5.Hukum Istikhlaf (Pemberian Kekuasaan) Berkait dengan Sunnatullah

Kekuasaan adalah milik Allah dan berada di tangan Allah, Dia memberikan kepada yang dikehendaki dan mencabutnya dari siapa saja yang dike-hendaki. Namun dalam hal ini ada sunnatullah yang berkaitan dengan masalah pemberian kekuasaan oleh Allah (istikhlaf) di muka bumi ini. Bahwasannya Allah Subhannahu wa Ta'ala menciptakan manusia agar menjadi pengelola (khalifah) di muka bumi, supaya dapat diketahui bagaimana amal perbuatan mereka. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (QS. Yunus: 14) Istikhlaf (hak pengelolaan) ini sifatnya umum, berlaku sama antara orang yang baik dengan yang buruk, yang mukmin dengan yang kafir dan ini adalah merupakan ujian bukan istikhlaf untuk kemuliaan dan kecintaan dari Allah. Sebab istikhlaf yang demikian hanya diberikan khusus kepada para Nabi dan orang-orang shaleh yang mengikuti petunjuk mereka. Dan untuk memperoleh istikhlaf kemuliaan dan kecintaan Allah ada banyak syarat yang harus dipenuhi, kalau syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka janji Allah juga akan terpenuhi, sebagaimana firman-Nya, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada memper-sekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik". (QS. An-Nuur : 55) Ketetapan Allah ini telah berlaku bagi umat-umat yang terdahulu dan akan berlaku juga bagi orang yang datang kemudian. Namun tentu harus dengan syarat-syarat; Iman yang benar, amal yang shalih, istiqamah di atas perintah Allah dan menegakkan ketetapan hukum-Nya. Sumber: Kutaib, Innaha as-Sunnan, Durus wa Ibar fi Sunnanillahi wa Ayyamihi. Muhammad bin Najm al-Dahlus. http://islamic.xtgem.com/ibnuisafiles/list/des08/aqidah/062.txt
Posting Digabung: 14 Oktober 2009, 02:39:43

Menyikapi Bencana
Sabtu, 03 Oktober 2009 11:26 Jadi, secara garis besar, setidaknya sebuah bencana dapat dimaknai dari dua perspektif. Pertama, sebagai adzab (siksa) Allah SWT atas ulah manusia yang mengabaikan hukumhukum-Nya. Kedua, sebagai ujian (fitnah) bagi orang-orang beriman untuk meningkatkan derajat keimanan dan ketakwaannya. Apa arti semua ini, Ustadz? Maksud Antum...? Iya, musibah gempa datang seakan bergelombang, silih berganti, menerpa berbagai wilayah. Rasa-rasanya kita sudah pernah bahasa soal itu deh. Musibah itu kehendak Allah, tidak ada yang bisa mencegahnya, bahkan tidak ada yang bisa memprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi. Itu kuasa Allah. Apalagi, selalu ada keajaiban dalam sebuah gempa. Itu juga kuasa Allah. Kita harus makin sadar akan eksistensi dan kuasa-Nya. Sikap kita bagaimana sebaiknya? Yang terkena bencana, bersabarlah. Yakinkan diri bahwa kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Yakinkan, bahwa Allah memberi yang terbaik buat kita. Di balik semua musibah, pasti ada hikmah. Yang tidak menjadi korban, bersyukurlah. Tunjukkan rasa syukur itu dengan kian dekat dengan Allah dan memberi bantuan kepada para korban, minimal doa. Menurut Rasul, bagi orang beriman, nikmat ataupun musibah, keduanya menjadi kebaikan. Kata Rasul, sangat menakjubkan, amazing, hidup seorang mukmin itu. Jika ia menerima nikmat, ia bersyukur, dan dengan syukur itu nikmatnya menjadi kebaikan. Jika ia terkena musibah, ia bersabar, dan dengan sabarnya itu musibah menjadi kebaikan baginya. Jadi, semua hal bagi seorang mukmin itu jadi kebaikan. Apakah musibah gempa akhir-akhir ini adzab Allah, Tadz? Dalam Islam, musibah termasuk bencana, bisa bermakna banyak.

Ia merupakan ujian bagi keimanan dan kesabaran (QS. Al-Ankabut: 2-3), penghapus dan atau pengampunan dosa (QS. Al Imran 140-141). Nabi Saw bersabda, tidak ditimpa seseorang duri dalam perjalanannya kecuali dihapus Allah dosanya. Jadi, musibah bisa juga merupakan obat atas penyakit yang diderita (QS. Al-Mukminun:75-76). Bisa juga musibah itu sebagai pembalasan atau adzab (QS. Al-ankabut:40), yakni bagi pelaku maksiat atau kemunkaran. Allah juga mengingatkan, musibah itu bisa terjadi

terjadi akibat memperturutkan nafsu (QS. Asy-syura:30 dan Thaha:81) atau kebodohan manusia.

Jadi, secara garis besar, setidaknya sebuah bencana dapat dimaknai dari dua perspektif. Pertama, sebagai adzab (siksa) Allah SWT atas ulah manusia yang mengabaikan hukumhukum-Nya. Kedua, sebagai ujian (fitnah) bagi orang-orang beriman untuk meningkatkan derajat keimanan dan ketakwaannya. Musibah juga akibat ulah manusia, kan, Ustadz? Benar. Sebagai adzab, sebuah bencana hakikatnya diundang oleh manusia sendiri, yakni dengan tidak mengindahkan syariat-Nya dalam menjalani kehidupan ini, lebih memilih hukum Thogut ketimbang hukum Allah Swt, dan/atau karena ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam sekitar atau lingkungan hidup. Allah menegaskan, jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (QS. Al-A'raf: 96). Katanya, musibah juga merupakan peringatan dari Allah? Benar. Musibah juga merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada kita, khususnya yang tidak menjadi korban. Allah memberi kita kesempatan bertobat, memperbaiki diri, dan kian giat menegakkan syariat-Nya. Musibah merupakan jeweran bagi mereka yang ingkar. Juga teguran kepada para pemimpin? Ya. Merekalah yang bertanggung jawab atas penegakkan hukum Allah. Biar kita tenang, bagaimana Tadz? Doa dan ikhtiar. Hindari kemaksiatan. Allah mengingatkan kita agar tidak merasa aman dari adzab-Nya. Kita harus selalu waspada adanya musibah. Setelah doa dan ikhtiar, kita tawakal kepada-Nya. Dengan begitu, apa pun yang terjadi, itu yang terbaik bagi kita. Allah Mahakasih dan Mahaadil. Kita yang tidak menjadi korban bencana, selain bersyukur, simpati, serta memberi bantuan kepada para korban, tetap harus waspada. Allah mengingatkan, Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur (QS. Al-A'raf: 97). Dalam ayat lain, Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. Al-A'raf: 99). Obrolan kita mau saya muat di warnaislam.com nih. Ada yang ingin ustadz sampaikan

kepada pembaca warnaislam? Ya. Mari, saudara-saudaraku, berdoa buat saudara-saudara kita yang terkena musibah. Bagi yang meninggal, kita berdoa, Allahumaghfir lahum waafihim wafu anhum... Mari, bantu para korban semampu kita. Musibah itu juga merupakan ujian sekaligus peluang bagi kita, yang tidak menjadi korban, untuk berempati, simpati, dan membantu sesama. Mari, kita terus berupaya menguatkan iman, murnikan tauhid. Tingkatkan amal saleh, eratkan ukhuwah, gak ada manfaatnya berselisih dan berantem. Mari berlomba dalam kebaikan. Kepada para pemimpin di negeri ini, jangan terus berulah menyakiti rakyat. Bencana demi bencana bisa jadi merupakan peringatan Allah bagi para pemimpin yang hanya ribut soal posisi, jabatan, tunjangan, dan korup! Anda pula, wahai para pemimpin di negeri ini, yang bertanggung jawab atas tegaknya agama Allah dan mengundang terbukanya pintu keberkahan Allah, agar negeri ini thayibah, aman sejahtera, dan rabbun ghafur, penuh ampunan Allah. Wallahu alam.* Sumber: http://warnaislam.com/blog/jurnalistik/2009/10/3/41160/Menyikapi_Bencana.htm

Posting Digabung: 14 Oktober 2009, 02:44:19

Memaknai Bencana
Rabu, 02 September 2009 22:44 Ana agak heran, Ustadz, kenapa ya Allah SWT menimpakan gempa bumi pada bulan suciNya? Gak usah heran. Allah SWT Maha Berkehendak. Kapan pun musibah atau bencana itu dapat terjadi dengan irodah-Nya (kehendak-Nya). Kita turut berduka dan simpati kepada para korban. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali. Kalo boleh tahu. Mengapa bulan Ramadhan? Agak berat juga ya ngadepin santri cerdas dan kritis kayak antum Ya itu tadi, kapan pun. Kasih sayang Allah kepada hamba-Nya ditunjukkan dalam ragam bentuk, termasuk gempa itu. Maksudnya? :-

Setiap musibah pasti mengandung hikmah. Allah hendak mengingatkan hamba-Nya agar lebih giat beribadah dan taqarub kepada-Nya pada bulan mulia ini. Selain itu, agar kita lebih ikhlas beribadah, beramal, serta agar berpikir, tafakur, mengapa sih enggan banget bangsa yang mayoritas Muslim ini menjalankan semua perintah-Nya, ajaran-Nya, termasuk di bidang politik. Jadi, dalem juga makna gempa ini Tadz ya Sebagai Muslim, kita tidak boleh hanya memaknai gempa atau bencana dari perspektif ilmiah keduniaan. Secara duniawi, gempa itu selesai dijelaskan dengan ilmu gempa, misalnya oleh pihak BMKG. Namun, kita harus lebih memaknainya dari perspektif spiritual Islami, bahwa gempa itu juga merupakan musibah, bisa juga merupakan adzab-Nya. Wah, makin dalem ni Tadz Musibah merupakan ujian bagi orang beriman, orang baik-baik, orang saleh, agar meningkatkan keimanan dan amal salehnya. Adzab itu bagi orang melanggar perintah Allah. Bencana atau musibah terjadi karena ulah manusia yang mengundang murka Allah Swt., seperti tidak menaati hukum-Nya, tidak mencintai lingkungan, tidak disiplin, dan lainnya. Allah Swt menjamin keberkahan umat yang menaati hukum-Nya dalam Al-Quran. Rasa-rasanya sering banget bencana melanda negeri kita Tadz? Ini menarik. Saya jadi ingat sebuah riwayat yang dikutip Ibnu 'Arabi, dalam kitabnya AlWashaya li Ibn al-'Arabi [Wasiat-Wasiat Ibnu Arabi], 1996:324). Suatu ketika, Nabi Muhammad Saw berwasiat kepada umat Islam. Rasulullah Saw bersabda, "Tiada kebaikan dalam kehidupan kecuali bagi seorang berilmu ('alim) yang berbicara atau pendengar yang memperhatikan. Wahai manusia, kalian berada pada zaman hudnah dan perjalananmu cepat..." Miqdad bertanya, "Wahai Rasulullah, apa hudnah itu?" Nabi Saw menjawab, "Negeri bencana dan yang terputus. Jika menjadi samar bagi kalian urusan-urusan seperti penggalan malam yang gelap, maka hendaklah kalian (kembali) kepada al-Quran. Sebab, al-Quran adalah pemberi syafaat yang diterima syafaatnya dan saksi yang dipercaya. Barangsiapa menjadikannya sebagai pemimpin, maka ia akan menuntunnya ke sorga. Barangsiapa menaruhnya di belakang, maka ia menghalaunya ke neraka. Ia (al-Quran) adalah petunjuk yang paling jelas kepada jalan terbaik. Barangsiapa berbicara dengannya, maka ia dipercaya; barangsiapa mengamalkannya, maka ia diberi pahala; dan barangsiapa yang menghukumi dengannya, maka ia berlaku adil..." Katanya kalo kita mengabaikan amar maruf nahyi munkar, Allah akan mengadzab kita tadz? Ada hadits riwayat Tirmidzi. Artinya begini: Demi Allah, hendaklah kamu beramar maruf nahyi munkar atau Allah akan menurunkan adzab kepadamu, lalu kamu berdoa kepada-Nya, maka Allah tidak akan mengabulkan doamu.

Anda mungkin juga menyukai