Anda di halaman 1dari 7

BERTEKAD UNTUK TIDAK MELAKUKAN

DOSA
Hidup di era modern dengan keterbukaan informasi ini membuat segalanya mudah
untuk diakses. Kita diuji oleh Allah untuk hidup di akhir zaman yang penuh dengan
fitnah dan cobaan. Lihat saja, ketika kita berjalan menuju tempat kerja atau
bersekolah, banyak terpampang baliho-baliho bergambar wanita dengan aurat
terbuka. Terlihat di mana-mana iklan ribawi dan alunan musik yang jelas-jelas
merupakan larangan Allah Ta’ala.

Begitu pula banyak pelanggaran syariat disodorkan kepada kita, ketika terhubung
ke internet menggunakan smartphone atau laptop. Niat yang sebelumnya akan
digunakan untuk berkomunikasi, membaca hal-hal yang bermanfaat, atau pun
bertransaksi sesuai syariat, seketika dihadapkan dengan iklan tawaran perjudian,
pinjaman ribawi, hingga fasilitas untuk berbuat zina. Bahkan, praktik-praktik
kesyirikan pun menjadi hal yang sangat mudah untuk diakses. Sebut saja perdukunan
online, ramalan, hingga adopsi boneka arwah yang saat ini sedang viral di jagad
maya.

Mari kita sadari, di balik kemudahan dalam mengakses kemaksiatan itu, Allah Ta’ala
pun memudahkan kita untuk mencari ilmu di era kecanggihan teknologi saat ini. Kita
dengan mudah bisa memperoleh informasi tentang ulama-ulama yang berkualitas
dalam keilmuannya. Kita pun dapat mengetahui dengan siapa kita sedang
mengambil ilmu. Teknologi ini juga memberikan kita kemudahan untuk mencari tahu
latar belakang pendidikan seorang yang sedang kita ambil ilmunya. Bahkan, meski
di saat pandemi, kita masih dapat mendengarkan kajian para ulama Hafizahumullah
menyampaikan ilmu agama.

Oleh karenanya, orang beriman yang masih istiqamah dengan keimanannya, tentu
akan berusaha menghindari potensi-potensi dosa. Bahkan, ia mampu
memanfaatkan fasilitas itu di jalan yang diridai oleh Allah Ta’ala. Adapun orang yang
lemah imannya, akan menikmati itu semua dengan dalih sulit untuk menghindarinya.
Naudzubillah.

Menjauhi perbuatan dosa


Saudaraku, ketahuilah bahwa tidak ada toleransi untuk orang yang berbuat dosa.
Hukum asal suatu dosa itu adalah larangan yang mutlak untuk kita tinggalkan.
Perhatikan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,
َ َ ‫ وﻣﺎ أَﻣ ْرﺗ ُ ُﻛم ِﺑ ِﮫ َﻓﺄْﺗُوا ِﻣ ْﻧﮫُ ﻣﺎ ا ْﺳﺗ‬،ُ‫ﺎﺟﺗَ ِﻧﺑُ ْوه‬
ُ ‫ َﻓﺈِﻧﱠ َﻣﺎ أَ ْھ َﻠ َك اﻟﱠ ِذﯾْنَ َﻣ ْن َﻗﺑ َْﻠ ُﻛ ْم َﻛﺛْ َرة‬،‫ط ْﻌﺗ ُ ْم‬ َ ‫َﻣﺎ ﻧ ََﮭﯾْﺗُ ُﻛ ْم‬
ْ ‫ﻋ ْﻧﮫُ َﻓ‬
َ ْ َ َ َ
‫ﻋ َﻠﻰ أَ ْﻧﺑِ َﯾﺎ ِﺋ ِﮭم‬
َ ‫اﺧ ِﺗﻼَﻓُ ُﮭ ْم‬
ْ ‫ﻣ َﺳﺎ ِﺋ ِﻠﮭ ْم و‬
َ ِ َ
“Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka
kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang
sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka”
(HR. Bukhari no. 7288, dan Muslim no. 1337. Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiallahu’anhu).

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas menegaskan bahwa terhadap


segala larangan Allah, kita dituntut untuk menjauhi dan meninggalkannya tanpa
syarat. Berbeda dengan perintah, kita dituntut untuk mengerjakannya sejauh yang
kita mampu.

Artinya, meskipun kita berada di era perkembangan dan kemajuan teknologi ini, tidak
serta merta dimaklumi ketika berbuat dosa. Tidak ada alasan melakukan larangan
Allah seenaknya dengan alasan sulit untuk menghindarinya. Bahkan, tidak sedikit
pula yang beralasan tidak mengetahui bahwa hal yang sedang dilakukannya
mengandung dosa.

Dampak dosa-dosa di dunia


Pertama, kehidupan yang sempit

Orang-orang yang bermaksiat kepada Allah akan menghadapi kehidupan yang


sempit, baik di dunia maupun di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺷ ُر ٗه َﯾ ْو َم ْاﻟ ِﻘ ٰﯾ َﻣ ِﺔ اَﻋ ْٰﻣﻰ‬


ُ ‫ﺿ ْﻧ ًﻛﺎ ﱠوﻧ َْﺣ‬ ً
َ ‫ي ﻓَﺎ ﱠِن َﻟﮫٗ َﻣ ِﻌ ْﯾﺷَﺔ‬ ْ
ْ ‫ﻋ ْن ِذﻛ ِر‬ َ ‫َو َﻣ ْن اَﻋ َْر‬
َ ‫ض‬
“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani
kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam
keadaan buta” (QS. Taha: 124).

Dalam ayat di atas Allah Ta’ala menegaskan bahwa orang-orang yang melanggar
batasan-batasan syariat Allah Ta’ala akan merasakan dampak dan akibatnya.
Tidak hanya dampak di akhirat dengan keadaan buta, tapi dampak dari dosa juga
akan dirasakan di dunia berupa kehidupan yang sempit.

Kedua, musibah demi musibah


Tidak dapat dipungkiri dan nyata terjadi, bahwa mereka menerima dampak di dunia
dari dosa yang mereka lakukan. Dampak dosa tersebut berupa musibah demi
musibah yang menimpa. Mulai dari bencana alam, hancurnya properti, hilangnya
harta benda, kehilangan organ tubuh, kehilangan pekerjaan, dan berbagai musibah
lain yang bersumber dari dosa-dosa yang dilakukan.

Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ت اَ ْﯾ ِدﯾ ُْﻛ ْم َو َﯾ ْﻌﻔُ ْوا‬


‫ﻋ ْن َﻛ ِﺛﯾ ۗ ٍْر‬ ِ ‫ﺻ َﺎﺑ ُﻛ ْم ِ ّﻣ ْن ﱡﻣ‬
َ ‫ﺻﯾ َْﺑ ٍﺔ ﻓَ ِﺑ َﻣﺎ َﻛ‬
ْ ‫ﺳ َﺑ‬ َ َ‫َو َﻣﺎ ٓ ا‬
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-
kesalahanmu)” (QS. Asy-Syura: 30).

Berkaitan dengan ayat tersebut, Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

ُ ‫ت أَ ْﯾ ِد‬
‫ﯾﻛ ْم‬ ْ ‫ﺳ َﺑ‬ ِ ‫ﺻﺎ َﺑ ُﻛ ْم ِﻣ ْن ُﻣ‬
َ ‫ﺻﯾ َﺑ ٍﺔ ﻓَ ِﺑ َﻣﺎ َﻛ‬
َ
َ ‫َو َﻣﺎ أ‬
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah
bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87).

Ketiga, kehilangan nikmat Allah

Kebahagiaan yang diinginkan oleh manusia tentu tidak saja berupa kenikmatan di
akhirat saja. Tapi juga kenikmatan di dunia berupa rezeki yang melimpah dan
ketenangan jiwa. Namun, kadang kala kenikmatan di dunia itu tidak didapatkan.
Alasannya tidak lain karena perbuatan manusia itu sendiri.

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah Rahimahullah berkata,

“Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan
mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari
seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga
disebabkan oleh dosa” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Allah Ta’ala berfirman,

َ َ َ ً َ
‫ﯾم‬
ٌ ‫ﻋ ِﻠ‬
َ ‫ﯾﻊ‬
ٌ ‫ﺳ ِﻣ‬ َّ ‫ﻋﻠَﻰ َﻗ ْو ٍم َﺣﺗﱠﻰ ﯾُ َﻐ ِﯾّ ُرواْ َﻣﺎ ِﺑﺄﻧﻔُ ِﺳ ِﮭ ْم َوأ ﱠن‬
َ k َ ‫ ﻟَ ْم َﯾ ُك ُﻣ َﻐ ِﯾّ ًرا ِﻧّ ْﻌ َﻣﺔ أ ْﻧ َﻌ َﻣ َﮭﺎ‬k
َّ ‫َذ ِﻟ َك ِﺑﺄ ﱠن‬
“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak
akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum,
hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Anfal: 53).

Untuk memperoleh nikmat itu kembali, tidak ada cara lain kecuali dengan mengubah
diri sendiri dari yang sebelumnya berada dalam kubangan maksiat, menuju ketaatan
pada Allah Ta’ala. Semoga dengan hal itu Allah berikan petunjuk untuk mendapatkan
kembali karunia Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

‫ َﻻ ﯾُ َﻐ ِﯾّ ُر َﻣﺎ ِﺑﻘَ ْو ٍم َﺣﺗﱣﻰ ﯾُ َﻐ ِﯾّ ُر ْوا َﻣﺎ ِﺑﺎ َ ْﻧﻔُ ِﺳ ِﮭ ۗ ْم‬k ‫ﱠ‬
َ ‫اِن ﱣ‬
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ro’du: 11).

Lantas, bagaimana sebaiknya kita menyikapi kondisi demikian? Jawabannya adalah


dengan bertekad untuk tidak melakukan dosa.

Bertekad setiap pagi untuk menjauhi dosa


Saudaraku, penting bagi kita untuk senantiasa menjaga diri dari dosa. Dosa itu ibarat
racun. Apabila kita mengonsumsinya, maka akan membahayakan hidup kita.
Terlepas dari apakah kita mengetahui itu racun atau tidak.

Begitu pula dengan dosa. Meski kita tidak tahu bahwa itu dosa, tetapi tetap akan
berdampak bagi kehidupan kita. Maka hendaklah kita mempelajari ilmu agama lebih
dalam, khususnya untuk mengetahui perkara-perkara yang menjadi larangan Allah.
Kemudian bertekadlah untuk menjauhinya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita zikir-zikir yang
sangat mulia untuk diucapkan. Di antaranya adalah zikir di pagi hari. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita salah satu zikir yang dibaca di pagi
hari yakni,

‫ﻋ ْوذُ ِﺑ َك ِﻣ ْن ﺷ ِ َّر َﻣﺎ ِﻓ ْﻲ َھ َذا ْاﻟ َﯾ ْو ِم َوﺷ ِ َّر َﻣﺎ‬


ُ َ ‫ َوأ‬،ُ‫ب أَ ْﺳﺄَﻟُ َك َﺧﯾ َْر َﻣﺎ ﻓِ ْﻲ َھ َذا ْاﻟﯾَ ْو ِم َوﺧَ ﯾ َْر َﻣﺎ َﺑ ْﻌ َده‬
ِ ّ ‫َر‬
ُ‫َﺑ ْﻌ َده‬
“Wahai Rabbku, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan
sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan
sesudahnya” (HR. Muslim no. 2723).
Ketika membaca zikir ini, pahami dan resapilah maknanya. Kemudian bertekadlah
untuk menjauhi segala potensi kemaksiatan di setiap hari yang akan kita lalui. Allah
Ta’ala tentu Maha Melihat bagaimana tekad dan upaya kita untuk menjaga diri dari
larangan-Nya. Semoga dengannya Allah Ta’ala memberikan kepada kita
kemudahan untuk istikamah dalam menjauhi larangan-larangan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,


ْ
‫ﻋ ِن ْاﻟ َﮭ ٰو ۙى ﻓَﺎ ﱠِن ْاﻟ َﺟﻧﱠﺔَ ِھﻲ ْاﻟ َﻣﺄ ٰو ۗى‬
َ ‫س‬ ْ
َ ‫ﺎم َر ِﺑّ ٖﮫ َوﻧ ََﮭﻰ اﻟﻧﱠﻔ‬ َ َ ‫َواَ ﱠﻣﺎ َﻣ ْن ﺧ‬
َ ‫َﺎف َﻣﻘ‬
َ
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan
diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya)” (QS. An-Naziat: 40-41).

Menyadari keberadaan setan yang selalu menggoda


Sangat penting bagi kita menyadari keberadaan setan yang selalu menggoda agar
mudah melanggar batasan-batasan syariat. Terlebih bagi kita yang kini hidup di
zaman yang penuh dengan fitnah dan cobaan ini. Kita dihadapkan dengan fitnah
berupa kemudahan dalam bermaksiat dan setan yang senantiasa membisikkan
kekufuran.

Perhatikanlah, bahwa setan telah bersumpah untuk senantiasa menghalangi kita


berbuat kebaikan. Ia akan berusaha agar kita selalu berada dalam kubangan
maksiat. Allah Ta’ala berfirman tentang perkataan setan yang akan menggoda
manusia,

ْ ‫اط َك ْاﻟ ُﻣ ْﺳﺗَ ِﻘﯾم ﺛ ُ ﱠم َﻵﺗِ َﯾﻧﱠ ُﮭ ْم ِﻣ ْن ﺑَﯾ ِْن أَ ْﯾ ِد‬


َ ‫ﺻر‬ َْ َ
‫ﻋ ْن‬
َ ‫ﯾﮭ ْم َو ِﻣ ْن ﺧَﻠ ِﻔ ِﮭ ْم َو‬ ِ َ ِ ‫ﻗَﺎ َل َﻓ ِﺑ َﻣﺎ أ ْﻏ َو ْﯾﺗ َ ِﻧﻲ َﻷﻗﻌُ َد ﱠن َﻟ ُﮭ ْم‬
َ ‫ﻋ ْن ﺷ ََﻣﺎﺋِ ِﻠ ِﮭ ْم َو َﻻ ﺗَ ِﺟ ُد أَ ْﻛﺛ َ َر ُھ ْم ﺷَﺎ ِﻛ ِر‬
‫ﯾن‬ َ
َ ‫أﯾ َْﻣﺎﻧِ ِﮭ ْم َو‬
“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-
benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya
akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur“ (QS.
Al-A’raf: 16-17).

Oleh karenanya, setiap berhasrat untuk melakukan sesuatu yang mengarah pada
kemaksiatan, segeralah menyadari bahwa setan sedang membisikkan godaan untuk
melakukannya. Kemudian mohonlah perlindungan kepada Allah Ta’ala dengan
membaca doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut,
ْ ُ ُ ُ َ ‫اﻟﻠﱠﮭم إ ِﻧّﻲ أ‬
‫ﺳ َﺧ ِط َك‬
َ ِ‫ﺎء ِة ِﻧﻘ َﻣ ِﺗ َك َو َﺟ ِﻣﯾْﻊ‬ ِ ‫ﻋ ْوذ ِﺑ َك ِﻣ ْن زَ َو‬
َ ‫ال ِﻧ ْﻌ َﻣ ِﺗ َك َوﺗ َ َﺣ ﱡو ِل َﻋﺎ ِﻓﯾﱠ ِﺗ َك َوﻓ َﺟ‬ ِ ‫ُﱠ‬
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan,
berubahnya al-âfiyah (kebaikan dunia dan akhirat –pen), balasan yang tiba-tiba,
dan aku berlindung dari segala yang Engkau murkai” (HR. Muslim no. 2739).

Segera bertaubat ketika terlanjur melakukan dosa


Saudaraku, kita adalah hamba Allah yang lemah. Senantiasa berbuat kekeliruan dan
kesalahan. Meski demikian, tetaplah berusaha untuk menjaga segala amanah yang
diberikan Allah Ta’ala. Termasuk di antaranya adalah menjaga jiwa dan raga ini dari
dosa-dosa. Apabila kita terlanjur terjerumus dalam kemaksiatan, segeralah
memohon ampunan kepada Allah Ta’ala dan bertekadlah untuk tidak
mengulanginya.

Diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam, sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman,

‫وب َﺟ ِﻣﯾ ًﻌﺎ ﻓَﺎ ْﺳﺗَ ْﻐ ِﻔ ُرو ِﻧﻰ أ َ ْﻏ ِﻔ ْر َﻟ ُﻛ ْم‬ ‫ﱡ‬ َ َ


َ ُ‫ﺎر َوأﻧَﺎ أ ْﻏ ِﻔ ُر اﻟذﻧ‬
‫ﯾﺎ ِﻋﺑﺎ ِدى إﻧﱠ ُﻛم ﺗ ُ ْﺧ ِطﺋ ُ َ ﱠ‬
ِ ‫ون ِﺑﺎﻟﻠﯾ ِْل َواﻟﻧﱠ َﮭ‬ ْ ِ َ َ
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam,
dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku,
pasti Aku mengampuni kalian” (HR. Muslim no. 6737).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫َطﺎء و َﺧﯾْر ْاﻟﺧ ﱠ‬


َ‫َطﺎ ِﺋﯾْنَ اﻟﺗﱠ ﱠواﺑُ ْون‬ ‫ﱠ‬
ُ َ ٌ ‫ُﻛ ﱡل َﺑ ِﻧﻲ آ َد َم ﺧ‬
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat
kesalahan adalah yang bertaubat” (HR. Tirmizi no. 2499, Shahih al-Targīb 3139.
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu).

‫ َﻓﺈ ِ ْن‬،ُ‫ﺻ ِﻘ َل َﻗ ْﻠﺑُﮫ‬


ُ ،‫ع َوا ْﺳﺗَ ْﻐ َﻔ َر‬
ْ
َ َ‫ ﻓَﺈ ِ ْن ﺗ‬،‫اء ﻓِﻲ َﻗﻠ ِﺑ ِﮫ‬
َ َ‫ﺎب َوﻧَز‬ ُ ‫ﺳ ْو َد‬
ٌ
َ ‫َت ﻧُ ْﻛﺗَﺔ‬
ْ ‫َب َﻛﺎﻧ‬ َْ ْ
َ ‫ِإ ﱠن اﻟ ُﻣؤْ ِﻣ َن ِإ َذا أذﻧ‬
{ َ‫ﻋﻠَ ٰﻰ ﻗُﻠُوﺑِ ِﮭ ْم َﻣﺎ َﻛﺎﻧُوا َﯾ ْﻛ ِﺳﺑُون‬ ‫ َﻓ َذ ِﻟ َك اﻟر ُ ﱠ‬،‫ت‬
َ َ‫ ﻓِﻲ ِﻛﺗَﺎﺑِ ِﮫ } َﻛ ﱠﻼ ۖ َﺑ ْل ۜ َران‬k
ُ ‫ان اﻟذِي َذ َﻛ َرهُ ﱠ‬ ‫ﱠ‬ ْ ‫ زَ ا َد‬،‫زَ ا َد‬

“Sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa maka akan dibubuhkan satu titik
hitam di (permukaan) hatinya. Kalau dia (segera) bertaubat, meninggalkan (dosa
tersebut) dan memohon ampun (kepada Allâh Azza wa Jalla), maka hatinya akan
bening (kembali), (tetapi) jika dosanya bertambah, maka akan bertambah pula titik
hitam tersebut. Itulah (makna) ar-rân (penutup hati) yang Allâh sebutkan dalam Al-
Qur’an, (yang artinya -pen), ‘Sekali-kali tidak (demikian), bahkan menutupi hati
mereka perbuatan (dosa) yang selalu mereka lakukan'” (HR. Ibnu Majah 37/4385).
Akhir kata, kita selayaknya menyadari bahwa hidup di zaman yang penuh dengan
fitnah dan cobaan ini tidak boleh berlepas diri dari pengetahuan tentang syariat
Allah Ta’ala. Khususnya pengetahuan dalam menjaga diri dari perbuatan maksiat
yang dapat menjerumuskan kita ke dalam kesengsaraan di dunia dan di akhirat.
Memahami hakikat dosa dan akibatnya, bertekad untuk tidak melakukan dosa, dan
segera bertaubat, serta memperbaiki diri apabila terlanjur berbuat dosa. Wallahu
a’lam.

Baca Juga:

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel: Muslim.or.id

Anda mungkin juga menyukai