Anda di halaman 1dari 7

SEGERALAH BERTAUBAT KEPADA ALLAH!

‫ يَآايُّهَا النَّاسُ تُوْ بُوْ ا ِإلَى هللاِ َوا ْستَ ْغفِرُوْ هُ فَِإنِّي َأتُوْ بُ فِي ْاليَوْ ِم‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫ار ْال ُم َزنِي قَا َل‬
ٍ ‫ع َِن اَْأل َغ ِّر ْب ِن يَ َس‬
َ
‫ ِماَئة َم َّر ٍة‬.

Dari Agharr bin Yasar Al Muzani, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda,”Hai sekalian manusia! Taubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun
kepadaNya, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus
kali”[1]

MAKNA TAUBAT
Asal makna taubat ialah:

ِ ‫ع ِمنَ ال َّذ ْن‬


‫ب‬ ُ ْ‫الرُّ جُو‬.

(kembali dari kesalahan dan dosa menuju kepada ketaatan). Berasal dari kata:

‫ْصيَ ِة ِإلَى الطَّا َع ِة‬ َ ‫َاب ِإلَى هللاِ يَتُوْ بُ تَوْ با ً َوتَوْ بَةً َو َمتَابا ً بِ َم ْعنَى َأن‬
ِ ‫َاب َو َر َج َع َع ِن ال َمع‬ َ ‫ت‬.

(orang yang bertaubat kepada Allah ialah, orang yang kembali dari perbuatan maksiat menuju
perbuatan taat).

ُ‫او َد ْاِإل ْن َسانُ َما ا ْقت ََرفَه‬


ِ ‫ع َو ْال َع ْز ُم َعلَى َأالَّ يُ َع‬
ُ َ‫ َْاِإل ْعتِ َرافُ َوالنَّ َد ُم َو ْاِإل ْقال‬: ُ‫التَّوْ بَة‬.

(seseorang dikatakan bertaubat, kalau ia mengakui dosa-dosanya, menyesal, berhenti dan


berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan itu).[2]

SYARAH HADITS
Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) di antara ulama tentang wajibnya taubat. Bahkan taubat
adalah fardhu ‘ain yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi (wafat th. 689 H.) rahimahullah berkata,”Para ulama telah ijma’
tentang wajibnya taubat, karena sesungguhnya dosa-dosa membinasakan manusia dan
menjauhkan manusia dari Allah. Maka, wajib segera bertaubat.”[3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk bertaubat, dan perintah ini merupakan
perintah wajib yang harus segera dilaksanakan sebelum ajal tiba. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman, “: …Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
agar kamu beruntung. (An Nur : 31). Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubat yang benar (ikhlas) … (At Tahrim : 8). Dan hendaklah kamu meminta ampun
kepada Rabb-mu dan bertaubat kepadaNya, (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya
Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu, hingga pada waktu yang
telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan
(balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut, kamu akan ditimpa siksa
hari Kiamat. (Hud : 3).

Taubat wajib dilakukan dengan segera, tidak boleh ditunda. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata,”Sesungguhnya segera bertaubat kepada Allah dari perbuatan dosa hukumnya adalah
wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda.”[4]

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,”Para ulama telah sepakat, bahwa bertaubat dari seluruh
perbuatan maksiat adalah wajib; wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda, apakah
itu dosa kecil atau dosa besar.”[5]

Kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia banyak sekali. Setiap hari, manusia
pernah berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa kepada Khaliq (Allah Maha
Pencipta) maupun dosa kepada makhlukNya. Setiap anggota tubuh manusia pernah melakukan
kesalahan dan dosa. Mata sering melihat yang haram, lidah sering bicara yang tidak benar,
berdusta, melaknat, sumpah palsu, menuduh, membicarakan aib sesama muslim (ghibah),
mencela, mengejek, menghina, mengadu-domba, memfitnah, dan lain-lain. Telinga sering
mendengarkan lagu dan musik yang jelas bahwa hukumnya haram, tangan sering menyentuh
perempuan yang bukan mahram, mengambil barang yang bukan miliknya (ghasab), mencuri,
memukul, bahkan membunuh, atau melakukan kejahatan lainnya. Kaki pun sering melangkah ke
tempat-tempat maksiat dan dosa-dosa lainnya. Dosa dan kesalahan akan berakibat keburukan dan
kehinaan bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat, bila orang itu tidak segera bertaubat
kepada Allah.

Setiap muslim dan muslimah pernah berbuat salah, baik dia sebagai orang awam maupun
seorang ustadz, da’i, pendidik, kyai, atau pun ulama. Karena itu, setiap orang tidak boleh lepas
dari istighfar (minta ampun kepada Allah) dan selalu bertaubat kepadaNya, sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setiap hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampun kepada Allah sebanyak seratus
kali. Bahkan dalam suatu hadits disebutkan, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta
ampun kepada Allah seratus kali dalam satu majelisnya.

َ‫ي ِإنَّكَ َأ ْنت‬


َّ َ‫ َربِّ ا ْغفِرْ لِي َوتُبْ َعل‬،‫س ْال َوا ِح ِد ِماَئةَ َم َّر ٍة‬
ِ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي ْال َمجْ ل‬
َ ِ‫ال ِإ ْن ُكنَّا لَنَ ُع ُّد لِ َرسُوْ ِل هللا‬
َ َ‫َع ِن اب ِْن ُع َم َر ق‬
‫َّح ْي ُم‬
ِ ‫ر‬ ‫ال‬ ُ‫َّاب‬‫و‬ َ ‫ت‬.

“Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,”Kami pernah menghitung di satu majelis Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa seratus kali beliau mengucapkan, ‘Ya Rabb-ku, ampunilah aku dan aku
bertaubat kepadaMu, sesungguhnya Engkau Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang’.”[6]

Jika seorang muslim dan muslimah pernah berbuat dosa-dosa besar atau dosa yang paling besar,
maka segeralah bertaubat. Tidak ada kata terlambat dalam masalah taubat, pintu taubat selalu
terbuka sampai matahari terbit dari barat.
Dalam sebuah hadits dari Abu Musa ‘Abdullah bin Qais Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ْ ‫ب ُم ِسيُئ اللَّ ْي ِل َحتَّى ت‬


‫َطلُ َع ال َّش ْمسُ ِم ْن َم ْغ ِربِهَا‬ ِ َ‫ار َويَ ْب ُسطُ يَ َدهُ بِالنَّه‬
َ ْ‫ار لِيَتُو‬ َ ْ‫ِإ َّن هللاَ يَ ْب ُسطُ يَ َدهُ بِاللَّ ْي ِل لِيَتُو‬.
ِ َ‫ب ُم ِسيُئ النَّه‬

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membuka tanganNya di waktu malam untuk
menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tanganNya
pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari.
Begitulah, hingga matahari terbit dari barat” [7]

Hadits ini dan hadits-hadits yang lainnya menunjukkan, bahwasanya Allah Azza wa Jalla
senantiasa memberi ampunan di setiap waktu dan menerima taubat setiap saat. Dia selalu
mendengar suara istighfar dan mengetahui taubat hambaNya, kapan saja dan dimana saja. Oleh
karena itu, jika manusia mengabaikan perkara taubat ini dan lengah dalam menggunakan
kesempatan untuk mencapai keselamatan, maka rahmat Allah nan luas itu akan berbalik menjadi
malapetaka, kesedihan dan kepedihan di padang mahsyar. Hal ini tak ubahnya seseorang yang
sedang kehausan, padahal di hadapannya ada air bersih, namun ia tidak dapat menjamahnya,
hingga datanglah maut menjemput sesudah merasakan penderitaan haus tersebut. Begitulah
gambaran orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka. Pintu rahmat sebenarnya terbuka
lebar, tetapi mereka enggan memasukinya. Jalan keselamatan sudah tersedia, namun mereka
tetap berjalan di jalan kesesatan.

Dan apabila tanda-tanda Kiamat besar telah tampak, yakni matahari sudah terbit dari barat.
Kematian sudah di ambang pintu, yakni nyawa sudah berada di tenggorokan, maka taubat tidak
lagi diterima. Wal’iyadzubillah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


ِ ‫ك ۗ يَوْ َم يَْأتِي بَعْضُ آيَا‬
‫ت َربِّكَ اَل يَ ْنفَ ُع نَ ْفسًا ِإي َمانُهَا لَ ْم تَ ُك ْن‬ َ ِّ‫ت َرب‬ِ ‫ك َأوْ يَْأتِ َي بَعْضُ آيَا‬
َ ُّ‫هَلْ يَ ْنظُرُونَ ِإاَّل َأ ْن تَْأتِيَهُ ُم ْال َماَل ِئ َكةُ َأوْ يَْأتِ َي َرب‬
َ‫ت فِي ِإي َمانِهَا َخ ْيرًا ۗ قُ ِل ا ْنتَ ِظرُوا ِإنَّا ُم ْنت َِظرُون‬ ْ َ‫َت ِم ْن قَ ْب ُل َأوْ َك َسب‬ْ ‫آ َمن‬

” Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk
mencabut nyawa mereka), atau datangnya siksa Rabb-mu atau kedatangan beberapa ayat Rabb-
mu. Pada hari datangnya beberapa ayat Rabb-mu, maka iman seseorang sudah tidak lagi
berguna, yang sebelumnya itu tidak pernah beriman atau selama dalam imannya itu dia tidak
pernah melakukan kebajikan. Katakanlah: “Tunggullah, sesungguhnya Kami akan menunggu”.
[Al An’am/6:158]

Dalam surat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫ْت اآْل نَ َواَل الَّ ِذينَ يَ ُموتُونَ َوهُ ْم ُكفَّا ٌر ۚ ُأو ٰلَِئكَ َأ ْعتَ ْدنَا‬ ُ ْ‫ض َر َأ َح َدهُ ُم ْال َمو‬
ُ ‫ت قَا َل ِإنِّي تُب‬ ِ ‫ت التَّوْ بَةُ لِلَّ ِذينَ يَ ْع َملُونَ ال َّسيَِّئا‬
َ ‫ت َحتَّ ٰى ِإ َذا َح‬ ِ ‫َولَ ْي َس‬
‫لَهُ ْم َع َذابًا َألِي ًما‬

“Taubat itu bukanlah bagi orang-orang yang berbuat kemaksiyatan, sehingga apabila kematian
telah datang kepada seseorang di antara mereka lalu ia berkata: “Sungguh sekarang ini aku
taubat” dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati dalam keadaan kafir. Bagi
mereka Kami sediakan siksa yang pedih”. [An Nisa`/4 : 18].

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al
Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ‫ِإ َّن هللاَ يَ ْقبَ ُل تَوْ بَةَ ْال َع ْب ِد َما لَ ْم يُغَرْ ِغر‬.

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai di
tenggorokan”.[8]

SYARAT-SYARAT TAUBAT
Para ulama menjelaskan syarat-syarat taubat yang diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai
berikut:

ُ َ‫(اِإل ْقال‬al iqla’u), orang yang berbuat dosa harus berhenti dari perbuatan dosa dan maksiat yang
1. ِ‫ع‬
selama ini ia pernah lakukan.

2. ‫( النَّ َد ُم‬an nadamu), dia harus menyesali perbuatan dosanya itu.

3. ‫( اَ ْل َع ْز ُم‬al ‘azmu), dia harus mempunyai tekad yang bulat untuk tidak mengulangi perbuatan itu.

4. Jika perbuatan dosanya itu ada hubungannya dengan orang lain, maka di samping tiga syarat
di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu harus ada pernyataan bebas dari hak kawan yang
dirugikan itu. Jika yang dirugikan itu hartanya, maka hartanya itu harus dikembalikan. Jika
berupa tuduhan jahat, maka ia harus meminta maaf, dan jika berupa ghibah atau umpatan, maka
ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak perlu minta maaf kepada orang yang diumpat.[9]

Di samping syarat-syarat di atas, dianjurkan pula bagi orang yang bertaubat untuk melakukan
shalat dua raka’at yang dinamakan Shalat Taubat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari
Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

‫اح َشةً َأوْ ظَلَ ُموْ ا‬ َ َ‫صلِّى ثُ َّم يَ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ِإالَّ َغفَ َر هللاُ لَهُ ثُ َّم قَ َرَأ هَ َذ ِه اآليَة‬
ِ َ‫(والَّ ِذ ْينَ ِإ َذا فَ َعلُوْ ا ف‬ َ ُ‫َما ِم ْن َر ُج ٍل ي ُْذنِبُ َذ ْنبا ً ثُ َّم يَقُوْ ُم فَيَتَطَهَّ ُر ثُ َّم ي‬
ُ ُ ‫َأ‬
‫ ْنف َسهُ ْم َذ َكرُوْ ا هللاَ فَا َستَ َغفَرُوْ ا لِذنُوْ بِ ِه ْم‬.

“Jika seorang hamba berbuat dosa kemudian ia pergi bersuci (berwudhu’), lalu ia shalat (dua
raka’at), lalu ia mohon ampun kepada Allah (dari dosa tersebut), niscaya Allah akan ampunkan
dosanya”.
Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini:

َ ُ‫ظلَ ُموا َأ ْنفُ َسهُ ْم َذ َكرُوا هَّللا َ فَا ْستَ ْغفَرُوا لِ ُذنُوبِ ِه ْم َو َم ْن يَ ْغفِ ُر ال ُّذن‬
ِ ُ‫وب ِإاَّل هَّللا ُ َولَ ْم ي‬
‫صرُّ وا َعلَ ٰى َما فَ َعلُوا َوهُ ْم‬ َ ْ‫َوالَّ ِذينَ ِإ َذا فَ َعلُوا فَا ِح َشةً َأو‬
َ
َ‫يَ ْعل ُمون‬

“Dan orang-orang yang apabila mengejakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu
sedang mereka mengetahui”. [Ali ‘Imran : 135].”[10]

TINGKATAN MANUSIA YANG BERTAUBAT KEPADA ALLAH[11]


Tingkatan Pertama : Yaitu orang yang istiqamah dalam taubatnya hingga akhir hayatnya. Ia tidak
berkeinginan untuk mengulangi lagi dosanya dan ia berusaha membereskan semua urusannya
yang ia pernah keliru (salah). Tetapi ada sedikit dosa-dosa kecil yang terkadang masih ia
lakukan, dan memang semua manusia tidak bisa lepas dari dosa-dosa kecil ini, namun ia selalu
bersegera untuk beristighfar dan berbuat kebajikan, ia termasuk orang sabiqun bil khairat. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

… ِ‫ت بِِإ ْذ ِن هللا‬


ِ ‫ق بِ ْالخَ ْي َرا‬ ِ َ‫… َو ِم ْنهُم ُّم ْقت‬
ٌ ِ‫ص ٌد َو ِم ْنهُ ْم َساب‬

“Di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah ..” [Fathir/35
: 32)]

Taubatnya dikatakan taubat nashuha, yakni taubat yang benar dan ikhlas. Nafsu yang demikian
dinamakan nafsu muthmainnah.

Tingkatan Kedua : Yaitu orang yang menempuh jalannya orang-orang yang istiqamah dalam
semua perkara ketaatan dan menjauhkan semua dosa-dosa besar, tetapi ia terkena musibah, yaitu
sering melakukan dosa-dosa kecil tanpa sengaja. Setiap ia melakukan dosa-dosa itu, ia mencela
dirinya sendiri dan menyesali perbuatannya. Orang-orang ini akan mendapakan janji kebaikan
dari Allah Subhanahu w Ta’ala. Allah Azza wa Jalla berfirman :

‫اس ُع ْال َم ْغفِ َر ِة‬ َ ‫الَّ ِذينَ يَجْ تَنِبُونَ َكبَاِئ َر اِإْل ْث ِم َو ْالفَ َوا ِح‬
ِ ‫ش ِإاَّل اللَّ َم َم ۚ ِإ َّن َربَّكَ َو‬

“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-
kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabb-mu Maha Luas ampunanNya…” [An Najm/53 : 32].

Dan nafsu yang demikian dinamakan nafsu lawwamah.

ِ ‫َوآلُأ ْق ِس ُم بِالنَّ ْف‬


‫س اللَّوَّا َم ِة‬

“Dan aku bersumpah dengan nafsu lawwamah (jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri)”. [Al
Qiyamah/75: 2].

Tingkatan Ketiga : Orang yang bertaubat dan istiqamah dalam taubatnya sampai satu waktu,
kemudian suatu saat ia mengerjakan lagi sebagian dari dosa-dosa besar karena ia dikalahkan oleh
syahwatnya. Kendati demikian ia masih tetap menjaga perbuatan-perbuatan yang baik dan masih
tetap taat kepada Allah. Ia selalu menyiapkan dirinya untuk bertaubat dan berkeinginan agar
Allah mengampuni dosa-dosanya. Keadaan orang ini sebagaimana yang Allah firmankan:

َ ُ‫صالِحًا َوآ َخ َر َسيًِّئا َع َسى هَّللا ُ َأ ْن يَت‬


‫وب َعلَ ْي ِه ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬ َ ‫َوآ َخرُونَ ا ْعتَ َرفُوا بِ ُذنُوبِ ِه ْم َخلَطُوا َع َماًل‬

“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan
pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat
mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [At Taubah/9 : 102].

Nafsu inilah yang disebut nafsu mas-ulah


Tingkatan ketiga ini berbahaya, karena bisa jadi ia menunda taubatnya dan mengakhirkannya.
Bahkan ada kemungkinan, sebelum ia berkesempatan untuk bertaubat, Malaikat Maut telah
diperintah Allah k untuk mencabut ruhnya, sedangkan amal-amal manusia dihisab menurut akhir
kehidupan manusia, menjelang mati.

Tingkatan Keempat : Yaitu orang yang bertaubat, tetapi taubatnya hanya sementara waktu saja,
kemudian ia kembali lagi melakukan dosa-dosa dan maksiat, tidak peduli terhadap perintah-
perintah dan larangan-larangan Allah, serta tidak ada rasa menyesal terhadap dosa-dosanya.
Nafsu sudah menguasai kehidupannya serta selalu menyuruh kepada perbuatan-perbuatan yang
jelek. Ia termasuk orang yang terus-menerus dalam perbuatan dosa. Bahkan ia sudah sangat
benci kepada orang-orang yang berbuat baik, dan malah menjauhinya. Nafsu yang demikian ini
dinamakan nafsul ammarah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

َ ‫َو َما ُأبَ ِّرُئ نَ ْف ِسي ۚ ِإ َّن النَّ ْف‬


‫س َأَل َّما َرةٌ بِالسُّو ِء ِإاَّل َما َر ِح َم َربِّي ۚ ِإ َّن َربِّي َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya
Rabb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Yusuf/12 : 53].

Tingkatan keempat ini sangat berbahaya, dan bila ia mati dalam keadaan demikian, maka ia
termasuk su’ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek).

JANJI ALLAH KEPADA ORANG YANG BERTAUBAT DAN ISTIQAMAH DALAM


TAUBATNYA
1. Taubat menghapuskan dosa-dosa, seolah-olah ia tidak berdosa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫التَّاِئبُ ِمنَ ال َّذ ْن‬.


َ ‫ب َك َم ْن الَ َذ ْن‬
ُ‫ب لَه‬

“Orang yang bertaubat dari dosa seolah-olah ia tidak berdosa”.[12]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫ت ۗ َو َكانَ هَّللا ُ َغفُورًا َر ِحي ًما‬ َ ‫صالِحًا فَُأو ٰلَِئ‬


ٍ ‫ك يُبَ ِّد ُل هَّللا ُ َسيَِّئاتِ ِه ْم َح َسنَا‬ َ ‫ِإاَّل َم ْن ت‬
َ ‫َاب َوآ َمنَ َو َع ِم َل َع َماًل‬

“Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman dan beramal shalih, maka Allah akan ganti
kejahatan mereka dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al
Furqan/25 : 70].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ ‫لَيَتَ َمنَّيَ َّن َأ ْق َوا ٌم لَوْ َأ ْكثَرُوْ ا ِمنَ ال َّسيَْئا‬.


ٍ ‫ت الَّ ِذ ْينَ بَ َّد َل هللاُ َع َّز َو َج َّل َسيَِّئاتِ ِه ْم َح َسنَا‬
‫ت‬

“Sesungguhnya ada beberapa kaum bila mereka banyak berbuat kesalahan-kesalahan, mereka
bercita-cita menjadi orang-orang yang Allah Azza wa Jalla mengganti kesalahan-kesalahan
mereka dengan kebajikan”.[13]

2. Allah berjanji menerima taubat mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫ت َوَأ َّن هَّللا َ ه َُو التَّوَّابُ الر‬


‫َّحي ُم‬ َّ ‫َألَ ْم يَ ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ هُ َو يَ ْقبَ ُل التَّوْ بَةَ ع َْن ِعبَا ِد ِه َويَْأ ُخ ُذ ال‬
ِ ‫ص َدقَا‬

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan
menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [At
Taubah/9 : 104]

Juga firmanNya:
‫صالِحًا ثُ َّم ا ْهتَد َٰى‬ َ ‫َوِإنِّي لَ َغفَّا ٌر ِل َم ْن ت‬
َ ‫َاب َوآ َمنَ َو َع ِم َل‬

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal
shalih, kemudian tetap (istiqamah) di jalan yang benar”.[Thaha/20 : 82].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫َاب هللاُ َعلَ ْي ِه‬ ْ ‫َاب قَ ْب َل َأ ْن ت‬


َ ‫َطلُ َع ال َّش ْمسُ ِم ْن َم ْغ ِربِهَا ت‬ َ ‫ َم ْن ت‬.

“Barangsiapa taubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya”.
[14]

3. Orang yang istiqamah dalam taubatnya adalah sebaik-baik manusia.


Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َ‫ ُكلُّ بَنِي آ َد َم َخطَّا ٌء َوخَ ْي ُر ْالخَ طَّاِئ ْينَ التَّوَّابُوْ ن‬.

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah
yang bertaubat” [15].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ ‫ ثُ َّم يَ ْغفِ ُر لَهُ ْم َوهُ َو ْال َغفُوْ ُر الر‬، َ‫ق هللاُ خَ ْلقًا ي ُْذنِبُوْ نَ ثُ َّم يَ ْستَ ْغفِرُوْ ن‬
‫َّح ْي ُم‬ َ َ‫ لَخَ ل‬،‫لَوْ َأ َّن ْال ِعبَا َد لَ ْم ي ُْذنِبُوْ ا‬.

“Seandainya hamba-hamba Allah tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menciptakan makhluk
yang berbuat dosa kemudian mereka istighfar (minta ampun kepada Allah), kemudian Allah
mengampuni dosa mereka dan Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.[16]

TERAPI MUJARAB AGAR BISA ISTIQAMAH DALAM TAUBAT DAN TIDAK TERUS-
MENERUS BERBUAT DOSA DAN MAKSIAT
Setiap penyakit ada obatnya dan setiap penyakit ada ahli yang dapat menangani untuk
menyembuhkannya. Obat penyakit-penyakit badan dan anggota tubuh manusia bisa diserahkan
kepada dokter, tetapi penyakit hati hanya bisa diobati dengan kembali kepada agama yang benar.

Hati yang lalai merupakan pokok segala kesalahan. Dan penyakit hati ini lebih banyak dari
penyakit badan, karena orang tersebut tidak merasa bahwa dirinya sedang sakit. Akibat yang
ditimbulkan dari penyakit ini, seolah-olah tidak dapat tampak di dunia. Oleh karena itu, obat
yang mujarab bagi penyakit ini, sesudah ia kembali ke agama yang benar ialah:

1. Mengingat ayat-ayat Allah Azza wa Jalla yang menakutkan dan mengerikan tentang siksa
yang pedih bagi orang yang berbuat dosa dan maksiat. Bacalah juz ‘Amma beserta artinya, dan
sebaiknya hafalkanlah.

2. Bacalah hikayat para nabi ‘alaihimush shalatu was salam bersama ummatnya dan para
salafush shalih, dan musibah-musibah yang menimpa mereka beserta ummatnya disebabkan dosa
yang mereka lakukan.

3. Ingatlah, bahwa setiap dosa dan maksiat berakibat buruk di dunia maupun akhirat.

4. Ingat dan perhatikanlah satu per satu ayat-ayat Al Qur`an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang mengisahkan tentang siksa akibat perbuatan dosa, seperti dosa minum
khamr, dosa riba, dosa zina, dosa khianat, dosa ghibah, dosa membunuh, dan lain-lain.

5. Bacalah istighfar dan sayyidul istighfar setiap hari.


Sayyidul istighfar, do’a memohon ampun kepada Allah
َ‫ َأبُوْ ُء لَك‬،‫ْت‬
ُ ‫صنَع‬َ ‫ك ِم ْن َشرِّ َما‬ َ ِ‫ َأ ُعوْ ُذ ب‬،‫ْت‬
ُ ‫طع‬ َ َ‫ك َما ا ْست‬ َ ‫ك َو َو ْع ِد‬ َ ‫ك َوَأنَا َعلَى َع ْه ِد‬
َ ‫اللَّهُ َّم َأ ْنتَ َرب ِّْي الَ ِإلَهَ ِإالَّ َأ ْنتَ َخلَ ْقتَنِ ْي َوَأنَا َع ْب ُد‬
ْ ‫َأ‬ َّ
َ‫ب ِإال نت‬ ُ ُّ ْ َّ ْ ْ َ ‫َأ‬
َ ْ‫ي َو بُوْ ُء بِذنبِ ْي فَاغفِرْ لِ ْي فَِإنهُ الَ يَغفِ ُر الذنو‬ َ
َّ ‫ك َعل‬ َ ِ‫بِنِ ْع َمت‬.

“Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali
Engkau, Engkau-lah yang menciptakanku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada
perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan (apa) yang telah
kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu (yang diberikan) kepadaku, dan aku mengakui dosaku.
Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali
Engkau”.[17]

Do’a memohon ampunan dan rahmat Allah

َ‫ِّت َأ ْقدَا َمنَا َوانصُرْ نَا َعلَى ْالقَوْ ِم ْال َكافِ ِرين‬
ْ ‫َربَّنَا ا ْغفِرْ لَنَا ُذنُوبَنَا َوِإ ْس َرافَنَا فِي َأ ْم ِرنَا َوثَب‬

“Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tin-dakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan
dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir”.[Ali ‘Imran : 147].

َ‫ظلَ ْمنَا َأنفُ َسنَا َوِإن لَّ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخَا ِس ِرين‬
َ ‫َربَّنَا‬

“Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni
kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi”.[Al A’raf : 23].

FIQHUL HADITS
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits dalam pembahasan ini ialah:
1. Setiap manusia pernah berbuat dosa dan kesalahan.
2. Kita wajib bertaubat dan meninggalkan semua sifat yang tercela.
3. Bertaubat wajib dengan segera, tidak boleh ditunda.
4. Beristighfar dan bertaubat itu hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berusaha
mengadakan ishlah (perbaikan).
5. Pintu taubat masih tetap terbuka siang dan malam.
6. Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima taubat, apabila ruh sudah berada di tenggorokan,
dan apabila matahari telah terbit dari barat (hari Kiamat).
7. Nabi Muhammad n setiap hari beristighfar dan bertaubat.
8. Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada orang-orang yang bertaubat. Allah Azza wa Jalla
berfirman.

َ‫ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين‬

“… Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri” [Al Baqarah/2 : 222].

Wallahu a’lamu bish shawab.

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Anda mungkin juga menyukai