Anda di halaman 1dari 5

Tidak diragukan lagi, bahwa segala kesusahan dan kesedihan yang dirasakan

oleh seorang muslim adalah buah dari dosa-dosa yang ia lakukan. Allah Ta’ala
berfirman,

‫َو َم ا َأَص اَب ُك م ِّم ن ُّم ِص يَب ٍة َفِبَم ا َك َسَب ْت َأْي ِديُك ْم َو َيْع ُفو َع ن َك ِثيٍر‬
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” [Quran Asy-Syura: 30]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َم ا ُيِص يُب اْلُمْس ِلَم ِمْن َن َص ٍب َو اَل َو َص ٍب َو اَل َه ٍّم َو اَل ُح ْز ٍن َو اَل َأًذ ى َو اَل َغ ٍّم َح َّت ى الَّش ْو َك ِة‬
‫ُيَش اُك َه ا ِإاَّل َك َّفَر ُهَّللا ِبَه ا ِمْن َخ َط اَي اُه‬
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau
kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya
melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR. Al-
Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573).

Hadits ini menunjukkan semua yang terjadi pada dirinya, baik berupa
kekhawatiran akan masa depan, ketakutan lantara yang telah terjadi
menimpanya, keletihan, kesedihan, dll. ini semua merupakan buah dari
perbuatan dosa yang telah dia lakukan. Dengan demikian semua kesulitan yang
menimpa kita di dunia, terlebih di akhirat kelak adalah akibat perbuatan dosa
yang kita lakukan. Dari sini kita mengetahui bahwa dzikir yang paling agung
adalah dzikir al-istighfar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُط وَب ى ِلَم ْن َو َج َد ِفى َص ِحيَف ِتِه اْس ِتْغ َف اًر ا َك ِثيًر ا‬

“Sungguh beruntung bagi orang yang mendapatkan dalam buku catatan


amalnya, banyak istighfar.” (HR. Ibnu Majah 3950, dan dishahihkan al-Albani).

Orang yang demikian adalah orang yang beruntung di dunia dan akhirat.
Dengan istighfar, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni kesalahan-
kesalahannya. Dan dengan istighfar, seseorang akan mendapatkan kemudahan
di dunia dan akhirat.

Lalu apa makna istighfara?


Istighfar (Arab: ‫ )إستغفار‬berasal dari kata istaghfara (Arab: ‫ )استغفر‬yang artinya
meminta al-maghfirah (Arab: ‫ )مغفرة‬kepada Allah. Sedangkan maghfirah sendiri
berasal dari kata mighfar (Arab: ‫ )مغفار‬yang artinya helm pelindung kepala yang
dipakai oleh seorang prajurit dalam peperangan. Dan tidaklah seseorang
memakai mighfar kecuali telah terwujud pada dirinya sitr (menutupi) dan
wiqoyah (perlindungan). Oleh karena itu, seseorang tidak disebut memakai
mighfar dengan mengenakan sorban atau kopiah. Karena sorban dan kopiah
hanya menutupi tidak melindungi. Mighfar adalah helm yang digunakan
seorang prajurit untuk menutupi kepalanya saat berperang. Helm itulah yang
melindungi kepalanya dari hantaman pedang dan senjata-senjata lainnya.

Dari sini kita bisa memahami, tatkala kita beristighfar kepada Allah artinya kita
memohon kepada Allah agar menutupi aib-aib kita. Agar Dia tidak
membongkar kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Agar Dia
merahasiakan dosa-dosa kita. Karena sungguh rugi seseorang yang dibuka oleh
Allah aib-aibnya tatkala di dunia. Orang-orang membencinya. Orang-orang
tidak mendengarkannya apalagi mengikutinya. Terlebih lagi kalau aibnya
dibongkar di akhirat. Ini sungguh mengerikan dan kebinasaan.

Dengan demikian, makna pertama dari mengucapkan istighfar adalah Ya Allah


jangan kau bongkar aib-aibku. Jangan kau pertontonkan dosa-dosa dan
kesalahan-kesalahanku.

Kemudian makna yang kedua adalah kita memohon perlindungan agar dosa-
dosa kita ini tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi kita. Karena dosa
pasti memiliki dampak. Setidaknya dosa itu membuat hati kita menjadi hitam.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“ ‫ َفِإَذ ا ُه َو َنَز َع َو اْس َت ْغ َف َر‬، ‫ِإَّن اْل َع ْب َد ِإَذ ا َأْخ َط َأ َخ ِط يَئ ًة ُنِك َت ْت ِفي َقْل ِبِه ُنْك َت ٌة َسْو َد اُء‬
:‫ َو ُه َو الَّر اُن اَّلِذي َذ َك َر ُهَّللا‬، ‫ َو ِإْن َع اَد ِز يَد ِفيَه ا َح َّت ى َت ْع ُلَو َقْلَب ُه‬، ‫َو َت اَب ُس ِقَل َقْل ُبُه‬
} ‫”{َك اَّل َب ْل َر اَن َع َلى ُقُلوِبِهْم َم ا َك اُن وا َي ْك ِس ُبوَن‬.

“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya
satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan
bertaubat; niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa;
niscaya noda-noda itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua
hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian,
sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka”
(QS. Al-Muthaffifin: 4). HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzi.

Ketika hatinya menghitam, maka ia merasakan ketidak-tenangan. Ia merasa


gelisah. Hatinya menjadi keras dan sulit tersentuh. Semakin banyak seseorang
mengerjakan dosa, semakin mudah ia terpengaruh dengan maksiat dan dosa.
Semakin mudah ia terpengaruh dengan syahwat dan syubhat. Belum lagi
dampak-dampak yang lain. Bisa dalam bentuk diganggu orang lain, rasa sedih
yang tak hilang-hilang, dll.

Dengan demikian, makna dari ucapan astaghfirullah adalah ya Allah tutupilah


dosa-dosaku di dunia dan akhirat. Dan lindungilah aku dari dampak-dampak
dosa di dunia dan akhirat.

‫ َأُقْو ُل َم ا‬، ‫ َو َن َفَع ِني َو ِإَّي اُك ْم ِبَم ا ِفْي ِه ِمَن اآلَي اِت َو الِّذ ْك ِر الَح ِك ْي ِم‬، ‫َب اَر َك ُهللا ِلْي َو َلُك ْم ِفي الُقْر آِن الَع ِظ ْي ِم‬
‫ َفاْس َت ْغ ِفُرْو ُه؛ ِإَّن ُه ُه َو الَغ ُفْو ُر‬،‫ َو َأْس َت ْغ ِفُر َهللا الَع ِظ ْي َم ِلْي َو َلُك ْم َو ِلَس اِئِر الُمْس ِلِم ْي َن ِمْن ُك َّل َذ ْن ٍب‬، ‫َت ْس َمُعْو َن‬
‫الَر ِحْي ُم‬.
Khutbah Kedua:

‫ َو َأْش َه ُد َأَّن‬،‫ َو اَل َر َّب َلَن ا ِس َو اُه‬، ‫ َو َأْش َه ُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِر ْي َك َلُه‬، ‫َاْلَح ْم ُد ِهَّلِل َح ْم ًدا اَل ُم ْنَت َه ى َلُه‬
‫ َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َع َلى آِلِه َو َصْح ِبِه َو َم ِن اْه َت َدى‬،‫َس ِّي َد َن ا َو َن ِبَّي َن ا ُمَح َّم ًدا َع ْب ُد ُه َو َر ُسْو ُلُه َو َص ِفُّي ُه َو ُمْج َت َب اُه‬
‫ِبُهَداُه‬.

‫َأَّم ا َبْع ُد‬:

‫ َو َر اِقُبْو ُه ِفي الِس ِّر َو الَّن ْج َو ى‬،‫َفاَّت ُقْو ا َهللا َح َّق الَت ْق َو ى‬.

Sesungguhnya lafal istighfar itu banyak. Di antaranya: astaghfirullah,


astaghfirullah wa atubu ilaih, astaghfirullahal azhim, dll.

Apabila istighfar disebutkan secara bersendirian, maknanya adalah meminta


ditutupi dan diampuni dosa-dosa. Maknanya sama dengan taubat. Dan taubat
kalau disebutkan secara sendirian, maknanya juga mengandung taubat.

Namun kalau penyebutan istighfar digandeng dengan taubat. Seperti:


astaghfirullah wa atubu ilaih (Aku mohon ampun dan bertaubat kepada Allah),
Rabbighfirli wa tub ‘alayya (Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku).
Kata para ulama, taubat kedudukannya lebih tinggi dari istighfar. Seperti
firman Allah Ta’ala,

‫َو َي ا َقْو ِم اْس َت ْغ ِفُر وا َر َّب ُك ْم ُثَّم ُتوُبوا ِإَلْي ِه‬

“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu
bertobatlah kepada-Nya.” [Quran Hud: 52].

Allah menyebutkan istighfar kemudian taubat. Lalu apa maknanya kalau


istighfar disandingkan dengan taubat? Taubat melazimkan seseorang
meninggalkan dan berhenti dari melakukan maksiat yang ia taubati. Tidak ia
lakukan lagi. Adapun istighfar, bisa jadi tatkala beristighfar orang masih
melakukan kesalahan dan dosanya tersebut. Oleh karena itu, seseorang baik ia
mampu meninggalkan perbuatan dosa atau tidak mampu meninggalkannya,
tetap wajib baginya beristighfar.

Karena itu, dalam lafadz suatu istighfar adalah kalimat:

‫َو َأُبْو ُء ِبَذ ْن ِبْي َفاْغ ِفْر ِلْي‬

“Aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku.”

Maksudnya, Ya Allah aku mengakui dosa yang aku tidak mampu


meninggalkannya. Ada seseorang yang terjebak dalam suatu perbuatan dosa.
Orang seperti ini, janganlah dia berputus asa. Teruslah beristighfar kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai ia mencapai deraja taubat. Yaitu
meninggalkan perbuatan dosa tersebut.

Oleh karena itu, di antara ucapan istighfar yang diajarkan Nabi adalah:

‫َر ِّب اْغ ِفْر ِلي َو ُتْب َع َلَّي‬

“Ya Rabb-ku, ampunilah aku dan aku bertaubat kepada-Mu.”

Wa tub ‘alayya bisa diartikan: Ya Allah, kalau aku belum bertaubat,


anugerahkanlah taubat kepadaku. Ilhamkanlah taubat kepadaku. Ini kondisi
saat kita belum bisa meninggalkan dosa tersebut.

Dan bisa juga berarti: Ya Allah, kalau aku sudah berhenti dari maksiat,
terimalah taubatku. Ini kondisi ketika kita sudah mampu meninggalkan
perbuatan dosa.
Jamaah yang dirahmati Allah Ta’ala,

Tatkala seseorang telah meninggalkan perbuatan dosa. Dia bertaubat kepada


Allah. Dan Allah menerima taubatnya dan menghapuskan dosa-dosanya, saat
itulah Allah kembali mencintainya. Tatkala dia berbuat maksiat, Allah murka
kepadanya. Tatkala dia membangkang perintah Allah, Allah marah kepadanya.
Tapi saat dia telah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah kembali
mencintainya.

Karena itu, tidak benar perkataan sebagian orang yang menyatakan saat
seorang berbuat dosa dan bertaubat, Allah mengampuninya, namu tidak lagi
mencintainya. Ini pernyataan yang tidak benar. Dan dibantah dengan firman
Allah,

‫َو ُه َو ٱْلَغ ُفوُر ٱْلَو ُدوُد‬

“Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” [Quran Al-Buruj: 14].

Sebagian ulama menafsirkan, Allah menggabungkan kedua nama-Nya, Al-


Ghafur (Maha Pengampun) dan Al-Wadud (Maha Mencintai). Artinya tatkala ia
terjerumus dalam kubangan dosa dan maksiat, kemudian dia bertaubat, maka
Allah pun akan mencintainya. Karena Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang
kembali kepada-Nya.

Anda mungkin juga menyukai