Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Setiap hamba pasti pernah terjerumus dalam dosa bahkan juga dosa besar. Mungkin saja seseorang
sudah terjerumus dalam kelamnya zina, membunuh orang lain tanpa jalan yang benar, pernah menegak
arak (khomr), atau seringnya meninggalkan shalat lima waktu padahal meninggalkan satu shalat saja
termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para ulama. Inilah dosa besar yang mungkin saja di
antara kita pernah terjerumus di dalamnya. Lalu masihkah terbuka pintu taubat? Tentu saja pintu taubat
masih terbuka, ampunan Allah begitu luas.
Sebuah hadits yang patut jadi renungan, Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
َ اّلل َق َ َ َّ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ه َّ َّ َ َ َ َ ه ه ه َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ ه
آد َم ْاب َن َيا َ ه
ال استغفرت ِن ثم السم ِاء عنان ذنوبك بلغت لو آدم ابن يا أب ِال ول ِفيك كان ما عل لك غفرت ورجوت ِن دعوت ِن ما ِإنك
ه َ َ َ ْ َ َ ْ َّ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ ه ْ َ َ َ َ َّ ه ْْ ه َ َ َ ه ًْ َ َ َ ْ َ ً ه َ َ ََْ ه
اب أتيت ِن لو ِإنك آدم ابن يا أب ِال ول لك غفرت ِ مغ ِفرة ِبقر ِابها ألتيتك شيئا ِب تشك ل ل ِقيت ِن ثم خطايا األرض ِبقر
”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku
ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi
hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya
seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik
sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR.
Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
َ َ
ه
ين ِع َب ِاد َي َيا ق ْل ِ َ ْ اّلل َر ْح َم ِة ِم ْن َت ْق َن هطوا َل أ ْن هف ِسه ْم َع َل أ
َ ْس هفوا َالذ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ ه ْ َ ه ه ه َ َّ ه َ ً ُّ ه
ِ يعا الذنوب يغ ِف هر اّلل ِإن الر ِحيم الغفور هو ِإنه ج ِم
ِ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).
Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat
baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah
akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa
tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”[1]
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran,
kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu
Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula
kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun
begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”[2]
Mengenai hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali
atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap
kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja
setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.”[3]
Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …
َ َ َ َ ه ً ًََْ َ َ ه ه ََه
ين أ ُّي َها َيااّلل ِإل توبوا آمنوا ال ِذ
ِ نصوحا توبة
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah)
sebagaimana kata para ulama adalah,
“Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di
masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus
menyelesaikannya/ mengembalikannya.”[4]
Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir di atas, syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin
bertaubat dapat dirinci secara lebih lengkap sebagai berikut.
Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali.
Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, “Menangisi dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa
sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah.”[5] ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa
taubat adalah dengan menyesal.[6]
Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia
segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan
jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.
Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa akan datang karena jika seseorang masih
bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat. Hal ini
sebagaimana tafsiran sebagian ulama yang menafsirkan taubat adalah bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi.[7]
Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari
terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.[8]
Do’a yang bisa diamalkan adalah do’a meminta ampunan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ِّ ه َْ َ َ هقل « َق:الل هه َّم
َ َ َ ه َْ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ً َ ْ ْ َ ْ َ َّ ُّ ه
َصال ِب ِف ِب ِه أد هعو د َع ًاء َعل ْم ِن. ال ِ وب َيغ ِف هر َول ك ِث ر ًيا ظل ًما نف ِس ظل ْمت ِإب أنت ِإل الذن، ِعن ِدك ِمن مغ ِفرة ِل فاغ ِفر
ْ َ ْ َ َ َّ َ ْ َ َّ ه ْ َ ه ه
، » الر ِحيم الغفور أنت ِإنك وارحم ِن
“Ajarkanlah aku suatu do’a yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau pun berkata, “Bacalah:
‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA
ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya
Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada
yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu
pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)
Shalat taubat adalah shalat yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab[9]. Hal ini
berdasarkan hadits,
“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk
melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan
mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon
ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.[10]” (HR. Tirmidzi no.
406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)[11]. Meskipun sebagian ulama mendhoifkan hadits ini, namun kandungan ayat sudah
mendukung disyariatkannya shalat taubat.[12]
Shalat taubat ini bisa cukup dengan dua raka’at dan cukup niat dalam hati, tanpa perlu melafazhkan niat
tertentu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang
dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan
berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk
olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai
besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat
baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang
yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul
dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”[14]
Semoga Allah menerima setiap taubat kita dan mengampuni setiap dosa yang kita sesali. Hanya Allah
yang beri taufik.
[5] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 203, Darul Muayyid, cetakan pertama,
1424 H.
[7] Idem.
[8] Kami sarikan syarat taubat ini dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh
Riyadhus Sholihin.
[9] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/ 431, Al Maktabah At Taufiqiyah dan Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/9662, Asy Syamilah.
[13] Idem
[14] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379
https://rumaysho.com/1083-melebur-dosa-dengan-taubat-yang-tulus.html