Anda di halaman 1dari 5

Merasa Aman dari Makar Allah: Antara

Dosa Besar dan Kekafiran (Bag. 2)


Sa'id Abu Ukkasyah
8-10 minutes

Baca pembahasan sebelumnya Merasa Aman dari Makar Allah: Antara Dosa Besar dan
Kekafiran (Bag. 1)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Status dosa merasa aman dari makar Allah Ta’ala dan putus asa dari rahmat
Allah Ta’ala

Berkaitan dengan status dosa putus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar-Nya,
keduanya sama-sama merupakan dosa besar. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah
hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

‫وﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ أن رﺳﻮل ﷲ ﷺ ﺳﺌﻞ ﻋﻦ اﻟﻜﺒﺎﺋﺮ؟ ﻓﻘﺎل‬:

“Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
ditanya tentang dosa besar. Lalu beliau bersabda,

‫ واﻷﻣﻦ ﻣﻦ ﻣﻜﺮ ﷲ‬،‫ واﻟﯿﺄس ﻣﻦ روح ﷲ‬،F‫اﻟﺸﺮك ﺑﺎ‬

“Menyekutukan Allah (syirik), putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar
Allah.” (HR. Ath-Thabrani rahimahullah dengan derajat hasan)

Allah Ta’ala berfirman,


ْ
َ‫ ا ﱠِﻻ ْاﻟﻘَ ْﻮ ُم ْاﻟ ٰﺨﺴ ُِﺮ ْون‬R
ِ ‫ ﻓَ َﻼ ﯾَﺄ َﻣ ُﻦ َﻣ ْﻜ َﺮ ﱣ‬R
ِ ۚ ‫اَﻓَﺎ َ ِﻣﻨُ ْﻮا َﻣ ْﻜ َﺮ ﱣ‬

“Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada
yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf : 99)

Allah Ta’ala berfirman,

َ‫َﻂ ِﻣ ْﻦ ﱠر ْﺣ َﻤ ِﺔ َر ِﺑّ ٖ ٓﮫ ا ﱠِﻻ اﻟﻀ ۤﱠﺎﻟﱡ ْﻮن‬


ُ ‫ﻗَﺎ َل وﻣ ْﻦ ﯾ ْﱠﻘﻨ‬
َ َ
“Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang
yang sesat.” (QS. Al-Hijr : 56)

Keburukan merasa aman dari makar Allah


Merasa aman dari makar Allah mengandung su’uzhan kepada Allah dan husnuzhan kepada diri
sendiri. Hal ini dikarenakan hal berikut:

Pertama: Pelakunya menganggap bahwa murka dan siksa Allah kurang (tidak menakutkan).
Sehingga ia meremehkan dosa penyebab murka dan siksa Allah. Hal itu dianggap bukan masalah
besar atau bahkan bukan masalah.

Kedua: Pelakunya ujub dengan amal salehnya. Sehingga merasa seolah-olah amal salehnya pasti
diterima oleh Allah, atau Allah pasti akan mengampuni maksiat yang ia lakukan karena
kebaikannya lebih besar (lebih banyak) daripada dosanya.

Baca Juga: Sifat Allah: Apakah hanya Tujuh atau Dua Puluh? (Bag. 1)

Penyebab merasa aman dari makar Allah

Pelakunya merasa tidak mendapatkan teguran Allah saat terus-menerus bermaksiat atau merasa
ujub dengan amal salehnya.

Keburukan putus asa dari rahmat Allah

Putus asa dari rahmat Allah itu mengandung su’uzhan (berprasangka buruk) kepada Allah Ta’ala
dari dua sisi, yaitu:

Pertama: Berprasangka buruk terhadap kekuasaan Allah. Karena jika seseorang yakin bahwa
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka ia tidak akan menganggap harapannya mustahil
dipenuhi oleh Allah.

Kedua: Berprasangka buruk terhadap rahmat Allah. Karena jika seseorang yakin Allah Maha
Kasih Sayang, maka ia tidak akan menganggap mustahil disayangi Allah.

Penyebab putus asa dari rahmat Allah

Tidak mengenal Allah dengan baik, khususnya tidak mengenal Kemahakuasaan-Nya dan sifat
kasih sayang-Nya dengan benar.

Baca Juga: Larangan Terhadap Nama dan Sifat Allah

Cara menggabungkan antara takut dan harap kepada Allah

Selayaknya seorang mukmin hidup di dunia ini dengan dua sayap, yaitu rasa takut dan harap
kepada Allah Ta’ala.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Madarijus Salikin,


‫ﱠ‬ ْ ‫ﻠﺐ ﻓﻲ ﺳﯿﺮ ِه إﻟﻰ ﷲ ﻋ ﱠﺰ وﺟ ﱠﻞ ﺑﻤ ْﻨﺰﻟﺔ ﱠ‬
ُ ‫ﺎن ﻓَﺎﻟﻄ‬
‫ﯿﺮ‬ ْ ‫َﺎﺣ‬
َ ‫واﻟﺠﻨ‬
َ ‫أس‬
ُ ‫اﻟﺮ‬ َ ‫ ﻓَ َﻤﺘَﻰ‬،‫َﺎﺣﺎه‬
‫ﺳ ِﻠ َﻢ ﱠ‬ َ ‫ﺎء َﺟﻨ‬
ُ ‫واﻟﺮ َﺟ‬
‫َﻮف ﱠ‬ُ ‫ﺳﮫُ واﻟﺨ‬
ُ ‫ﺎﻟﻤ َﺤﺒّﺔ َرأ‬
َ َ‫اﻟﻄﺎﺋﺮ؛ ﻓ‬ ِ‫َ ِ َ ﱠ‬ َ ِ َ ُ َ‫اﻟﻘ‬
‫ﱠ‬ ُ
‫ﺻﺎﺋِﺪ و َﻛﺎ ِﺳﺮ‬َ ‫ﺿﺔ ِﻟ ُﻜ ِّﻞ‬ ُ ‫ﺎن ﻓَﮭﻮ‬
َ ‫ﻋﺮ‬ ْ ‫َﺎﺣ‬ َ ‫وﻣﺘَﻰ ﻓَﻘَﺪ‬
َ ‫اﻟﺠﻨ‬ َ ،‫ﺎت اﻟﻄﺎﺋﺮ‬
َ ‫ﻟﺮأس َﻣ‬ ‫وﻣﺘَﻰ ﻗ ِﻄ َﻊ ا ﱠ‬ ْ ‫ﯿﺮ‬
َ ،‫ان‬ َ ‫َﺟﯿﺪ اﻟﻄ‬
“Hati dalam perjalanannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu seperti burung. Rasa cinta ibarat
kepala burung. Takut dan harap ibarat kedua sayapnya. Tatkala kepala dan dua sayapnya
normal, maka burung tersebut akan terbang dengan baik. Namun, ketika terputus kepalanya,
matilah ia. Sedangkan jika dua sayapnya tidak ada, ia terancam jadi sasaran buruan dan akan
jatuh.”

Takut kepada Allah akan menahan seorang hamba dari maksiat, sedangkan harap kepada Allah
akan mendorong seorang hamba untuk taat kepada Allah. Jangan sampai rasa takut kepada Allah
berlebihan, melupakan dalil-dalil tentang janji Allah, sehingga menjerumuskan seseorang ke
dalam putus asa dari rahmat Allah. Demikian pula, harap kepada Allah jangan sampai
berlebihan, melupakan dalil-dalil tentang ancaman Allah, sehingga menjerumuskan seseorang ke
dalam aman dari murka Allah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk
pemuda yang sedang menghadapi kematian. Lalu beliau pun bertanya,

‫ﻛﯿﻒ ﺗَ ِﺠﺪ َُك؟‬

“Bagaimana keadaanmu?”

Pemuda itu menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya berharap kepada
Allah dan saya pun takut (kepada-Nya) karena dosa-dosaku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ﱠ‬ ْ ْ ْ
‫َﺎف‬
ُ ‫وآﻣﻨَﮫُ ﻣ ﱠﻤﺎ ﯾَﺨ‬
َ ،‫ﻋ ْﺒ ٍﺪ ﻓﻲ ِﻣﺜ ِﻞ ھَﺬا اﻟ َﻤ ْﻮ ِط ِﻦ؛ إﻻ أﻋْﻄﺎهُ ﷲُ ﻣﺎ ﯾَ ْﺮ ُﺟﻮ‬ ِ ‫ﺎن ﻓﻲ ﻗَﻠ‬
َ ‫ﺐ‬ ِ ‫ﻻ ﯾَ ْﺠﺘ َ ِﻤ َﻌ‬
“Tidaklah terkumpul kedua perkara tersebut dalam hati seorang hamba di saat menjelang
kematian, kecuali Allah akan anugerahkan kepadanya apa yang ia harapkan dan Allah akan
mengamankannya dari apa yang ia takutkan!” (HR. At-Tirmidzi, hasan sahih, Shahih At-
Targhib wat-Tarhib)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ وإذا‬،‫ أﺧﻔﺘُﮫ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ‬،‫ إذا ِأﻣﻨَﻨﻲ ﻓﻲ اﻟﺪﱡﻧﯿﺎ‬،‫ وﻻ أ ْﺟﻤﻊ ﻟﮫ أﻣﻨَﯿﻦ‬،‫ ﻻ أﺟﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻋﺒﺪي ﺧﻮﻓَﯿﻦ‬،‫وﻋﺰﺗﻲ‬
‫ ﱠ‬: - ‫ﻋﺰ وﺟ ﱠﻞ‬
‫ﯾﻘﻮل ﷲ – ﱠ‬
‫ أﻣﻨﺘﮫ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ‬،‫ﺧﺎﻓﻨﻲ ﻓﻲ اﻟﺪﱡﻧﯿﺎ‬

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan pada
hamba-Ku dua rasa takut dan tidak pula mengumpulkan untuknya dua rasa aman. Apabila ia
merasa aman terhadap (siksa)-Ku di dunia, maka Aku buat ia takut di akhirat. Apabila ia takut
kepada-Ku di dunia, maka Aku buat ia aman di akhirat.’” (HR. Al-Baihaqi rahimahullah, sahih
dalam kitab Syu’abul Iman)

Salafussalih rahimahullah berkata,


‫ ﻓﮭﻮ‬،‫وﺣﺪه‬ ْ ‫ﺑﺎﻟﺮﺟﺎء‬
‫وﻣﻦ ﻋﺒﺪَه ﱠ‬َ – ‫ﺧﺎرﺟﻲ‬: ‫ﺣﺮوري – أي‬
‫ﱞ‬ َ ،‫ ﻓﮭﻮ زﻧﺪﯾﻖ‬،‫َﻣ ْﻦ ﻋﺒﺪَ ﷲ ﺑﺎﻟﺤﺐّ ِ وﺣﺪه‬
‫ ﻓﮭﻮ‬،‫وﻣﻦ ﻋﺒﺪَه ﺑﺎﻟﺨﻮف و ْﺣﺪه‬
‫ ﻓﮭﻮ ﻣﺆﻣﻦ ﻣﻮ ِ ّﺣﺪ‬،‫واﻟﺮﺟﺎء‬
‫ وﻣﻦ ﻋﺒﺪَه ﺑﺎﻟﺨﻮف واﻟﺤﺐ ﱠ‬،‫ﻣﺮﺟﺊ‬

“Barangsiapa yang menyembah Allah dengan cinta saja, maka ia zindiq. Barangsiapa yang
menyembah-Nya dengan harap saja, maka ia murji’ah. Barangsiapa yang menyembah-Nya
dengan takut saja, maka ia haruri (khawarij). Barangsiapa yang menyembah-Nya dengan cinta,
takut, dan harap, maka ia seorang mukmin lagi sosok yang mentauhidkan Allah.”

Kadar rasa takut dan harap kepada Allah

Kadar takut dan harap kepada Allah ada tiga kondisi, yaitu:

Pertama: Seimbang antara takut dan harap kepada Allah

Jika dalam keadaan sehat serta lapang dan rajin beramal saleh , maka hendaknya kadar keduanya
seimbang. Allah Ta’ala berfirman,

َ‫ﻏﺒًﺎ ﱠو َر َھﺒً ۗﺎ َو َﻛﺎﻧُ ْﻮا ﻟَﻨَﺎ ٰﺧ ِﺸ ِﻌﯿْﻦ‬ ِ ‫ﻋ ْﻮنَ ﻓِﻰ ْاﻟ َﺨﯿ ْٰﺮ‬
ُ ْ‫ت َوﯾَﺪ‬
َ ‫ﻋ ْﻮﻧَﻨَﺎ َر‬ ُ ‫اِﻧﱠ ُﮭ ْﻢ َﻛﺎﻧُ ْﻮا ﯾُﺴٰ ِﺮ‬

“Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada
Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada
Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)

Kedua: Takut lebih besar daripada harap kepada Allah

Jika dalam keadaan sehat serta lapang rezeki, namun gemar bermaksiat, atau sedang melakukan
maksiat, maka hendaknya kadar takutnya lebih tinggi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
ْ َ ‫ِإذَا َرأَﯾ‬
ِ ‫ﻋﻠَﻰ َﻣ َﻌ‬
‫ﺎﺻﯿ ِﮫ َﻣﺎ ﯾُ ِﺤﺐﱡ ﻓَﺈِﻧﱠ َﻤﺎ ھُ َﻮ ا ْﺳ ِﺘﺪْ َرا ٌج‬ َ ‫ ﯾُ ْﻌ ِﻄﻲ اﻟ َﻌ ْﺒﺪَ ِﻣ ْﻦ اﻟﺪﱡ ْﻧ َﯿﺎ‬R
َ ‫ْﺖ ﱠ‬

“Jika Engkau melihat Allah memberi seorang hamba dunia apa yang ia sukai, sementara dia
bermaksiat kepada Allah, maka ketahuilah itu hanyalah istidraj.” (HR. Ahmad, sahih)

Jika dalam keadaan merasa aman dari makar Allah dan azab-Nya, maka hendaknya kadar
takutnya lebih tinggi. Demikian pula, jika dalam keadaan sehat dan dapat nikmat, namun malas-
malasan melakukan ketaatan, maka hendaknya kadar takutnya hendaklah lebih tinggi.

Baca Juga: Ta’wil Terhadap Ayat Tentang Sifat Allah

Ketiga: Harap lebih besar daripada takut kepada Allah

Jika dalam keadaan menghadapi kematian, maka hendaknya kadar harapannya lebih tinggi. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫ﻻ ﯾﻤﻮﺗ َ ﱠﻦ أﺣﺪُﻛﻢ إﻻ وھﻮ ﯾُﺤﺴ ُﻦ ﱠ‬
‫ ﻋﺰ وﺟﻞ‬F‫اﻟﻈ ﱠﻦ ﺑﺎ‬ َُ
“Janganlah salah seorang di antara kalian mati, kecuali dalam keadaan berprasangka baik
kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Jika dalam keadaan putus asa dari rahmat Allah karena dosa-dosa, maka kadar harapannya
hendaklah lebih tinggi. Wallahu a’lam bish-shawab.
‫ْاﻟﺤﻤﺪُ ﱠ ﱠ‬
‫ اﻟﺬِي ِﺑﻨِ ْﻌ َﻤﺘِ ِﮫ ﺗَﺘِ ﱡﻢ اﻟ ﱠ‬E
ُ‫ﺼﺎ ِﻟ َﺤﺎت‬ ِ ِ َْ

[Selesai]

Baca Juga:

 Kesempurnaan di atas Kesempurnaan dalam Nama dan Sifat Allah


 Penyimpangan dalam Nama dan Sifat Allah di Masyarakat

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Artikel: www.muslim.or.id

Anda mungkin juga menyukai