Anda di halaman 1dari 12

RASA CEMBURU

A. Islam telah meletakkan batas-batas rasa cemburu (al ghirah) dari pasangan suami istri, yang dapat
mendatangkan kemaslahatan rumahtangga. Apabila dilanggar, bakal mendatangkan kekeruhan yang mengotori
keharmonisan hubungan suami-istri.

“Ada cemburu yang dicintai Allah, dan ada pula yang dibenci-Nya. Cemburu yang dicintai Allah adalah cemburu
pada keraguan. Sedangkan cemburu yang dibenci Allah adalah cemburu pada ketidakraguan”. (HR Nasa`i, Ahmad,
dan Ibnu Hiban). Seorang Muslim hendaknya meletakkan batasan ini di depan pelupuk matanya, agar tidak jatuh
pada sikap berlebih-lebihan. Cemburu yang terpuji adalah apabila sebab-sebabnya jelas dan memiliki bukti-bukti
nyata. Seperti mendapati suami mencandai wanita, atau istri mencandai laki-laki lain. Yang mana canda itu disertai
dengan bumbu-bumbu kata dan gaya suara yang dibuat-buat, sehingga dapat memabukkan dan menimbulkan
kenikmatan bagi lawan jenisnya. Tentu saja ini perbuatan tercela.

Sedangkan cemburu yang tercela adalah kecemburuan yang dibangun dengan persangkaan dan praduga belaka.
Seperti berlebih-lebihan dalam menafsirkan ucapan, gerakan, sikap diam, gaya bicara, bahkan bisikan. Salah satu
tanda cemburu yang tercela adalah cemburu yang menyebabkan terhalanginya kemaslahatan, dan sebaliknya
mendatangkan kerusakan lantaran salah paham.

Misalkan suami melarang istrinya yang teguh memegang kuat agamanya untuk mendatangi majelis taklim. Atau istri
melarang suaminya yang sudah dikenal baik, memberi ceramah di majelis taklim kaum ibu.

B. Disebutkan dalam hadis di bawah ini:

‫إن هللا تعالى يغار وغير هللا تعالى أن يأتي المرء ما حرم هللا عليه‬

‘Sesungguhnya Allah cemburu, dan cemburunya Allah itu ketika seorang melanggar apa yang diharamkan Allah
kepadanya.’

(HR. Bukhari dan Muslim)

Bentuk kecemburuan Allah tersebut tidaklah seperti perasaan yang biasa hadir dalam hati manusia yang berpusat
pada dirinya sendiri. Cemburunya Allah justru untuk melindungi manusia dan membawanya pada jalan keselamatan.

Oleh karena itu, bentuk kecemburan hanya hadir ketika memilih jalan yang Allah tidak meridhainya, seperti yang
disebutkan dalam keterangan di atas bahwa Allah cemburu kala makhluk-Nya lebih memilih untuk melanggar aturan-
Nya daripada mengikuti larangan-Nya.
KEDZHALIMAN
A. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan
Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.”

Berikut adalah perkataan Syaikh Abdul Muhsin dalam Fath Al-Qawi, “Kezaliman adalah meletakkan sesuatu bukan
pada tempatnya. Allah telah mengharamkan kezaliman atas dirinya dan menghalanginya dari dirinya. Padahal Allah
itu memiliki qudrah (kemampuan), namun tidak ada kezaliman dari Allah selamanya. Hal ini disebabkan
kesempurnaan keadilan Allah Ta'ala.

B. Berikut tiga macam kezaliman yang dilarang Allah Subhanahu Wa Ta’ala: 

1. Kezaliman Hamba Kepada Rabb-Nya

Kezaliman manusia kepada Penciptanya adalah dengan kufur kepada Allah, seperti firman Allah dalam surat
al-Baqarah ayat 254:   َ‫ َو ْال َكافِرُونَ هُ ُم الظَّالِ ُمون‬ "Dan orang-orang kafir itulah orang-orang zalim." Ayat lain
dalam Alquran juga menyebut kezaliman seorang mahluk juga ditandai dengan berbuat syirik atau menyekutukan
Allah dengan zat lain. Allah berfirman dalam surat Luqman ayat 13: 

‫ِإنَّ الش ِّْر َك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬ 

"Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar." 

2. Kezaliman Kepada Sesama Manusia

Menzalimi atau berbuat aniaya kepada sesama manusia juga merupakan perbuatan yang dibenci Allah SWT.
Perbuatan seperti menyinggung kehormatan orang lain, menyakiti tubuh atau hati orang lain hingga mengambil harta
orang tanpa alasan yang benar adalah perilaku yang dimurkai Allah. Allah menyebut akan mengambil amalan orang
yang berbuat zalim dan diberikan kepada orang yang dizalimi. Bahkan akan menimpakan dosa orang yang dizalimi
kepada orang yang menzalimi. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:

‫ض ِه َأ ْو ِمنْ ش َْي ٍء فَ ْليت ََحلَّ ْله ِ ِم ْنه ا ْليَ ْو َم َق ْب َل َأاَّل ي ُكونَ ِدينَا ٌر َواَل‬
ِ ‫ َمنْ َكانتْ ِع ْندَه َم ْظل َمةٌ َأل ِخي ِه ِمنْ ِع ْر‬:‫ عن النَّبِ ِّي ﷺ قَا َل‬،‫عن َأبي ُه َر ْي َرةَ رضي هللا عنه‬
‫ فَ ُح ِم َل َعلَ ْي ِه‬،‫صاحبِ ِه‬
ِ ِ ‫سنَاتٌ ُأ ِخ َذ ِمنْ سيَِّئا‬
‫ت‬ َ ‫ وإنْ لَ ْم َي ُكنْ لَهُ ح‬،‫صالِ ٌح ُأ ِخ َذ ِم ْنهُ بِقَ ْد ِر َم ْظلَمتِ ِه‬
َ ‫ إنْ َكانَ لَهُ َع َم ٌل‬،‫ ِد ْر َه ٌم‬ 

"Barangsiapa yang berbuat zalim kepada saudaranya, baik terhadap kehormatannya maupun sesuatu yang lainnya,
maka hendaklah ia meminta kehalalannya darinya hari ini juga sebelum dinar dan dirham tidak lagi ada. Jika ia
punya amal salih, maka amalannya itu akan diambil sesuai dengan kadar kezaliman yang dilakukannya. Dan jika ia
tidak punya kebaikan, maka keburukan orang yang ia zalimi itu dibebankan kepadanya."

(HR. Bukhari)

3. Zalim Terhadap Diri Sendiri

Kezaliman seorang hamba adalah dengan mengotori dirinya dengan berbagai bentuk dosa, pelanggaran dan
keburukan berupa kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman dalam Alquran surat al-Baqarah ayat
ْ َ‫و َما ظَلَ ُمونَا َو ٰلَ ِك ْن َكانُوا َأ ْنفُ َسهُ ْم ي‬  "Dan
57 yang artinya:  َ‫ظلِ ُمون‬ َ tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri." Tiga perbuatan zalim ini hendaknya dijauhi setiap Muslim agar terhindar dari
murka Allah SWT .

BAKHIL dan PENAKUT


Bakhil secara bahasa berarti kikir atau pelit. Bakhil merupakan sifat yang harus dihindari oleh setiap umat
muslim. Alasan sifat tersebut harus dihindari karena merupakan perilaku tercela dan berakibat buruk di dunia maupun
di akhirat. Kebakhilan adalah penyakit rohani yang dapat menimpa kepada orang yang terlalu mementingkan sifat
keduniawian seperti cinta harta dan merasa kekayaan adalah miliknya sendiri, dan takut berbagi dengan orang lain.

Berikut adalah ayat al-qur'an dan hadist tentang bakhil:

‫ض َوهّٰللا ُ ِب َما‬
ِؕ ‫ت َوااۡل َ ۡر‬ ُ ‫سيُطَ َّوقُ ۡونَ َما بَ ِخلُ ۡوا ِب ٖه يَ ۡو َم ۡالقِ ٰي َم ِؕة َو هّٰلِل ِ ِم ۡي َر‬
ِ ‫اث السَّمٰ ٰو‬ َ ؕ ۡ‫ش ٌّر لَّ ُهم‬ ۡ َ‫سبَنَّ الَّ ِذ ۡينَ َي ۡب َخلُ ۡونَ ِب َم ۤا ٰا ٰتٮ ُه ُم هّٰللا ُ ِم ۡن ف‬
َ ‫ضلِ ٖه ُه َو َخ ۡيـ ًرا لَّ ُهمۡ ؕ بَلۡ ُه َو‬ َ ‫َواَل َي ۡح‬
‫ت َۡع َملُ ۡونَ َخبِ ۡي ٌر‬

Rasa takut (khauf/‫ )خوف‬dibahas dalam pembahasan tauhid karena ada “rasa takut” yang terkait dengan tauhid yang
merupakan hak Allah. Sebagaimana kita ketahui bahwa menunaikan hak Allah adalah tujuan utama manusia
diciptakan dan tugas utama manusia di muka bumi.

Terdapat beberapa ayat sebagai dalil yang menjelaskan rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman,

ٍ َ‫﴾ َذ َواتَا َأ ْفن‬٤٧﴿ ‫ي آاَل ِء َربِّ ُك َما تُ َك ِّذبَا ِن‬


‫ان‬ ِّ ‫﴾ فَبَِأ‬٤٦﴿ ‫َان‬
ِ ‫َولِ َمنْ َخافَ َمقَا َم َربِّ ِه َجنَّت‬
“Orang yang takut pada Allah akan mendapatkan dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu
dustakan? Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan”
(QS. Ar-Rahman: 46-48).

Allah juga berfirman,

‫شتَ ُروا بِآيَاتِي ثَ َمنًا قَلِياًل‬ ْ ‫اس َو‬


ْ َ‫اخش َْو ِن َواَل ت‬ َ ‫فَاَل ت َْخ‬
َ َّ‫ش ُوا الن‬

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar
ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit”

(QS. Al-Maidah: 44).

Demikian juga setan menakut-nakuti manusia untuk menghalangi mereka dari melaksanakan tauhid dan menunaikan
hak Allah di muka bumi.

Allah berfirman,

َّ ‫ِإنَّ َما ٰ َذلِ ُك ُم ال‬


ِ ُ‫ش ْيطَانُ يُ َخ ِّوفُ َأ ْولِيَا َءهُ فَاَل ت ََخافُو ُه ْم َو َخاف‬
َ‫ون ِإنْ ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِين‬

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya
(orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika
kamu benar-benar orang yang beriman.”

(QS. Al-Imran: 175).

GHIBAH
Ghibah diartikan sebagai menggunjing. Artinya, ghibah adalah menyampaikan sesuatu yang terjadi pada
seseorang yang jika orang yang  dibicarakan tersebut mendengarnya akan merasa tidak suka. Ghibah itu bisa
dilakukan dengan perkataan yang jelas atau dengan yang lainnya seperti isyarat dengan perkataan, isyarat dengan
mata atau bibir dan yang lainnya, yang penting bisa dipahami oleh yang bergunjing tersebut.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dijelaskan tentang pengertian ghibah secara jelas. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu saw pernah bertanya pada para sahabatnya:
“Tahukah kalian apa itu ghibah? Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul -Nya yang lebih mengetahui”. Lantas
beliau menjelaskan: “(Ghibah) itu ialah engkau menyebut (keburukan) saudaramu yang ia tidak suka”. Ada yang
bertanya: “Bagaimana sekiranya, jika yang ada pada saudaraku itu memang benar seperti yang ku katakan? Beliau
menambahkan: “Jika benar ada padanya apa yang engkau katakan itulah yang namanya ghibah. Dan jika sekiranya
apa yang engkau katakan tidak ada pada saudaramu, itu namanya fitnah”.

( HR Muslim no: 2589. )

Ghibah adalah perkara yang diharamkan sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa.
Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain.
Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa
jijik. Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.”

(QS. Al-Hujurat : 12)

TAWADHU’
Tawadhu’ adalah nama lain dari sikap rendah hati. Tawadhu bukan rendah diri, akan tetapi tawadhu adalah
percaya diri, berani dan optimis. Memiliki sifat tawadhu berarti merasa diri kita orang biasa, sekalipun memiliki
banyak kelebihan. Tawadhu ini merupakan akhlak yang terpuji dan mulia yang menjadi karakter orang-orang
beriman atau orang mukmin sejati. Mengapa dikatakan demikian? karena bersikap rendah hati atau tawadhu ini
adalah perintah dari Allah SWT. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertulis di dalam Al-Qur’anul
Karim :

Dalil Tentang Tawadhu :

َ‫احكَ لِ َم ِن اتَّبَ َع َك ِمنَ ا ْل ُمْؤ ِمنِين‬


َ َ‫ض َجن‬ ْ ‫َو‬
ْ ِ‫اخف‬

“Dan bersikap rendah hatilah kamu kepada orang-orang yang beriman yang mengikutimu.

(Q.S As-Syuara: 215).

Dengan kita bersikap rendah hati / tawadhu terhadap siapa pun, artinya kita telah mematuhi salah satu yang Allah
perintahkan kepada hamba-hamba-Nya. Adapun arti yang berlawanan atau lawan kata dari tawadhu ini adalah
takabur atau sombong.
HASAD
Hasad adalah dengki atau iri hati terhadap orang lain yang mendapat karunia dari Allah SWT. Hasad
merupakan penyakit hati yang harus dihindari tiap Muslim agar selamat di dunia dan akhirat.

Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman:


‫هّٰللا‬
ْ َ‫اس ع َٰلى َمٓا ٰا ٰتى ُه ُم ُ ِمنْ ف‬
‫ضلِ ٖ ۚه فَقَ ْد ٰاتَ ْينَٓا ٰا َل اِ ْب ٰر ِه ْي َم ا ْل ِك ٰت َب َوا ْل ِح ْك َمةَ َو ٰاتَ ْي ٰن ُه ْم ُّم ْل ًكا َع ِظ ْي ًما‬ َ َّ‫سد ُْونَ الن‬
ُ ‫اَ ْم يَ ْح‬

Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya.
Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan
kepadanya kerajaan yang besar.

(QS. An Nisa: 54).

HUSNUDZHON dan SUUZHON


Husnuzhon Islam merupakan sumber dari segala sumber pendidikan akhlak terpuji, baik di hadapan Allah,
sesama manusia dan juga sesama makhluk hidup yang lainnya yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini.
Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berpikir husnuzan, dan tidak selalu berpikir buruk kepada
orang lain terutama kepada takdir Allah SWT. Kali ini akan membahas dalil tentang husnuzan dan juga manfaatnya
di dalam islam yang belum banyak orang tahu.

Allah SWT berfirman :

ۚ ُ‫ضا ۚ َأيُ ِح ُّب َأ َح ُد ُك ْم َأنْ َيْأ ُك َل لَ ْح َم َأ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموه‬ ُ ‫سوا َواَل يَ ْغت َْب َب ْع‬
ً ‫ض ُك ْم َب ْع‬ َّ ‫ض الظَّنِّ ِإ ْث ٌم ۖ َواَل ت ََج‬
ُ ‫س‬ ْ ‫يَا َأ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬
َ ‫اجتَنِبُوا َكثِي ًرا ِمنَ الظَّنِّ ِإنَّ َب ْع‬
‫اب َر ِحي ٌم‬ ٌ ‫َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ ِإنَّ هَّللا َ تَ َّو‬

“Wahai orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan
janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

(QS. Al-Hujurat : 12)


Suuzhon dalam ajaran Islam adalah salah satu sifat tercela manusia dengan cara mencari kesalahan orang lain
dan berburuk sangka terhadap orang lain. Apabila sifat suudzon telah tumbuh maka sudah tentu orang tersebut akan
mencari kesalahan orang lain hingga terbukalah kesalahan, kelemahan dan aib. Sehingga pelaku suudzon ini akan
puas padahal perbuatannya sangat menyakiti hati orang lain. Hadits larangan bersifat suudzon berasal dari riwayat
Bukhari, bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

”Jauhilah sifat berprasangka karna sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan jangan-lah kamu
mencari kesalahan, memata-matai, janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi
dan janganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allah bersaudara”

(Hadits Riwayat Bukhari)

DZIKIR
Dzikir berasal dari bahasa Arab yang artinya mengingat. Sebagai seorang manusia, tentu dalam kehidupannya
tidak pernah luput dari masalah. Setiap harinya dosa kian bertambah, dan tantangan hidup juga semakin bervariasi.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan manusia dalam menghadapi konflik jiwa dan pikiran. Dan sebagai umat Islam,
salah satu cara tersebut adalah dengan memperbanyak mengingat Allah SWT lewat berzikir.

Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 152 yang berarti: “Berdzikirlah (ingatlah) kamu
kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula padamu! (QS Al-Baqarah;152).

Allah SWT juga berfirman dalam surat Ar-Ro’d ayat 28 yang berarti: “Yaitu orang-orang yang beriman, dan
hati mereka aman tentram dengan dzikir pada Allah, ingatlah dengan dzikir pada Allah itu, maka hati pun akan
merasa aman dan tentram.” (QS Ar-Ro’d;28).

Terdapat banyak manfaat zikir bagi umat Islam yang melakukannya setiap hari. Selain berguna untuk
mengembangkan kualitas diri, juga membantu menambah pundi-pundi pahala dan kesejukan bagi jiwa yang sedang
gundah.
AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR
Amar Ma'ruf Nahi Munkar menjadi istilah yang banyak disebut dalam ceramah-ceramah agama. Sebab ini
merupakan perintah Allah SWT dan wasiat Nabi Muhammad SAW yang penting untuk diingatkan dari waktu ke

waktu. Secara bahasa, amar ma’ruf artinya memerintahkan kepada kebaikan. Sedangkan nahi munkar artinya


mencegah atau menahan kemunkaran.

Mengutip Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin dan Relevansinya dengan
Dakwah Zaman Modern di Indonesia tulisan Mar’atus Sholihah (2019: 41), konsep ini merujuk pada ajakan berbuat
kebajikan dan kasih sayang dalam melaksanakan rencana-rencana perbaikan akhlak serta mencegah perbuatan-
perbuatan kejahatan yang merusak akhlak. Dalam surat Al Imran ayat 104, Allah SWT memerintahkan umat-Nya
untuk senantiasa mencegah kemunkaran dan mengajak berbuat baik. Ini merupakan prinsip dasar agama Islam yang
harus diamalkan setiap Muslim. Siapapun yang melakukannya akan menggapai surga yang penuh kenikmatan.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang yang beruntung.” (QS Al Imran ayat 104).

MALU
Rasulullah SAW pernah menyebut bahwa malu adalah sebagai bagian dari iman. Artinya, malu merupakan
salah satu budi pekerti yang dituntut oleh Islam untuk dimiliki oleh setiap pemeluknya. Mengutip dari buku
Pendidikan Akhlak Berbasis Hadits Arba'in An Nawawiyah karya Dr. Saifudin Amin, MA, rasa malu adalah suatu
akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang
memiliki hak.

Ajaran Islam menempatkan rasa malu sebagai bagian yang menyusun cabang keimanan seseorang. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
َ ُ‫ش ْعبَةٌ ِمنَ َ ْاِإل ْي َمان‬
ُ ‫ َوا ْل َحيَا ُء‬،‫ق‬ ِ ‫ َوَأ ْدنَاهَا ِإ َماطَةُ ْاَأل َذى ع‬،ُ‫ضلُ َها قَ ْو ُل الَ ِإلهَ ِإالَّ هللا‬
ِ ‫َن الطَّ ِر ْي‬ َ ‫ فََأ ْف‬،ً‫ش ْعبَة‬
ُ َ‫ست ُّْون‬ ْ ‫س ْب ُع ْونَ َأ ْو ِب‬
ِ ‫ض ٌع َو‬ ْ ِ‫ْاِإل ْي َمانُ ب‬
َ ‫ض ٌع َو‬

"Iman mempunyai enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan 'Lâ ilâha illallâh,' dan yang
paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu merupakan salah satu cabang Iman."
(HR. Imam Al Bukhari No 9).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim, ia berkata:

‫ فَِإ َذا ُرفِ َع َأ َح ُد ُه َما ُرفِ َع ْاالَ َخ ُر‬، ‫ـحيَا ُء َو ْاِإل ْي َمانُ قُ ِرنَا َج ِمـ ْي ًعا‬
َ ‫اَ ْل‬

"Iman dan malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka
iman pun sirna." (HR. Al Hakim).

DO’A
Do;a merupakan sebuah permohonan dari seorang hamba yang ditujukan kepada Allah SWT. Doa adalah inti
ibadah yang mendalam. Berikut ini dalilnya. Doa berasal dari bahasa Arab ‫ الدعاء‬yang memiliki arti permintaan atau
permohonan. KH Ahmadi Isa dalam bukunya yang berjudul Doa-Doa Pilihan menjelaskan pengertian doa menurut
bahasa dan istilah.

Menurut bahasa doa adalah merupakan permintaan dan permohonan. Sedangkan, menurut istilah doa adalah
penyerahan diri kepada Allah SWT dalam memohon keinginan dan meminta dihindarkan dari hal yang dibenci. Doa
berarti ibadah. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa berdoa menjadi ibadah utama. Berdoa kepada Allah SWT membuat
setiap makhluk dicintai-Nya.

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi no 2969, Rasulullah Saw bersabda,

‫ال ُّدعَا ُء ُم ُّخ ا ْل ِعبَا َد ِة‬

"Do’a itu merupakan inti dari ibadah"

Ibadah yang dimaksudkan semata-mata dilakukan hanya kepada Allah SWT. Berdoa dilakukan dengan tunduk dan
penuh ketakutan kepada Allah SWT.
Setiap makhluk yang berdoa akan dikabulkan oleh Sang Pencipta. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia yang
hidup di bumi untuk bisa senantiasa beribadah kepada Allah di saat sempit maupun lapang. Allah SWT telah
berfirman dalam Q.S Al Mu'min ayat 60 sebagai berikut,

‫سيَد ُْخلُونَ َج َهنَّ َم‬ ْ ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ٱ ْدعُونِ ٓى َأ‬


ْ َ‫ستَ ِج ْب لَ ُك ْم ۚ ِإنَّ ٱلَّ ِذينَ ي‬
َ ‫ستَ ْكبِرُونَ عَنْ ِعبَا َدتِى‬

َ‫دَا ِخ ِرين‬

"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-
orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."

AKIBAT BERMAKSIAT KETIKA SENDIRI


Ada seseorang yang ketika di hadapan orang banyak terlihat alim dan shalih. Namun kala sendirian, saat sepi,
ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah. Inilah yang dapat dilihat dari para penggiat dunia maya. Ketika di
keramaian atau dari komentar ia di dunia maya, ia bisa berlaku sebagai seorang alim dan shalih. Namun bukan berarti
ketika dalam kesepian, ia seperti itu pula. Ketika sendirian browsing internet, ia sering bermaksiat. Pandangan dan
pendengarannya tidak bisa ia jaga.

Keadaan semacam itu telah disinggung oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari. Dalam hadits dalam
salah satu kitab sunan disebutkan,

‫ضا فَيَ ْج َعلُ َها هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل‬ً ‫ال ِجبَا ِل ِت َها َمةَ بِي‬ ِ َ‫ت َأ ْمث‬
ٍ ‫سنَا‬َ ‫ « َأل ْعلَ َمنَّ َأ ْق َوا ًما ِمنْ ُأ َّمتِى يَْأتُونَ َي ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة بِ َح‬: ‫ َأنَّهُ قَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َن النَّبِ ِّى‬ ِ ‫عَنْ ثَ ْوبَانَ ع‬
‫ « َأ َما ِإنَّ ُه ْم ِإ ْخ َوانُ ُك ْم َو ِمنْ ِج ْل َدتِ ُك ْم َويَْأ ُخ ُذونَ ِمنَ اللَّ ْي ِل‬: ‫ قَا َل‬.‫ص ْف ُه ْم لَنَا َجلِّ ِه ْم لَنَا َأنْ الَ نَ ُكونَ ِم ْن ُه ْم َونَ ْحنُ الَ نَ ْعلَ ُم‬ ُ ‫ يَا َر‬: ُ‫ قَا َل ثَ ْوبَان‬.» ‫َهبَا ًء َم ْنثُو ًرا‬
ِ ِ ‫سو َل هَّللا‬
‫» َك َما تَْأ ُخ ُذونَ َولَ ِكنَّ ُه ْم َأ ْق َوا ٌم ِإ َذا َخلَ ْوا بِ َم َحا ِر ِم هَّللا ِ ا ْنتَ َه ُكوهَا‬

Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari
umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan
kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat
mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan
kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika
bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Ibnu Majah membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingat
Dosa”.

Hadits di atas semakna dengan ayat,

َ ‫ست َْخفُونَ ِمنَ هَّللا ِ َو ُه َو َم َع ُه ْم ِإ ْذ يُبَيِّتُونَ َما اَل يَ ْر‬


‫ضى ِمنَ ا ْلقَ ْو ِل َو َكانَ هَّللا ُ ِب َما يَ ْع َملُونَ ُم ِحيطًا‬ ِ ‫ست َْخفُونَ ِمنَ النَّا‬
ْ َ‫س َواَل ي‬ ْ َ‫ي‬

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka,
ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha
Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa’: 108). Walaupun dalam ayat tidak
disebutkan tentang hancurnya amalan.

KEHIDUPAN TANPA BATAS


Bersabar. Kata ini terulang di dalam Alquran lebih dari 70 tempat. Di dalam berbagai ayat tersebut dapat
dilihat bahwa Allah Swt menganugerahi orang-orang yang memegang teguh sifat sabar dengan berbagai keutamaan.
Selain itu, berbagai kebaikan dan derajat yang terhormat juga dijanjikan-Nya sebagai buah dari sikap terpuji ini.

Dalam buku Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah karya Dr Saad Riyadh dicontohnya Allah Swt berfirman, "Dan Kami
jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
bersabar" (As-Sajadah: 24).

Juga firman-Nya, "Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israel
disebabkan kesabaran mereka" (Al-A'raaf: 137).

Firman-Nya yang lain, "Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (An-Nahl: 96)

"Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka...." (Al-Qashash: 54).
Dari firman-Nya, "Sesungguhnya hanya orang-orang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas" (Az-Zumar: 10).

Dari sedikit contoh ayat di atas itu saja kita sudah mendapat gambaran jelas tentang begitu mulianya kesabaran.
Sesungguhnya, setiap kebajikan yang dilakukan telah ditakar ganjarannya, kecuali kesabaran. Itulah sebabnya, pada
puasa terdapat janji pahala yang sangat besar karena ia merupakan setengah dari kesabaran

Anda mungkin juga menyukai